Menyingkap Tabir Keraguan Mengenai Ahmadiyah:
3. Masalah Keselamatan (Najat)
Ada kekeliruan paham terdapat pada beberapa orang mengenai Ahmadiyah yang mengatakan bahwa menurut pendirian orang-orang Ahmadi semua orang kecuali orang-orang Ahmadi akan masuk neraka. Hal ini pun merupakan akibat dari pada ketidaktahuan atau perasaan antipati belaka. Kami sekali-kali tidak mempunyai itikad bahwa selain daripada orang Ahmadi, semua orang akan masuk neraka. Pada hemat kami ialah bahwa dapat terjadi bahwa orang Ahmadi masuk neraka seperti halnya orang yang bukan Ahmadi akan masuk surga, sebab surga bukan hanya sekedar ucapan mulut belaka melainkan surga itu dicapainya sebagai hasil penunaian dari pada berbagai pertanggungjawaban. Begitu pula tentang neraka, ia bukanlah merupakan akibat dari pada keingkaran di mulut saja, melainkan untuk menjadi umpan neraka itu menghendaki banyak syarat-syaratnya. Seseorang tidak akan masuk neraka sebelum kepadanya disampaikan petunjuk-petujuk selengkapnya, kendatipun ia adalah seorang pengingkar kebenaran yang sebesar-besarnya. Nabi Muhammad saw sendiri bersabda, bahwa yang meninggal di waktu masih kanak-kanak atau orang-orang yang hidup di pegunungan-pegunungan tinggi atau di hutan belantara yang akal pikirannya tidak berkembang atau orang gila yang akalnya rusak, mereka ini tidak akan ditindaki pemeriksaan, malahan Allah Taala pada hari kiamat kelak, akan mengutus lagi nabi ke tengah-tengah mereka agar memberikan peluang kepada mereka untuk mengenal perbedaan antara yang benar dan yang palsu. Kemudian dia yang sudah cukup diberikan petunjuk-petunjuk namun ia memilih hal yang palsu, barulah ia akan dimasukkan neraka. Kebalikannya dia yang menerima petunjuk akan masuk surga.
Jadi keliru sekali kalau mengatakan, bahwa menurut pendirian orang-orang Ahmadi, tiap-tiap orang yang tidak masuk Ahmadiyah akan masuk neraka.
Berkenaan dengan “keselamatan (najat)” kami beritikad, bahwa orang-orang yang menghindarkan diri dari kebenaran dan ia berdaya-upaya, agar kebenaran itu jangan sampai didengar oleh telinganya, yang karenanya ia terpaksa harus menerima, atau terhadapnya telah disampaikan penerangan dan petunjuk dengan sempurna, tetapi kendatipun demikian ia juga tidak mau beriman, maka menurut Allah SWT. orang semacam itu akan ditindak. Meskipun demikian orang semacam itu pun jikalau Allah Taala menghendaki akan dapat diampuni, sebab bukan di tangan kita terletak wewenang untuk membagikan rahmat-Nya.
Seorang budak-sahaya tidak dapat merintangi maksud majikannya untuk bermurah hati. Allah Taala adalah Tuhan kita, Raja kita, Pencipta kita dan Penguasa kita. Apabila ia berkehendak menganugerahkan Hikmat-Nya, Ilmu-Nya, dan Rahmat-Nya kepada seorang manusia, yang menurut keadaan normal nampaknya tidak mungkin memperoleh anugerah, apakah kita berkuasa untuk menahan tangan-Nya dan merintangi anugerah-Nya?
Kepercayaan Ahmadiyah mengenai keselamatan demikian luasnya, sehingga konsekuensinya ialah beberapa ulama dan kyai menjatuhkan fatwa kepada orang-orang Ahmadiyah sebagai kufur atau keluar dari agama Islam. Kami berkeyakinan, bahwa tidak ada seorangpun yang mengalami siksaan secara abadi, baik ia mukmin ataupun kafir. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an :
رَحْمَتِىْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Yakni, “Rahmatku meliputi segala sesuatu” (Q.S Al ‘Araf: 157)
Dan berfirman lagi “Ummuhu hãwiyah”, yakni bandingan seorang kafir dan neraka ialah seibarat seorang ibu dengan anaknya. Kemudian Allah Taala berfirman lagi:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S Azzariyat : 57)
Banyak lagi ayat-ayat yang semacam itu. Betapa kami dapat menerima gagasan, bahwa rahmat Ilahi itu tidak akan melingkupi penghuni-penghuni neraka dan mereka tidak akan pernah dikeluarkan dari kancah api jahanam dan orang-orang itu yang Allah Taala ciptakan untuk menjadi hamba-hamba-Nya akan tetap selama-selamanya menjadi hamba-hamba syaitan, dengan demikian tidak akan menjadi hamba-hamba Allah Taala, dan Dia dengan suara-Nya yang penuh mengandung rasa kasih sayang tidak akan menyapa mereka dengan kata-kata “Fadkhulī fī ‘ibādī wadkhulī jannatī “– “kemarilah datang memasuki golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah kedalam surga-Ku”.