Khotbah Idul Adha: Esensi Pengorbanan adalah Ketakwaan

Khutbah Jumat, sahabat rasulullah

بسم الله الرحمٰن الرحيم – نَحْمَدُهُ وَ نُصَلِّيْ عَلٰى رَسُوْلِهِ الْكَرِيْمِ

KHOTBAH IDUL ADHA

Hadhrat Khalifatul Masih V atba

Tanggal 21 Juli 2021/10 Dzulhijjah1442 H

di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ   وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ   أَمَّا بَعْدُ…  فأعوذ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم  بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥)  اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ (٧). آمين.

لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآءُهَا وَلٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذٰلِكَ شَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلٰى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

“Sekali-kali daging-daging kurban itu tidak akan sampai kepada Allah dan tidak pula darahnya, akan tetapi ketakwaan kalianlah yang akan sampai kepada-Nya; Demikianlah Dia menundukkannya untuk kalian, supaya kalian mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan pada kalian dan berilah kabar suka pada orang-orang yang berbuat kebajikan.” – QS Al-Hajj,22:38

Hari ini adalah ‘Īdul-qurbān yang kita namakan juga ‘Īdul-Adhā’, pada Hari Raya ini orang-orang muslim menyembelih hewan-hewan kurban yaitu kambing, domba, sapi, unta dengan disertai interes dan kesediaan, maka di dunia Islam ratusan ribu dari antara hewan-hewan itu disembelih. Di Makkah saja ratusan ribu hewan kurban disembelih dalam Ibadah Haji. Sejak dua tahun lalu, di Makkah tidak ada izin umum untuk orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dikarenakan Covid, sesungguhnya ada izin untuk jumlah terbatas jamaah Haji, karena itulah disebabkan jumlah jamaah haji dibatasi, kurban-kurban yang disembelih juga dengan jumlah yang terbatas di dalam ibadah haji. Adapun dalam kondisi-kondisi normal, maka di Makkah saja disembelih ratusan ribu hewan kurban yang tidak memungkinkan menyimpan daging-dagingnya, adapun daging-daging yang disimpan, dikatakan, itu dikirim ke negara-negara miskin oleh Pemerintah [Arab Saudi].

Perlu diperhatikan juga, karena tidak memungkinkan untuk menyimpannya terkadang daging-daging itu menjadi sia-sia, maka informasi-informasi [seperti] ini juga masuk. Ini berkenaan dengan ibadah haji, umumnya di dunia Islam kita melihat disembelihnya puluhan juta hewan kurban pada hari-hari haji, seperti halnya kita juga memperhatikan adanya saling berlomba-lomba dalam membeli hewan-hewan kurban yang besar dan mahal karena didorong oleh ria agar para pembelinya dapat mengumumkan pada publik bahwa mereka telah berkurban dengan kurban-kurban yang besar dan mereka berbangga diri dengan itu.

Adapun penduduk Pakistan, sekarang ini mereka mulai merasa bangga karena mereka tidak memperkenankan orang-orang ahmadi menyembelih hewan-hewan kurban pada Idul Adha, karena menurut mereka orang Ahmadi adalah nonmuslim. Di tiga hari Id itu adalah haknya orang-orang muslim saja memotong hewan-hewan kurban, dan karena itulah tidak diperkenankan bagi orang ahmadi mana pun menyembelih hewan-hewan kurban apa pun. Anehnya lagi, pemerintah yang diberikan amanah memerintah atau pun lembaga-lembaga pelaksana undang-undang melarang orang-orang ahmadi berkurban karena pendapat-pendapat orang-orang yang mengaku ulama yang penentang ini. Walau bagaimana pun, dalam hal ini di beberapa daerah, para pejabat yang baik hati, mereka menghormati orang-orang ahmadi sampai ke tahap mereka mengatakan pada orang-orang ahmadi bahwa mereka [boleh] memotong hewan-hewan kurban asalkan tidak secara terang-terangan, tidak secara demonstratif, jika tidak, maka perasaan para ulama akan terluka dan timbullah fitnah, maka inilah rujukan (titik balik) negeri ini yang telah mencapai tahap ini. Di mana saja timbul upaya-upaya untuk pelaksanaan agamanya orang-orang yang mengaku ulama dengan mengatasnamakan Islam, dan pemerintah berkonsolidasi dengan mereka atau terpaksa untuk tetap diam [tidak bereaksi]. Namun, itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan Ajaran Islam.

