Salah satu alasan yang karenanya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jemaat Islam Ahmadiyah diberi label “kafir” adalah karena beliau dianggap menentang jihad. Di bawah ini kami berikan intisari dari tulisan-tulisan beliau yang di dalamnya beliau memberikan penjelasan tentang jihad seperti apa yang beliau larang. Sangatlah mudah untuk mengetahui dari tulisan-tulisan beliau tersebut bahwa jihad yang ditentang oleh beliau adalah penyebaran Islam melalui pedang. Jihad yang semacam itu tidak memiliki landasan baik di dalam Al-Quran dan juga Hadits-hadits Rasulullah Saw. Al-Quran bahkan menentang jihad semacam itu dengan mengatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama (QS. 2: 257). Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan di dalam artikel ini bahwa peperangan yang terjadi di masa-masa awal Islam adalah semata-mata untuk mempertahankan diri belaka dan Islam sangat mengutuk umat Islam yang degil yang berpikir hendak menjadi syahid/martir dengan cara membunuh orang-orang non muslim yang tidak bersalah.
Sesungguhnya pemahaman jihad yang demikian itu justru telah menampilkan wajah Islam dalam bentuk yang sangat buruk serta akan menimbulkan rasa permusuhan dan kebencian di kalangan non-muslim terhadap Islam. Semua orang akan gemetar jika berkumpul bersama dengan muslim yang fanatik seperti itu, yang dalam waktu yang singkat, ia mungkin saja menjadi Martir dan melakukan apapun yang mendukung hal tersebut. Hal ini tentu akan menghancurkan tujuan utama dari agama Islam itu sendiri yaitu akan memenangkan hati seluruh umat manusia dengan cara menyebarkan ajaran-ajarannya yang penuh dengan cinta dan kasih sayang.
Siapa saja yang membaca artikel ini dapat menilai sendiri, apakah dengan menolak pemahaman jihad yang dilakukan dengan cara menumpahkan darah tersebut, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad layak disebut seorang “kafir” ataukah justru pantas dipuji sebagai seorang “Pembela Islam”?
***
Tidaklah benar sama sekali apabila ada anggapan bahwa saat inillah waktunya untuk beralih kepada pedang dan senjata untuk menyebarkan agama Islam yang sejati dan kebenaran. Pedang, bagaimana pun juga adalah cara yang sangat bertentangan dalam mengungkapkan keindahan dan kecemerlangan dari suatu kebenaran. Pedang justru membuat orang-orang ragu dan membuat mereka berpaling. Orang-orang yang memilki pandangan seperti itu bukanlah sahabat Islam tapi mereka justru adalah musuh Islam yang sangat berbahaya. Mereka memliki motif yang sangat keji, watak yang jahat, jiwa yang buruk, berpikiran pendek, tidak berakal. Tidak diragukan lagi justru merekalah yang membuka jalan bagi munculnya keberatan-keberatan terhadap Islam. Mereka berkeyakinan bahwa Islam membutuhkan senjata untuk perkembangan dan kemajuannya, yang berarti itu menodai kesuciannya serta menuangkan noda di atas namanya yang suci. Agama yang dapat dengan mudah membuktikan kebenaran serta menampilkan keunggulannya melalui dalil-dalil intelektual, tanda-tanda samawi atau kesaksian terpercaya lainnya, tidak memerlukan senjata untuk mengancam manusia dan memaksa mereka mengakui kebenaran agama tersebut. Suatu agama berhak disebut agama bila sesuai dengan logika. Apabila bertentangan dengan logika, dan ia harus menutupinya dengan membuat argumen untuk menggunakan pedang, maka tidak butuh argumen lain untuk membuktikan kepalsuannya. Pedangnya akan memotong tenggorokannya sendiri sebelum mencapai orang lain.
