20 Mutiara Hikmah Untuk Para Mubaligh – Bagian II

nasihat untuk para mubaligh

Dua Puluh Butir Mutiara Kebijaksanaan dari “Zarreen Hidayat Baraye Muballigheen” karya Hadhrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmud Ahmad (ra) bagian II

Abdul Hadi, Muballigh, UK (United Kingdom of Britain atau Britania Raya)
Penerjemah: Dildaar Ahmad Dartono


Dalam artikel ini, saya akan menyusun dua puluh nasihat lebih lanjut dari seratus halaman berikutnya, yang, meskipun awalnya ditujukan kepada para Muballigh, tetapi juga membawa wawasan berharga yang bermanfaat secara universal [kepada semua], karena pekerjaan tabligh dan tarbiyat merupakan tanggung jawab bersama setiap Ahmadi.

Akhlak yang Baik adalah Pedang yang Hebat

Nasihat: Akhlak adalah pedang yang hebat, iman tanpa akhlak adalah sia-sia.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra), menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai akhlak dengan mengatakan,

“Dari sudut pandang saya, kemunduran Islam bermula dari kemerosotan akhlak. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam agama, yang pada akhirnya mengakibatkan hilangnya otoritas duniawi [kekuasaan politis pun hilang]. Oleh karena itu, berpegang teguhlah pada prinsip-prinsip akhlak. Tidak ada pedang yang lebih dahsyat daripada pedang akhlak. Bahkan para penentang mengakui pengaruhnya, dan di antara masyarakat kita sendiri, pedang ini menumbuhkan kekuatan yang tak tergoyahkan, mengangkat semangat dan aspirasi mereka.” (Zarreen Hidayat Baraye Muballigheen, hlm. 103)

Bacalah Berbagai Publikasi dari Jemaat

Saran: Pelajarilah surat kabar-surat dari pusat, karena surat kabar-surat kabar tersebut membuat Anda tetap terhubung dengan pusat dan memperbarui keimanan Anda.

Hudhur (ra), yang menekankan pentingnya terus-menerus memperluas pengetahuan melalui literatur Jamaat, juga menekankan pentingnya untuk tetap terhubung dengan kantor pusat melalui surat kabar pusat. Beliau mengatakan,

“Setiap surat kabar dari Qadian yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan Markaz dan Jamaat harus dipelajari, karena surat kabar tersebut memperbarui keimanan Anda. Sampaikan juga nasihat ini kepada orang-orang yang Anda dakwahi.” (Ibid., hlm. 104).

Kemalasan: Musuh Utama Jiwa

Nasihat: Waspadalah terhadap kemalasan, karena kemalasan memengaruhi jiwa. Teruslah latihan (olahraga) rutin apa pun.

Hudhur (ra) menekankan, “Seseorang tidak boleh malas; mereka harus selalu aktif, dan untuk itu beberapa jenis latihan harus dilakukan. Misalnya, berjalan, dll. Kegiatan ini memiliki hubungan yang dalam dengan jiwa. Para Nabi tidak pernah menyerah pada kemalasan.” (Ibid., hlm. 105-106).

Hindari Sifat Rendah Hati Palsu

Nasihat: Setiap orang biasanya rendah hati pada saat memulai suatu pekerjaan, tetapi ingatlah stetaplah rendah hati sekalipun telah berhasil, dengan menganggap bahwa pencapaian tersebut merupakan karunia Allah Ta’ala, bukan karena diri Anda.

Hudhur (ra) menyatakan,

“Setiap orang cenderung berpikir seperti ini pada awal suatu pekerjaan, termasuk orang-orang ateis, yang mengaku memiliki kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Namun, ketika tugas berakhir dan masa pensiun semakin dekat, jika seseorang masih memiliki pikiran dan perasaan (rendah hati) yang sama, tentu hal itu merupakan sumber kebahagiaan. Akan tetapi, jika mereka tidak lagi memiliki pemikiran seperti itu, dan inilah yang biasanya terjadi pada kebanyakan orang, maka jelas bahwa ungkapan-ungkapan awal itu hanyalah kepura-puraan, yang dimaksudkan untuk menipu dunia dan menggambarkan diri mereka lebih unggul dari sebelumnya.”

