3 Makna Laa Nabiyya Ba’di

hadits la nabiyya ba'di

Umat Islam pada umumnya berpendapat bahwa hadits لاَ نَبِيَّ بَعْدِي [laa nabiyya ba’di – tidak ada nabi setelahku) artinya adalah tidak akan ada nabi yang bisa datang di masa depan. Pandangan ini sebenarnya akan bertentangan dengan keyakinan umat Islam sendiri bahwa di akhir zaman masih akan datang Nabi Isa (as), artinya masih ada lagi nabi setelah Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam). Maka untuk menghilangkan pertentangan ini sebagian orang memberikan penafsiran bahwa ‘laa nabiyya ba’di‘ itu artinya:

  • Tidak ada nabi yang diangkat sampai pada derajat kenabian yang dapat datang setelahku
  • tidak ada nabi yang akan lahir setelahku.

Mari kita teliti Al-Qur’an dan hadits untuk memahami tiga cara memahami hadits laa nabiyya ba’di ini.

Kita juga akan membahas bahwa banyak non-Ahmadi yang mungkin tidak memiliki pengetahuan luas tentang masalah ini dengan menolak ketiga penafsiran yang akan dijelaskan nanti, sebaliknya mereka memberikan satu definisi yang bertentangan dengan keyakinan datangnya Al-Masih di Akhir zaman.

1) Tidak ada nabi Pembawa syariat setelahku

Salah satu makna hadits laa nabiyya ba’di adalah tidak akan ada nabi yang membawa syariat baru setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi pembawa syariat adalah nabi yang membawa agama baru, kitab baru, membatalkan Islam. Hadits tersebut tidak berarti bahwa semua jenis kenabian akan tertutup di masa depan, karena kalau kita mengartikan seperti itu maka sama artinya kita akan menolak kedatangan Nabi Isa di akhir zaman.

1.1 Dalil #1 – Tidak ada Kaisar Setelah Kaisar

2 hadits berikut menjelaskan apa arti بَعْدَ (setelah)

إِذَا هَلَكَ كِسْرَى فَلاَ كِسْرَى بَعْدَهُ، وَإِذَا هَلَكَ قَيْصَرُ فَلاَ قَيْصَرَ بَعْدَهُ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتُنْفِقُنَّ كُنُوزَهُمَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Rasulullah saw bersabda, “Ketika Kisra binasa, tidak akan ada lagi Kisra setelahnya, dan ketika Kaisar binasa, tidak akan ada lagi Kaisar setelahnya. Demi Dia yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, niscaya kamu akan menafkahkan harta keduanya di jalan Allah.” (Sahih Bukhari, Kitabul Manaqib, bab ‘alaamaatin-nubuwwati fil Islam)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menubuatkan bahwa tidak akan ada lagi Raja Kisra (Khosrau) dan Kaisar setelah beliau. Bagi yang belum tahu, Caesar adalah gelar bagi Kaisar Bizantium sedangkan Kisra [Khosrau] adalah gelar bagi Kaisar Persia. Maka jika kata ‘ba’di‘ diartikan seperti pengertian non-Ahmadi (walaupun hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri bahwa Isa akan datang) maka, naudzubillah min dzalik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam gagal dalam nubuatannya. Karena faktanya, kedua kerajaan itu tetap berdiri hingga bertahun-tahun setelah kewafatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan masih banyak Khosrou dan Caesar yang memerintah setelah beliau.

Maksud sebenarnya hadits ini adalah tidak akan ada Khosrou dan Caesar yang memiliki kekuasaan dan kepemimpinan yang sama dengan yang ada saat itu dan kerajaan mereka akan mengalami kemunduran. Jadi kata ‘ba’di‘ di sini artinya kedudukan kaisar berikutnya akan berkurang.

Ini adalah pandangan semua kalangan Suni dan Syiah yang digunakan untuk membantah para Islamofobia yang menjadikan hadits ini sebagai bukti bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keliru dalam nubuatannya, sehingga beliau dapat dinyatakan sebagai nabi palsu.