Jika terdapat keberatan bahwa di masa awal, Islam menggunakan pedang, karenanya itu menjadi legalitas tindakan jihad, kami nyatakan bahwa keberatan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan keadaan di masa awal Islam. Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan senjata untuk menyebarkan agama. Bahkan, agama Islam melarang dengan sangat keras pemaksaan dalam perkara keimanan. Agama Islam mengatakan dengan sangat jelas, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Lalu, mengapa kemudian mengangkat pedang? Kondisi pada saat itu sedemikian rupa sehingga perang terpaksa dilakukan, namun tidak ada kaitannya dengan penyebaran agama sama sekali. Perang yang dilakukan tersebut berhubungan dengan usaha mereka untuk mempertahankan hidup. Singkatnya, keadaan yang dimaksud sebagaimana berikut ini:
Penduduk padang pasir Arab, yang tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, menaruh rasa kebencian terhadap Islam sejak awal mula kemunculannya dan kemudian menjadi musuh yang sangat keji. Alasan dari kebencian mereka tersebut dapat dengan mudah dipahami. Ketika Ketauhidan dan kebenaran-kebenaran agama Islam disebarkan secara terbuka kepada kaum musyrik Mekkah, dalil-dalil jitu mengenai penyembahan berhala begitu berkesan dalam pikiran mereka dan mereka diberitahu bahwa sungguh amat rendah sekali derajat manusia, makhluk ciptaan Allah Taala yang paling sempurna, apabila harus tunduk dan sujud kepada patung-patung berhala tersebut, mereka tidak dapat menerima keyakinan baru tersebut berdasarkan argumen yang dikemukakan.
Penjelasan-penjelasan tersebut menyebabkan timbulnya satu gerakan yang mendukung Islam di antara mereka yang lebih berakal. Tali persaudaraan menjadi hancur, sehingga anak berpisah dari orang tuanya dan saudara laki-laki berpisah dari saudaranya. Hal ini sangat meresahkan mereka dan mereka melihat dengan jelas bahwa agama palsu nenek moyang mereka harus diselamatkan, maka harus ada tindakan-tindakan yang keras untuk menghentikan perkembangan agama baru tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam kemudian disiksa dengan begitu kejam dan semua upaya terus dilakukan tanpa terkecuali guna menghalangi jalan menuju agama yang baru tersebut. Orang-orang yang mempelajari sejarah permulaan Islam tentu mengetahui dengan baik, begitu kejamnya perlakuan yang diberikan kepada pengikut-pengikut awwalin dan banyak mereka yang dibunuh dengan darah dingin. Akan tetapi, segala perlakuan keji dan kejam tersebut tidak mencegah orang-orang untuk menerima kebenaran. Bahkan pandangan sekilaspun cukup untuk meyakinkan seseorang akan kesucian agama Islam dan ajaran-ajarannya yang masuk akal dibandingkan dengan penyembahan berhala.
Pada akhirnya, ketika musuh-musuh Islam melihat bahwa perlakuan kejam yang mereka lakukan ternyata gagal dan agama nenek moyang mereka terancam musnah dan digantikan oleh agama Islam saat ini, maka mereka merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi, rencana mereka itu pun gagal. Allah Taala menyelamatkan Rasul-Nya dengan membawa beliau saw ke Medinah. Kaum kafir tidak dapat tidur dengan nyenyak di rumah-rumah mereka setelah mereka mendengar bahwa agama yang telah mereka aniaya itu kini mendapatkan ruang di tempat lain. Mereka mengejar umat Islam hingga ke tempat baru mereka itu dan tidak ada yang dapat memuaskan mereka kecuali kehancuran umat Islam. Lalu, apa yang dapat Islam lakukan di dalam kondisi dan keadaan seperti itu selain mempertahankan diri mereka sendiri? Atas kesalahan apa sehingga umat Islam dibunuh dengan sangat kejam dan tidak diperbolehkan untuk melindungi diri mereka sendiri? Lalu mengapa bukannya yang menyiksa saja yang didenda dan dihukum? Peperangan yang dilakukan umat Islam dengan demikian tidak dilakukan dengan tujuan mendapatkan pengikut baru, akan tetapi semata-mata untuk melindungi nyawa umat Islam yang tidak bersalah. Dapatkah sebuah pengadilan yang adil menerima kesimpulan bahwa Islam tidak mampu membuktikan dirinya sebagai agama yang paling masuk akal dibandingkan dengan kepercayaan penduduk padang pasir arab? Dapatkah pikiran yang tanpa prasangka percaya bahwa orang-orang yang telah tenggelam begitu dalamnya ke dasar penyembahan berhala dan benda-benda yang tak bernyawa dan yang telah larut dalam setiap perbuatan yang buruk dapat mengalahkan agama Islam yang mulia, dan bahwa kegagalan dalam pembuktiannya membuat agama ini menggunakan pedang untuk menambah jumlah pengikutnya? Mereka yang mengemukakan keberatannya terhadap Islam telah terbukti bersalah dan mereka mengabaikan fakta-fakta kebenaran Islam.