Hudhur (ra) menjelaskan lebih lanjut,

“Sangat disayangkan, ada beberapa orang di Jemaat kita yang mengatakan bahwa semua usaha kami adalah semata-mata karena Allah, dan apa pun yang terjadi, semua itu semata berkat Allah Ta’ala, mereka tidak mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti itu. Ketika mereka mengungkapkan perasaan seperti itu, mereka benar-benar memandang diri mereka dengan cara ini. Hasilnya mereka mungkin mencapai beberapa prestasi, yang karena menyaksikan kerendahan hati mereka, Allah membantu mereka, dan dunia menyaksikan perubahan signifikan yang dihasilkan melalui mereka. Akan tetapi ketika keberhasilan datang, yang mana keberhasilan itu merupakan hasil dari kerendahan hati mereka dan karena karunia Allah, pada saat itu, mereka lupa akan pengakuan awal ketidakmampuan mereka di awal suatu pekerjaan. Faktanya mereka tidak mampu, namun mereka melihat ke belakang dan dengan bangga mengklaim kepemilikan atas pencapaian-pencapaian mereka, dan lupa akan pengakuan tulus sebelumnya atas keterbatasan-keterbatasan diri mereka. Padahal pengakuan yang rendah hati atas ketidakmampuan itulah yang membuka jalan menuju keberhasilan.” (Ibid., hlm. 111-112)

Pengabdian yang Tulus

Nasihat: Tanamkanlah kecintaan dalam hati orang-orang Sehingga keimanan mereka meningkat menjadi pengabdian yang tulus.

Hudhur (ra) menyatakan, “Ingatlah, tidak ada bangsa yang terus bersatu kecuali jika ikatan mereka kuat. Oleh karena itu, kisah-kisah tentang kebajikan Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan kesulitan-kesulitan yang beliau alami demi perbaikan dunia harus diceritakan kembali. Dengan mengulangi peristiwa-peristiwa ini, maka orang-orang akan memperkuat kecintaan mereka kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan Jemaat di dalam hati mereka sedemikian rupa sehingga melampaui sekedar keimanan filosofis dan berubah menjadi keimanan yang tulus. Iman seperti itu sangat diperlukan untuk keselamatan.” (Ibid., hlm. 118)

Sisi Kasih Sayang yang Memperdaya

Nasihat: Berhati-hatilah terhadap sisi kasih sayang yang dapat memperdaya, karena baik orang beriman maupun orang yang tidak beriman dapat menunjukkannya. Orang yang tidak beriman yang memperlihatkan kasih sayang dapat menciptakan anggapan yang keliru tentang keimanan, sementara kasih sayang yang tersembunyi dari seorang beriman mungkin akan diabaikan. Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui tindakan Anda.

Hudhur (ra) menyatakan,

Terkait:   20 Mutiara Hikmah Untuk Para Mubaligh - Bagian 1

“Ingatlah dengan saksama bahwa tidak ada iman tanpa kasih sayang, tetapi ‘kasih sayang’ tanpa keimanan mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, seorang Muballigh menapaki jalan yang sangat halus. Tanpa kasih sayang ia berisiko hilang keimanan, dan seorang yang tidak beriman dapat dianggap sebagai orang yang beriman hanya karena kasih sayang yang dimilikinya, yang menyebabkan kerusakan ganda.

Ia tidak hanya kehilangan keimanannya sendiri tetapi juga menyesatkan orang lain, karena orang-orang mengamati tindakannya dan menganggapnya tidak beriman. Di sisi lain, mereka mungkin menganggap orang yang tidak beriman sebagai beriman karena kasih sayangnya yang nyata. Oleh karena itu, sangat penting bagi Muballigh untuk mewujudkan kasih sayang yang mendalam – tidak hanya dalam lisan tetapi juga dalam tindakan. Kata-katanya, tindakannya, dan bahkan matanya seharusnya memancarkan belas kasih.” (Ibid., hal. 124)

Pikiran Setan

Nasihat: Adalah keliru jika berpikir bahwa keimanan hanyalah hubungan antara Anda dan Tuhan. Wujudkanlah keimanan Anda melalui tindakan yang bermakna, karena sifat-sifat tertentu telah diperuntukkan supaya dinampakkan demi kebaikan dunia.