Imam al-Khattabi (932-1010/310-388 H) dalam tafsirnya pada Hadits Bukhari menulis:

“Yang dimaksud dengan ‘ketika Caesar binasa, tidak ada lagi Caesar setelahnya’ adalah tidak akan ada lagi Caesar yang kekuatan dan pengaruhnya melebihi Caesar pada masa itu. Caesar saat itu tinggal di Yerusalem, sebuah kota yang tidak memiliki hak berkunjung di mana umat Kristen tidak bisa menjalankan ibadahnya secara sempurna. Tidak ada seorangpun yang pernah pergi ke Roma tanpa mengunjungi kota itu, baik secara terbuka maupun diam-diam. Jadi, Caesar pada saat itu diusir dari kota dan harta bendanya dibuka, dan setelah itu tidak ada Caesar yang pernah memegang kendali atas kota itu. [‘A’alamul Hadith, 1447/2]

Terkait:   Struktur dan Penerapan Kata Khatam

Demikian pula pandangan para ulama seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani (1372-1449 M/750-870 H) dan Abu Hatim al-Razi (811–890 M/189-268 H

Jadi, seperti halnya kata ‘ba’di‘ artinya adalah tidak akan ada Kekaisaran dengan status yang sama di masa akan datang, begitu juga, kata ba’di‘ juga berarti bahwa seorang nabi yang memiliki status yang sama dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan ada, yaitu seorang nabi yang membawa syariat baru tidak akan datang. Namun seorang nabi ummati (yang tidak membawa syariat baru) dapat datang, yang memiliki status yang lebih rendah daripada Rasulullah saw.

1.2 Dalil #2 – Tidak ada Hijrah Setelah Hijrah

كَانَ يَقُولُ لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ‏.‏

Diriwayatkan oleh Mujahid bin Jabir Al-Makki:

Abdullah bin Umar pernah berkata, “Tidak ada lagi Hijrah setelah Fatah Mekah.” [Sahih al-Bukhari, Kitabul Manaqib al-Anshar, bab hijratunnabiy wa ashabihi ilal madinati]

Hadits ini juga melengkapi hadits sebelumnya tentang Khosrau dan Caesar yang menggunakan kata ba’da. Kita tahu bahwa hijrah atau migrasi masih terus terjadi hingga saat ini. Orang-orang berhijrah dari satu tempat ke tempat lain bahkan sampai saat ini. Mengartikan bahwa tidak ada lagi hijrah setelah Fatah Mekkah sama artinya kita menganggap bahwa Rasulullah sawa berbohong, naudzubillah min dzalik.

Makna sebenarnya hadits ini adalah Hijrah yang suasananya sama saat Fatah Mekkah tidak akan terjadi, sebagaimana tidak mungkin datang kaisar-kaisar yang kedudukannya sama dengan Khosrou dan Caesar Bizantium setelahnya, dan tidak mungkin muncul nabi yang derajatnya sama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

1.3 Dalil #3 Tafsir Aisyah (ra)

Aisyah (ra) juga menjelaskan hal yang sama:

قولوا انه خاتم النبیین ولا تقولوا لا نبی بعدہ

“Katakanlah, bahwa beliau (Rasulullah saw) adalah Khatamun Nabiyyin, tetapi jangan katakan tidak ada nabi lagi setelah beliau.’ [Musannaf Ibnu Abi Shaybah; v.14, hal.521]

Dalam riwayat tersebut Aisyah (ra) menjelaskan bahwa Khatamun Nabiyyin bukanlah istilah untuk menunjukkan keterakhiran mutlak kenabian. Beliau mengklarifikasi supaya umat Islam tidak memahaminya secara harfiah dan mengingkari kemungkinan turunnya Nabi Isa di akhir zaman. Pandangan beliau ini menjadi kenyataan dalam waktu tidak lama setelah itu ketika aliran rasionalis (mutazalit) dalam Islam yang mulai menolak turunnya Nabi Isa.

1.4 Dalil #4 – Pandangan Ulama

Para ulama juga telah menjelaskan bahwa laa nabiyya ba’di artinya “Tidak akan ada nabi yang membawa HUKUM (syariat) setelah Muhammad (SAW)”. Di bawah ini adalah beberapa ulama tersebut. Untuk daftar yang lebih lengkap, lihat artikel kami lainnya.

Imam Ibn-e-Qutaibah (wafat tahun 267 H):

وليس هذا من قولها ناقضا لقول النبي صلى الله عليه وسلم: لا نبي بعدي، لأنه أراد لا نبي بعدي ينسخ ما جئت به

“Penafsiran yang dikemukakan oleh Aisyah (ra) tidak bertentangan dengan sabda Nabi (saw), laa nabiyya ba’di Maksud Nabi (saw) adalah tidak akan ada nabi setelah beliau yang akan membatalkan syariatnya.” [Ta’wilu Mukhtalifil-Ahadits, hal. 236]

Jalal al-Din al-Suyuti (d. 910H)