Walhasil, sejarah Jemaat Ahmadiyah memberikan kesaksian bahwa merupakan kebiasan para penentang Ahmadiyah mereka sebisa mungkin menerapkan segala cara untuk mendatangkan kesulitan pada orang-orang ahmadi, dan [konsep] ini meliputi mereka dan kian meningkat, sebab dari itu selalunya karena mereka kosong dari ketakwaan. Mereka melakukan kezaliman dengan mengatasnamakan Allah dan Rasul-Nya Saw mereka anggap bahwa mereka tengah banyak-banyaknya melakukan pengkhidmatan pada Islam dan meraih standar-standar kesalehan dan kebaikan yang tertinggi. Walau bagaimana pun suatu hari Allah akan memberikan hukum: apakah itu takwa dan siapakah orang-orang yang bertakwa, apakah standar-standar kebaikan dan siapakah yang berada di atas kebenaran menurut pandangan Allah dan siapakah yang keliru

Adapun kita, maka kita menyerahkannya pada Allah Ta’ala dan memohon pertolongan hanya pada-Nya, dan apabila kita tetap berserah pada-Nya dengan menempuh jalan ketakwaan, maka sudah tentu pertolongan Allah akan menyertai kita, insyā’a-llāh.  

Allah Ta’ala sudah berfirman di dalam ayat yang saya tilawahkan bahwa Allah sekali-kali tidak menerima pengurbanan hewan-hewan yang besar lagi mahal dari kalian, andai saja tidak terdapat ketakwaan pada diri kalian. Dia tidak berhajat pada daging-daging dan darah [hewan kurban] kalian, oleh karena Dia tidak memerlukan hajat-hajat ini.

Kalaulah demikian, tidak ada alasan atas kita untuk bersedih karena kita dicegah dari memotong hewan-hewan kurban atau pun karena ulama-ulama dan orang-orang pemerintahan menyita hewan-hewan kurban kita, mereka membawa daging hewan-hewan kurban itu pada beberapa tempat sembari mereka mengatakan bahwa “… siapa pun yang baginya tersedia kurban dan mereka [pejabat pemerintah] mengetahui hal itu, sebenarnya itu tidak halal untuknya bahkan haram atasnya …” oleh karena itu mereka membawa hewan kurban itu, saya tidak tahu bagaimana bisa daging yang disembelih oleh orang ahmadi menjadi halal bagi mereka! 

Pendek kata, ketika kita berniat menyembelih kurban dengan menempuh jalan ketakwaan, maka sesungguhnya Allah swt mengatakan: Sesungguhnya itu makbul di sisi-Ku, adapun apabila kurban itu kosong dari ketakwaan, maka itu hanya penyembelihan kurban semata yang sia-sia.

Adalah kewajiban kita menempatkan ketakwaan dalam acuan ketika mencapai amal apa pun. Kita bernasib baik, bahwa Allah swt telah memberikan taufik pada kita untuk beriman pada Masih Mau’ud dan Mahdi Ma’hud as yang telah mengajarkan pada kita Hakikat takwa dalam cahaya Al-Qur’an dan Sunnah. Tidak ada alasan lagi kita bersedih hati dan merasa gelisah karena tidak tersedia kesempatan menyembelih kurban untuk kita, apabila kita tetap beramal sesuai jalan yang diajarkan pada kita oleh Imam Zaman dan kita tetap dalam ketakwaan, maka sesungguhnya niat kita yang lurus menyembelih kurban akan diterima di sisi Allah, insyaallah. Sebagaimana terdapat di dalam suatu Riwayat bahwa Allah Ta’ala menerima ibadah hajinya orang yang tetap berada dalam ketakwaan semata-mata karena niatnya yang lurus, ia mendermakan biaya-biaya berhaji demi memenuhi kebutuhan orang yang berkebutuhan dan Allah swt tidak menerima ibadah hajinya orang-orang yang melaksanakan manasik haji secara amaliah. Dengan demikian, penting sekali memahami bahwa pangkal atau akarnya itu adalah ketakwaan, amalan-amalan itu tidak memiliki nilainya tanpa ada ketakwaan.