Atas petunjuk yang disebutkan di atas, Hudhur (ra) menekankan,

“Jangan berasumsi bahwa hal ini hanya antara Anda dan Tuhan, dan Dia mengetahui niat Anda. Tidak diragukan lagi, Allah mengetahui niat Anda, namun Allah Ta’ala telah menganugerahkan sifat-sifat tertentu pada manusia yang, jika tidak ditampilkan, maka tidak akan bermanfaat bagi orang lain. Jika orang-orang tidak dapat memperoleh manfaat dari sifat-sifat ini, lalu apa tujuannya? Ini adalah gagasan Setan. Satu sisi pamer adalah dosa, tetapi abai dalam menunjukkan sifat-sifat ini melalui tindakan, ucapan, dan perilaku Anda juga merupakan dosa. Menyembunyikannya dapat berdampak buruk pada dunia, atau menghilangkan cinta dan perdamaian sejati dari dunia.” (Ibid., hal. 124)

Pikiran Setan lainnya

Nasihat: Jangan pernah menganggap diri Anda tidak mampu mencapai sesuatu.

Hudhur (ra) menyatakan,

“Jangan pernah berpikir bahwa sifat-sifat ini dan itu berada di luar jangkauan Anda. Tidak ada satu pun kebajikan yang penting bagi umat manusia yang tidak dapat mereka peroleh. Meskipun mungkin ada berbagai tingkatan, setiap kualitas ada dalam diri manusia, dan peningkatan dapat dicapai melalui usaha. Menganggap diri sendiri tidak mampu adalah gagasan Setan yang dirancang untuk menjauhkan seseorang dari kebajikan.” (Ibid., hal. 124)

Kejujuran dalam Nuansa yang Penuh Pertimbangan

Nasihat: Terapkanlah kejujuran sebagai pedoman dalam semua aspek kehidupan, tetapi pada saat yang sama juga menyadari pentingnya pertimbangan yang matang dalam mengungkapkan setiap kebenaran.

Hudhur (ra) menekankan,

“Ingatlah bahwa kejujuran adalah sebuah kebaikan, yang tidak bisa menjadi perbuatan buruk. Namun, ingatlah bahwa tidak setiap kebenaran perlu diungkapkan. Menggambarkan seseorang disabilitas yang berjalan sebagai ‘cacat’ adalah benar, tetapi mengungkapkan kebenaran ini adalah dosa. Ada perbedaan antara berbohong dan mengungkapkan setiap kebenaran. Tidaklah wajib untuk mengungkapkan kebenaran, terutama ketika mengungkapkannya tidak ada kaitannya dengan agama dan malah merugikan perasaan orang lain. Bahkan hal itu menjadi tindakan berdosa.” (Ibid., hlm. 125)

Menderita demi Tuhan

Nasihat: Terimalah pukulan demi Tuhan, tanggapilah dengan kesabaran, dan saksikan pertolongan ilahi.

Hudhur (ra) menceritakan kisah seorang penjaga gerbang yang melayani raja Rusia. Suatu hari, raja memerintahkannya untuk tidak mengizinkan siapa pun masuk. Seorang pria berpangkat tinggi mendekat, tetapi penjaga gerbang, yang patuh pada perintah raja, melarangnya untuk masuk. Pria yang seorang adipati itu menanyai penjaga gerbang, yang mengakui statusnya tetapi tetap mematuhi perintah raja. Sang adipati itu kemudian melakukan penyerangan fisik pada penjaga gerbang, yang terus menahan pukulan dengan tabah. Hal ini terulang beberapa kali hingga sang raja turun tangan dan menanyakan tentang keributan tersebut.

