Seratus Tahun Misi Ahmadiyah di Indonesia: Tahun-Tahun Awal dan Liputan Pers

100 tahun misi Ahmadiyah di Indonesia

Ata-ul-Haye Nasir, Ahmadiyah Archive & Research Centre
Penerjemah: Mln. Hafizurrahman

Pada awal tahun 1920-an, empat pemuda Sumatera – Maulvi Abu Bakr Ayub, Maulvi Ahmad Nuruddin, Maulvi Zaini Dahlan, dan Haji Mahmud – datang ke India untuk memperoleh pendidikan agama. Pada Agustus 1923, takdir Allah Taala membawa mereka ke Qadian setelah kunjungan mereka ke Calcutta, Lucknow, dan Lahore.

Mereka bertemu dengan Hazrat Muslih Mau’ud (ra) dan memohon agar diizinkan memperoleh pendidikan agama. Beliau (ra) menerima permintaan tersebut. Setelah memperoleh keyakinan atas kebenaran Hazrat Masih Mau’ud (as), mereka menerima Islam Ahmadiyah.

Setelah mengambil janji baiat di Qadian, para pemuda ini berkirim surat kepada sanak saudara di tanah air mereka, hingga membuka jalan bagi penyebaran Ahmadiyah ke nusantara.[1]

Ketika Hazrat Muslih Mau’ud (ra) kembali dari perjalanannya ke Eropa pada 1924, beberapa pertemuan diadakan bersama beliau. Para pemuda Sumatra ini juga mengadakan jamuan teh pada tanggal 29 November 1924, dan berbicara kepada beliau mengenai penyebaran pesan Ahmadiyah di tanah air mereka.

Oleh karena itu, Hazrat Muslih Mau’ud (ra) mengutus Hazrat Maulvi Rahmat Ali (ra) untuk menyebarkan pesan Islam Ahmadiyah kepada penduduk Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Hazrat Maulvi Rahmat Ali (ra) berangkat dari Qadian pada 17 Agustus 1925, tepat 100 tahun lalu.[2]

Artikel ini akan berfokus pada catatan sejarah mengenai kedatangan mubalig Ahmadiyah di nusantara, mengenai kegiatan pertabligan di tahun-tahun awal dan sekilas gambaran mengenai liputan pers.

Keberangkatan, Rumor, dan Serangkaian Telegram

Sejak keberangkatan Hazrat Maulvi Rahmat Ali (ra) dari Qadian, kabar tentang beliau tak kunjung tiba sehingga muncul rumor bahwa beliau ditahan oleh otoritas Belanda – yang sedang memerintah Indonesia pada saat itu.

Karena itu, pada 15 Oktober 1925, Hazrat Maulvi Abdur Rahim Nayyar (ra) mengirim surat kepada Departemen Luar Negeri dan Politik Hindia Inggris, atas kekhawatiran terhadap rumor tersebut, menyatakan bahwa “Otoritas Belanda menahan mubalig kami Maulvi Rahmat Ali di Subang, Sumatra”[3]

Beliau menyatakan harapan agar Pemerintah Belanda menghormati hak-hak warga negara Inggris, sebagaimana seorang warga Eropa Belanda atau Hindia Timur juga mengharapkan perlakukan yang sama dari Pemerintah Inggris.[4]

Pada 24 Oktober, datang jawaban bahwa “penyelidikan sedang dilakukan terkait masalah tersebut.”[5] Kemudian pada 28 Oktober, Qadian mengirimkan tanda terima atas balasan tersebut dan sekaligus memberitahukan kepada pihak berwenang bahwa telegram yang dikirim kepada mubalig tersebut belum memperoleh jawaban.[6]