Sekarang saya ingin memberitahukan pada kalian segala jenis ketakwaan yang Hadhrat Masih Mau’ud as beriradah menghidupkannya bagi para pengikutnya, maka apabila kita menciptakan itu pada diri kita, maka kita menjadi orang-orang yang bernasib baik, dan jika tidak, manakala kita telah menyembelih kurban dan pengurbanan itu tidak ada kaitannya dengan ketakwaan dan tidak terdapat di balik itu pemikiran bahwa kita berkurban demi mencari ridha Allah Ta’ala semata, maka tidak ada faedahnya. Takwa itu telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dalam banyak sekali ayat. Hadhrat Masih Mau’ud as menerangkan pada kita di banyak kesempatan Hakikat Takwa dari beragam sudut pandang, tempatkanlah ajaran itu di dalam benak bahwa apabila kita meresapi itu, maka kita akan berjaya.

Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan bahwa:

لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآءُهَا وَلٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Allah Ta’ala telah menempatkan dalam Syariat Islam banyak contoh dari hukum-hukum penting, maka seorang insan itu diperintahkan mengurbankan dirinya di jalan Allah dengan segenap daya dan eksistensinya. Kurban-kurban lahiriah telah dijadikan contoh untuk hal tersebut, namun tujuan sebenarnya adalah pengurbanan ini sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآءُهَا وَلٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ. Maksudnya: bertakwalah pada Allah seakan-akan kalian hampir mati di jalan-Nya. Apabila ketakwaan itu lebih rendah dari taraf ini, ketakwaan itu kurang.

Maka inilah standar tersebut, maka ketakwaan sejati yaitu bahwa setiap pengurbanan mengonsentrasikan kita pada: kita harus menyambut secara sempurna perintah-perintah Allah swt. Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Jika shalat dan puasa secara lahiriah tidak disertai dengan keikhlasan dan ketulusan, maka keduanya itu tidak memiliki keistimewaan. Para pendeta Hindu dan ahli-ahli ibadah [yogi, petapa, ahli spiritual lainnya] juga mereka menjalankan mujahadah-mujahadah besar sesuai dengan pandangan mereka. Dapat diperhatikan di banyak kesempatan bahwa sebagian mereka menanggung banyak kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan yang ekstrim, sampai-sampai lengan-lengan mereka mengecil (dimana mereka memposisikan tangan mereka secara tetap pada satu posisi selama berhari-hari sehingga aliran darah menjadi terhenti, tangan-tangan mereka menjadi kurus kering), walakin kesengsaraan dan penderitaan ini tidak memberikan suatu nur pada mereka dan mereka tidak mendapatkan ketenangan atau ketenteraman, justru kondisi batin mereka menjadi buruk. Mereka menjalankan mujahadah-mujahadah jasmani yang tidak memiliki keterkaitan dengan batin dan tidak memberikan efek pada keruhanian mereka, karena itulah Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an berfirman:

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 37)

لَنْ يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآءُهَا وَلٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Pada hakikatnya adalah Allah Ta’ala tidak menyukai kulit, justru Dia menghendaki inti. [Apakah inti atau pangkal itu, apakah ruhnya dan apakah hasrat-hasrat kalbumu? Inti tersebut adalah apa-apa yang dicintai oleh Allah, dan jika tidak, ibadah-ibadah dan amalan-amalan lahiriah tidak merupakan sesuatu, Hadhrat Masih Mau’ud as telah menginterupsi, di sini ada suatu pertanyaan, maka beliau bersabda: (Pada maqām ini suatu pertanyaan sudah ditawarkan bahwa, “Jika daging dan darah tidak sampai kepada-Nya, maka apa perlunya pengurbanan-pengurbanan? Demikian pula, Apabila berpuasa dan shalat itu berhubungan dengan ruh, maka apa perlunya gerakan-gerakan lahiriah? Jawabannya adalah: Memang benar bahwa mereka yang berlepas dari memfungsikan jasmani, tidak akan diterima oleh ruh juga dan tidak menciptakan di dalamnya kekhusyukan dan ubudiah yang merupakan maksud hakiki. Dan mereka yang hanya memfungsikan tubuh saja tanpa mengikusertakan ruh, mereka juga melakukan kekeliruan yang besar. Para rahib dan ahli-ahli ibadah [yogi, petapa, ahli spiritual lainnya] termasuk ke dalam kelompok ini. [mereka mengaryakan jasmani saja dan tidak mempunyai keterkaitan dengan ruh) sungguh Allah Ta’ala sudah mempertalikan antara jasad dan ruh. Tubuh memberikan pengaruh terhadap ruh … Ringkasnya, sesungguhnya rangkaian keruhanian dan jasmaniah dua-duanya berjalan berdampingan seiring sejalan dan bahu-membahu. Ketika kekhusyuan tercipta di dalam ruh, akan tercipta juga kekhusyukan di dalam tubuh, karena itulah ketika ketawadukan dan kerendahan hati tercipta di dalam ruh, maka sudah otomatis pengaruh-pengaruhnya juga nampak dalam tubuh, demikian pula ketika pengaruh-pengaruh yang khas terjadi di dalam tubuh, ruh juga akan mendapatkan pengaruhnya. [Al-Hakam, Jilid V Nomor 8, pada 28 Februari 1903].