Setelah mengetahui situasi tersebut, sang raja bertanya kepada penjaga gerbang apakah dia mengenal sang adipati, dan setelah mendapat konfirmasi, dia bertanya mengapa dia menghalangi sang adipati untuk masuk. Penjaga gerbang tersebut menegaskan kembali komitmennya pada perintah sang raja.

Sang raja kemudian bertanya kepada sang adipati apakah dia telah diberi tahu tentang perintah sang raja, dan sang adipati pun mengiyakan. Sebagai tanggapan, sang raja memerintahkan penjaga gerbang untuk memukul sang adipati. Namun, sang adipati menolak dan mengklaim bahwa seseorang dengan pangkat rendah seperti penjaga gerbang tidak dapat memukulnya. Untuk mengatasi hal ini, sang raja menaikkan pangkat penjaga gerbang hingga setara dengan pangkat sang adipati, sehingga dia dapat memberikan hukuman.

Hudhur (ra) menyimpulkan, “Jika seorang penjaga gerbang, dengan taat mengikuti perintah seorang Raja dan menanggung pukulan dapat naik dari jabatannya menjadi seorang pemimpin dan komandan, maka bukankah Tuhan akan memberi pahala kepada kita ketika kita menanggung penderitaan demi-Nya, menolak untuk membalas dendam terhadap musuh-musuh kita? Tentu saja, Dia akan memberi pahala kepada kita. Oleh karena itu, tahanlah deraan-deraan itu dan berdoalah bagi mereka yang menyebabkan penderitaan itu.” (Ibid., hlm. 130-131)

Bersikaplah Tegas

Nasihat: Tetaplah bersemangat, bahkan jika kata-kata Anda bergema tanpa didengar. Perubahan membutuhkan waktu, dan banyak transformasi yang menunjukkan kekuatan kegigihan.

Hudhur (ra) menyatakan,

“Ketika Anda memulai tabligh [berkhotbah], ingatlah bahwa penentang lebih banyak jumlahnya, yaitu, diri kita yang satu berbanding seratus dengan mereka. Mereka akan bersikap kasar kepada kita saat kita pergi ke rumah mereka. Mereka akan berulang kali menyatakan keengganan mereka untuk mendengarkan, bersikeras bahwa kata-kata Anda tidak memiliki pengaruh atas mereka. Namun, seorang mukmin tidak menyerah pada tanggapan seperti itu. Jika pendapat orang-orang yang tidak beragama dan sesat memiliki suatu nilai, Nabi yang mulia (saw) pasti akan berhenti berkhotbah dan memilih tinggal di rumah pada hari ketika beliau ditunjuk (sebagai nabi). (Ibid., hal. 136)

Terkait:   Program Jemaat Ahmadiyah

Kecintaan vs Filsafat

Nasihat: Ingatlah, satu tindakan cinta memiliki kekuatan lebih besar daripada seribu argumen.

Hudhur (ra) menjelaskan,

“Buanglah sikap teroritis filosofis. Hendaknya hati dipenuhi dengan niat yang baik, dan hendaknya lidah dihiasi dengan kecintaan dan sopan santun. Sepatah kata yang diresapi dengan kecintaan dapat memberikan dampak yang lebih besar daripada seribu argumen. Seorang anak memeluk agama Hindu atas perintah orang tuanya, didorong oleh cinta dalam hatinya untuk mereka, yang dibalas oleh cinta yang dimiliki orang tuanya untuknya. Namun, Anda dapat mengajukan argumen yang tak terhitung jumlahnya untuk membantah agama Hindu; ia akan tetap tidak terpengaruh.” (Ibid., hlm. 139-140)