Catatan resmi juga menunjukkan adanya kesalahpahaman atau protokol keamanan standar yang berlaku sehingga pejabat Inggris memulai penyelidikan terkait mubalig ini, yang menyebabkan terjadinya korespondensi yang panjang antara Departemen Luar Negeri dan Politik, Departemen Dalam Negeri, Direktorat Intelijen (DIB), dan pejabat di Hindia Belanda. Namun, pada 14 November 1925, sebuah telegram dari Departemen Luar Negeri kepada Konsul Jenderal Inggris di Batavia menyatakan bahwa “diyakini bahwa deputasi tersebut tidak berbahaya secara politik.”[7]

Kutipan telegram di atas lebih lanjut menyebutkan tentang perhatian Jemaat tekait keselamatan mubalig mereka. Kemudian jawaban dari Konsul Jenderal tersebut menyatakan bahwa “menurut otoritas setempat, orang dengan nama tersebut tidak sedang ditahan di Sabang.”[8] Jawaban ini kemudian diteruskan ke Qadian.

Pada 20 November, Konsul Jenderal Inggris menulis surat kepada Departemen Luar Negeri dan Politik, menyampaikan laporan lebih lanjut, termasuk surat dari Qadian yang dikirimkan atas nama Hazrat Khalifatul Masih II (ra) – yang ditujukan kepada mubalig tersebut. Pejabat Inggris tersebut juga menyampaikan informasi mengenai lokasi keberadaan mubalig tersebut.

Seraya menyebutkan semua rinciannya, Konsul Jenderal Inggris menyatakan telah berkomunikasi dengan Pejabat Sementara Konsul Jenderal di Medan, Mr. Bailey. Mengenai keberadaan Rahmat Ali (ra), Mr. Bailey “telah menerima pertanyaan melalui telegram dari Amritsar, yang ditandatangani oleh ‘Sekretaris, Qadian, Batala’.” Telegram ini, menurut Konsul Jenderal Inggris, telah ditindaklanjuti dengan sebuah surat yang dialamatkan kepada Mr. Bailey dari “Secretary for Missionary Work untuk Hazrat Khalifatul Masih, Qadian, Punjab.”

Konsul Jenderal Inggris lebih lanjut menyebutkan bahwa Pejabat Penasehat Sementara Pemerintah Hindia Belanda untuk Urusan Pribumi (the Acting Adviser to the Government of the Dutch East Indies for Native Affairs) “mendengar kedatangan seorang mubalig Ahmadiyah di Sabang sekitar dua bulan yang lalu, yang mengungkapkan keinginannya untuk berangkat ke Tapatoean, Pesisir Barat Atjeh, Sumatera, di mana tinggal sekelompok besar orang Melayu dari Padang, sedangkan Padang sendiri merupakan pusat kegiatan keagamaan umat Islam lebih jauh ke arah Selatan.”[9]

Terkait:   Siapa Pendiri Ahmadiyah dan Apa Pernyataan utamanya?

Kemudian pada tanggal 24 November, Pejabat Sementara Konsul Jenderal di Medan mengirimkan laporan rinci kepada Departemen Luar Negeri dan Politik di Batavia terkait dengan pertanyaan mengenai Hazrat Maulvi Rahmat Ali (ra). Beliau menyebutkan telegram yang diterima dari Qadian pada tanggal 17 dan 28 Oktober. Beliau lebih lanjut menyebutkan korespondensi selanjutnya yang dijalin dengan Jemaat dan pejabat pemerintah, terkait masalah yang sama.

Pada tanggal 4 Desember, Konsul Jenderal Inggris di Batavia menginformasikan bahwa Rahmat Ali (ra) berada di Tapatoean. Pejabat Inggris menyatakan bahwa berdasarkan informasi terbaru yang diterima dari otoritas Belanda, Maulvi Rahmat Ali (ra) tiba di Tapatoean pada tanggal 2 Oktober dan bermaksud untuk berangkat ke Padang dalam 1 bulan ke depan.[10]