Namun demikian, benar bahwa Ulama Islam dan Missionaris Kristen sama-sama layak untuk disalahkan atas segala tuduhan-tuduhan yang tidak adil terhadap Islam tersebut. Ulama, sambil berpura-pura mendukung Islam, telah menanamkan doktrin Jihad yang salah ke dalam pikiran orang-orang awam melalui ceramah-ceramah mereka yang berulang-ulang. Di satu sisi, mereka disesatkan oleh fatwa dari Ulama dan di sisi lain oleh tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh misionaris Kristen. Doktrin jihad didukung oleh bukti-bukti dari dua saksi yang saling berlawanan, sehingga validitasnya tidak dapat dipertanyakan lagi oleh umat. Apabila misionaris mengambil jalan lain dan menyatakan bahwa fatwa dari ulama adalah berdasarkan kesalahpahaman pada sejarah awal Islam, dan bahwa situasi saat itu membuat umat Islam harus mengangkat senjata, maka gagasan tentang Jihad akan terhapus dari muka bumi. Namun mereka tidak pernah melihat konsekuensi dan kesalahpahaman dari agama mereka sendiri telah menghalangi mereka dari pemahaman terhadap kebenaran.
Perlu juga dinyatakan di sini bahwa izin untuk mempertahankan diri dan membunuh musuh-musuh Islam tidak diberikan kepada kaum Islam sampai penduduk arab – karena penindasan dan kekejaman yang melampaui batas, dan penumpahan darah orang-orang yang tidak bersalah – membuat mereka sendiri bersalah dan layak untuk dihukum mati. Akan tetapi pengampunan diberikan kepada orang-orang semacam mereka yang telah memeluk Islam. Persatuan dalam agama menciptakan suatu hubungan persaudaraan sedemikian rupa sehingga segala kesalahan dan dosa masa lalu dilupakan. Di sinilah beberapa musuh Islam menentang dan dari sini pulalah mereka mengambil satu kesimpulan yang salah bahwa agama baru tersebut dipaksakan kepada orang-orang yang belum beriman. Padahal sebenarnya, permasalahannya justru kebalikannya dari apa yang dipikirkan oleh para penuduh. Tidak ada paksaan di sini. Ini semata merupakan ganjaran kepada mereka yang telah mengarahkan diri mereka memang bertanggung jawab atas kematian. Terlihat sangat aneh jika memahami kondisi ini sebagai hukuman terhadap kekerasan. Mereka layak untuk dibunuh, bukan karena mereka tidak beriman kepada misi dari Nabi, akan tetapi karena mereka telah membunuh banyak sekali jiwa-jiwa yang tidak berdosa. Hukuman maksimal telah diberikan kepada mereka, kasih sayang dari Allah Yang Maha Rahman memberi mereka kesempatan lagi untuk menghindarkan diri dari hukuman berat ini. Dia mengetahui bahwa walaupun mereka telah menentang Islam selama bertahun-tahun, akan tetapi sebenarnya ajaran Islam yang sejati telah mereka bawa pulang ke rumah mereka masing-masing dan mereka mengerti dengan baik akan kesia-siaan penyembahan berhala. Oleh karena itu, karunia-Nya yang ditawarkan kepada mereka sebagai satu kesempatan walaupun setelahnya, hukuman yang adil akan dijatuhkan pada mereka, guna meraih pintu Maaf dan Pengampunan dari-Nya atas dosa-dosa mereka. Hal ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa bukanlah tujuan dari agama Islam untuk membunuh orang-orang yang tidak mau beriman, akan tetapi agama Islam dengan ikhlas memaafkan bahkan sekalipun perbuatan mereka pantas diberi hukuman mati.
