Benarkah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan terorisme dan jihad dalam menyebarkan Islam?
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hidup 23 tahun setelah pendakwahan beliau sebagai nabi. Di tahun-tahun pertama kenabiannya, beliau tinggal di Mekah selama 13 tahun dan menanggung penganiayaan yang berat bersama para sahabat, tetapi beliau tetap menahan diri. Setelah hijrah ke Madinah-pun, beliau terus diserang sehingga beliau terpaksa mempertahankan diri dari ancaman kebinasaan. Semua perang yang beliau lakukan bersifat defensif. Beliau tidak mengangkat pedang untuk memaksa siapapun untuk memeluk Islam, tidak juga para sahabat.
Para kritikus mengklaim bahwa ‘inti dari Islam adalah ideologi perang global’ dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diduga mendukung perang global ini melalui terorisme dan jihad.1
Kata jihad di dalam Al-Qur’an tercantum sebanyak 34 kali yang mengandung makna berjuang keras untuk memperbaiki diri2, memperbaiki masyarakat3, atau mempertahankan kebebasan berkeyakinan.4
Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam misalnya, menggunakan kata Jihad ketika menyebutkan tentang melayani orang tua5, menyempurnakan akhlak6, menunaikan ibadah Haji 7, dan perang defensif guna mempertahankan kebebasan berkeyakinan.8
Ketika kembali dari sebuah peperangan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, bahwa Jihad untuk memperbaiki diri sendiri lebih unggul daripada Jihad mempertahankan kebebasan berkeyakinan,
“Kami baru kembali dari jihad yang lebih rendah ke Jihad yang lebih besar.”9
Selain itu, Al-Qur’an melarang memerangi kelompok yang damai10 dan berulang kali menekankan pentingnya kebebasan berkeyakinan11, dan izin peperangan yang diberikan pun hanya untuk menegakkan kebebasan berkeyakinan dan membela diri dari para penyerang12. Al-Qur’an, seperti yang disebutkan sebelumnya, juga menegaskan bahwa agama apapun tidak dapat memonopoli keselamatan13, dan harus mendukung kerukunan beragama.14
Bukannya merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, para kritikus sering mengutip perkataan Abul Ala Maududi, ulama dan pendiri partai politik sayap kanan Jamaat-i-Islami Pakistan yang ekstrim.
Tidak diragukan lagi, Maududi dipengaruhi oleh filosofi ulama-ulama abad pertengahan dengan membagi dunia sebagai dua “Rumah” dan mengajarkan kekerasan terhadap non-Muslim dan juga terhadap Muslim yang berbeda pandangan. Pandangan Maududi itu tidak hanya bertentangan dengan Al-Qur’an tetapi juga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengecam ulama-ulama seperti itu:
“Ulama-ulama mereka akan menjadi makhluk yang paling di kolong langit. Perselisihan (fitnah) akan muncul dari mereka dan hal itu akan kembali kepada mereka.”15
“Akan datang suatu masa ketakutan dalam umatku, dan orang-orang akan beralih mencari bimbingan kepada ulama mereka, tetapi akan menemukan mereka seperti monyet dan babi.16
“Akan tiba suatu masa ketika tidak akan ada yang tersisa dari ilmu. Orang-orang akan menjadikan para pemimpin mereka yang bodoh dan mencari bimbingan dari mereka dalam masalah agama. Para pemimpin ini akan mengeluarkan fatwa tanpa ilmu. Mereka sendiri akan tersesat dan menyesatkan orang lain. 17
Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh, Khalifatul Masih IV Jamaah Muslim Ahmadiyah, menyangkal dengan tegas pandangan Maududi dalam karyanya yang terkenal, yaitu Pembunuhan Atas Nama Tuhan.
Kemudian Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as), Masih Mau’ud dan Almasih Yang Dijanjikan, pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah menulis sifat-sifat buruk sebagian ulama Islam lebih dari seabad lalu – bahkan sebelum lahirnya Maududi.
“Ketika para ulama ini bertemu penguasa saat ini, mereka membungkuk seolah siap untuk sujud; tetapi di antara mereka sendiri, mereka berulang kali bersikukuh bahwa negara ini adalah Darul Harb… Mereka berpegang teguh pada doktrin jihad mereka – yang sangat bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits — sehingga mereka memberi label dajjal dan menghalalkan pembunuhan bagi siapa pun yang keberatan … Mereka harus ingat bahwa pemahaman mereka tentang Jihad itu sangatlah keliru, dan rasa kemanusiaan akan menjadi korban pertamanya. Keyakinan mereka yang menyatakan bahwa Jihad diwajibkan saat ini karena di masa awal sudah diizinkan oleh Islam – sama sekali tidak benar… alasan mereka tidak berdasar. Dalam kondisi apapun Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengangkat pedang kecuali kepada mereka yang terlebih dahulu mengangkat pedang – yang telah membunuh tanpa ampun para pria, wanita, anak-anak yang tidak bersalah, sedemikian brutalnya sehingga saat ini jika membaca kekejaman itu maka akan menetes air mata kita.”18
Profesor Bernard Lewis menjelaskan bahwa konsep bom bunuh diri adalah penemuan abad ke-20 yang tidak memiliki dasar dalam Islam19, dan umat Islam yang mendukung terorisme – seperti Maududi – tidak mengetahui agama mereka sendiri.20
Para ahli hukum klasik tidak pernah menyetujui atau melegitimasi tindakan-tindakan yang sekarang kita sebut terorisme. Begitu juga tidak ada bukti penerapan terorisme seperti yang dipraktikkan saat ini21. Pejuang fanatik yang menawarkan kepada para korbannya pilihan Al-Qur’an atau pedang tidak hanya sebagai hal yang tidak benar tetapi juga mustahil. Dan secara umum, toleransi umat Islam kepada orang-orang kafir jauh lebih baik daripada yang terjadi di dunia Kristen… 22
Singkatnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang segala bentuk terorisme. Sebaliknya beliau mengajarkan para pengikutnya untuk berjuang memperbaiki diri sendiri. Karena hal itu akan selalu menjadi Jihad yang terbesar.
