KESEMPURNAAN ALLAH
Allah itu Bersih dari Segala Cacat
“KITAB SUCI AL-QURAN mengemukakan bahwa Allah swt itu bebas dari segala cacat dan tidak memiliki kecenderungan merugi. Dia menginginkan agar manusia mensucikan dirinya dari segala kekotoran melalui ketaatan kepada petunjuk yang telah diberikan-Nya. Dia telah berfirman:
وَمَن كانَ في هٰذِهِ أَعمىٰ فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعمىٰ
‘Barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat pun ia akan buta juga’ (QS.17 Bani Israil:73).
“Artinya, barangsiapa yang tidak memiliki wawasan di dunia ini dan tidak mampu melihat Wujud yang tanpa banding tersebut, akan buta juga setelah matinya dan terkungkung dalam kegelapan. Begitu juga dengan manusia yang dikaruniai wawasan dalam kehidupan ini untuk menyaksikan Tuhan dan ia tidak membawa wawasan tersebut dari dunia ini bersama dirinya, maka ia pun tidak akan dapat melihat Allah swt di akhirat. Allah Yang Maha Kuasa telah menjelaskan dalam ayat di atas, kemajuan seperti apa yang diinginkan dari manusia dan berapa jauh yang dapat dicapai manusia jika mengikuti petunjuk-Nya. Allah swt mengemukakan petunjuk dalam Al-Quran yang jika diikuti akan memungkinkan manusia melihat Wujud-Nya bahkan dalam kehidupan sekarang ini. Kita diajarkan untuk:
فَمَن كانَ يَرجو لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صالِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
‘Barangsiapa mengharap akan bertemu dengan Tuhan-nya, hendaklah ia beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan siapa-jua pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya’ (QS.18 Al-Kahf:111).
“Artinya, barangsiapa yang menginginkan bertemu dengan Tuhan yang Maha Pencipta, dalam kehidupan sekarang ini, haruslah berlaku saleh, atau dengan kata lain, perilakunya bersih dari segala cacat dan tindakannya itu tidak untuk mengagulkan diri atau pun untuk dibanggakan. Amalannya tidak boleh cacat atau kurang sempurna, tidak juga berbau apa pun yang tidak konsisten dengan kecintaan pribadinya kepada Allah swt. Semua kegiatannya harus bernafaskan ketulusan dan keimanan. Ia tidak akan menyekutukan apa pun kepada Allah swt dan tidak akan menyembah matahari atau bulan, atau air atau api, pokoknya tidak ada apa pun yang disembahnya selain Tuhan. Ia tidak boleh mengagungkan sarana duniawi sedemikian rupa sehingga ia tergantung kepadanya dan menjadikannya sebagai sekutu Tuhan. Tidak juga semata-mata bergantung kepada usaha dan upayanya sendiri karena ini juga merupakan bentuk mempersekutukan Tuhan. Walaupun ia telah melakukan segala-galanya, ia harus menganggapnya sebagai belum melakukan apa pun. Ia tidak akan membanggakan diri atas pengetahuan yang dimilikinya, tidak juga bergantung kepada amalannya. Ia harus menganggap dirinya sangat bodoh dan malas, dimana jiwanya selalu bersujud di hadapan Allah Yang Maha Perkasa. Ia akan menarik rahmat Tuhan kepada dirinya melalui doanya. Ia harus seperti orang yang kehausan dan tanpa daya yang menemukan mata air di depannya yang berair jernih dan manis, dimana ia merangkak ke arah mata air itu serta mencucupkan bibirnya dan minum sepuasnya dari mata air itu sehingga ia benar-benar kenyang. Dalam Al-Quran, Allah swt menguraikan sifat-sifat-Nya sebagai:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿ ﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿ ﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿ ﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ
‘Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Esa, Allah Yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan dan tidak pula Dia diperanakkan, dan tiada seorang pun menyamai Dia”’ (QS.112 Al-Ikhlas:2-5).