Pesan ini disampaikan ke Qadian pada tanggal 7 Desember. Sebagai balasan, ucapan terima kasih dikirimkan kepada Wakil Sekteraris Pemerintah India atas nama Hazrat Muslih Mau’ud (ra), seraya menyampaikan:

“Saya diminta oleh Pimpinan Jemaat Ahmadiyah untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada Anda dan melalui Anda untuk Pemerintah Inggris” serta kepada “Konsul Inggris di Batavia atas penyampaian informasi mengenai keselamatan mubalig kami.”[11]

Selama korespondensi di antara para pejabat pemerintah ini berlangsung, dinyatakan bahwa “penyelidikan yang dilakukan oleh DIB telah mengungkapkan bahwa tidak ada hal yang bersifat politis yang dapat dipermasalahakan terhadap Rahmat Ali.[12]

Dalam korespondensi resmi tersebut disertakan pengenalan secara komprehensif terhadap sosok Maulvi Rahmat Ali (ra), yang menyatakan bahwa “dilaporkan bahwa beliau tidak ada ketertarikan pada urusan politik.”[13]

Pada tanggal 4 Januari 1926, Pejabat Sementara Konsul Jenderal di Medan memberitahukan Pemerintah mengenai aktifitas Maulvi Rahmat Ali (ra):

“Tampaknya beliau melakukan penyebaran ajaran untuk Perhimpunan Ahmadiyah, yang darinya beliau menerima gaji. Disebutkan bahwa beliau berperilaku tenang dan suka damai, serta memberikan pengaruh baik terhadap kelompok ‘Sumatera Thawalib’ (progresif) dan ‘Kaoem Koeno’ (konservatif).”[14]

Menabur Benih di Nusantara

Setibanya di nusantara – yang sekarang dikenal sebagai Indonesia – Maulvi Rahmat Ali (ra) dengan penuh semangat menyebarkan pesan Islam Ahmadiyah, dan sebagai hasilnya Allah Taala memberkahi upaya beliau dengan buah yang baik.

Dalam sebuah pidato pada Jalsah Salanah 1925, Hazrat Muslih Mau’ud (ra) memberitahukan kepada Jemaat tentang berdirinya Ahmadiyah di Sumatra dan menyatakan bahwa sekitar 15 orang telah menerima Ahmadiyah hanya dalam beberapa hari saja.[15]

Selama Majelis Syura 1927, yang diadakan pada 15–17 April, sebuah laporan ringkas mengenai misi di Indonesia disampaikan. Menurut laporan tersebut, pusat misi telah dipindahkan dari Tapak Tuan ke Padang dan mubalig tersebut harus menghadapi penentangan yang keras dari orang-orang Islam non-Ahmadi dan Kristen. Para penentang melancarkan segala upaya yang mungkin untuk mendesak pemerintah agar mengusir mubalig tersebut dari negara ini. Mubalig tersebut memberikan laporan bahwa beliau menyampaikan berbagai pidato dalam berbagai pertemuan besar dan juga diadakan diskusi-diskusi, yang dihadiri oleh para pejabat tinggi pemerintah dan juga para tokoh.

Pada tahun 1926, jumlah mubayyi’in baru adalah 70 orang, sementara sepanjang tahun 1927, sejauh ini, ada 150 lebih orang yang menerima Ahmadiyah di Padang. Pada saat itu, ada 17 mahasiswa dari Jawa dan Sumatera yang sedang menempuh pendidikan agama di Qadian dan juga menulis artikel untuk berbagai surat kabar di negara mereka.[16]

Kutipan laporan syura di atas juga menyebutkan sebuah majalah berita “Iqbal”, atau lengkapnya “Iqbaloel Haq”. Dalam pidato sebelumnya, pada Jalsah Salanah 1926, Hazrat Muslih Mau’ud (ra) telah menyebutkan bahwa seorang tokoh muslim non-Ahmadi setempat meluncurkan majalah berita atas biaya sendiri dan mengundang para Ahmadi untuk menerbitkan artikel berkenaan dengan Ahmadiyah di dalam majalah berita tersebut.[17]

