Apakah Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pada awalnya mengizinkan penyembahan berhala?
Para pengkritik Islam saat ini terus menerus mengulang tuduhan-tuduhan usang meskipun terdapat bukti yang menentangnya. Salah satunya adalah tuduhan bahwa pada awalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan penyembahan berhala.
Menanggapi tuduhan yang dibuat-buat ini, sejarawan dan cendikiawan Islam Mirza Bashir Ahmad mengutip pendapat para ulama terkemuka dan menyimpulkan:1
… Kisah ini sepenuhnya palsu semata, dan kepalsuannya itu nampak jelas dalam setiap aspek rasional. Oleh sebab itu, para muhadditsiin seperti ‘Allamah ‘Aini, Hakim ‘Ayad dan ‘Allamah Nawawi telah menjelaskan dengan argumentasi yang meyakinkan bahwa peristiwa tersebut keliru, tidak lebih dari sebuah hadits palsu. Sehingga ‘Allamah ‘Aini menulis sebagai bantahan terhadap masalah ini: ‘Peristiwa ini jelas tertolak, baik dari segi periwayatan maupun akal sehat.2
Kemudian, Hakim ‘Ayad juga menulis:
‘Orang-orang yang bijak dan terpercaya tidak menerima riwayat ini karena riwayat ini membingungkan dan keshahihannya sangat lemah. Selain itu, corak periwayatannya lemah. Selain itu dari sisi sanadnya tidak ada perawi yang riwayatnya sampai kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wsallam) ataupun para sahabat.”3
Lebih jauh ‘Allamah Nawawi menulis:
‘Tidak ada satupun riwayat yang shahih, baik dari aspek matan hadits maupun aspek akal sehat.4 Selain itu, banyak ulama hadits yang bahkan tidak pernah menyebutkan peristiwa ini. Contohnya, dalam Sihah Sittah bahkan tidak pernah menyinggung hal tersebut meskipun terdapat riwayat yang menyebutkan pembacaan surah Al-Najm dan sujudnya orang-orang Quraisy. Jadi jelas riwayat ini tidak ada disinggung oleh para Muhadditsiin, mereka menolaknya dengan yakin sebagai hadits yang palsu dan tidak dapat dipercaya. Dengan nada yang sama, para mufassir besar Al-Qur’an seperti Imam Razi, telah menyatakan bahwa riwayat itu tidak berguna dan kosong dari kebenaran.5 Selain itu, di antara para sufi seperti Ibnu ‘Arabi mengutarakan, ‘Tidak ada kebenaran dalam riwayat tersebut.’6
Jadi, tidak ada riwayat seperti itu yang mendukung penyekutuan kepada Allah Yang Maha Esa.
Sumber: MuhammadFactCheck.org – Did Prophet Muhammad initially permit idol worship?
Penerjemah: Syafia Taherah
1 Mirza Bashir Ahmad, Seal of the Prophets, Volume 1,209-11 (2011)
2 ‘Umdah al-Qārī Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Vol. 19, pg. 313, Kitāb Tafsīr al-Qur’ān, Sūrah al-Qamar, Under the verse “Fasjudū lillāhi wa‘budūhu” [Al-Najm (53:63)], Dār al-Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī, Beirut, Lebanon, Edition 2003.
3 Sharḥ al-‘Allāmah al-Zurqānī ‘ala al-Mawāhib al-Ladunniyyah, By Muḥammad bin ‘Abdul-Bāqī Al-Zurqānī, Vol. 2, pg. 25, Bāb Dukhūl al-Sha‘b wa Khabri al-Ṣaḥīfah, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebehon, First Edition (1996) (emphasis added).
4 Al-Minhāj bi Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim bin Al-Ḥajjāj, p. 533, Kitāb al-Masājid wa Mawāḍi‘ al-Ṣalāh, Bāb Sujūd al-Tilāwah, Dār Ibn Hazm, First Edition (2002)
5 Al-Tafsīr al-Kabīr, By Imām Muḥammad bin ‘Umar bin Al-Ḥusain Fakhr al-Dīn Al-Rāzī, Vol. 23, pg. 44-48, Tafsīr Sūrah al-Ḥajj, Verse 53, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Second Edition (2004).
6 Sharḥ al-‘Allāmah al-Zarqānī ‘ala al-Mawāhib al-Ladunniyyah, By Muḥammad bin ‘Abd al-Bāqī Al-Zarqānī, Vol. 2, pg. 25, Bāb Dukhūl al-Sha‘b wa Khabr al-Ṣaḥīfah, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebehon, First Edition (1996).