Peristiwa-peristiwa dalam Kehidupan Hazrat Rasulullah saw. – Fatah Makkah
Khotbah Jumat Sayyidinā Amīrul Mu’minīn, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalīfatul Masīḥ al-Khāmis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullāhu Ta’ālā binashrihil ‘azīz) pada 11 Juli 2025 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَأَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ١ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ٢ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ٥ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ٦ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ٧
Sebagaimana telah dijelaskan dalam khotbah yang lalu bahwa sebelum Fatah Makkah, kunci Ka’bah berada di tangan Utsman bin Thalhah. Ketika Fatah Makkah terjadi, Hazrat Ali r.a. memohon untuk memperoleh kehormatan menjadi penjaga kunci Ka’bah dan juga sebagai siqayah yaitu yang menyediakan air minum [bagi jemaah haji]. Akan tetapi, ketika Rasulullah saw. keluar dari Ka’bah, beliau saw. memanggil Utsman bin Thalhah dan mengembalikan kunci kepadanya serta bersabda:
الْيَوْمُ يَوْمُ بِرٍّ وَوَفَاءٍ
yakni, hari ini adalah hari kebaikan dan menepati janji. Pada saat itu Utsman bin Thalhah telah menjadi Muslim.
Sebelum hijrah, Rasulullah saw. pernah suatu kali meminta kunci Ka’bah dari Utsman bin Thalhah, namun ia menjawab dengan kata-kata yang buruk kepada Rasulullah saw. dan menggunakan bahasa yang sangat kasar. Rasulullah saw. pada saat itu bersikap sangat sabar dan bersabda:
لَعَلَّكَ سَتَرَى هٰذَا الْمِفْتَاحَ يَوْمًا بِيَدِي، أَضَعُهُ حَيْثُ شِئْتُ
“Wahai Utsman, ingatlah bahwa kunci ini suatu hari nanti akan berada di tanganku dan aku akan memberikannya kepada siapa pun yang aku kehendaki”. Utsman pada saat itu menjawab, “Jika waktu seperti itu tiba, maka itu akan menjadi waktu kehancuran dan kehinaan bagi suku Quraisy”. Atas hal itu Rasulullah saw. bersabda: “Tidak demikian, melainkan pada saat itu justru akan menjadi hari kehormatan dan kemuliaan bagi kaum Quraisy”. Semua perlakuan buruk yang dilakukan terhadap beliau saw. sebelumnya pasti masih beliau saw. ingat saat itu, meskipun demikian, beliau saw. tetap menunjukkan rahmat dan kasih sayang kepada semua orang tersebut.
Dalam riwayat lain, Utsman bin Thalhah sendiri menuturkan, “Pada zaman jahiliyah, pada hari Senin dan Kamis kami biasa membuka Ka’bah. Suatu hari Rasulullah saw. datang dan ingin masuk ke dalam Ka’bah bersama beberapa orang. Atas hal itu saya berkata dengan kasar kepada beliau saw., namun beliau saw. menjawab dengan sangat lembut dan bersabda: “Wahai Utsman! Suatu hari nanti engkau akan melihat kunci ini di tanganku dan aku akan memberikannya kepada siapa pun yang aku kehendaki.” “Jadi, ini adalah hari yang semua percakapan ini pasti juga teringat oleh Utsman, sementara Rasulullah saw. juga tidak melupakan hari itu. Namun, beliau saw. bersabda kepadanya, “Wahai Utsman, jagalah kuncimu,” yakni, meskipun demikian beliau tetap berkata kepadanya: “Ambillah kunci ini, hari ini aku berikan kepadamu. Hari ini adalah hari kebaikan dan menepati janji. Ambillah kunci ini untuk selamanya; hanya orang yang zalim saja yang akan merebutnya darimu. Ini akan tetap berada dalam keluargamu”. Maka sampai hari ini, kunci Ka’bah masih berada dalam keluarga yang sama secara turun-temurun.
Diriwayatkan bahwa pada hari kedua setelah Fatah Makkah, Bani Khuza’ah membunuh seorang laki-laki musyrik dari Banu Huzail, maka Rasulullah saw. berdiri untuk berkhotbah setelah salat Zuhur. Beliau saw. bersandar dengan menempelkan punggungnya pada salah satu sisi Ka’bah, dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau naik ke atas unta, lalu menyampaikan puji sanjung ke hadirat Allah Taala, lalu bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah Taala telah menjadikan Makkah sebagai tanah suci sejak hari Dia menciptakan langit dan bumi, dan sejak hari Dia menciptakan matahari dan bulan, serta menegakkan kedua gunung ini yaitu Shafa dan Marwah. Bukanlah manusia yang menjadikannya suci.”
Beliau saw. bersabda: “Bukanlah manusia yang menjadikannya suci, melainkan Allah Taala yang menjadikannya demikian. Ini adalah tanah suci hingga hari kiamat. Maka barangsiapa yang beriman kepada Allah Taala dan hari akhirat, tidak halal baginya untuk menumpahkan darah di dalamnya dan tidak pula menebang pohonnya. Ini tidak pernah halal bagi siapa pun sebelum aku dan tidak akan halal bagi siapa pun setelah aku. Bagiku ini halal hanya untuk sesaat waktu, kemudian kesuciannya kembali lagi sebagaimana adanya kemarin. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, siapa yang berkata kepadamu bahwa Rasulullah saw. pernah berperang di dalamnya, maka katakanlah kepadanya bahwa Allah Taala telah menghalalkannya bagi Rasul-Nya dan Dia tidak menghalalkannya bagi kalian. Wahai manusia, orang yang paling berani melawan Allah Taala di antara manusia adalah orang yang membunuh di dalam Masjidil Haram atau membunuh selain pembunuhnya, atau membunuh karena balas dendam darah di zaman jahiliah. Wahai Bani Khuza’ah, hentikanlah pembunuhan, kalian telah membunuh seorang laki-laki, dan aku akan membayar diyatnya”. Beliau saw. bersabda, “Aku akan memberikan diyat sekarang, ini adalah perjanjian. Barangsiapa yang membunuh seseorang setelah jaminanku, maka keluarganya akan memiliki dua pilihan; jika mereka mau, mereka boleh mengambil diyat, dan jika mereka mau, mereka boleh membunuhnya”. Kemudian Rasulullah saw. memberikan diyat seratus ekor unta untuk orang yang dibunuh oleh Bani Khuza’ah. Beliau memberikan diyat atas nama mereka.
