Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) di Hotel Adlon, Kempinski, Berlin. *
Pertama-tama, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para tamu yang telah menerima undangan kami dan telah bergabung pada malam ini. Di dunia saat ini, khususnya di negara-negara Barat dan negara maju, terdapat banyak perbincangan sengit seputar imigrasi dan dampaknya bagi masyarakat. Sebagian besar perbincangan itu mengarah pada imigran Muslim. Pemerintah dan masyarakat khawatir akan terjadi benturan peradaban dan mereka meyakini bahwa umat Islam adalah ancaman bagi masyarakat dan menganggap Islam tidak dapat berintegrasi ke dunia Barat.
Sebelum menanggapi wacana ini, penting untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ‘peradaban’? Dalam hal ini, saya akan menyampaikan definisi yang diberikan oleh Khalifah Jamaah Muslim Ahmadiyah yang kedua yang saya setujui sepenuhnya.
Menurut definisi tersebut, peradaban adalah kemajuan duniawi dan perkembangan masyarakat. Faktor-faktor yang menunjukkan kekuatan suatu peradaban di antaranya adalah kemajuan ekonomi, tingkat inovasi teknologi, kemajuan sarana transportasi dan komunikasi, dan kemajuan intelektual masyarakat. Begitu pula upaya suatu bangsa menegakkan perdamaian dan stabilitas, baik melalui penegakan hukum ataupun kekuatan militer atau dengan cara lain juga merupakan ukuran suatu peradaban.
Hal selanjutnya adalah budaya bangsa. Budaya adalah manifestasi dari pandangan dan sikap masyarakat terhadap permasalahan sosial dan praktiknya. Budaya didasarkan pada moralitas dan nilai-nilai agama serta tradisi suatu bangsa, bukan berdasarkan pada kemajuan materi.
Jadi peradaban adalah perkembangan materiil, teknologi dan intelektual dari suatu masyarakat, sedangkan budaya didasarkan pada tatanan agama, moral dan filosofis dari masyarakat.
Perbedaan antara peradaban dan budaya dapat dipahami dengan mudah jika kita melihat kembali periode awal kekristenan. Pada saat itu, Kekaisaran Romawi tengah berada di puncak kekuasaannya, bahkan sampai saat ini, Romawi masih dianggap sebagai salah satu peradaban terbesar dalam sejarah dunia. Karena kemakmuran duniawi, urbanisasi dan cara pemerintahan mereka, bangsa Romawi dianggap sangat beradab dan berpendidikan. Namun, kemajuan duniawi mereka tidak berbanding lurus dengan standar moralitas yang lebih tinggi.
Sebaliknya, di periode Kristen awal, masyarakat mereka tertanam budaya progresif. Kekristenan memberi pedoman kepada masyarakat suatu prinsip yang didasarkan pada agama dan moralitas, sementara orang-orang Romawi menetapkan hukum dan batasan-batasan duniawi.
Oleh karena itu, kemajuan dan perkembangan bangsa Romawi menunjukkan peradaban besar mereka, sedangkan agama Kristen menyediakan budaya yang tinggi kepada masyarakat. Seiring dengan waktu, agama Kristen menjadi agama utama Kekaisaran Romawi sehingga budaya yang didirikannya diadopsi oleh suatu peradaban besar. Persatuan dua hal besar ini meletakkan dasar nilai-nilai dan tradisi yang masih ada sampai saat ini di Barat, terlepas saat ini orang-orang Barat telah menjauh dari agama.
Terkait perbincangan tentang imigrasi, demografi di negara Barat telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. Para imigran datang dari banyak negara, tetapi arus kedatangan para imigran Muslim lah yang menyebabkan ketakutan dan perhatian paling besar. Penduduk setempat khawatir bahwa imigrasi massal dari negara-negara Muslim akan mengancam peradaban, budaya, dan nilai-nilai mereka yang telah ada selama berabad-abad.
Seperti yang telah saya jelaskan, kami menganggap peradaban itu sebagai kemajuan duniawi dan perkembangan masyarakat. Dan negara-negara berkembang bukannya tidak menyetujui, menentang atau menyangkal pertumbuhan dan kemajuan di Barat, tetapi mereka berupaya untuk menirunya. Jadi alih-alih peradaban Barat disingkirkan, kita justru melihat yang sebaliknya.