Apabila kalian melakukan sesuatu yang bersifat lahiriah dengan menempatkan acuan bahwa itu adalah demi Allah, tentu yang bersifat lahiriah itu berefek juga pada ruh. Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as memperingatkan bahwa Jemaat secara khusus perlu memperhatikan ketakwaan:

“Sesungguhnya Jemaat kita secara khusus sangat memerlukan ketakwaan, maka mereka yang telah baiat dan menggabungkan diri pada seseorang yang mengaku bahwa ia adalah utusan Allah Ta’ala, itu supaya mereka selamat dari seluruh petaka, baik mereka yang dijangkiti oleh berbagai macam dengki dan iri hati dan beragam jenis syirik, atau pun mereka yang tamak terhadap dunia sampat titik terjauh.

Kalian tahu bahwa seseorang apabila menderita suatu penyakit berbahaya ataupun biasa, maka ia tidak akan kembali sehat selama tidak melakukan terapi pengobatan dan sungguh-sungguh berusaha untuk berobat. Maka sekiranya nampak pada mukanya sebuah bintik hitam, tentu ia akan dilanda kegelisahan yang sangat karena merasa khawatir bahwa bintik hitam itu akan terus membesar dan seluruh wajahnya menjadi hitam. Seperti itu pula, kemaksiatan akan meninggalkan noda hitam pada kalbu insan, (untuk mencuci bintik hitam ini perlu ketakwaan dan istighfar dan mesti memperhatikan hal itu. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

 “Sesungguhnya hal-hal kecil akan berubah menjadi hal-hal besar karena memandang gampang dan remeh. Hal-hal kecil adalah bintik hitam tersebut yang akan menjadi besar hingga muka menjadi hitam seluruhnya. (Jika kalian tidak menaruh perhatian terhadap perkara-perkara kecil dan kesalahan-kesalahan kecil, tentu sedikit demi sedikit akan menjadi hal-hal yang besar).

Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Pemurah sebagaimana Dia juga Maha Menaklukkan lagi Maha Menuntut balas. Sesungguhnya Dia ketika melihat suatu Jemaat banyak mengajukan klaim-klaim [mereka mengeklaim bahwa mereka telah melakukan ini dan itu atau mereka akan melakukan ini dan itu), namun amalan-amalan Jemaat itu tidak sesuai dengan pengakuan-pengakuannya, maka kemarahan dan kemurkaan Allah akan berkobar, (kasih sayang dan kemurahan-Nya tidak akan berfaedah untuk mereka dan bangkitlah kemurkaan-Nya karena mereka mengeklaim suatu hal dan melakukan hal yang lain), maka orang-orang kafir akan menimpakan hukuman pada Jemaat itu.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang yang menelaah Tarikh mengetahui bahwa berkali-kali orang-orang muslim terbunuh oleh tangan orang-orang kafir, sebagai contoh: Jenghish Khan dan Hulaku Khan melancarkan vandalisme terhadap mereka. Allah Ta’ala telah menjanjikan pertolongan dan pemeliharaan pada orang-orang muslim, namun seiring dengan itu mereka menjadi orang-orang yang dikalahkan. (Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman : Sekiranya kalian berjihad di jalan-Ku, maka Aku akan menolong kalian, namun di sini terjadi hal sebaliknya orang-orang muslim mendapatkan serangan-serangan, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda : “Meskipun Allah Ta’ala menjanjikan pada orang-orang muslim dengan kemenangan dan perlindungan, mereka telah menjadi orang-orang yang dikalahkan) dan contoh-contoh kejadian seperti ini telah terjadi berkali-kali, dan hal itu tidak lain melainkan karena Allah ketika melihat bahwa Jemaat ini bersaksi dengan : لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ tapi kalbunya berpaling dari itu dan secara amaliah betul-betul tamak terhadap dunia, maka cengkeraman dan kemurkaan Allah akan menimpa mereka.” [Malfūzāt Jilid I].