Pada hari-hari itu juga terungkap rencana jahat Fudhalah bin Umair untuk membunuh Rasulullah saw.. Dalam rincian mengenainya disebutkan: Pada hari Fatah Makkah, ada banyak orang yang di dalam hati mereka bergolak tetapi mereka tidak berdaya. Inilah sebabnya mengapa beberapa pemuda Makkah yang berani seperti Ikrimah dan lain-lain telah membentuk pasukan secara mandiri dan berkumpul di satu tempat untuk melakukan perlawanan bersenjata; salah satu orang yang memiliki pemikiran serupa adalah Fudhalah bin Umair, ia berkata, “Ketika Rasulullah saw. sedang melakukan tawaf Ka’bah, aku juga bergabung dalam kerumunan itu dan berpikir bahwa begitu aku mendekati Rasulullah saw., aku akan diam-diam menyerang dengan belati dan na‘ūżubillāh membunuh beliau saw..” Ia mengikuti beliau saw. dengan niat tersebut. Begitu ia mendekat, Rasulullah saw. bersabda sambil melihatnya, “Engkau Fudhalah?”. Ia berkata, “Ya benar”. Beliau saw. bersabda, “apa yang sedang kamu pikirkan dalam hati?” Ia berkata, “Aku sedang berzikir kepada Allah”. Ia berbohong. Maka Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda, “Mohonlah ampun kepada Allah. Engkau tidak sedang melakukan apa yang engkau katakan”, lalu Rasulullah saw. mendekat kepadanya dan meletakkan tangan beliau saw. di dadanya. Fudhalah menuturkan, “Demi Allah, Rasulullah saw. masih belum mengangkat tangan beliau saw. dari dadaku, sementara saat itu Muhammad saw. telah menjadi orang yang paling aku cintai di dunia ini”. Alhasil ia kembali menuju keluarganya. Ia pergi dengan niat tersebut tetapi setelah itu keadaannya berubah sepenuhnya.
Pada hari-hari tersebut juga disebutkan tentang masuk Islamnya Ayahanda Hazrat Abu Bakar r.a.. Ayahanda Hazrat Abu Bakar r.a. belum masuk Islam hingga Fatah Makkah. Pada saat itu penglihatannya sudah hilang. Pada waktu Fatah Makkah, ketika Rasulullah saw. masuk ke Masjidil Haram, Hazrat Abu Bakar r.a. membawa ayahnya dan menghadap kepada Rasulullah saw.. Ketika Rasulullah saw. melihat mereka, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Abu Bakar, biarkan saja orang yang sudah lanjut usia ini tinggal di rumah. Anda membawa orang yang sudah berusia sangat lanjut ini kepada saya. Saya sendiri yang akan datang kepadanya”. Atas sabda ini, Hazrat Abu Bakar r.a. menyampaikan, “Wahai Rasulullah saw., beliau lebih berhak untuk hadir ke kehadapan Anda daripada Anda yang berkenan datang kepadanya”. Hazrat Abu Bakar r.a. lalu mendudukkan ayahnya di hadapan Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. mengusap dadanya dan bersabda, “Masuklah Islam, Anda akan berada dalam keselamatan”. Maka ayah Hazrat Abu Bakar r.a. pun menerima Islam.
Suatu riwayat menyebutkan tentang santapan Rasulullah saw di rumah Hazrat Ummu Hani r.a.. Diriwayatkan dari Hazrat Ibnu Abbas r.a.: Rasulullah saw pada hari Fatah Makkah bersabda kepada Hazrat Ummu Hani r.a., “Apakah engkau memiliki makanan yang bisa kami makan?”. Hazrat Ummu Hani r.a. menyampaikan, “Tidak ada apa-apa selain potongan-potongan roti kering dan saya merasa malu untuk menyajikannya kehadapan Anda”. Rasulullah saw. bersabda, “Bawalah makanan itu saja”. Beliau saw. merendam roti-roti itu dalam air dan Hazrat Ummi Hani r.a. membawa garam. Beliau saw. bersabda, “Apakah ada kuah”. Hazrat Ummi Hani r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki apa-apa selain cuka”. Beliau saw. bersabda, “Bawalah cuka itu”. Beliau saw. menuangkannya ke atas makanan dan menyantapnya serta mengucapkan rasa syukur kepada Allah Taala kemudian bersabda, “Betapa baiknya cuka sebagai lauk. Wahai Ummu Hani, rumah yang memiliki cuka tidak akan menjadi miskin”. Ini adalah ketinggian rasa syukur beliau saw. dan beliau saw. juga menghibur hati Hazrat Ummu Hani r.a.. Inilah keadaan wujud yang menjadi penakluk Makkah, padahal segala sesuatu bisa diperoleh dari setiap rumah, namun beliau saw. pada saat itu mencukupkan diri dengan potongan-potongan roti kering yang kecil itu.
Ketika Rasulullah tiba di Makkah dan beliau saw. melihat segala sesuatu di sana, terutama Ka’bah, dengan penuh kasih sayang, hal ini menimbulkan kekhawatiran di hati kaum Ansar jangan-jangan beliau saw. akan menetap di sana. Pepatah terkenal mengatakan:
عشق است ہزار بدگمانی
[‘isyq ast hazar badgumani’]
yakni di mana ada suatu kecintaan, bersamanya ada banyak prasangka. Orang yang mencintai senantiasa khawatir tentang kekasihnya setiap saat.
Banyak pemandangan cinta dan kasih sayang serta kesetiaan yang terlihat pada saat Fatah Makkah. Di antaranya ada satu pemandangan yang sangat suci dan menggugah hati adalah yang dialami oleh pihak kaum Ansar Madinah. Hazrat Abu Hurairah r.a. menuturkan: Rasulullah saw datang dan masuk ke Makkah, lalu Rasulullah saw. mendekati Hajar Aswad dan melakukan istilam, yaitu mencium Hajar Aswad, kemudian melakukan tawaf Baitullah lalu naik ke bukit Shafa di mana beliau saw. melihat Baitullah. Lalu beliau saw. mengangkat kedua tangan dan mulai memanjatkan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla sebanyak yang Allah Taala kehendaki agar beliau berdzikir kepada-Nya dan terus berdoa kepada-Nya. Kaum Ansar berada di bawah beliau saw.. Beliau saw. berdoa dan memanjatkan puji sanjung kepada Allah dan berdoa sebanyak yang Tuhan kehendaki untuk berdoa. Melihat kesibukan Rasulullah saw. dan pemandangan-pemandangan luar biasa tentang perlakuan baik kepada penduduk Makkah, kaum Ansar menjadi tenggelam dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Mereka mulai berkata satu sama lain bahwa cinta terhadap tanah air dan cinta terhadap suku beliau saw. telah menguasai beliau saw. dan mungkin sekarang beliau saw. akan tinggal di sini di kampung halaman beliau saw. di antara sanak saudara beliau saw. yang tercinta, dan dengan memikirkan perpisahan dari Rasulullah saw., mereka menjadi sedih”.