Islam juga harus berjuang menghadapi kesulitan-kesulitan lainnya. Prasangka terhadap agama ketika itu sangatlah kuat sehingga jika seorang anggota suku masuk Islam, maka ia akan dihukum mati atau diancam akan dihukum mati dan penyiksaan begitu kejinya sedemikian rupa sehingga kehidupan ini seolah-olah adalah sebuah beban bagi dirinya. Oleh karena itu, Islam harus menghadapi kesulitan untuk menegakkan kebebasan dalam beragama dan untuk tujuan mulia ini, maka terpaksa dilakukan peperangan. Peperangan yang terjadi di masa permulaan Islam terjadi dengan alasan-alasan yang sebagaimana telah dipaparkan di atas dan Islam tidak pernah mengggunakan pedang untuk penyebaran agama atau untuk tujuan-tujuan lainnya. Berbagai macam upaya telah dilakukan untuk menunjukkan eksistensi dari agama Islam. Islam tidak mengangkat senjata atas kehendaknya sendiri melainkan karena terpaksa melakukannya. Islam harus mempertahankan dirinya dan menghadapi musuh-musuh yang sangat berbahaya. Akan tetapi di kemudian hari, ketika prinsip-prinsip utama tersebut telah dilupakan, maka doktrin tersebut dipahami dengan cara yang berbeda dan kaum munafik melihatnya dengan penuh kebencian. Akan tetapi kesalahan tersebut tidak dapat ditujukan kepada Islam. Sumber yang darinya agama Islam menyebar sangatlah suci dan tidak tercemar oleh apapun jua. Sehingga, doktrin semacam itu dianggap sebagai ajaran Islam karena ulah orang-orang fanatik yang berpikiran sempit, yang tidak peduli akan hidup seseorang sebagaimana manusia sendiri hendaknya peduli akan kehidupan seekor burung. Akan tetapi, darah dari orang-orang yang tidak bersalah di masa lalu rupanya masih belum memuaskan mereka. Mereka memiliki Mahdi yang penuh darah yang disiapkan untuk dunia ini serta akan menampilkan wajah Islam yang paling buruk dihadapan seluruh dunia. Sehingga semua orang akan mengetahui bahwa Islam senantiasa menggunakan cara-cara pemaksaan dan menggunakan senjata untuk penyebarannya. Sama sekali tidak benar apabila kita ingin memenangkan hati manusia dengan cara-cara seperti itu. Nampaknya seolah-olah yang membuat doktrin semacam ini tidak merasa puas dengan penghinaan dan juga kebobrokan moral dewasa ini, Islam sudah sangat menderita. Akan tetapi mereka ingin membawa Islam jatuh lebih dalam lagi ke dalam jurang kehinaan. Orang-orang seperti itu adalah pencela dalam agama Islam. Akan tetapi, Allah Taala saat ini menghendaki agar Islam hendaknya tidak dilabeli dengan celaan-celaan seperti itu dan tidak lagi berada di bawah awan gelap. Sungguh sangat sulit sekali mengetahui bahwa para penentangnya yang tidak memikirkan hal ini telah menanamkan dalam pikiran mereka bahwa sejak awal, Islam menggunakan pedang/senjata untuk menambah jumlah pengikutnya.