Kita mengetahui dari media pers Indonesia bahwa mengingat semakin meningkatnya permusuhan yang diperlihatkan oleh para penentang Jemaat, suatu komite dibentuk yang bekerja sama dengan beberapa muslim non-Ahmadi yang memiliki fitrat baik. Tujuannya adalah untuk mengundang para ulama non-Ahmadi untuk mengadakan dialog dan memecahkan perbedaan melalu jalan damai dengan menyampaikan argumen-argumen teologis. Komite tersebut bernama “Mentjari Hak Penoelak Sjoebahat”. Komite ini mengeluarkan majalah berita “Iqbaloel Haq” pada bulan Juli 1926.

Terkait:   Pernyataan Bai'at

Selain berbagai artikel dari para Ahmadi, para ulama non-Ahmadi juga menerbitkan artikel-artikel yang di dalamnya mereka menyampaikan argumen-argumen mereka untuk menentang keyakinan Ahmadiyah. Pada tanggal 3 Agustus 1926, sebuah pengumuman dari komite ini diterbitkan, yang menguraikan suatu rencana untuk mengirimkan delegasi dari para ulama non-Ahmadi ke Qadian sehingga mereka sendiri dapat mengetahui secara menyeluruh keyakinan Ahmadiyah serta pengakuan-pengakuan Hazrat Masih Mau’ud (as).

Sebuah laporan dari Maulvi Rahmat Ali (ra) menyatakan:

“Para ulama begitu menentang keras gerakan kita di sini. Mereka sedang berusaha menjauhkan orang-orang dari kami dengan berbagai cara. Beberapa di antara mereka melaporkan kami ke pemerintah, dengan mengatakan bahwa kami beriman kepada sosok Mahdi yang menumpahkan darah, yang menyatakan perang terhadap orang-orang ‘kafir’. Saya harus mengirimkan telegram untuk membantah kesalahpahaman terhadap Jemaat kita.

“Kami telah mulai menerbitkan surat kabar bulanan dari sini di Malaya, dalam bahasa setempat, dan berpikir akan menerbitkannya secara mingguan jika terbukti berhasil. Para ulama terus-menerus mengeluarkan fatwa demi fatwa menentang kami, dan orang-orang menggunakan kata-kata kasar secara terbuka terhadap saya. Beberapa orang bangsawan bersikap cukup ramah terhadap kami, dan mereka mulai membela gerakan kami melawan para maulvi.[18]

Liputan Pers

Kegiatan misi Ahmadiyah di Indonesia menarik perhatian pers setempat. Berikut disampaikan gambaran sekilasnya:

Sebuah majalah berita Belanda menulis tentang komite yang disebutkan di atas dan peluncuran majalah tersebut, seraya menyatakan:

“Di Padang terbit sebuah majalah keagamaan yang baru, bernama “Iqbaloel Haq” (Penerimaan terhadap Kebenaran), yang dipimpin oleh M.T Soetan Maharadja serta anggota dewan Aboebakar Baginda Maharadja dan Daoed Bangso Diradjo dari ‘Comite mentjari haq, penolaq sjoebahat’ (Komite pencari kebenaran, yang menghilangkan keraguan).”[19]

Edisi lain dari majalah berita yang sama ini menerbitkan sebuah artikel berjudul “Gerakan Ahmadiyah Qadian di Pesisir Barat Sumatera,” dan menyebutkan kegiatan pertabligan yang dilakukan oleh Maulvi Rahmat Ali (ra).[20]

Hal ini disusul oleh artikel lain[21] yang menyebutkan sebuah majalah berita setempat, Boeka Mata, pada tanggal 26 November 1926. Majalah tersebut secara khusus memuat argumen-argumen yang menentang Jemaat Muslim Ahmadiyah dan disebutkan pula mengenai sepucuk surat dari seseorang bernama Aboezeed bin Hilal kepada editor majalah tersebut, yang meminta rincian lebih lanjut mengenai mubalig Ahmadiyah beserta beberapa Ahmadi setempat.