Sungguh itu merupakan suatu maqām ketakutan yang besar, maka selama kita beriman pada Hadhrat Masih Mau’ud dan berjanji bahwa kita akan mengutamakan agama di atas dunia, maka semestinya kita memeriksa kalbu kita setiap saat dan kita memperhatikan apakah kita kita tengah berupaya dengan ketulusan hati untuk menjalankan hukum-hukum Allah ataukah tidak?

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan tanda-tanda seorang mutaki:

 “Kita harus selalu memeriksa tingkat kemajuan kita dalam hal kesucian dan ketakwaan, dan standar untuk menggambarkan itu adalah Al-Qur’an. (Maksudnya: Kita memperhatikan apa yang diperintahkan oleh Al-Qur’an, Al-Qur’an telah memerintahkan banyak perintah dan kita harus memperhatikan perintah-perintah itu dan menempatkan standar ini di hadapan kita dan kita melihat hingga batas mana kita mengamalkannya, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda 😉 Allah Ta’ala telah menerangkan bahwa tanda-tanda orang-orang bertakwa itu adalah Allah Ta’ala akan menyelamatkan mereka dari keburukan-keburukan dunia dan akan menjamin urusan-urusan mereka, maka Dia berfirman:

 وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهٗ مَخْرَجًا*وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

 وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ

maksudnya: bahwa dia yang bertakwa pada Allah, Allah akan membuatkan untuknya satu jalan keluar dari setiap perkara yang menimpanya dan menyediakan untuknya sarana-sarana rezeki dari mana saja yang tidak disangka-sangka. Maksudnya: bahwa yang termasuk ciri-ciri seorang mutaki itu bahwa Allah Ta’ala tidak menjadikannya tertekan oleh kebutuhan-kebutuhan yang tidak ada faedahnya sama sekali.

Sebagai contoh: Seorang pebisnis berpandangan bahwa bisnisnya tidak akan berkembang tanpa melakukan dusta dan kebohongan, (maksudnya: selagi ia belum berdusta dan tidak mempromosikan produk-produknya dengan berbohong, maka sekali-kali ia tidak akan sukses dalam penjualannya), maka ia tidak menghindari dusta dan berlagak bahwa ia terpaksa melakukan itu. Tapi ini benar-benar batil, maka sesungguhnya Allah sendiri memelihara dan melindungi orang bertakwa dari situasi-situasi yang akan memaksanya mengatakan yang tidak hak. Ketahuilah bahwa orang yang meninggalkan Allah, Allah akan meninggalkannya, orang yang Tuhan Yang Maha Pemurah tinggalkan, pasti setan akan mendukungnya. (Kemudian setan maju ke arahnya, mendekatinya dan menguasainya) kalian jangan mengira bahwa Allah Ta’ala itu lemah, sekali-kali tidak! Justru Dia sangat luar biasa kekuatan-Nya lagi kokoh, maka sekiranya kalian bertawakal pada-Nya dalam urusan-urusan kalian, tentu saja Dia akan menolong kalian (وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ – siapa yang bertawakal pada Allah, maka Dia cukup baginya). Mukhāthab pertama di antara dua Mukhāthab (yang dibicarakan) dalam ayat-ayat ini adalah ahlud-dīn (ahli agama), maksud dan tujuan utama mereka adalah agama dan telah menyerahkan urusan dunia mereka pada Allah Ta’ala, karena itu Allah memberikan ketenteraman pada mereka, karena Aku menyertai kalian.

Ringkasnya, sesungguhnya yang termasuk keberkatan-keberkatan takwa adalah Allah Ta’ala akan menyelamatkan insan yang bertakwa dari kesulitan yang menghalang-halanginya dari melakukan pengkhidmatan pada agama. [Malfūzhāt, Jilid I], maka Dia tidak meninggalkan seorang mutaki tanpa sandaran, dan sekiranya kita memahami hal ini, tentu urusan dunia dan akhirat kita akan menjadi baik.