Inilah waktunya bahwa segala tuduhan-tuduhan tersebut harus dihilangkan dari wajah Islam. Jika para ulama bersatu padu untuk menghilangkan segala keburukan dari umat Muhammad, mereka hendaknya melakukan satu kebaikan yang sifatnya abadi dan berkesinambungan serta memberikan karunia kepada para penganut agama lain. Penjelasan lebih lanjut berkenaan ajaran-ajaran agama Islam akan mengungkapkan keunggulan dan keindahan dari agama islam itu kepada khalayak umum, dan kesalahpahaman yang selama ini dipahami oleh para penentangnya akan berubah menjadi kekaguman. Gumpalan debu akan hilang sirna, mereka kemudian akan mampu mendapatkan cahaya dari sumber cahayanya langsung. Hal ini jelas merupakan bukti karena tidak ada seorang pun yang akan mendekati seorang pembunuh berdarah dingin. Setiap orang takut kepadanya, perempuan dan anak-anak gemetar di hadapannya dan dia terlihat seperti orang gila. Seorang penentang dari sebuah agama yang asing tidak akan dapat melewati satu malam pun dengannya apabila ia memilih untuk menjadi martir dengan mengorbankan hidupnya. Kejadian seperti itu biasa terjadi di kalangan masyarakat perbatasan yang bodoh dan berpikir bahwa satu perbuatan yang menumpahkan darah cukup untuk membawa si pembunuh ke surga dan memberinya rahmat. Merupakan rasa malu bagi pengikut Muhammad karena masyarakat asing tidak dapat hidup berdampingan sebagai tetangga mereka. Mereka tidak dapat mempercayai mereka dalam waktu singkat dan tidak dapat mengharapkan kebaikan pada saat dibutuhkan. Mereka tidak menganggap diri mereka aman diantara para penganut pemikiran martir yang tersembunyi ini.
Sebuah contoh dari perkara ini terjadi akhir-akhir ini di Qadian. Pada tanggal 20 November lalu, seorang warga Eropa datang ke Qadian. Ketika itu, beberapa pengikutku tengah berkumpul membicarakan hal-hal berkenaan dengan agama. Sang musafir tersebut berdiri dan menjauh dari perkumpulan tersebut dan berbicara dengan suara yang pelan. Nampaknya dia merasa takut. Dia berkata bahwa dia sering melihat pengikut Muhammad yang telah melakukan perbuatan yang sangat mengerikan dengan membunuh umat Kristen. Dia menyebutkan beberapa kejadian tertentu sebagai contoh yang di dalamnya diperlihatkan kekejaman yang dilakukan oleh pengikut Muhammad. Kemudian dijelaskan kepadanya bahwa sekte Islam yang ini, yaitu Ahmadiyah, sangat membenci doktrin/ajaran semacam itu dan membenci pula orang-orang yang mengikuti dokritn tersebut. Ahmadiyah telah mengemukakan keberatannya atas perbuatan jahat ini. Atas penjelasan tersebut, dia merasa puas dan tinggal di sini selama satu malam.
Ada satu pelajaran yang terkandung dalam cerita tersebut bagi ulama-ulama yang pro Jihad. Perkembangan dari doktrin yang mengerikan tersebut di kalangan umat Islam telah menimbulkan luka yang langgeng bagi kepentingan Islam dan menimbulkan kebencian di hati bangsa-bangsa lain. Mereka tidak percaya akan simpati yang mereka berikan selama doktrin yang berbahaya tersebut masih melekat di dalam diri mereka. Mereka tidak dapat membentuk opini yang baik kecuali beberapa dari mereka, yang tidak memiliki kehidupan religius dan tidak begitu percaya dengan agama mereka sendiri. Tidak ada yang patut bertanggung jawab atas segala kesalahpahaman ini kecuali umat Islam itu sendiri. Pihak yang patut disalahkan yang telah mencegah dunia untuk mengenali kebenaran Islam yang sesungguhnya terletak pada para Ulama yang mengajarkan doktrin yang buruk yang bertentangan dengan kemanusiaan. Bagaimana bisa agama yang ajaran-ajarannya berasal dari Tuhan membutuhkan tebasan pedang untuk dapat masuk dan menjangkau hati manusia? Anggapan seperti itu cukup untuk menjauhkan orang-orang dari menerima kebenaran. Agama yang benar adalah, agama yang sifat dan kekuatannya serta dalil-dalil yang meyakinkan, lebih kuat daripada pedang yang paling tajam, bukan agama yang menggantungkan pada pedang untuk eksistensinya.
Penerjemah: Mln. Irfan Hafidhur Rahman
Editor : Damayanti Natalia
Sumber : Alislam – Jihad with Sword