Jurnal setempat lain, Mededeelingen: Tijdschrift voor zendingswetenschap – pada edisi tahun 1926 – menuliskan bahwa seorang mubalig Ahmadiyah Inggris-India, Rahmat Ali, sedang berkeliling di Sumatera dan menyebarkan keyakinannya. Jurnal ini juga menyebutkan mengenai majalah berita Iqbaloel Haq.

Sebuah pengumuman disampaikan berkenaan dengan perdebatan yang dijadwalkan akan terselenggara para tangga 9 Januari 1927 antara Maulvi Rahmat Ali (ra) dengan seseorang bernama Pakih Hasim.[22]

Sebuah laporan terperinci mengenai kegiatan pertabligan Maulvi Rahmat Ali (ra) diterbitkan, yang juga menyebutkan tentang sebuah komite bernama “Mentjari Hak Penoelak Sjoebahat.”[23]

Surat kabar setempat menerbitkan sebuah artikel mengenai kegiatan pertabligan tersebut. Artikel ini mulai dengan pengenalan Hazrat Mau’ud (as) dan pengakuan-pengakuannya. Disebutkan bahwa selama dua tahun belakang, mubalig tersebut sukses membaiatkan banyak warga setempat masuk ke dalam Islam Ahmadiyah, sebagai contoh di Padang, Pandang, Fort de Kock, Fort van der Capellen, dan di beberapa tempat lainnya. Disebutkan bahwa pesan tersebut sedang disebarkan melalui majalah, bernama Iqbaloel Haq. Selanjutnya juga disebutkan mengenai beberapa rincian terkait perdebatan dengan umat Islam non-Ahmadi di tempat tersebut.[24]

Artikel yang sama juga diterbitkan oleh De Nieuwe Vorstenlanden pada tanggal 3 December 1927.

Surat kabar setempat mengumumkan mengenai sebuah pertemuan mendatang yang dijadwalkan akan menggelar perdebatan antara mubalig Ahmadiyah dan para ulama non-Ahmadi. Namun demikian, para penentang tidak hadir perdebatan sehingga Rahmat Ali (ra) menyampaikan sebuah pidato mengenai nubuatan-nubuatan yang disebutkan di dalam berbagai kitab suci mengenai kedatangan Hazrat Masih Mau’ud (as).[25]

Terkait:   Sejarah Ahmadiyah di Banten

Artikel lainnya terbit, yang disertai dengan foto bersama para pembicara yang menyampaikan pidato dalam 24 bahasa berbeda pada Jalsah yang bersejarah di Qadian tanggal 29 Januari 1926.[26]

Pidato dalam bahasa Belanda disampaikan oleh seorang Indonesia, Ahmad Sarido[27], yang sedang belajar di Qadian pada saat itu. Artikel tersebut menyatakan bahwa dalam salah satu edisinya, mereka telah salah menulis yakni Hazrat Mufti Muhammad Sadiq (ra) sebagai pemimpin Jemaat Ahmadiyah. Oleh sebab itu, untuk mengoreksi pernyataan tersebut, majalah berita tersebut menulis:

“Dr. M. M. Sadik, seorang pemimpin Ahmadiyah dan seorang ulama besar, berkata, “Pemimpin Jemaat Ahmadiyah adalah Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) yang saat ini berada di Qadian.”

Artikel ini lebih lanjut menyebutkan Hazrat Muslih Mau’ud (ra) yang berkunjung ke Inggris dan menyatakan bahwa beliau meletakkan pondasi Mesjid Fazl di London, yang kemudian diresmikan pada tahun 1926. Artikel ini selanjutnya menyebutkan mengenai Hazrat Maulvi Abdur Rahim Dard (ra) dan Hazrat Malik Ghulam Farid (ra) dan kegiatan pertabligan di London.

