Oleh Belal Khalid
Evolusi dan Sejarah Umat Manusia dari Al-Qur’an
Kitab Suci Al-Qur’an mengatakan bahwa Tuhan menghendaki terciptanya alam semesta yang merupakan manifestasi dari Keagungan-Nya dan Cahaya-Nya, dan inilah penyebab terciptanya alam semesta. Dikatakan bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Sebelum itu, Tuhan berkuasa atas air. Tujuan Tuhan dalam menciptakan langit dan bumi dari air adalah untuk menciptakan makhluk yang dikaruniai kehendak untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Makhluk-makhluk ini akan melewati berbagai macam cobaan dan akan berusaha mengungguli satu sama lain dalam melakukan kebaikan sehingga dengan begitu akan nampak siapa di antara mereka yang telah mencapai kesempurnaan (QS Hud, 11: 8). Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum materi mengambil bentuknya yang sekarang, ia berada dalam bentuk cair. Mengenai tahap pra-materi ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“Apakah orang-orang yang ingkar tidak melihat bahwa langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menggumpal, lalu Kami memisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, dari air. Apakah mereka tidak mau beriman?” (QS Al-Anbiya, 21:31)
Ayat tersebut bermaksud untuk mengatakan bahwa langit dan bumi pada mulanya adalah suatu massa yang tak berbentuk, lalu Tuhan membaginya dan membentuknya menjadi sistem tata surya, dan dari awal Dia selalu menciptakan kehidupan dari air.
Tahapan Alam Semesta
Menurut Al-Qur’an, alam semesta telah melewati tahapan demi tahapan hingga bumi memiliki bentuk dan sifat-sifat yang dapat menopang kehidupan manusia.
Bertentangan dengan kisah-kisah yang diberikan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia diciptakan melalui proses yang bertahap. Terdapat ayat lain dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa penciptaan manusia adalah puncak dari proses yang bertahap, adalah keliru jika dikatakan bahwa Tuhan membentuk manusia dari tanah liat dan meniupkan roh-Nya ke dalam dirinya. Al-Qur’an mengatakan:
“Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kamu itu dalam berbagai macam tingkatan.” (QS Nuh,71:15)
Nabi Adam (as) Bukanlah Manusia Pertama di Bumi (Kebenaran Tentang Jin)
Dengan cara yang sama, perkembangan intelektual manusia juga berlangsung secara bertahap. Al-Qur’an menunjukkan bahwa manusia sudah ada sebelum Nabi Adam (as), tetapi mereka belum mampu memikul tanggung jawab dari Hukum yang diwahyukan. Mereka tinggal di gua-gua dan gunung-gunung. Karena itulah Al-Qur’an menyebut mereka dengan nama Jin – yang secara harfiah berarti ‘mereka tinggal di gua-gua dan tempat-tempat terpencil di pegunungan’. Beberapa orang telah menerapkan kata (jin) ini pada makhluk supranatural dalam kisah-kisah dan dongeng-dongeng, namun Al-Qur’an tidak mendukung penafsiran tersebut.
Nabi Adam (as) tidak Tinggal di Surga
Al-Qur’an menyatakan dengan tegas bahwa ketika Nabi Adam (as) dan kaumnya keluar dari taman (yang sekali lagi – berdasarkan Al-Qur’an, tempat itu merupakan suatu wilayah di bumi dan tidak dapat disamakan dengan Surga). Tuhan memperingatkan mereka terhadap iblis ‘yang merupakan salah satu Jin’ dan memerintahkan mereka untuk berhati-hati terhadapnya dan terhadap kaumnya karena mereka semua harus tinggal bersama di bumi, tempat di mana mereka akan menghabiskan masa hidup mereka dan tempat mereka akan mati.” (QS Al-A’raf, 7:26,28).
Sekali lagi, ketika berbicara kepada Nabi Adam (as) dan kaumnya serta Iblis dan para pengikutnya, Tuhan mengingatkan mereka untuk menerima para Utusan-Nya yang akan turun dari waktu ke waktu (Al-Baqarah, 2:39). Semua ini menunjukkan bahwa Jin pada masa Nabi Adam (as) dan pemimpin mereka, Iblis, adalah dari umat manusia.
Jin yang diceritakan pada pada dongeng-dongeng tidak tinggal bersama manusia dan tidak pula menjalin hubungan dengan manusia. Al-Qur’an tidak memberikan dukungan apa pun terhadap anggapan tentang Jin pada dongeng-dongeng tersebut. Sosok yang digambarkan Al-Qur’an sebagai Jin dalam kaitannya dengan Nabi Adam (as) adalah manusia yang tinggal di bumi, namun kemampuan mental mereka belum berkembang sepenuhnya.
Nabi Adam (as) Manusia Paling Sempurna di Generasinya
Ketika mental manusia telah mencapai perkembangan penuh, Tuhan mengirimkan wahyu-Nya ke manusia paling sempurna di generasi tersebut, yaitu Nabi Adam (as). Wahyu ini terbatas pada beberapa aturan sosial berkaitan dengan pembentukan sebuah masyarakat dan cara-cara menyediakan makanan serta sarana-sarana pemeliharaan lainnya.
