Alat Bantu ‘Pendengaran Rohani‘
Dr. Nasim Rehmatullah
Ada pepatah yang mengatakan “Dengarkan atau lidahmu akan membuatmu tuli.”
Statistik menunjukkan bahwa pada umumnya ketika mendengar kita hanya menyimak pada tingkat pemahaman 25 persen, sisanya 75 persen perhatian kita terbagi dan tidak mendengarkan. Dan begitu kita selesai mendengarkan seseorang, kita hanya mengingat sekitar 50 persen dari apa yang mereka katakan. Tingkat kecepatan pendengaran kita hanya 125-250 kata, tetapi ketika berpendapat kecepatannya sekitar 1000-3000 kata per menit. Kondisi inilah yang menyebabkan kita terganggu dan gagal mendengar dengan penuh perhatian. Jadi pengetahuan dapat diperoleh dengan mendengar dan menyimak. 85 persen dari apa yang kita ketahui didapatkan melalui proses mendengar.
Diriwayatkan oleh Abu Huraira (ra):
“Tidak seorang pun di antara para sahabat Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) yang meriwayatkan banyak hadist daripada saya kecuali Abdallah bin Amr (bin Al-‘As) yang biasa menuliskannya sedangkan saya tidak pernah melakukan hal yang sama.”
Hanya dengan mendengarkan Hazrat Abu Hurairah (ra) sudah dapat mengingat dan meriwayatkan lebih dari 5300 hadist.
Hazrat Masih Mau’ud (as) pernah ditanya oleh salah seorang sahabat sebagaimana tercantum dalam Malfuzat:
Kami mendengar bahwa beberapa sahabat Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah kehilangan penglihatannya tetapi kami jarang mendengar mengenai para sahabat yang kehilangan pendengarannya.” Menanggapi hal itu Hazrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan bahwa pemeliharaan Al-Quran adalah yang yang terpenting. Allah menjamin bahwa dengan mendengarkan dan menghafal Al-Quran pemeliharaan itu akan terwujud.
Seperti dijelaskan di dalam Al-Quran, dalam perkembangan kehidupan manusia terdapat pola khusus dari berfungsinya organ manusia, sebagaimana tercantum dalam ayat-ayat berikut (QS 6:47); (QS 23:79); (QS 16:79); (QS 67:24). Selalu urutannya adalah telinga, mata dan hati seperti yang disebutkan pada Surah Al-Mulk [67] ayat 24:
قُلْ هُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ
“Katakanlah, ‘Di-lah Yang telah menjadikanmu dan pendengaran, penglihatan dan hati. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”
“Pertama yang berfungsi adalah telinga. Segera setelah bayi lahir dan cahaya sampai ke mata maka mata mulai berfungsi. Kemudian ketika terlepasnya tali pusat, sirkulasi jantung mulai bekerja secara normal. “(Stanford Medicine)
Di dunia ini, ketika kita terlena oleh hasrat mengejar duniawi, maka hal itu mengakibatkan mundurnya kerohanian. Meskipun kita semua mengaku beriman pada Tauhid Ilahi, tetapi perbuatan dan tingkah laku kita mengingkari keimanan kita pada Tauhid. Permasalahannya bukanlah karena penyembahan berhala, tetapi terlalu mengagungkan hal-hal duniawi seakan-akan derajatnya setara Allah Ta’ala. Alhasil terjadilah gangguan pendengaran rohani secara drastis.
Untuk mengatasi hal tersebut dan menjaga pendengaran rohani kita, Allah Ta’ala dengan kebijaksanaan-Nya telah menyediakan alat bantu ‘pendengaran rohani’ kepada kita, yaitu ibadah (doa), Al-Qur’an, ketaatan kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam)
Ketika kita berhenti menggunakan alat bantu dengar rohani, kita akan terjauh dari Allah ta’ala dan akan timbul gejala ‘demensia rohani‘, yaitu kondisi terganggunya pendengaran yang parah dan sifat menentang, dengan ditandai argumen-argumen ngawur yang menentang iman.
Lidah merupakan rintangan terbesar bagi pendengaran rohani. Hazrat Abdullah ibn Mas’ud (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda:
“Demi Allah yang tiada Tuhan yang benar selain Dia. Tidak ada di muka bumi ini sesuatu yang pantas dipenjara selain daripada lisan.”
Setiap kita pernah mengucapkan sesuatu yang kemudian kita menganggapnya sebagai hal yang tidak seharusnya dikatakan dan ingin menarik kembali kata-kata itu. Terutama kita merasa menyesal atas kata-kata yang menyakitkan yang kita ucapkan kepada orang-orang yang kita cintai dan kenal baik.
Pikiran-pikiran dan emosi kita lah yang memberikan keputusan atas perkataan yang keluar dari mulut kita. Sarannya adalah jagalah hatimu, sucikan pikiranmu, dan jagalah lisanmu.
Di dalam hidup ini, kelembutan hati penting untuk menyeimbangkan logika dengan kepala dingin. Hal ini mungkin tampak jelas, tetapi bukan sebuah kebetulan. Maksudnya adalah seperti ini. Dalam berbagai situasi kita sering mengalami pertentangan antara pikiran dan hati kita – antara logika dan perasaan. Kita harus menggunakan hati kita dan nilai-nilai yang tertanam di dalamnya untuk memberitahu dan menuntun pikiran kita.
Hazrat Masih Mau’ud (as) ketika membahas tentang tiga serangkai yaitu hati, pikiran dan lisan ini menekankan bahwa hati yang bersih dapat mengubah pikiran yang kacau dan menyembuhkan emosi yang bergejolak, yang kemudian lidah akan terkontrol sehingga yang keluar adalah kata-kata yang lembut dan baik, bukan kata-kata yang menyakitkan dan penuh kebencian.
Hazrat Khalifatul Masih V (aba) telah menekankan bahwa kita harus meningkatkan kualitas ketakwaan kita dan selalu mengingat Allah Ta’ala dan menyelaraskan diri dengan orang-orang saleh dengan penuh ibadah dan pengorbanan. Hal ini adalah jalan untuk menjaga dan melindungi pendengaran rohani kita.
Kunci utama untuk menjaga kualitas pendengaran rohani, kekuatan dan ketenangan rohani adalah seperti yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, Allah pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Ali Imran [3]: 32)
Sumber: Alislam.org
Penerjemah: Azizah Boenjamin