Melalui sarana transportasi dan komunikasi modern dunia kini telah menjadi desa global. Dengan munculnya televisi, media massa, khususnya internet maka saat ini tidak ada lagi yang tersembunyi di dunia ini, sehingga para penduduk yang tinggal di negara-negara miskin dapat menyaksikan bagaimana penduduk di negara-negara kaya menjalani hidupnya. Mereka terpengaruh oleh peradaban Barat dan berhasrat untuk mencapai tingkat kemajuan materi dan inovasi yang serupa.
Dengan demikian, pernyataan yang mengatakan bahwa peradaban Barat atau Eropa terancam oleh kehadiran umat Islam tidaklah beralasan; sebaliknya, peradaban Barat telah mempengaruhi seluruh dunia, termasuk dunia Muslim. Tetapi jika menyangkut kekhawatiran bahwa budaya agama dan moral bangsa Barat dapat terancam jika Islam menyebar di Eropa, maka itu adalah hal yang lebih dapat diterima, dan untuk ini saya akan membahasnya.
Pertama, tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang terus menjauh dari agama dan kecenderungan ini semakin parah di Barat. Di negara-negara Barat, setiap sensus yang dilakukan menunjukkan bahwa perhatian orang-orang semakin berkurang terhadap agama atau keyakinan pada Tuhan. Oleh karena itu, saya percaya bahwa peningkatan ateisme yang cepat merupakan ancaman yang jauh lebih besar bagi budaya Barat daripada ancaman dari Islam.
Nilai-nilai Barat telah berusia berabad-abad dan didasarkan pada tradisi keagamaannya dan terutama dari Kristen dan Yahudi. Tetapi kini nilai-nilai agama dan norma-norma budaya ini tengah diserang oleh mereka yang menolak semua bentuk agama dan kepercayaan.
Jadi, sebagai seorang pemimpin Muslim, saya percaya Anda sekalian harus melindungi warisan dan budaya Anda dengan berfokus pada upaya menekan kemerosotan agama dan membawa kembali orang-orang kepada agama dan kepercayaan, apakah itu agama Kristen, Yahudi atau lainnya. Seharusnya jangan karena kemajuan, nilai-nilai dan standar moral yang telah menjadi bagian masyarakat selama berabad-abad tiba-tiba ditinggalkan.
Saya juga percaya bahwa merosotnya agama di Barat adalah alasan utama mengapa orang takut kepada Islam, karena mereka tahu bahwa secara umum umat Islam masih berpegang teguh pada agama mereka. Oleh karena itu, saya ingin menjelaskan bahwa, terlepas dari apa yang Anda dengar atau baca di media, tidak ada alasan untuk takut pada Islam.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an adalah ajaran agama terakhir dan sempurna dan karena kecintaan dan kepatuhan kami pada Al-Qur’an kami yakin bahwa agama adalah urusan hati dan hal yang bersifat pribadi bagi setiap orang.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 257, Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa tidak boleh ada paksaan dalam hal agama. Oleh karena itu, non-Muslim tidak perlu takut bahwa umat Islam akan menyebarkan agama mereka dengan paksaan atau memaksakan pandangan mereka di Eropa ini. Ideologi kebencian dari minoritas Muslim yang menerapkan ekstremisme tidak memiliki korelasi dengan ajaran Al-Qur’an. Dan tentu saja, seperti telah saya katakan berkali-kali bahwa pemerintah dan para pemegang otoritas harus bertindak tegas kepada para ekstremis, baik itu Muslim atau non-Muslim.
Sejauh kaitannya dengan Ahmadiyah, kami percaya bahwa dalam keadaan apa pun Islam tidak mengizinkan penggunaan kekuatan atau paksaan dalam penyebaran agama. Lalu mengapa ada harus takut kepada Islam? Mengapa orang berpikir bahwa peradaban atau budaya mereka akan terancam oleh umat Islam?
Sekarang setelah menjelaskan perbedaan antara peradaban dan budaya dari perspektif Islam, saya ingin menyampaikan beberapa inti ajaran Islam.