Hazrat Abu Hurairah r.a. menuturkan: “Ketika keadaan kaum Ansar seperti itu, maka pada saat itu wahyu turun kepada Rasulullah saw. dan ketika wahyu datang maka hal itu tidak tersembunyi dari kami. Ketika wahyu itu turun, tidak seorang pun dari kami yang mengangkat pandangan ke arah Rasulullah saw. hingga wahyu itu selesai, dan ketika wahyu selesai maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai golongan Ansar’, Mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, kami hadir’. Beliau saw. bersabda, “Kalian berpikir bahwa diriku ini telah dikuasai oleh cinta terhadap tanah air”. Mereka berkata “Memang demikian”. Beliau saw. bersabda, “Jika demikian, maka apa namaku?, Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya. Aku telah berhijrah kepada kalian karena Allah, dan kini hidup matiku ada bersama kalian”. Mendengar ini mereka sontak menangis sambil menghampiri beliau saw. dan berkata, “Demi Allah, apa pun yang kami katakan, kami mengatakannya karena kecintaan yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya serta karena takut berpisah dari engkau.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya membenarkan perkataan kalian ini dan menerima alasan kalian.”
Seraya menyebutkan peristiwa ini, Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menjelaskan: Ketika Rasulullah saw. sedang sibuk dalam ibadah-ibadah terkait ziarah Ka’bah, dan menunjukkan sikap pengampunan dan rahmat kepada kaum beliau saw., hati kaum Ansar mulai gelisah dan mereka saling berbisik satu sama lain bahwa mungkin hari ini mereka akan berpisah dengan Rasulullah saw. karena Allah Taala telah menaklukkan kota beliau melalui tangan beliau dan suku beliau telah beriman kepada beliau. Pada saat itu, Allah Taala memberitahu Muhammad Rasulullah saw. melalui wahyu tentang keraguan-keraguan kaum Ansar ini. Beliau saw. mengangkat kepala, memandang ke arah kaum Ansar dan bersabda, “Wahai kaum Ansar, apakah kalian mengira bahwa Muhammad Rasulullah saw akan terpikat oleh cinta kepada kotanya dan kecintaan kepada kaumnya akan menggoda hatinya?” Kaum Ansar berkata, “Ya Rasulullah, benar, pikiran seperti itu telah terlintas di hati kami.” Beliau saw. bersabda, “Tahukah kalian siapa namaku? (Maksudnya adalah bahwa aku disebut sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya), lalu bagaimana mungkin aku meninggalkan kalian yang telah mengorbankan nyawa kalian di saat agama Islam dalam keadaan lemah dan berhijrah ke tempat lain?”. Kemudian beliau saw. bersabda, “Wahai kaum Ansar, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku telah meninggalkan tanah airku demi Allah dan setelah itu sekarang aku tidak dapat kembali lagi ke tanah airku. Hidupku telah terikat dengan hidup kalian dan kematianku telah terikat dengan kematian kalian.” Penduduk Madinah setelah mendengar sabda beliau saw. ini dan melihat kasih sayang serta kesetiaan beliau saw., mereka maju sembari menangis dan berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah, kami telah berprasangka buruk terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya hati kami tidak dapat menahan pikiran bahwa Rasul Allah akan meninggalkan kami dan kota kami untuk pergi ke tempat lain.” Beliau saw. bersabda, “Allah dan Rasul-Nya telah menganggap kalian baik dan telah membenarkan keikhlasan kalian.”
Ketika percakapan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang ini berlangsung antara Muhammad Rasulullah saw. dan penduduk Madinah, jika mata penduduk Makkah tidak meneteskan air mata, maka hati mereka pasti meneteskan air mata, karena berlian berharga ini, yang tidak ada sesuatu yang lebih berharga lagi darinya, yang telah lahir di dunia ini, yang sebelumnya telah diberikan Allah kepada mereka, namun mereka mengeluarkannya dari rumah-rumah mereka dan membuangnya, dan sekarang ketika ia kembali ke Makkah dengan karunia Allah dan pertolongan-Nya, sesungguhnya ia akan meninggalkan Makkah dengan kehendaknya dan keinginannya sendiri karena kesetiaannya terhadap janji dan kembali ke Madinah.
Terdapat sebuah riwayat dari Hazrat Ibnu Abbas r.a.: Abu Sufyan melihat beliau saw. ketika beliau saw. sedang berjalan sementara para sahabat mengikuti beliau saw. di belakang; ia berkata dalam hati, “Andai saja aku bisa berperang lagi melawan mereka dan mengumpulkan pasukan untuk melawan mereka.” Beliau saw. lalu datang, menepukkan dadanya dan bersabda, “Kalau begitu, Allah Taala akan menghinakan kalian lagi.” (yakni, kamu sedang berpikir akan berperang lagi, maka kamu akan dipermalukan lagi). Abu Sufyan berkata: “Aku bertobat di hadapan Allah dan memohon ampun kepada Allah atas apa yang telah aku katakan. Sekarang aku yakin bahwa engkau adalah nabi Allah yang benar”. Abu Sufyan mengatakan: “Aku sebelumnya telah memikirkan hal itu dalam hati dan aku tidak memberitahukan kepada siapa pun, namun engkau telah menyingkapkan hal itu kepadaku.”
Kemudian Azan zuhur dikumandangkan dari atas atap Ka’bah ketika waktu salat zuhur tiba; Rasulullah saw. memerintahkan Hazrat Bilal r.a., maka beliau naik ke atas atap Ka’bah dan mengumandangkan azan. Diriwayatkan bahwa pada hari itu Rasulullah saw. melaksanakan semua salat dengan satu wudu. Kebiasaan mulia Rasulullah saw. adalah bahwa pada umumnya beliau saw. berwudu untuk setiap salat, namun hari ini ketika para sahabat melihat Rasulullah saw. melaksanakan salat-salat dengan satu wudu, maka Hazrat Umar r.a. berkata: “Wahai Rasulullah saw., hari ini engkau melakukan sesuatu yang tidak pernah engkau lakukan sebelumnya.” Rasulullah saw. bersabda: “Umar, aku sengaja melakukannya.” Para ulama telah mengambil dalil dari hal ini bahwa Rasulullah saw. memberikan contoh ini untuk kemudahan melakukan hal tersebut pada saat diperlukan.