Pada kesempatan lain, Hudhur (ra) menasihati para Muballigh untuk sangat berhati-hati dalam perilaku dan interaksi dengan orang-orang dari agama lain. Beliau menjelaskan, “Berhati-hatilah dalam memilih makanan, minuman, dan pakaian, hindari hal-hal yang dapat membuat mereka tidak nyaman. Jangan ragu untuk melakukan apa saja yang Anda inginkan secara pribadi, tetapi hindari tindakan yang dapat menyakiti perasaan mereka. Perilaku seperti itu tidak hanya merusak usaha Anda sendiri tetapi juga tidak dapat diterima secara moral.” (Ibid., hal. 149)

Sifat Kemajuan Manusia yang Bertahap

Saran: Kenali dan hargai sifat kemajuan manusia yang bertahap. Jangan berharap orang berubah dalam semalam. Jangan pula menunda pekerjaan Anda tanpa alasan; lakukan selangkah demi selangkah.

Hudhur (ra) menasihati,

“Setiap perubahan terjadi secara bertahap. Jangan berharap seseorang menjadi Muslim yang taat dalam satu hari. Orang yang masuk Islam lambat laun keimanan mereka akan meningkat. Oleh karena itu, jangan membuat mereka kewalahan; mereka akan maju secara alami dalam 3-4 bulan. Mulailah dengan menanamkan kecintaan terhadap Islam dalam diri mereka dan secara resmi jadikan mereka Muslim, tetapi janganlah menahan ajaran Islam apa pun, karena hal itu dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka di kemudian hari atau mengarah pada terciptanya agama baru.” (Ibid., hal. 149)

Menjelaskan konsep ini lebih lanjut, Hudhur (ra) menjelaskan,

“Saya secara terus menerus memberikan nasihat untuk melanjutkan dengan hati-hati. Ini tidak berarti menghabiskan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk menyelesaikan suatu tugas, tetapi maju selangkah demi selangkah. Setelah Anda memiliki pijakan yang kokoh, menunda langkah berikutnya adalah pemborosan waktu dan merusak pekerjaan Anda. Jika tugas tersebut membutuhkan waktu berjam-jam, selesaikan dalam hitungan jam; jika membutuhkan waktu beberapa menit, selesaikan dalam hitungan menit. Ingatlah bahwa kecepatannya tidak boleh terlalu cepat sehingga merusak pekerjaan atau berdampak negatif pada tugas-tugas di masa mendatang.” (Ibid., hlm. 151)

Tabligh yang Strategis

Saran: Lakukanlah debat hanya jika Anda telah ditunjuk untuk tujuan tersebut. Fokuslah pada tabligh tapap muka.

Hudhur (ra) menasihati,

“Jika Anda mendapatkan kesempatan untuk bertabligh kepada umat Hindu yang sudah lama pada waktu itu, manfaatkanlah kesempatan itu. Namun, perdebatan harus menjadi bagian mereka yang telah dipilih secara khusus; yang lain harus menahan diri dan sebaliknya berkonsentrasi pada tabligh tatap muka.” (Ibid., hlm. 151)

Memperbarui Komitmen

Saran: Teruslah meninjau kembali janji yang telah Anda ucapkan dan petunjuk yang diterima dari Khalifatul-Masih untuk memperkuat komitmen Anda.

Hudhur (ra) bersabda,

“Pegang teguh sumpah itu di hadapanmu, baik sumpah yang kau pegang di tanganku saat baiat atau sumpah yang diucapkan saat ini. Bacalah petunjuk itu berulang-ulang, dan amalkanlah tanpa pengecualian. Semoga Allah menjadi Penolongmu.” (Ibid., hal. 153)

Dari Kabar Gembira menjadi Peringatan

Nasihat: Ketahuilah bahwa penyalahgunaan apa pun dapat berdampak negatif. Carilah nasihat bukan hanya untuk bersenang-senang tetapi dengan niat untuk sungguh-sungguh mengamalkannya.