Islam dan Hak-hak Sesama
Banyak tuduhan dan kesalahpahaman tentang Islam dan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) yang telah tersebar. Tentu tidak mungkin untuk membahas semua aspek ajaran Islam dalam waktu singkat, sehingga saya akan menyampaikan tentang hak-hak umat manusia yang telah diajarkan oleh Islam.
Terdapat ayat yang sangat penting tentang hak asasi manusia, yaitu surah An-Nisa ayat 37 yang berbunyi:
“Dan sembahlah Allah, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan berbuat baiklah teradap kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kekerabatan serta tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, handai taulan, musafir, dan mereka yang dimiliki tangan kananmu…”
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk menyembah-Nya, dan Dia juga memerintahkan mereka untuk memperlakukan orang tua mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang. Bagaimana mungkin ajaran yang mengharuskan umat Islam untuk mencintai dan menghormati orang tua mereka bertentangan dengan agama atau bangsa manapun?
Ayat ini juga menuntut umat Islam untuk memperlakukan kerabat dan orang-orang yang mereka kasihi dengan kebaikan dan penuh perhatian. Serta memerintahkan mereka untuk membantu dan menghibur masyarakat yang lemah dan kurang mampu, seperti anak yatim.
Dalam hal ini kami percaya bahwa salah satu cara utama untuk membantu orang miskin adalah melalui pendidikan. Jika anak-anak muda ‘broken home‘ dan miskin itu dididik, maka mereka akan terbebas dari belenggu kemiskinan. Peluang akan terbuka bagi mereka, tidak akan muncul sikap putus asa atau dendam, mereka akan tumbuh menjadi anggota masyarakat yang produktif dan tidak akan terpikat pada kehidupan yang liar atau budaya geng.
Inilah sebabnya, Jamaah Muslim Ahmadiyah memberikan penekanan besar pada pendidikan. Dengan sumber yang ada, kami telah membangun sekolah di berbagai negara Afrika dan memberikan beasiswa kepada siswa yang tidak mampu supaya mereka meraih pendidikan tinggi.
Menurut pandangan kami negara-negara kaya juga harus membantu negara-negara lemah dengan membangun fondasi yang kuat. Jika negara-negara miskin dapat membangun ekonomi dan infrastruktur mereka, penduduk mereka akan memiliki peluang di dalam negeri sehingga mereka tidak banyak memiliki alasan untuk bermigrasi ke luar negeri. Jika negara mereka stabil dan makmur, tentu saja wilayah dan dunia yang lebih luas akan mendapatkan manfaat.
Dalam ayat Al-Qur’an di atas, disebutkan secara khusus tentang memenuhi hak-hak tetangga, baik tetangga sesama Muslim ataupun non-Muslim; dan ayat tersebut menjelaskan batasan tetangga yang lebih luas. Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda bahwa Allah Ta’ala telah memberikan penekanan yang besar pada hak-hak tetangga sampai-sampai beliau berpikir bahwa tetangga itu termasuk dalam ahli waris seseorang.
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) juga mengajarkan bahwa seseorang yang tidak berterima kasih kepada sesama manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah. Sungguh prinsip yang indah! Jadi, di samping beribadah kepada Allah, penting bagi seorang Muslim untuk memenuhi hak-hak manusia.
Sekali lagi saya akan bertanya, bagaimana mungkin ajaran seperti ini dapat dianggap sebagai ancaman bagi peradaban Barat? Oleh karena itu, dalam pandangan saya, sungguh kontraproduktif jika Barat mengatakan bahwa Islam atau umat Islam tidak memiliki tempat di bagian benua ini.
Jika umat Islam yang datang ke sini berusaha untuk berintegrasi, memenuhi hak-hak tetangga dan memperjuangkan perdamaian dan perbaikan masyarakat, maka hal ini adalah sesuatu yang patut dipuji, bukannya dikecam atau dihukum.
Ketakutan Eropa pada Jihad Islam
Selanjutnya, sebagian orang berpendapat atau percaya bahwa Umat Islam diperintahkan untuk melakukan jihad, sehingga orang-orang Eropa takut jika umat Islam yang datang ke Barat akan mengobarkan perang untuk menegakkan peradaban dan budaya Islam dan menghancurkan kedamaian masyarakat. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengerti tentang apa itu Jihad dan mengapa perang agama terjadi pada periode awal Islam. Islam bukanlah agama yang haus darah atau kejam.