قلنا: هذا الحديث بهذا اللفظ باطل

Terkait:   Nabi Masih Bisa Datang Dalam Islam: Tiga Ayat Al-Qur'an

قال الزاعم: الدليل حديث لا نبي بعدي

قلنا: يا مسكين لا دلالة على هذا الحديث بوجه من الوجوه لأن المراد : لا يحدث بعدي نبي بشرع ينسخ شرعي. كما فسره بذلك ثم يقال لهذا الزاعم : هل أنت آخذ بظاهر الحديث فإن هذا يلزمك أحد أمرين: اما نفي نزول عيسى عليه السلام ، أو نفي النبوة عنه ، وكلاهما كفر

Yang dimaksud adalah ‘Tidak ada nabi yang akan datang setelahku’ dengan syariat yang membatalkan syariat [Islam]… Kemudian orang yang berpendapat akan ditanya, apakah kalian memahami hadits ini secara harfiah dan tidak setuju dengan penafsiran kami? Kemudian kalian harus memilih dari dua pilihan, menolak turunnya Nabi Isa atau menyangkal kenabiannya ketika ia turun. Kedua pilihan ini dianggap kufur. [Nuzūl ʿĪsā ibn Maryam ākhir al-zamān, hal 53]

Hazrat Imam ‘Abdul-Wahhab Sya’rani (meninggal tahun 976 H.) menulis:

“نَبِيَّ بَعْدِي وَلَا رَسُولَ الْمُرَادُ بِهِ لَا مُشَرَعَ بَعْدِي”

“Pernyataan Nabi (saw) bahwa tidak akan ada Nabi atau Rasul setelahnya artinya adalah tidak akan ada Nabi pembawa syariat setelahnya.” [al-Yawaqit wal-Jawahir, vol. 2, hal. 35]

2. Tidak ada Nabi yang datang setelahku (dalam waktu dekat)

Penafsiran lain atas hadits ini adalah bahwa tidak akan ada nabi segera setelah Muhammad shallallahu alaihi wasallam (dalam waktu dekat) karena yang akan dinubuatkan datang setelah beliau adalah Khilafah.

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ‏.‏ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ، أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ، فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ ‏”‏‏.‏

Rasulullah saw bersabda:

“Bangsa Israil dulunya diperintah dan dibimbing oleh para Nabi, setiap kali seorang nabi meninggal nabi lain akan menggantikannya. Dan sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, namun akan ada khalifah yang jumlahnya akan bertambah.” Orang-orang bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami (untuk kami lakukan)? Beliau bersabda, “Taatilah orang yang akan diberi baiat terlebih dahulu. Penuhilah hak-hak mereka (yaitu para Khalifah), karena Allah akan bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka pimpin.” (Bukhari Kitab Ahaditsul Anbiya, Bab ma dzukiro ‘an bani Israiila)

Hadits itu memberitahukan bahwa tidak ada nabi yang akan menggantikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seperti yang terjadi pada nabi-nabi Bani Israil yang langsung saling menggantikan. Misalnya Nabi Sulaiman as menggantikan Daud as, Nabi Yahya as menggantikan Nabi Zakaria (as), Nabi Yusuf as menggantikan nabi Yaqub (as) yang menggantikan Ishak (as). Beliau kemudian menjelaskan bahwa setelah wafat, beliau tidak akan digantikan oleh seorang nabi, melainkan oleh seorang Khalifah.

Tetapi bukan berarti tidak akan ada lagi nabi di masa depan, karena terdapat nubuatan tentang kedatangan Nabi Isa di akhir zaman:

قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” ألا إن عيسى ابن مريم ليس بيني وبينه نبي ولا رسول ، ألا إنه خليفتي في أمتي بعدي ، ألا إنه يقتل الدجال ، ويكسر الصليب ، وتضع الحرب أوزارها ، ألا فمن أدركه منكم فليقرأ عليه السلام ” قال أبو هريرة : ” إني لأرجو أن أكون أول من أقرئه السلام من أبي القاسم صلى الله عليه وسلم ، وآكل من جفنته “

Nabi Muhammad saw bersabda: ‘Ketahuilah, tidak ada nabi dan rasul antara aku dan kedatangan Isa bin Maryam. Ia akan menjadi khalifahku di umatku setelahku. Sesungguhnya Dia akan membunuh Dajjal dan mematahkan salib serta menghapuskan peperangan. Siapapun di antara kalian yang melihatnya hendaknya ia menyampaikan salamku padanya.” [Tabarani, Hadith #4895]

Terkait:   Tafsir ayat Khatamun Nabiyyin, Surah Al-Ahzab ayat 41

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebut Nabi Isa sebagai nabi sebanyak 4 kali dalam satu riwayat yang menekankan bahwa dia akan menjadi nabi.

وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمْ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ

“…Nabi Allah Isa dan para sahabatnya dikepung hingga kepala kerbau milik salah seorang dari mereka lebih baik dari seratus dinar milik salah seorang dari kalian saat ini, lalu nabi Allah Isa dan para sahabatnya menginginkan Allah mengirimkan cacing di leher mereka lalu mereka mati seperti matinya satu jiwa, lalu Nabi Allah Isa dan para sahabatnya datang, tidak ada satu sejengkal tempat pun melainkan telah dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk darah mereka. Lalu Nabi Allah Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah lalu Allah mengirim burung seperti leher unta…” (Sahih Muslim, Kitabul Fitan wa asyrotus-Sa’ah, bab Dzikrid-Dajjali wa sifatihi wa maa ma’ahu)

Jadi, dalam waktu dekat tidak ada yang langsung menggantikan Rasulullah saw, tetapi dalam waktu jauh yaitu di akhir zaman akan ada nabi lagi yaitu nabi Isa. Terlebih nabi Isa tidak membawa syariat baru.

3. Tidak ada Nabi saat aku tidak ada di tempat

Makna hadits terakhir ini hanya dapat diterapkan pada satu hadits, sedangkan dalam dua hadits sebelumnya dapat diterapkan pada hampir ke semua hadits.

قَالَ ‏ “‏ أَلاَ تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلاَّ أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي

Diriwayatkan oleh Sa’d: Rasulullah saw pergi ke Tabuk dan menunjuk Ali sebagai wakilnya (di Madinah), Ali (ra) berkata, Apakah engkau ingin meninggalkan aku bsersama anak-anak dan wanita? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidakkah kamu senang jika kamu bagiku kedudukannya seperti Harun dan Musa? tetapi tidak ada nabi setelahku.” (Sahih Bukhari 4416)

Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedang menuju perang Tabuk. Beliau meninggalkan Ali (ra) untuk mengawasi kota seperti halnya Nabi Musa (as) meninggalkan Harun (as) ketika beliau pergi ke gunung selama 40 hari.

Karena beliau membandingkan Ali dengan Harun (as), beliau memastikan bahwa Ali bukanlah Nabi setelah beliau, karena bisa jadi orang-orang akan menganggap bahwa Rasulullah telah mengangkatnya sebagai nabi atau penerus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti sudah menjadi bahan perbincangan di kalangan Syiah.

Penggunaan ba’ad (بَعْدِ) adalah hal yang umum dalam bahasa Arab dan juga digunakan dalam banyak ayat Alquran.

وَاِذۡ وٰعَدۡنَا مُوۡسٰۤی اَرۡبَعِیۡنَ لَیۡلَۃً ثُمَّ اتَّخَذۡتُمُ الۡعِجۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ وَاَنۡتُمۡ ظٰلِمُوۡنَ

“Dan ingatlah ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam, kemudian sepeninggalnya kamu menjadikan anak sapi sebagai sembahan dan kamu orang-orang aniaya.” (QS Al-Baqarah [2]:51)

Kesimpulan makna la nabiyya ba’di

Muslim Ahmadi menerima ketiga makna hadits laa nabiyya ba’di sementara yang lain menolak semuanya. Mereka menolak hadits ini atau menafsirkannya bahwa tidak ada nabi yang bisa datang di masa depan.

Pandangan ini bertentangan dengan hadits yang menubuatkan turunnya Nabi Isa, ayat-ayat Al-Qur’an, penjelasan Aisyah (ra) dan ulama-ulama lainnya.

Sumber: WhiteMinaret.org

Penerjemah: Jusmansyah

Comments (1)

Tim Ahmadiyah.Id
24/11/2024, 20:55
Setiap muslim selalu lafalkan dan panjatkan doa dlm Al Fatihah : shirotolladzina am'am... Dst. Ingin mendapatkan nikmat rohani yaitu nabi-nabi, sidik2, syahid2 dan, sholeh2. Dari umat/keturunan bani Ismail, krn keturunan bani israil sdh ditutup pintu nikmat2 tsb. Sejak Rasulullah saw diutus dimulai lah dibukanya nikmat rohani dari bani ismail ini dg kitab syariah sempurna untuk semua manusia sampai akhir zaman. Tentunya pangkat nikmat rohani 4 tsb. Akan terus terbuka seiring dg sifat berkata-kata yg abadi milik Allah swt. 🙏🏻

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.