Hudhur (ra) menasihati,

“Demikian pula, Nabi Muhammad saw adalah pembawa kabar gembira, tetapi untuk siapa? Bagi orang-orang yang menerimanya. Tetapi bagi Abu Jahl, beliau (saw) bukanlah pembawa kabar suka; baginya, beliau (saw) adalah seorang pemberi peringatan. Satu-satunya nasihat yang terbukti bermanfaat adalah nasihat yang diamalkan. Sayangnya, kebanyakan orang membaca nasihat hanya untuk hiburan tanpa merenungkannya. Penting bagi mereka untuk merenungkan bagaimana mereka dapat memasukkan nasihat-nasihat ini ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.” (Ibid., hal. 156)

Penemuan Newton

Nasihat: Hargai setiap petunjuk dari Khalifatul Masih, baik yang tampak penting maupun yang remeh bagi Anda. Beberapa hal mungkin tampak tidak penting, tetapi setelah merenungkannya lebih dalam, Anda akan menyadari betapa pentingnya hal-hal tersebut dan dampak mendalam yang dapat ditimbulkannya.

Hudhur (ra) berkata,

“Ada banyak hal kecil yang sangat penting dan berdampak signifikan. Di masa kecil, saya sering mempertanyakan mengapa penemuan Newton dianggap sebagai pencapaian yang sangat penting. Newton mengungkap misteri gravitasi. Saat duduk di taman, mengamati buah apel yang jatuh dari cabang, ia merenungkan mengapa buah itu jatuh ke bawah dan bukannya ke atas. Rasa ingin tahu ini menuntun saya pada penemuan gravitasi. Seiring bertambahnya usia dan memahami bagaimana wahyu ini memperluas pengetahuan secara eksponensial, saya mulai menghargai kontribusi Newton. Penemuan ini telah melipatgandakan pemahaman kita seribu kali lipat. Renungkan bagaimana kejadian yang tampaknya kecil memiliki dampak yang sangat besar.” (Ibid., hal. 156)

Terkait:   Pandangan Ahmadiyah Tentang Takdir

Dalam contoh lain, Hudhur (ra) menasihati,

“Pedoman ini disajikan kepada Anda dengan maksud agar Anda membaca masing-masing pedoman secara menyeluruh. Hindari membedakan antara yang penting dan yang kurang penting; setiap pedoman memiliki makna penting. Jika ada yang kurang penting, pedoman itu tidak akan disajikan kepada Anda.” (Ibid., hal. 174)

Tidak ada Keuntungan dari Kedua Sisi

Nasihat: “Berkomitmenlah dengan teguh untuk mengabdi kepada Islam, karena keragu-raguan dapat menyebabkan kerugian di kedua dunia.

Hudhur (ra) menyatakan,

“Kedua, mereka yang lalai dalam memberikan pengkhidmatan dan tertinggal karena kelalaian, hendaknya merenungkan perbedaan antara diri mereka dan orang-orang yang kembali dari pengkhidmatan mereka. Apakah mereka yang tertinggal menjadi makmur sementara yang kembali menjadi miskin? Apakah mereka mempertahankan harta mereka sementara mereka yang berkhidmat mengalami kerugian? Apakah mereka menjadi kuat sementara yang lain menjadi lemah? Meskipun keadaan duniawi mereka tidak berubah, secara ruhani mereka yang berkhidmat menerima berkat khusus dari Tuhan, sementara mereka yang tertinggal tidak memperoleh apa pun di dunia ini atau di akhirat. Situasi mereka mengingatkan pada [bait berikut]:

نہ خدا ہی ملا نہ وصال صنم
نہ ادھر کے رہے نہ ادھر کے رہے

“Tidak menemukan Tuhan, tidak juga kasih sayang dari kekasih; di dunia mana pun kami tidak menemukan tempat kami, tidak di sana, tidak di sini.” (Ibid., hal. 167)

Meneladani Semangat Seorang Anak

    Nasihat: Berkorban dengan komitmen yang teguh, bahkan dalam hal-hal yang sederhana.