Suatu ketika seorang sahabat Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) ingin bergabung dengan balatentara Islam sehingga ia dapat ambil bagian dalam Jihad. Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kemudian menolak permohonannya dan mengatakan bahwa karena orang tuanya sudah sepuh, maka ia harus tetap di rumah, merawat mereka dan menganggap itu sebagai jihadnya. Jika tujuan Jihad adalah penaklukan, pertumpahan darah dan peperangan, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pasti akan menerima tawarannya dan sehingga dapat menambah kekuatan pasukan Muslim.
Saya harus mengklarifikasi bahwa memang di masa awal Islam melakukan perang agama, tetapi tujuannya tidak pernah untuk menaklukkan, menindas atau memaksa orang untuk menerima Islam. Perang itu diperjuangkan untuk melindungi institusi agama dan menegakkan prinsip kebebasan berkeyakinan.
Dalam Surah Al-Hajj ayat 40-41, Al-Qur’an dengan sangat jelas menyatakan bahwa jika para penyerang tidak dihentikan maka semua gereja, sinagog, kuil, masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya akan berada di bawah ancaman besar; karena itulah niat orang-orang kafir Mekah, untuk menghancurkan semua agama dari muka bumi. Jadi ini membuktikan bahwa Islam melindungi semua agama.
Kemudian, sehubungan dengan mendidik anak-anak, Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 152 menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh ‘membunuh anak-anak mereka’. Perintah ini mengamanatkan umat Islam untuk membesarkan anak mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang, membimbing mereka dengan akhlak dan mendidik mereka, sehingga mereka tumbuh menjadi individu yang cakap dan berakhlak, yang menjadi aset bagi masyarakat dan bangsa mereka.
Demikian pula, Islam telah mengajarkan umat Islam untuk membela hak-hak masyarakat yang lemah. Misalnya, dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 7, umat Islam wajib melindungi anak-anak yatim dari eksploitasi dan menjaga harta warisan mereka dengan penuh kejujuran sampai mereka mencapai usia ketika mereka dapat mengelolanya sendiri.
Islam Menghormati Kaum Wanita
Selanjutnya, tuduhan lain yang sangat umum di dunia Barat adalah umat Islam tidak menghormati wanita atau hak-hak mereka. Pertama-tama, harus dicatat bahwa Islam adalah agama pertama yang memberi hak waris bagi perempuan, hak untuk bercerai dan berbagai hak lainnya. Selain itu, Islam menekankan pentingnya mendidik anak perempuan dan memberi mereka kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang.
Bahkan dalam sebuah hadits yang terkenal, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda bahwa ‘surga terletak di bawah kaki ibu.’ Kata-kata ini menggambarkan peran penting wanita dan status mereka yang istimewa dan terhormat dalam masyarakat. Ibu adalah sosok yang memiliki kekuatan dan pengaruh untuk mengubah bangsa mereka menjadi surga di bumi dan sosok yang dapat membukakan pintu ke surga abadi bagi anak-anak mereka.
Kemudian dalam Surah An-Nisa ayat 20 Allah Ta’ala berfirman bahwa laki-laki Muslim harus memperlakukan istri mereka dengan penuh kasih dan hormat. Di negara-negara Barat, tidak ada hari tanpa laporan dari polisi atau pengadilan yang terpaksa turun tangan dalam menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang parah. Berbagai penelitian dan laporan, seperti laporan Kantor Statistik Nasional Inggris tahun 2018 menunjukkan bahwa kejahatan semacam itu tidak terkait dengan agama apa pun. Dan laporan lain baru-baru ini menunjukkan bahwa hal yang sama berlaku di Jerman ini. Dengan demikian, sama sekali tidak adil menyebut Islam sebagai agama yang misoginis.
Islam Menghormati Non-Muslim
Islam juga menuntut para pengikutnya untuk menghormati perasaan dan kepercayaan agama orang lain. Perjanjian Madinah adalah gambaran sejati dari ajaran ini di mana Taurat diakui dan dihormati sebagai kitab hukum orang-orang Yahudi.