“Artinya, Tuhan kita adalah Maha Esa dalam Wujud-Nya dan dalam Sifat-sifat-Nya. Tidak ada wujud lainnya yang bersifat abadi dan tegak dengan sendirinya seperti Wujud-Nya. Begitu juga sifat-sifat dari wujud lain yang menyamai Sifat-sifat-Nya. Pengetahuan seseorang membutuhkan seorang guru dan itu pun tetap terbatas. Pengetahuan Tuhan tidak memerlukan guru dan tanpa batas. Kemampuan pendengaran seseorang tergantung kepada udara dan bersifat terbatas, tetapi sifat mendengar Allah swt bersifat inheren dan tanpa batas. Kemampuan penglihatan manusia tergantung kepada adanya cahaya matahari atau sumber sinar lainnya serta bersifat terbatas, sedangkan penglihatan Tuhan adalah berasal dari Nur yang inheren dalam Wujud-Nya dan tanpa batasan apa pun. Kemampuan manusia untuk mencipta tergantung pada sarana dan waktu serta bersifat terbatas. Kemampuan Allah swt mencipta tidak bergantung pada apa pun, tidak juga pada waktu dan bersifat tanpa batas. Semua sifat-sifat-Nya tanpa banding dan tidak ada apa pun yang sepadan dengan Wujud-Nya atau pun sifat-sifat-Nya. Jika ada sifat-Nya yang dianggap cacat maka keseluruhan sifat-Nya juga pasti akan cacat dan karena itu ke-Esaan-Nya tidak bisa ditegakkan sepanjang belum menyadari bahwa Dia itu tidak ada yang menyamai dalam Wujud-Nya. Dia bukan putra siapa pun dan tidak ada siapa pun yang menjadi putra-Nya. Dia itu tegak dengan sendiri-Nya dan tidak membutuhkan ayah atau pun anak. Inilah Ketauhidan yang diajarkan Al-Quran dan menjadi dasar dari agama kita.”
(Khutbah Lahore, Lahore, Rifahi Aam Steam Press, 1904; Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 152-155, London, 1984).
***
“ALLAH SWT TELAH MEMERINTAHKAN kepadaku untuk memberitahukan kepada para anggota Jemaatku bahwa mereka yang beriman dengan keimanan yang tidak dinodai oleh keduniawian, tidak diwarnai oleh kemunafikan dan kepengecutan serta tidak mempunyai cacat dalam ketaatannya, adalah mereka yang akan memperoleh keridhoan Allah swt, dan Allah swt mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang kakinya teguh berdiri pada ketulusan. Mereka yang memiliki telinga, dengarlah apa yang diinginkan Tuhan dari diri kalian. Yang diinginkan adalah kalian secara keseluruhan menjadi milik-Nya dan tidak akan menyekutukan apa pun dengan Wujud-Nya, baik di langit mau pun di bumi.
Tuhan kita adalah yang Maha Esa yang hidup sekarang ini sebagaimana Dia itu hidup sebelumnya, yang berbicara sekarang sebagaimana Dia berbicara dahulunya, yang mendengarkan sekarang sebagaimana Dia mendengarkan di masa lalu. Adalah dusta pandangan yang menyatakan bahwa Dia itu sekarang hanya mendengar dan tidak berbicara lagi. Sesungguhnya Dia itu mendengar mau pun berbicara. Semua sifat-sifat-Nya bersifat abadi tanpa akhir. Tidak ada dari sifat-Nya lalu menjadi uSang tidak berguna. Dia adalah wujud yang tanpa sekutu, tidak memiliki anak atau pun isteri pendamping. Dia adalah wujud yang tanpa padanan, tidak ada satu pun yang menyamai-Nya, yang sifat-sifat-Nya tunggal dan tidak berbagi dengan siapa pun. Tidak ada kekuasaan-Nya yang cacat apa pun. Dia itu dekat tetapi juga jauh, dan Dia itu jauh tetapi sesungguhnya dekat. Dia bisa memanifestasikan Wujud-Nya dalam bentuk apa pun kepada mereka yang bisa melihat kasyhaf tetapi Dia itu tanpa tubuh dan tanpa bentuk. Dia itu berada di atas segalanya, namun tidak bisa dikatakan bahwa ada seseorang di bawah-Nya. Dia berada di atas Arasy-Nya tetapi tidak bisa dikatakan bahwa Dia tidak berada di bumi. Dia merangkum dalam Diri-Nya semua sifat-sifat yang sempurna dan merupakan manisfestasi dari semua keagungan. Dia itu adalah sumber mata air dari semua keluhuran dan merangkum keseluruhan kekuasaan dalam Wujud-Nya. Semua rahmat bersumber dari Diri-Nya dan segala-galanya kembali kepada-Nya. Dia adalah Penghulu dari semua kerajaan dan memiliki semua sifat-sifat yang sempurna. Dia itu bebas dari segala cacat dan kelemahan.