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Kita dapati dalam Kalam Allah Ta’ala bahwa orang-orang bertakwa itu adalah mereka yang berjalan dengan penuh kelembutan dan ketenangan, mereka tidak berbicara dengan perkataan yang dihiasi kebohongan dan tipu daya, bahkan perkataan mereka itu seperti tutur katanya orang kecil terhadap orang yang lebih tua. Kita harus selalu melakukan hal yang di dalamnya terdapat kemajuan kita. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak berlaku sewenang-wenang terhadap seorang pun, sesungguhnya Dia teristimewa hanya menghendaki ketakwaan, maka seorang yang bertakwa akan mencapai derajat yang tinggi. Rasulullah Saw atau pun Nabi Ibrahim as tidak mewarisi kehormatan apa pun dari seorang pun. Tidak diragukan lagi bahwa kita meyakini bahwa Abdullah, ayahanda Nabi Saw bukan seorang musyrik, betapa pun beliau tidak mewariskan kenabian dan sesungguhnya Nabi Saw mendapatkan kehormatan dengan nubuah sebagai karunia dari Allah.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 23)

Sesungguhnya beragam jenis sifat lurus yang terdapat dalam fitrat Nabi Saw, itulah yang berada di balik turunnya karunia ini pada beliau Saw. Sesungguhnya sifat jujur dan takwa Nabi Ibrahim as selaku bapaknya para nabi, itulah yang menjadikan beliau as tidak bimbang dalam penyembelihan puteranya, lalu beliau sendiri dilemparkan pada api dan mempersembahkan pengurbanan. Perhatikanlah kelurusan hati dan kesetiaan junjungan kita dan majikan kita, Muhammad Rasulullah Saw, maka beliau menghadapi berbagai serangan jahat dan menanggung beragam jenis penderitaan dan rasa sakit, namun beliau tidak mengindahkannya sama sekali, dan karena kelurusan hati dan karena kesetiaan inilah Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya, karena itulah Allah Ta’ala berfirman:

(*إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا*   Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat pada Nabi Saw, Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kepadanya dan berilah salam kepada beliau dengan sebaik-baiknya – QS Al-Ahzāb, 33: 57).

Sesungguhnya ayat ini mengungkapkan pada kita bahwa amal perbuatan Nabi Saw telah mencapai keagungan yang mana Allah Ta’ala untuk menyampaikan sanjungan atas keagungan tersebut tidak menggunakan dan menentukan sifat keagungan tersebut dengan suatu kata tertentu. Tidak diragukan lagi bahwa bisa saja digunakan kata-kata yang pantas untuk itu, tapi Allah tidak mempergunakannya sama sekali, itu karena amal-amal saleh dari Nabi Saw telah melampaui sifat tersebut. Allah Ta’ala tidak memakai ayat seperti ini untuk menghormati nabi lain mana pun. Ruh Nabi Saw berhiaskan kelurusan dan kesetiaan, amal perbuatannya diridhai di sisi Allah Ta’ala yang mana Dia memerintahkan manusia untuk selalu berselawat atasnya sebagai bentuk syukur atas nikmat ini. Beliau telah mencapai perhatian dan kelurusan hati dimana kita tidak memperoleh taranya sekalipun kita mengarahkan pandangan pada setiap sudut dan penjuru.

Sebagai contoh: perhatikanlah Hadhrat Masih Mau’ud as supaya kalian mengetahui sisi pengaruh semangat atau sisi ruhani kelurusan dan kesetiaan Hadhrat Masih Mau’ud as pada para pengikutnya. Semua tahu betapa sulitnya memperbaiki insan yang buruk perilakunya dan bagaimana menyucikan seseorang dari kebiasaannya yang buruk itu sepertinya adalah suatu perkara yang mustahil, tapi Nabi kita yang suci Saw telah membuat ribuan orang yang lebih jahat daripada binatang buas menjadi [orang-orang] baik. Sebagian dari mereka tidak membeda-bedakan antara istri, ibu dan anak-anak perempuan seperti binatang-binatang ternak; mereka memakan harta anak-anak yatim dan harta-harta orang yang sudah meninggal, sebagian mereka adalah para penyembah bintang, sebagian mereka adalah atheis dan sebagian mereka menyembah benda-benda yang lainnya. Apa halnya Jazirah Arab? Jazirah Arab merupakan kumpulan berbagai macam kepercayaan.”