Di waktu ini, beliau saw. juga mengambil baiat umum yang rinciannya telah saya tulis. Diriwayatkan dari Hazrat Aswad bin Khalaf r.a. bahwa beliau melihat Rasulullah pada hari Fatah Makkah. Beliau saw. sedang mengambil baiat dari orang-orang. Beliau saw. mengambil baiat dari orang-orang untuk masuk Islam. Semua orang, tua muda, laki-laki serta wanita datang ke hadapan beliau saw.. Beliau saw. mengambil baiat dari mereka untuk beriman kepada Allah dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad saw. adalah hamba dan utusan-Nya. Ibnu Jarir Thabari menyebutkan: Orang-orang berkumpul di Makkah untuk melakukan baiat kepada beliau saw. untuk memeluk Islam. Beliau saw. duduk di Bukit Shafa sedangkan Hazrat Umar r.a. berada di bawah. Beliau saw. mengambil baiat dari orang-orang dengan syarat bahwa mereka akan mendengarkan dan menaati Allah dan Rasul-Nya sesuai kemampuan mereka.
Ketika kaum laki-laki selesai baiat, Rasulullah saw. mengambil baiat dari kaum perempuan. Di antara wanita-wanita tersebut terdapat Hindun, istri Abu Sufyan, yang mengenakan cadar. Dia khawatir bahwa Rasulullah saw. akan menanyakan tentang perlakuan yang ia lakukan terhadap Hazrat Hamzah r.a.. Iia takut jangan-jangan karena hal itu ia akan ditangkap. Ketika para wanita tersebut hadir di hadapan Rasulullah saw., beliau saw. bersabda: “Berbaiatlah kepadaku atas hal bahwa kalian tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun; bahwa kalian tidak akan mencuri.” Hindun berkata: “Demi Allah, aku terkadang mengambil sesuatu dari harta Abu Sufyan. Aku tidak tahu apakah hal itu halal atau haram bagiku.” Abu Sufyan hadir di sana dan mendengar. Ia berkata, “Apa yang telah kamu ambil dari harta di masa lalu telah halal bagimu. Semoga Allah memaafkanmu.” Rasulullah saw. seraya mengenali Hindun bersabda, “Engkau adalah Hindun binti Utbah.” Ia berkata, “Ya, tetapi maafkanlah apa yang telah terjadi sebelumnya,” maksudnya adalah memaafkan apa yang telah ia lakukan terhadap Islam dan wujud mulia beliau saw.. Kemudian beliau saw. bersabda, “Kalian [berjanji] tidak akan berbuat zina.” Hindun berkata, “Apakah wanita merdeka juga berbuat zina?” Kemudian beliau saw. bersabda, “Kalian [berjanji] tidak akan membunuh anak-anak kalian.” Hindun berkata, “Kami telah membesarkan mereka di masa kecil, tetapi ketika mereka dewasa, engkau telah membunuh mereka pada perang Badar. Engkau yang tahu atau mereka.” Mendengar ini, Rasulullah saw. dan Hazrat Umar r.a. tersenyum. Kemudian beliau saw. bersabda, “Kalian [berjanji] tidak akan membuat tuduhan palsu yang tidak akan kalian lakukan jika orang itu berdiri di hadapan kalian.” Hindun berkata, “Membuat tuduhan palsu adalah perbuatan yang sangat buruk, dan ada beberapa dosa yang bahkan lebih buruk dari itu.” Kemudian beliau saw. bersabda, “Kalian [berjanji] tidak akan mendurhakaiku dalam hal-hal yang makruf.”
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Hindun binti Utbah menyadari bahwa dulu ia berada dalam kesesatan, maka ia berkata kepada suaminya, Abu Sufyan, “Aku ingin berbaiat kepada Muhammad saw..” Abu Sufyan dengan heran berkata: “Sampai hari ini kamu terus ingkar, bagaimana bisa terjadi perubahan besar yang begitu mendadak ini?.” Hindun berkata, “Demi Allah, pada hari Fatah Makkah aku telah melihat kaum Muslimin tengah beribadah bersama Muhammad saw., dan sepanjang malam para sahabat Muhammad saw. terus beribadah di Ka’bah sedemikian rupa sehingga ada yang dalam keadaan berdiri, ada yang dalam keadaan rukuk, dan ada yang dalam keadaan sujud. Aku belum pernah melihat siapapun beribadah seperti ini hingga hari ini.” Abu Sufyan berkata: “Pergilah bersama seseorang dari kaummu.” Maka ia pergi kepada Hazrat Umar r.a., (yakni jika hendak menemui Rasulullah saw. maka pergilah kepada seseorang dari kaummu), Hindun pergi kepada Hazrat Umar r.a. dan bersama Hazrat Umar r.a. menghadap Rasulullah saw. dan menyampaikan tentang dirinya yang telah menerima Islam. Setelah menerima Islam, ia pulang ke rumah dan memecahkan berhala yang ada di rumahnya hingga berkeping-keping dan berkata: “Karena engkau, kami terus tertipu.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setelah menerima Islam, Hindun datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama-Nya yang telah Dia ridai untuk-Nya. Apakah aku dapat memperoleh sebagian dari rahmat-Mu wahai Rasulullah saw.? Aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan-Nya.” Beliau saw. bersabda, “Selamat datang bagimu.” Hindun berkata, “Wahai Rasulullah, aku sebelumnya tidak menginginkan siapa pun dari penghuni kemah-kemah di muka bumi ini untuk lebih hina daripada kemahmu, tetapi sekarang bagiku kehormatan-Mu lebih berharga daripada kehormatan seluruh penghuni kemah di muka bumi.” Hazrat Hindun r.a. setelah menerima Islam mengungkapkan kecintaan dan ketulusannya kepada Rasulullah saw. dengan cara memanggang dua ekor kambing muda dan mengirimkannya melalui hamba sahaya wanita untuk dipersembahkan kepada beliau saw.. Hamba sahaya itu datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Majikanku telah mengirim ini untuk mengkhidmatimu. Ia telah memanggang daging dan mengirimkannya, dan ia meminta maaf sambil berkata, ‘Hari-hari ini anak-anak kambing kami sedikit, karena itu aku hanya mengirim dua ekor.” Beliau saw. bersabda: “Semoga Allah Taala memberkahi kambing-kambingmu dan anak-anaknya.” Belakangan, hamba sahaya ini menuturkan, “Demi Allah, aku telah melihat jumlah kambing dan anak-anak mereka yang begitu banyak yang belum pernah kulihat sebelumnya”. Hazrat Hindun r.a. berkata bahwa ini adalah berkat doa Rasulullah saw..
Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menyebutkan peristiwa baiat Hindun, istri Abu Sufyan, sebagai berikut:
Ia adalah wanita yang sama yang telah menyuruh memutilasi Hazrat Hamzah r.a.. Rasulullah saw. telah menganggap pantas agar ia diberi hukuman atas perbuatan zalim dan tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan itu. Pada saat itu perintah pardah telah diturunkan. Ketika para wanita datang untuk baiat, Hindun juga datang dengan mengenakan cadar dan ia melakukan baiat. Ketika telah sampai pada kalimat bahwa tidak akan melakukan syirik, karena ia memiliki sifat yang berapi-api, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami masih akan melakukan syirik? Anda sebelumnya sendiri dan kami telah menghadapi Anda dengan seluruh kekuatan dan tenaga kami. Jika tuhan-tuhan kami benar, mengapa Anda berhasil? Mereka terbukti sama sekali tidak berguna dan kami kalah.” Rasulullah saw. bersabda, “Apakah ini Hindun?” Beliau saw. mengenali suaranya karena bagaimanapun juga mereka adalah kerabat. Hindun berkata, “Wahai Rasulullah, sekarang aku telah menjadi Muslim, sekarang Anda tidak memiliki hak untuk membunuh saya.” Rasulullah saw. tersenyum dan bersabda, “Ya, sekarang tidak ada lagi tuntutan atasmu.” Intinya, kaum yang dulunya mengira bahwa beliau saw. telah menghancurkan semua tuhan dan mengadakan satu tuhan, di tengah mereka kini telah terjadi perubahan yang begitu besar sehingga seorang wanita seperti Hindun berkata bahwa apakah ada yang bisa mengatakan bahwa Tuhan tidak esa?
Ada sebuah peristiwa yang terdapat di hari-hari baiat ini. Seorang pria datang ke hadapan Rasulullah saw. untuk melakukan baiat dan ia gemetar karena takut melihat keagungan dan kemuliaan Rasulullah saw.. Rasulullah saw. menenangkannya sambil bersabda, “Jangan takut,” dan dengan menunjukkan kerendahan hati, beliau saw. bersabda, “Saya bukanlah seorang raja, saya adalah putra dari seorang wanita yang biasa memakan daging kering di Makkah.”
Mengenai para penjahat yang diperintahkan untuk dibunuh, saya akan menjelaskan secara rinci. Meskipun ada keberatan dari beberapa orang mengenai hal ini dan peristiwa-peristiwa juga menunjukkan demikian, karena alasan-alasan yang disebutkan mengenai perintah hukuman mati ini jelas bertentangan dengan amalan dan tabiat Rasulullah saw.. Bagaimanapun, saya akan menjelaskan terlebih dahulu siapa orang-orang itu dan apakah mereka disebutkan di beberapa tempat dalam sejarah, dan saya akan menyampaikan bantahannya juga nanti.
Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa orang-orang yang karena kejahatan mereka, Rasulullah saw. bersabda bahwa di mana pun mereka terlihat harus dihukum mati, ada 8 pria dan 6 wanita. Ini disebutkan dalam Fathul-Bari. Dalam Sirat Halabiyyah, disebutkan bahwa mereka berjumlah sebelas orang. Waqidi menulis bahwa mereka berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari enam pria dan empat wanita. Dalam Fathul-Bari, Syarah Sahih Bukhari, nama-nama empat belas orang tersebut juga disebutkan, yakni Abdul Uzza bin Khatal, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh, Ikrimah bin Abi Jahl, Miqyas bin Khababah, Habbar bin Aswad dan lain-lain. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. pada hari Fatah Makkah memberikan jaminan keamanan kepada semua orang kecuali empat pria dan dua wanita. Beliau saw. bersabda bunuhlah mereka meskipun mereka mengikat diri pada tirai-tirai Ka’bah. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw. pada hari Fatah Makkah telah memberikan jaminan keamanan kepada semua orang kecuali empat orang tersebut. Keempat orang tersebut adalah Abdul Uzza bin Khatal, Miqyas bin Khababah, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh dan Ummu Sarah. Seorang penulis Sejarah Nabi telah menulis bahwa di antara orang-orang yang pembunuhan mereka dinyatakan mubah yaitu dinyatakan jaiz/boleh, kebanyakan dari mereka telah diampuni oleh Rasulullah saw., dan hanya sedikit orang yang dibunuh, yaitu mereka yang telah dibunuh sebelum pengampunan umum dari Rasulullah saw..
Hazrat Muslih Mau’ud r.a. telah menulis pendapat beliau mengenai hal ini sebagai berikut:
Hanya ada sebelas pria dan empat wanita yang terbukti melakukan pembunuhan dan kekacauan secara zalim. Mereka dapat dikatakan sebagai penjahat perang dan perintah Rasulullah saw. mengenai mereka adalah agar mereka dibunuh karena mereka bukan hanya bersalah karena kekafiran atau permusuhan, bahkan mereka adalah penjahat perang. Namun, kebanyakan dari mereka dibebaskan oleh beliau saw. atas rekomendasi kaum Muslimin. Maka kebanyakan dari mereka dibebaskan.
Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda :
Hazrat Khātamul-Anbiyā saw., setelah sepenuhnya menaklukkan penduduk Makkah dan orang-orang lainnya, serta setelah melihat mereka berada di bawah pedangnya, kemudian mengampuni dosa mereka dan hanya menghukum beberapa orang saja yang untuk menghukum mereka telah datang perintah yang pasti dari sisi Allah Taala, yang mengenai mereka Allah Taala telah berfirman dengan jelas, dan selain dari para terkutuk azali tersebut, dosa setiap musuh telah diampuni.