Artikel yang cukup panjang diterbitkan dalam sebuah surat kabar setempat mengenai Ahmadi setempat yang telah belajar di Qadian selama tiga tahun. Artikel ini menceritakan pengalamannya selama tiga tahun berada di Qadian.[28]

Menurut surat kabar setempat, Maulvi Rahmat Ali (ra) seharusnya kembali ke Qadian, namun rencana ini ditunda karena penggantinya belum datang.[29]

Akhirnya, pada bulan Oktober 1929, Hazrat Maulvi Rahmat Ali (ra) kembali ke Qadian. Dilaporkan dalam sebuah surat kabar Indonesia bahwa beliau akan kembali ke Indonesia dan seorang mubalig lain, Maulvi Muhammad Sadiq, akan datang bersama beliau.[30]

Dua mubalig ini tiba di Indonesia pada bulan Desember 1930, dan dengan demikian memulai fase kedua misi Ahmadiyah di Indonesia. Kegiatan mereka terus menarik perhatian pers setempat yang memberikan sarana luar biasa untuk penyebaran pesan Hazrat Masih Mau’ud (as). Sebagai contoh, sebuah surat kabar setempat menerbitkan foto Hazrat Masih Mau’ud (as) dan memberikan pengantar lengkap mengenai pengakuan-pengakuan beliau (as).[31]

Dakwah yang terus bergema di Indonesia.

Uraian di atas hanyalah sekilas gambaran mengenai liputan pers yang diterima Jemaat Muslim Ahmadiyah di Indonesia di tahun-tahun awal. Pesan Islam Ahmadiyah terus bergema di negeri ini selama tahun-tahun berikutnya, di bawah petunjuk Khilafat Ahmadiyah.

Para Ahmadi Indonesia juga memainkan peran yang sangat besar dalam kemerdekaan negeri ini dari Belanda dan memberikan pengkhidmatan yang luar biasa demi tanah air mereka meskipun menghadapi persekusi yang kejam. Rincian yang lebih lanjut telah dijelaskan dalam artikel kami sebelumnya, yang berjudul “Peran Jemaat Ahmadiyah dalam Kemerdekaan Indonesia dari Belanda”.[32]

Selama masa beberkat Hazrat Khalifatul Masih V (atba), Jemaat Ahmadiyah Indonesia sedang mengalami kemajuan yang bahkan lebih besar dan akan terus berkembang, Insya Allah.

Sumber: Alhakam.org


[1] Al Fazl, 4 Desember 1924, hal. 2

[2] Al Fazl, 20 Agustus 1925, hal. 1

[3] National Archives of India, Foreign and Political Department, External (Secret), 1925, File No. 421-X

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Ibid.

[10] Ibid.

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Ibid.

[14] Ibid.

[15] Minhaj-ut-TalibeenAnwar-ul-Ulum, jld. 9, hal. 169

[16] Report Majlis-e-Mushawarat 1927, hal. 35-36

[17] Anwar-ul-Ulum, jld. 9, hal. 412

[18] The Review of Religions, September 1926, hal. 1

[19] Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 24 July 1926

[20] Ibid., 9 Oktober 1926

[21] Ibid., 4 Desember 1926

[22] Bintang Timoer, 5 Januari 1927 

[23] Tjaja-Soematra, 17 November 1927

[24] De Sumatra Post, 1 Desember 1927

[25] Sumatra-Bode, 27 Desember 1927

[26] Pertja-Timoer, 10 Maret 1928

[27] Al Fazl, 2 Februari 1926

[28] Tjaja-Soematra, 8 Juni 1928

[29] Tjaja-Soematra, 23 Agustus 1928

[30] Sinar Deli, 16 Mei 1930

[31] Pemandangan, 4 Oktober 1933

[32] Al Hakam, 24 December 2021

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.