Islam bahkan telah menetapkan hak-hak para musuh. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 191 Allah berfirman bahwa jangan melakukan ketidakadilan atau pelanggaran terhadap musuh, bahkan selama keadaan perang. Sangat disesalkan, dunia saat ini, yang bangga dengan peradaban yang lebih maju daripada era sebelumnya tetapi baik individu atau negara biasa mengabaikan hak-hak lawan, dan mereka melakukan kekejaman besar dan melakukan segala upaya untuk membalas dendam.
Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 9, Allah Ta’ala telah berfirman bahwa permusuhan kepada suatu bangsa atau orang lain tidak boleh menjadikan seseorang mengorbankan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan; Sebaliknya Islam mengajarkan bahwa dalam setiap kondisi, betapapun beratnya, Anda harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip keadilan dan integritas dan tidak akan pernah tersulut untuk membalas dendam.
Buah dari ajaran yang luar biasa ini, kita melihat contoh rahmat dan kasih sayang yang tak tertandingi yang ditunjukkan oleh Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pada saat Fatah Mekah. Sejarah menjadi saksi bahwa umat Islam banyak yang dibunuh, dijarah dan disiksa di Mekah dan akhirnya mereka diusir dari kampung halaman sehingga terpaksa berhijrah.
Namun ketika Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kembali ke Mekah dengan kemenangan, dan seluruh kota telah berada di bawah kekuasaannya, pernyataan pertama beliau adalah tidak ada tindakan balas dendam terhadap mereka yang telah menganiaya umat Islam secara brutal. Beliau mengumumkan bahwa sesuai ajaran Islam, semua orang yang telah menyiksa umat Islam langsung dimaafkan dan tidak ada yang akan diperlakukan tidak adil, tanpa menghiraukan apakah mereka menerima Islam atau tidak.
Revolusi moral lainnya yang dibawa oleh Islam dalam hal perhatian terhadap masyarakat lemah adalah berkaitan dengan perbudakan, yang sebelum Islam perbudakan begitu merajalela dan dianggap sebagai hal yang lumrah.
Dalam Surah An-nur ayat 34 Al-Qur’an menyatakan bahwa jika seorang budak mencari kebebasan, ia harus dibebaskan dan jika dikenakan sejumlah biaya, maka biaya tersebut harus masuk akal, dapat diangsur dengan mudah atau bahkan bisa dibebaskan sama sekali.
Di dunia saat ini perbudakan fisik memang tidak ada lagi, tetapi telah digantikan oleh perbudakan ekonomi, di mana hubungan antara negara-negara adikuasa dengan negara yang lemah tidak ubahnya seperti hubungan seorang majikan dan budaknya. Sebagai contoh, pinjaman yang disamarkan dalam bentuk paket bantuan diberikan oleh negara-negara kaya kepada negara-negara yang lebih lemah yang tidak memiliki pilihan selain menerima segala syarat yang menyertainya.
Tingkat bunga yang mencekik selalunya akan menjadi pinjaman jangka pendek yang menyebabkan kesengsaraan dan kewajiban jangka panjang. Puncaknya adalah negara yang gagal membayar hutang tidak punya pilihan selain tunduk pada kehendak bangsa yang kuat. Perbudakan seperti itu benar-benar tidak bermoral.
Sejak awal, Islam juga telah menetapkan hak-hak non-Muslim dan menganjurkan umat Islam untuk menahan diri demi perdamaian dan persatuan masyarakat. Sebagai contoh, dalam Surah Al-An’am ayat 109, Al-Qur’an menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh memaki sembahan-sembahan orang-orang yang tidak beragama, karena hal itu akan menyulut mereka untuk memaki Allah Ta’ala.
Dalam waktu yang singkat ini, saya hanya dapat menyebutkan beberapa poin tentang hak-hak manusia yang ditetapkan oleh Islam. Saya berharap apa yang saya jelaskan dapat meyakinkan Anda bahwa Islam bukanlah ancaman bagi peradaban Barat atau budaya mereka. Jika ada umat Islam yang merampas hak-hak non-Muslim, maka artinya mereka telah menolak ajaran Islam atau tidak mengindahkannya.
Kesimpulannya, kita tengah hidup di dunia yang mengkhawatirkan dan saya takut kondisi genting yang kita hadapi ini semakin meningkat setiap saat.