Orang-orang yang dibunuh, alasan-alasan mereka juga telah dijelaskan dalam sejarah, meski bagaimanapun juga saya akan menyebutkannya, tetapi alasan-alasannya memang tidak memuaskan. Tertulis bahwa nama yang pertama adalah Abdul Uzza bin Khatal. Ia sebelumnya telah menerima Islam, Rasulullah saw. telah menamainya Abdullah dan ia telah berhijrah ke Madinah. Beliau saw. mengirimnya untuk mengumpulkan zakat. Bersamanya ada seorang laki-laki dari Bani Khuza’ah yang memasak makanan untuknya dan melayaninya. Kedua orang ini berkemah di suatu tempat di mana orang-orang berkumpul untuk memberikan zakat. Ibnu Khatal memerintahkan orang Khuza’i itu untuk menyiapkan makanan dan ia sendiri tidur pada waktu siang. Ketika ia bangun, orang Khuza’i itu masih sedang tidur dan tidak menyiapkan apa-apa. Ibnu Khatal membunuhnya dengan pedang dan murtad dari Islam lalu melarikan diri ke Makkah. Ia menyebarkan syair-syair yang mencela Rasulullah saw.. Hazrat Anas r.a. meriwayatkan: Rasulullah saw. pada hari Fatah Makkah masuk ke Makkah dengan memakai topi besi di kepala, kemudian beliau saw. melepaskannya. Seorang laki-laki datang menghadap beliau saw.. Ia berkata bahwa Ibnu Khatal sedang bergantung pada tirai-tirai Ka’bah. Beliau saw. Bersabda, “Bunuhlah dia.” Yang kedua adalah Miqyas bin Sababah. Ia telah menerima Islam untuk membunuh seorang sahabat Ansar. Sahabat Ansar itu dalam suatu peperangan telah membunuh saudara Miqyas secara tidak sengaja karena mengira ia adalah musuh. Miqyas mengambil diyat saudara laki-lakinya dan juga membunuh sahabat Ansar tersebut. Kemudian ia meninggalkan Islam dan kembali ke Makkah. Hazrat Numailah bin Abdullah r.a. membunuhnya pada hari Fatah Makkah.
Ada Huwairits bin Nuqaid. Rasulullah saw. mengeluarkan perintah untuk menghukumnya karena ia menyakiti Rasulullah saw.. Hazrat Ali r.a. membunuhnya. Seorang penulis sejarah nabi menulis bahwa alasan menghukum mati Huwairits bin Nuqaid yang ditemukan adalah karena ia menyakiti Rasulullah saw.. Akan tetapi, ada alasan lain yang menjadi penyebab pembunuhannya karena Rasulullah saw. tidak pernah membalas dendam untuk diri beliau saw. sendiri.
Kemudian ada Huwairits bin Thalathal Khuza’i. Orang ini mencela Rasulullah saw.. Ia juga dibunuh oleh Hazrat Ali r.a.. Kemudian ada budak perempuan Ibnu Khatal yaitu Qarinah yang juga disebut Arnab, ia menyanyikan syair-syair celaan tentang beliau saw.. Ia dihukum mati.
Jadi, jumlah orang yang dihukum mati mencapai 14 atau 15 orang. Akan tetapi, setelah diteliti ternyata jumlah ini tidak benar karena kejahatan-kejahatan yang menjadi alasan penjatuhan hukuman mati terhadap mereka justru menunjukkan bahwa para sejarawan telah keliru. Mayoritas kejahatan mereka disebutkan bahwa mereka telah murtad atau mereka menyakiti dan menganiaya Rasulullah saw. atau mereka mencela beliau saw.. Daftar tuduhan ini menunjukkan bahwa ini adalah pemikiran dari zaman kemudian, karena ketika muncul pemikiran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw., bahwa hukuman bagi kemurtadan adalah hukuman mati, atau hukuman menghina Rasul adalah hukuman mati, maka ini adalah pemikiran-pemikiran di masa kemudian, sedangkan pada zaman Nabi saw. hal ini sama sekali tidak terjadi dan Al-Quran sendiri membuktikan bahwa hukuman bagi kemurtadan bukanlah hukuman mati.
Ketika Al-Qura’n dan sunah Rasulullah saw. telah membuktikan bahwa hukuman dari tindakan menyakiti Nabi saw., menyusahkan beliau saw. dan mencela beliau saw. bukanlah hukuman mati, maka jelaslah bahwa pada saat Fatah Makkah, orang-orang yang diperintahkan untuk dihukum mati, pasti kejahatan mereka adalah sesuatu yang lain. Ini adalah kejahatan perang, sebagaimana yang ditulis oleh Hazrat Muslih Mau’ud r.a. bahwa mereka adalah penjahat perang atau mereka adalah pembunuh, dan mengatakan bahwa mereka mencela atau menghina adalah keliru.
Dalam mengkritik riwayat-riwayat tentang pembunuhan pada saat Fatah Makkah, seorang penulis sejarah nabi yang terkenal dari anak benua India, Allama Shibli Nu’mani menulis bahwa para ahli sejarah nabi menyatakan bahwa meskipun Nabi saw. telah memberikan keamanan kepada penduduk Makkah, namun beliau saw. memerintahkan tentang sepuluh orang bahwa di mana pun mereka ditemukan, mereka harus dihukum mati. Di antara mereka, beberapa seperti Abdullah bin Khatal, Miqyas bin Subabah adalah pembunuh dan dibunuh sebagai kisas. Kedua orang ini adalah pembunuh sehingga mereka dibunuh. Hal ini dapat diterima, tetapi beberapa orang lainnya adalah orang-orang yang satu-satunya kejahatan mereka adalah bahwa mereka biasa menyakiti Rasulullah saw. di Makkah atau mereka biasa membuat syair-syair keji terhadap beliau. Di antara mereka, seorang wanita dibunuh karena kejahatan bahwa ia biasa menyanyikan syair-syair keji terhadap beliau saw.. Demikianlah yang dikatakan, tetapi Allama Shibli Nu’mani telah menulis bahwa menurut kritik hadis, pernyataan ini tidak benar. Seluruh Makkah adalah pelaku kejahatan ini. Jika hal ini saja yang diambil bahwa mereka biasa menghina dan membuat syair-syair yang keji, maka seluruh Makkah melakukan hal yang sama, jadi seharusnya semua orang dibunuh. Di antara suku Quraisy, kecuali dua atau tiga orang, siapakah yang tidak menimpakan penderitaan yang sangat berat kepada Rasulullah saw.? Meskipun demikian, kepada orang-orang inilah disampaikan kabar gembira bahwa
اَنْتُم التُّلَقٰی
[antum at-tulaqa]yakni, kalian adalah orang-orang yang bebas. Orang-orang yang disebutkan untuk dibunuh adalah penjahat yang kejahatannya relatif lebih rendah.
Hadis Hazrat Aisyah Shiddiqah r.a. ini terdapat dalam Shihah Sittah bahwa Rasulullah saw tidak pernah melakukan balas dendam pribadi pada siapa pun. Mengenai wanita Yahudi di Khaibar yang memberikan racun kepada beliau saw., orang-orang juga menanyakan apakah akan ada perintah untuk membunuhnya, beliau saw. bersabda, “Tidak”. Jika di negeri kafir Khaibar, seorang wanita Yahudi, yang memberikan racun, dapat selamat melalui kemurahan hati Sang Rahmat bagi Sekalian Alam saw., maka bagaimana mungkin di tanah suci, penjahat yang kejahatannya berderajat lebih rendah darinya dapat luput dari pengampunan Rasulullah saw.? Jika seseorang tidak puas dengan penalaran, maka dari segi riwayat pun peristiwa ini menjadi sama sekali tidak dapat dipercaya. Jika kalian tidak melakukan penilaian dengan akal sekalipun, maka riwayat itu juga salah karena dalam Shahih Bukhari hanya disebutkan pembunuhan Ibnu Khatal dan umumnya disepakati bahwa ia dibunuh sebagai kisas.