Menjadi kewajiban bagi semua yang ada di langit dan di bumi untuk menyembah-Nya. Tidak ada apa pun yang berada di luar kemampuan-Nya. Semua jiwa dan kemampuan yang dimilikinya, semua partikel berikut kemampuannya adalah ciptaan-Nya. Tidak ada apa pun yang mewujud dengan sendirinya tanpa melalui Dia. Dia memanifestasikan Diri-Nya melalui kekuasaan-Nya serta tanda-tanda-Nya dan kita bisa menemukan Dia hanya melalui Dia saja. Dia akan memanifestasikan Diri-Nya hanya kepada mereka yang bertakwa dan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada mereka. Dengan cara demikian itulah Dia dikenali dan itulah jalan yang diakui yang telah mendapat perkenan-Nya.”
“Dia melihat tanpa bantuan mata fisik dan mendengar tanpa telinga fisik serta berbicara tanpa lidah fisik. Sudah menjadi fungsi-Nya menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Seperti yang seolah-olah kalian lihat dalam mimpi, Dia menciptakan dunia tanpa melalui sarana apa pun dan menunjukkan apa yang mewujud berupa segala sesuatu yang fana dan non-eksis. Demikian itulah kekuasaan-Nya. Bodoh sekali manusia yang menyangkal kekuasaan-Nya dan sungguh buta mereka yang tidak menyadari kedalaman-Nya. Dia melakukan segala sesuatu dan bisa melakukan segala hal kecuali yang bertentangan dengan harkat-Nya dan berlawanan dengan janji-Nya. Dia itu Maha Esa dalam Wujud-Nya, dalam sifat-sifat-Nya, dalam tindakan-Nya dan dalam kekuasaan-Nya. Semua pintu menuju Diri-Nya tertutup kecuali satu pintu yang dibukakan oleh Al-Quran.”
(Al-Wasiyyat, Qadian, Magazine Press, 1905; Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 309-311, London, 1984).
Kesempurnaan Allah: Segala Puji Bagi Allah swt
SEGALA PUJI MILIK ALLAH SWT. Segala puji milik Tuhan Yang Maha Benar yang merangkum di dalam Wujud-Nya semua sifat-sifat yang sempurna dan yang nama-Nya adalah Allah. Dalam istilah Al-Quran, Allah swt adalah nama dari Wujud yang sempurna yang patut disembah dan yang merangkum dalam Diri-Nya segala hal yang bersifat sempurna, bebas dari segala cela dan Yang Maha Esa yang tidak mempunyai sekutu serta menjadi sumber mata air dari semua karunia. Dalam Kitab Suci-Nya, Allah Yang Maha Perkasa menguraikan nama-Nya Allah swt yang merangkum dalam Wujud-Nya segala sifat dari nama-nama dan sifat lainnya. Tidak ada nama lain yang memiliki derajat demikian. Allah swt merangkum semua sifat-sifat yang sempurna.”
“Dengan demikian ucapan Alhamdulillãh, mengandung arti bahwa semua pujian, yang terbuka maupun yang tersembunyi, berkaitan dengan kesempurnaan wujud atau pun keajaiban alamiah, merupakan karakteristik Allah swt dan tidak ada satu pun yang menjadi sekutu bagi-Nya. Ucapan tersebut juga berarti bahwa semua pujian tulus dan sifat-sifat sempurna yang bisa terjangkau oleh fikiran seorang bijak, atau pun yang bisa dibayangkan oleh seorang pemikir, telah terangkum di dalam wujud Allah swt. Tidak ada satu pun sifat unggulan yang tidak dimiliki oleh Allah swt. Tidak ada seorang bijak pun yang bisa mengatakan bahwa ada sifat unggulan yang tidak ada pada Allah Yang Maha Kuasa. Semua unggulan sifat yang mungkin bisa dipahami manusia, sudah ada pada wujud-Nya. Dia itu sempurna dari segala sudut pandang, baik dalam wujud-Nya mau pun dalam sifat-sifat-Nya serta keunggulan-keunggulan lainnya, dan Dia sepenuhnya bebas dari segala kekurangan. Inilah kebenaran yang membedakan agama yang benar dengan agama yang palsu.”
Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 47-52, ISBN 185372-765-2