Orang-orang harus menyadari bahwa kata-kata dapat memiliki dampak yang lebih luas. Jadi daripada berbicara tentang benturan peradaban, atau sengaja menyulut ketegangan antara masyarakat yang berbeda, masing-masing harus menahan diri dari menyerang ajaran agama lain.
Alih-alih menetapkan kekangan pada ekspresi keagamaan, kita harus menyadari bahwa kita semua adalah bagian dari satu ras manusia yang sudah semakin terhubung dibandingkan masa sebelumnya. Kita harus menyadari keragaman kita dan berfokus membangun persatuan sehingga perdamaian jangka panjang dapat terbentuk di dunia ini.
Namun saat ini kita menyaksikan hal sebaliknya. Negara-negara Muslim dan non-Muslim sama-sama menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan dunia yang lebih luas dan mereka melabrak batas-batas keadilan dan moralitas demi mengejar tujuan mereka. Mengingatkan kita pada masa-masa kelam di masa lalu, blok-blok dan aliansi yang saling berseberangan telah terbentuk dan nampaknya dunia sangat berhasrat mengundang kehancurannya.
Saat ini, banyak negara yang menggunakan bom nuklir atau senjata perusak lainnya yang memiliki potensi menghancurkan peradaban seperti yang kita kenal. Siapa bilang senjata-senjata ini tidak akan pernah digunakan atau berakhir di tangan yang salah? Sekali saja senjata nuklir digunakan, maka bukan kita saja yang akan menanggung dampaknya, tetapi anak-anak kita dan generasi mendatang juga akan menderita karena dosa-dosa kita. Anak-anak dari generasi mendatang akan terlahir catat, baik fisik ataupun intelektual. Harapan dan impian mereka hancur disebabkan kesalahan orang lain.
Apakah ini yang ingin kita wariskan kepada generasi mendatang?
Tentunya tidak!
Jadi, alih-alih menyulut api kebencian, baik karena perbedaan agama dan etnis atau untuk tujuan politik, kita harus menyadari tanda-tanda peringatan dan mengubah cara kita sebelum terlambat.
Terlepas dari perbedaan kita, marilah kita saling bersatu dan bekerja dengan semangat saling menghormati, toleransi dan kasih sayang untuk perdamaian dunia dan menegakkan kebebasan berkeyakinan.
Akhir kata, sekali lagi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda yang telah bergabung bersama kami malam ini.
Sumber: Alislam.org – Islam and Europe – A Clash of Civilisations?
Penerjemah: Jusmansyah
* Pada tanggal 22 Oktober 2019, Pemimpin Dunia Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah Kelima, Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) menyampaikan sebuah pidato bersejarah di jantung kota Berlin, berjudul ‘Islam and Eropa: Benturan Peradaban?’ Tiga dekade setelah simbol perpecahan, tembok Berlin dirobohkan, Huzur mendesak para pemimpin dan pemerintah saat ini untuk menghancurkan tembok-tembok kebencian dan konflik yang sangat mengganggu masyarakat saat ini. Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) berpidato di hadapan para tamu yang terdiri dari sekitar 80 pejabat tinggi dan tokoh-tokoh berpengaruh seperti Anggota Bundestag (Parlemen), diplomat, akademisi, pemimpin agama dan perwakilan media, di Hotel Adlon, Kempinski. Beliau secara berbicara tentang anggapan umum bahwa kehadiran Islam dan umat Islam merupakan ancaman bagi peradaban dan budaya Barat. Sebelum pidato utama, beberapa pembicara terkemuka naik ke panggung dan menyampaikan kekaguman mereka kepada Jamaah Muslim Ahmadiyah dan upaya mereka dalam menyebarkan pesan perdamaian Islam di seluruh dunia, serta komitmen mereka dalam melayani umat manusia. Di antara mereka adalah Abdullah Wagishauser, Presiden Nasional Jamaah Muslim Ahmadiyah Jerman yang memberikan sambutan, Frank Heinrich (Partai CDU), Anggota Parlemen Omid Nouripour (Partai Hijau), Anggota Parlemen dan Niels Annen (Partai SPD), Menteri Negara di Kantor Luar Negeri Federal dan Anggota Parlemen.