Pembunuhan Miqyas juga merupakan qiṣāṣ syar’i (kisas yang sesuai syariat). Adapun orang-orang lain yang disebutkan terkait perintah pembunuhan karena mereka pernah menyakiti Rasulullah saw. pada suatu masa, riwayat-riwayat tersebut hanya sampai kepada Ibnu Ishaq saja, artinya menurut kaidah hadis riwayat tersebut munqati’ [terputus] yang tidak dapat diandalkan. Riwayat yang paling dapat dipercaya yang dapat dikemukakan dalam hal ini adalah riwayat Abu Dawud yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda pada hari Fatah Makkah bahwa empat orang tidak dapat diberi jaminan keamanan di mana pun. Abu Dawud setelah meriwayatkan hadis ini menulis bahwa ia tidak mendapatkan sanad riwayat ini sebagaimana yang seharusnya. Dalam kitab-kitab lain juga disebutkan mengenai riwayat-riwayat Abu Dawud ini bahwa riwayat-riwayat tersebut lemah.
Tidak diragukan lagi bahwa beberapa pemimpin Quraisy yang menjadi pelopor penentang Islam melarikan diri dari Makkah setelah mendengar kabar kedatangan Rasulullah saw., namun ini hanyalah dugaan Ibnu Ishaq bahwa mereka melarikan diri karena telah diperintahkan untuk dibunuh. Intinya, pada saat Fatah Makkah hanya diputuskan untuk membunuh beberapa orang saja, dan mereka adalah orang-orang yang tentang mereka, Sang Hakim yang Adil, Hazrat Masih Mau’ud a.s. telah bersabda bahwa hanya beberapa orang inilah yang dihukum, yaitu mereka yang untuk menghukumnya telah turun perintah pasti dari sisi Allah Taala—yaitu mereka adalah tiga atau empat orang itu—dan kecuali para terkutuk abadi tersebut, dosa setiap musuh telah diampuni. Maka inilah hakikatnya. Oleh karena itu, mengatakan bahwa sekian banyak orang telah dihukum mati karena mereka adalah penyair hina yang menghina kerasulan, semua ini adalah ucapan yang salah. Sisanya Insyaallah akan saya jelaskan selanjutnya.
Keadaan dunia sudah jelas di hadapan Anda semua, teruslah berdoa untuk hal ini. Sebelumnya juga saya sudah mengatakan berulang-kali dan terus mengingatkan bahwa untuk keadaan darurat, semua orang harus menyimpan persediaan makanan beberapa bulan di rumah mereka sesuai kemampuan. Sekarang bahkan beberapa pemerintah telah mengatakan kepada rakyat mereka untuk menyimpan persediaan makanan selama tiga bulan. Bagaimanapun, semoga Allah Taala mengasihi dunia dan menyelamatkan dunia dari situasi perang yang berbahaya dan menakutkan.
Saya akan menyebutkan beberapa orang yang telah meninggal dunia. Saya akan memimpin salat jenazah mereka setelah salat. Salah satu di antara mereka yang pertama adalah Ammatun Nasim Nughat Sahibah, istri Raja Abdul Malik Sahib. Beliau wafat beberapa hari yang lalu pada usia tujuh puluh tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn. Almarhumah adalah musiah. Beliau adalah cucu perempuan Hazrat Mirza Sharif Ahmad Sahib radhiyallahu ta’ala anhu. Beliau adalah cicit perempuan Hazrat Nawab Amatul Hafiz Begum Sahibah r.a.. Beliau adalah putri Kolonel Mirza Daud Ahmad Sahib.
Beliau menjalani kehidupan yang cukup lama di Amerika. Di sana juga selama sekitar sepuluh tahun beliau mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai Sekretaris Mal dan Sekretaris Diafat Lajnah. Putrinya, Aminah, mengatakan bahwa beliau sangat teratur dalam memberikan sedekah, beliau memberikan dengan diam-diam, dan beliau secara khusus memberikan sedekah secara teratur dan membagikannya kepada orang-orang miskin. Beliau juga memberikan berbagai bantuan keuangan. Beliau juga membangun rumah dan memberikannya kepada orang-orang miskin.
Putrinya mengatakan bahwa suatu malam beliau melihat dalam mimpi bahwa beliau melepas gelang-gelangnya dan memberikannya kepada bibinya, maka beliau segera memberikan gelang-gelang emas tersebut kepadanya. Beliau sangat suka menjamu tamu. Beliau sangat sering membantu orang-orang yang membutuhkan, beliau memiliki jiwa simpati yang besar. Putrinya mengatakan bahwa beliau memiliki sifat humoris sehingga orang-orang tidak mengetahui, tetapi saya telah melihat beliau di malam hari berdoa dengan sangat khusyuk sehingga lantai rumah kami pun bergetar. Keramahan pada tamu secara khusus adalah keistimewaan beliau.
Putrinya mengatakan, “Kami telah belajar cara berzikir kepada Allah dari ibu, beliau selalu membaca shalawat setiap saat dan terus membaca syair-syair Hazrat Masih Mau’ud a.s.. Kami telah mendengarnya berkali-kali sehingga kami hafal di luar kepala. Beliau sangat baik dalam berperilaku kepada tetangga dan kerabat.” Putrinya, Aishah, telah menulis hal ini.
Keponakannya telah menulis bahwa beliau biasa membantu dengan diam-diam dan Allah Taala juga terkadang memberitahu beliau untuk membantu seseorang, yakni anak seseorang akan menikah maka bantulah dia, maka segera beliau mengirimkan 100.000 rupees kepadanya. Semoga Allah Taala melimpahkan ampunan dan rahmat-Nya kepada beliau.