Untuk masa yang akan datang, Tuhan menetapkan bahwa Nabi akan terus muncul, dan orang-orang yang beriman kepada para nabi, akan menjadi bagian dari golongan Nabi Adam (as) dan kaumnya, sementara orang-orang yang menolak akan menjadi bagian dari golongan Jin yang telah menentang Nabi Adam (as). Setiap Nabi dibangkitkan untuk membantu memajukan evolusi intelektual dan spiritual manusia. Mereka yang menentang evolusi tahap selanjutnya dan tidak bersedia untuk tunduk kepada batasan dan peraturan yang ingin Tuhan terapkan melalui Nabi-Nya untuk memajukan proses evolusi, berarti menolak Nabi tersebut.
Evolusi Fisik dan Mental
Singkatnya, Al-Qur’an mengajarkan bahwa penciptaan dan perkembangan fisik manusia adalah hasil dari proses evolusi, begitu juga, perkembangan intelektualnya juga merupakan hasil dari proses evolusi.
Nabi Adam (as) bukanlah manusia pertama, melainkan manusia pertama yang akalnya mampu menerima dan memikul tanggung jawab wahyu. Al-Qur’an tidak pernah menyatakan bahwa Tuhan ingin menciptakan manusia dan kemudian menciptakan Adam (as). Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa Tuhan berkehendak menunjuk seorang ‘khalifah di bum’ dan menunjuk Adam (as). Hal ini menunjukkan bahwa saat pengangkatan Adam (as) sebagai Khalifah Tuhan di bumi, telah ada manusia yang tinggal di bumi, namun tidak ada seorang pun dari mereka yang menjadi penerima wahyu Illahi karena akal mereka masih belum berkembang sepenuhnya.
Manusia sebelum Nabi Adam (as)
Di tempat lain, Al-Qur’an menjelaskan:
“Dan sungguh Kami telah menciptakan kamu, kemudian Kami memberimu bentuk; lalu Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam’” (QS Al-A’raf, 7:12).
Ayat ini berarti Tuhan menciptakan manusia lalu memberikan bentuk pada kemampuannya, lalu memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam (as). Ayat ini juga dengan jelas menunjukkan bahwa manusia telah ada sebelum masa Nabi Adam (as). Perkembangan kemampuan intelektual manusia menunjukkan bahwa sebelum kemunculan Nabi Adam (as), manusia telah melewati beberapa tahap evolusi. Ayat ini menunjukkan bahwa setelah manusia diciptakan, kemampuannya berkembang secara bertahap dan mengambil bentuk yang berbeda. Manusia dibedakan dari hewan lain di sekitarnya. Ketika akalnya telah berkembang hingga tingkatan tertentu, Nabi Adam (as) diciptakan dan Tuhan menurunkan wahyu kepadanya.
Penjelasan dari Al-Qur’an di atas membantu kita untuk memiliki gambaran yang jelas mengenai posisi Al-Qur’an terhadap teori evolusi. Semua ini juga didukung oleh penelitian masa kini tentang evolusi manusia. Dengan demikian, kita menemukan fakta bahwa Al-Qur’an yang telah diturunkan 1400 tahun yang lalu ternyata mendukung semua teori evolusi modern yang terbukti secara ilmiah.
Dosa Warisan
Karena Nabi Adam (as) tidak berada di surga, maka fenomena dosa warisan tereselesaikan gamblang. Sebelum Nabi Adam (as), belum ada Hukum dari Tuhan di bumi ini, sehingga tidak ada seorangpun yang harus melewati cobaan dan ujian. Ketika Nabi Adam (as) diberikan Hukum, barulah setelah itu Adam dan manusia lainnya dapat diuji.
Ketika Al-Qur’an menyebut tentang Nabi Adam (as) memakan buah dari pohon terlarang, maksudnya ialah Nabi Adam (as) tidak mematuhi salah satu perintah Tuhan. Maka setelah itu Tuhan memperingatkan manusia bahwa sekarang mereka berada di bumi, yang artinya sekarang mereka akan mengalami ujian dan cobaan. Semua perbuatan mereka akan dicatat dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban. Jadi, tidak ada seorang pun mewarisi dosa dari Nabi Adam (as), melainkan orang orang setelahnya akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka masing masing. Inilah penyebab utama penciptaan manusia seperti yang disebutkan dalam ayat sebelumnya, dan ketidaktaatan Nabi Adam (as) merupakan titik baliknya, karena itu terjadi setelah hukum ditegakkan di bumi ini.
Meskipun ini merupakan artikel yang sangat panjang, namun saya pikir artikel ini menjawab banyak pertanyaan penting yang diajukan oleh orang orang Kristen terhadap Islam dan juga tentang Dosa Warisan. Itulah alasan mengapa saya tidak bisa mempersingkatnya lebih jauh lagi meskipun saya telah berusaha sebaik mungkin.
Sebagian besar penjelasan di atas diambil dari buku Pengantar Mempelajari Al-Qur’an oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Buku ini tersedia di banyak perpustakaan.
Pada Akhirnya, Segala Puji Bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada umat manusia. Semoga Allah memberikan kita pengetahuan dan kebijaksanaan untuk memahami Al-Qur’an.
Sumber: Alislam.org – Quran, Adam and Original Sin
Penerjemah: Naweedurrahman
Comments (1)