    “Situasi kita mirip dengan seorang anak yang membangun istana dari pasir dan dianggapnya sebagai benteng, yang mengikat tali di punggungnya dan mengatakan bahwa ia sebagai prajurit, yang mengambil tongkat kecil dan ia berpikir itu sebagai pedang, yang duduk di bangku dengan pakaian yang tidak rapi dan mengatakan dirinya sebagai raja. Hadhrat Masih Mau’ud (as) pernah menceritakan bahwa sebagian orang Hindu yang tidak makan daging, membuat makanan seperti daging dari [sesuatu] dan menganggapnya sebagai daging.

    Sungguh menyedihkan bahwa kita tidak memiliki kesempatan untuk berjihad seperti orang-orang sebelum kita. Dalam upaya untuk menenangkan hati, kita telah melabeli tindakan-tindakan sepele kita sebagai Jihad. Akan tetapi, jika kita memiliki keinginan yang tulus untuk berjihad seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kita, jika kita memiliki keinginan yang kuat untuk berkorban demi agama kita, dan jika kita bertekad untuk tidak menunjukkan kelemahan, maka Allah, yang mengatur keadaan, tidak akan mencabut kita dari berkah-berkah yang terkait dengan Jihad. Jika keadaan-keadaan ini tidak ada, yang menghalangi kita untuk berjihad, itu karena Allah belum menyediakan syarat-syarat yang diperlukan. Oleh karena itu, Dia tidak akan menahan berkat-berkat yang akan tersedia jika kondisi-kondisi tersebut hadir.” (Ibid., hlm. 168)

    Dampak Doa dari Tangan yang Kosong

    Nasihat: Saat yang tepat untuk memohon kepada Allah adalah ketika tangan tangan Anda kosong terlebih dahulu. Bekerjalah dengan tekun, berikan segalanya, dan ketika semua hal lainnya tampak tidak efektif, Allah Ta’ala yang akan menurunkan berkat-Nya untuk membantu Anda.

    Hudhur (ra) menjelaskan bahwa doa datang dalam dua bentuk: pertama, yang dapat dipanjatkan seseorang kapan saja, dan yang kedua yang harus dipanjatkan hanya ketika seseorang tidak memiliki apa-apa lagi. Beliau menjelaskan,

    “Bayangkan jika seseorang meminta bantuan, mengaku tidak memiliki apa-apa, tetapi kemudian ditemukan uang padanya, bagaimana ia akan diperlakukan? Demikian pula, seseorang yang meminta pertolongan Allah tanpa menggunakan semua kemampuan yang dibutuhkan, maka ia akan diperlakukan serupa—ia akan mendapat murka Allah bukannya berkat dari-Nya.

    “Hadhrat Khalifatul Masih I (ra) pernah menceritakan sebuah kisah tentang seorang India yang datang dari Arab. Dalam perjalanan, ia mendekati seorang Arab dan berkata, ‘Beri aku sesuatu untuk dimakan, tetapi jangan mengarapkan uang dariku karena aku tidak punya uang.’

    Mendengar hal ini, raut wajah orang Arab itu berubah. Ia pergi ke ladang semangkanya, ia pilih semangka terbaik untuk diberikan kepada orang India itu. Setelah orang India itu merasa puas, orang Arab itu memeriksa pakaiannya dan kemudian mengizinkannya pergi. Ketika ditanya tentang alasannya, orang Arab itu menjelaskan, ‘Ketika kamu datang kepadaku dengan mengatakan bahwa kamu tidak punya apa-apa, aku mengorbankan ladangku, yang menghidupi istri dan anak-anakku. Aku memilih semangka terbaik dan memberikannya kepadamu. Sekarang, Allah adalah pelindung kami. Jika kamu membawa satu koin saja, aku akan membunuhmu.'” (Ibid., hal. 177)

    Hudhur (ra) lebih lanjut menasihati, “Oleh karena itu, fokuslah pada doa, tetapi selalu ingat bahwa doa hanya diterima jika kamu bekerja dengan sekuat tenaga. Jika kamu tidak bekerja keras atau melibatkan pikiranmu dalam usaha, doamu tidak akan diterima.” (Ibid., hal. 178)

    Sumber: Alhakam.org

    Leave a Reply

    Begin typing your search above and press return to search.
    Select Your Style

    You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.