Jenazah kedua yang akan disebutkan adalah Mukarram Alhaj Yaqub Ahmad bin Abu Bakar Sahib. Beliau adalah mantan Kepala Sekolah Ahmadiyya Senior High School dan Sekretaris Tabligh Nasional Ghana. Beliau wafat beberapa hari yang lalu di usia 63 tahun dalam suatu kecelakaan. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn. Almarhum adalah seorang musi. Manksim adalah sebuah kota di sana, ketika pergi ke sana mobilnya bertabrakan dengan sebuah truk trailer dan beliau mengalami cedera kepala, akibatnya beliau meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Beliau meninggalkan dua istri, empat anak, ibu, satu saudara perempuan dan satu saudara laki-laki. Setelah pendidikan dasar, beliau masuk Jamiah/Ahmadiyya Missionary Training College di Salt Pond dan setelah lulus dari sana kemudian beliau ditugaskan untuk pengkhidmatan jemaat di berbagai tempat. Kemudian beliau dimasukkan oleh Jama’at ke Universitas Ghana di mana beliau meraih gelar dalam bidang Administrasi Bisnis dan setelah gelar di sana beliau juga mendapat tawaran sebagai pegawai pemerintah tetapi beliau menolaknya. Ini karena beliau adalah seorang Waqif zindagi dan selalu bekerja dengan semangat waqf. Meskipun beliau pergi ke sekolah pemerintah, yang didanai oleh pemerintah, tetapi itu tetap sekolah Jemaat. Di sana beliau menjadi kepala sekolah setelah menyelesaikan pendidikannya.
Di sekolah-sekolah Ahmadiyah di Salaga dan Kumasi, beliau terus bekerja sebagai kepala sekolah, dan orang-orang di sana selalu mengenangnya, baik pihak administrasi maupun pejabat pemerintah maupun para siswa. Sebagaimana yang saya katakan bahwa beliau adalah sekretaris tabligh nasional dan mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai Qaid Tarbiyat di Ansarullah. Beliau adalah seorang tokoh ilmiah yang mendapat kehormatan dan kesempatan untuk menjadi anggota beberapa komite besar di departemen pendidikan. Beliau adalah presiden CHASS. Beliau adalah presiden CHASS (Conference of Head of Assisted Secondary School) di Ghana. Ini adalah suatu dewan. Beliau adalah anggota dewan KNUST (Kwame Nkrumah University of Science and Technology). Beliau adalah anggota dewan GTEC (Ghana Territory Education Commission). Beliau adalah anggota dewan WAEC (West African Examination Council). Beliau adalah sekretaris jenderal ACP yang merupakan African Confederation of Principals; beliau adalah sekretaris umumnya.
Atas kewafatannya, Asosiasi Kepala Sekolah Afrika Selatan menyatakan duka mendalam dan menulis bahwa beliau sangat berprinsip dan kepemimpinan beliau sangat tinggi.
Beliau selalu berkata, “Inti dari keberhasilan saya adalah keterikatan pada agama dan hubungan erat dengan Khilafat Ahmadiyah.” Beliau adalah seorang suami dan ayah yang penyayang, beliau adalah simbol keimanan, kedisiplinan, dan kasih sayang bagi keluarga. Pada bulan Ramadan, beliau beberapa kali mengkhatamkan Al-Quran. Beliau selalu mengingatkan anggota keluarga untuk beribadah. Dalam dirinya terdapat kepemimpinan, kemampuan kepemimpinan tingkat tinggi, tetapi juga disertai kerendahan hati, dan beliau melayani dengan sangat jujur.
Kakak laki-lakinya telah menerima Ahmadiyah, setelah itu Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga mereka. Saudara beliau, Abu Bakar Saeed, menulis. Kemudian ayahnya mengirimnya ke Jamiah/Missionary Training College di Salt Pond di mana beliau memperoleh pendidikan, lalu menjadi mubaligh lokal, kemudian perlahan-lahan naik jabatan hingga mencapai posisi yang baik di bidangnya baik secara Jemaat maupun pemerintahan.
Selama tinggal bersama saya di Ghana, saya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan beliau, hubungan persahabatan yang erat dan penuh kasih sayang, dan pekerjaan-pekerjaan penting apa pun yang ada, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kepercayaan, saya selalu meminta beliau untuk mengerjakannya karena beliau adalah sosok yang sangat dapat dipercaya, dan setelah Khilafat, hubungannya dengan saya mencapai standar-standar ketulusan yang tinggi. Beliau adalah sosok yang memiliki semangat yang besar untuk Jemaat dan Khilafat.
Ibu beliau berkata, “Beliau adalah anak laki-laki yang sangat patuh kepada saya, sejak kecil selalu menjaga saya dan beliau berniat untuk menunaikan haji tetapi sebelum itu beliau berkata agar saya yang menunaikan haji terlebih dahulu yakni beliau menghajikan ibunya terlebih dahulu kemudian baru pergi haji sendiri.” Ibunya berkata, “Beliau tidak pernah meninggalkan saya sendirian, selalu menjaga saya bersamanya.”
Istrinya menuturkan, “Beliau adalah suami yang penyayang dan bertanggung jawab. Beliau adalah ayah yang penyayang untuk anak-anak dan selalu memberikan nasihat bahwa harus mempersembahkan pengorbanan untuk Jemaat.”
Putranya menulis, “Beliau selalu menegakkan keimanan dan kejemaatan kami di atas fondasi yang kokoh. Beliau mengajarkan pentingnya keterikatan dengan agama dan memberikan bimbingan di setiap langkah.” Putranya menuturkan, “Keimanan beliau adalah pelita penerang bagi seluruh keluarga kami. Beliau juga membangunkan kami untuk salat subuh dan Tahajjud, dan terutama di bulan Ramadhan beliau sangat memperhatikan hal ini serta berpuasa setiap hari Senin dan Kamis.” Putranya menuturkan, “Hati beliau dipenuhi dengan kerendahan hati yang besar. Beliau memperlakukan setiap orang dengan hormat meskipun orang itu adalah bawahannya. Beliau adalah sosok yang sangat ramah.”
Saudara beliau, Sa’id bin Abu Bakr, berkata, “Setelah ayah meninggal dunia, beliau mengasuh saya dan membesarkan saya seperti ayah kandung yang sesungguhnya, merawat saya, dan mendidik saya. Beliau mengingatkan saya untuk melaksanakan salat dan memenuhi segala kebutuhan saya dalam berbagai hal.”
Semoga Allah Taala menganugerahkan ampunan dan rahmat kepada beliau serta menjadikan anak-anak beliau menjadi orang-orang yang setia dan terus maju dalam kebaikan-kebaikan seperti halnya beliau.[1]
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهٗ وَنَسْتَعِيْنُهٗ وَنَسْتَغْفِرُهٗ وَنُؤْمِنُ بِهٖ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهٗ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهٗ – وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ -عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ أُذكُرُوْ االلهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd., Mln. Fazli Umar Faruq, Shd., dan Mln. Muhammad Hasyim. Editor: Mln. Muhammad Hasyim