Sumber : MuhammadFactCheck.org – Did Prophet Muhammad teach Muslims to use terrorism and Jihad to spread Islam?
Penerjemah : Ine Siti Nurul
Catatan Kaki
1 Geert Wilders, Marked for Death: Islam’s War Against the West and Me, 78, 84 (2012).
2 Qur’an 2:219; 3:143; 4:96; 5:36, 5:55; 8:73, 8:75, 8:76; 9:16, 9:19, 9:20, 9:24, 9:41, 9:44, 9:79, 9:81, 9:86, 9:88; 16:111 22:79; 25:53; 29:7, 29:70; 47:32; 49:16; 60:2; 61:12.
3 Qur’an 2:219; 3:143; 4:96; 5:36, 5:55; 8:73, 8:75, 8:76; 9:16, 9:19, 9:20, 9:24, 9:41, 9:44, 9:73, 9:79, 9:81, 9:86, 9:88; 16:111; 22:79; 25:53; 29:7, 29:70; 47:32; 49:16; 60:2; 61:12.
4 Qur’an 3:143; 4:96; 5:36, 5:55; 8:73, 8:75, 8:76; 9:16, 9:19, 9:20, 9:24, 9:41, 9:44, 9:73, 9:81, 9:86, 9:88; 16:111; 29:7, 29:70; 47:32; 49:16; 60:2; 61:12; 66:10.
5 Seorang pria datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memohon izin kepada beliau untuk ikut dalam Jihad. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah orang tuamu masih hidup?” Dia menjawab benar. Rasulullah berkata kepadanya, “Kalau begitu, berusahalah untuk melayani mereka.” HR. Bukhari, Kitab 52.
6 Imam Ja’far al-Sadiq meriwayatkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan tentara ke medan perang. Setelah mereka berhasil kembali, beliau bersabda, “Berbahagialah mereka yang telah melakukan Jihad kecil dan belum melakukan Jihad besar. Ketika ditanya, “Apa itu jihad besar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jihad melawan diri sendiri.” Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, Vol. 19, hal. 182; Abu Dzhar bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “Jihad manakah yang terbaik?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Berjuang melawan hawa nafsu sendiri.” Bihar al-Anwar, Vol. 67.
7 Seorang pria datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! Saya telah dimasukkan sebagai anggota pasukan untuk Ghazwa (bergabung dalam perang dengan Rasulullah) dan istri saya akan pergi ibadah Haji.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kembalilah dan laksanakan ibadah Haji bersama istrimu.” Bukhari, Vol. 4, Kitab 52. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh para istri beliau tentang Jihad dan beliau menjawab, “Jihad terbaik untukmu adalah menunaikan ibadah Haji.” Bukhari, Vol. 4, Kitab 52.
8 Qur’an 22:40-42.
9 “Kashf al-Mahjub” by Ali bin Osman Hajvairi; “Al-Kashshaf” part 3 under commentary of Qur’an 22:78
10 Qur’an 60:9
11 Qur’an 2:5, 257, 273; 3:21, 86-92; 4:56, 80-81, 138; 5:91-93, 99-100; 6:67, 105-108, 112-113, 150; 10:100-101, 109; 11:29; 13:41; 16:83; 17:54-55; 18:30; 21:42; 22:18, 68; 24:55; 25:32, 42-44; 27:108-110, 92-93; 29:19; 36:8, 17-18, 31; 39:40-42; 42:7-8, 48-49; 43:8; 50:46; 51:57; 64:9-13; 67:26-27; 76:30; 84:7; 88:22-25; 109:2–7.
12 Qur’an 2:191; 22:40-42.
13 Qur’an 2:63, 112-114; 3:114-116; 5:67, 70; 7:160; 22:69.
14 Qur’an 3:65.
15 al-Baihaqi seperti dikutip dalam al-Mishkat, Kitabal-‘Ilm, Chap. 3 and Kanz al-‘Ummal, Chap. 6.
16 Kanz al-‘Ummal, Vol. 7.
17 Mishkat, Kitab al-Ilm, Chap. 3.
18 Mirza Ghulam Ahmad, British Government and Jihad, p. 8-9 (1900).
19 Bernard Lewis and Buntzie Ellis Churchill, Islam: The Religion and the People, p. 153 (Wharton School Publishing, 2008).
20 Id. at 145-50.
21 Id. at 151.
22 Id. at 156.