Namun beliau Saw telah menciptakan sebuah revolusi pada mereka semua. Inilah kedudukan Hadhrat Rasulullah Saw yang Hadhrat Masih Mau’ud as berikan makrifatnya pada kita, seiring dengan itu orang-orang yang mengaku ulama ini mengatakan “Sesungguhnya orang-orang ahmadi berlaku buruk pada Nabi Saw, na‘ūdzubillāh, karena itulah mereka tidak berhak melakukan ibadah-ibadah, menjalankan syiar-syiar Islam dan mengamalkan sunnah Junjungan dan Majikan kita, Nabi Muhammad Saw. Maka silakan mereka mengerahkan segenap daya upaya mereka, maka sekali-kali mereka tidak akan mampu mencabut dari kalbu kita, penghormatan yang tersembunyi dalam kalbu kita terhadap Nabi Saw dan kedudukan Nabi Saw.

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan bahwa takwa itu penting untuk mensyukuri Allah Ta’ala secara hakiki dan Allah Ta’ala menetapkan takwa sebagaimana harusnya:

“Sesungguhnya rasa syukur hakiki kalian itu hanya tersimpan pada berhiasnya kalian dengan ketakwaan dan kesucian, adapaun ucapan kalian: “Ya saya muslim, alhamdulillah, maka ini sedikit pun tidak termasuk syukur itu? Jika kalian menempuh jalan syukur yang hakiki, maksudnya: jalan kesucian dan ketakwaan, maka sesungguhnya Aku akan memberikan kabar suka bahwa kalian orang-orang yang tetap siaga di perbatasan dan sekali-kali seorang pun tidak akan mengalahkan kalian.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Takwa adalah satu-satu hal yang bisa dianggap inti sarinya Syariat. Apabila kita ingin mengetahui Syariat secara ringkas, takwa sajalah tujuannya. Sesungguhnya jenjang-jenjang dan tingkatan-tingkatan takwa itu banyak, tapi apabila seseorang itu melintasi tingkatan-tingkatan dan tahapan-tahapan permulaan secara tetap dan dengan tulus ia akan meraih jenjang-jenjang yang tinggi dikarenakan kebenarannya dan penyelidikannya yang benar.(maksudnya: apabila kalian menempuh jalan-jalan takwa, kalian akan mencapai martabat-martabat yang tinggi dan diberikan taufik untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan yang agung dan sekali-kali tidak akan disia-siakan dari kalian termasuk kebaikan yang paling kecil sekali pun, inilah sifat-sifat orang-orang mutaki sejati. Kemudian beliau as bersabda:

“Allah Ta’ala berfirman:  *إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ*, maksudnya: Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menjawab doa melainkan doa-doanya orang-orang yang bertakwa. Seolah-olah ini merupakan janji dari Allah Ta’ala dan Allah Ta’ala tidak akan menyalahi janji-Nya, sebagaimana Dia berfirman: *إِنَّ اللهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ*, selama ketakwaan itu merupakan syarat penting untuk keterkabulan doa, maka alangkah bodoh dan lancangnya orang yang menghendaki keterkabulan doanya seiring ia menjalani kehidupannya dengan kelalaian dan penyimpangan dan kebengkokan? Kewajiban Jemaat kita adalah setiap anggota dari Jemaat berupaya dengan mengerahkan segenap daya upayanya untuk menempuh jalan-jalan ketakwaan, supaya ia meraih kelezatan dan nikmat diijabahnya doa dan ia meningkat keimanannya.”

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan pentingnya ketakwaan dan maksud dari kedatangannya: Jika Allah tidak mempercayakan itu kepadaku, segi ketakwaan betul-betul kosong. Kalian harus berpegang teguh pada ketakwaan alih alih kalian mengangkat pedang (maksudnya: tidak perlu perang-perang dengan membawa pedang, justru jika kalian menciptakan ketakwaan di dalam diri kalian, tentu kalian akan meraih kemenangan-kemenangan) ini haram (maksudnya: mengangkat pedang adalah haram]. Jika kalian bertakwa pada Allah, maka seluruh dunia akan mendapatkan kalian, maka bertakwalah pada Allah. Mereka yang meminum arak atau mereka yang khamar menjadi bagian terbesar dari agama mereka, tidak mungkin memiliki hubungan dengan ketakwaan sekecil apa pun, sesungguhnya mereka memerangi kebaikan. Maka sekiranya Allah memberikan taufik pada Jemaat kita karena keberuntungan ini dan memberikan taufik pada mereka untuk memerangi keburukan-keburukan dan mereka menjadi maju dalam sisi ketakwaan dan kesucian, tentu itu merupakan suatu kemenangan yang besar (maksudnya: keberhasilan yang terbesar bagi Jemaat itu adalah maju dalam ketakwaan) dan tidak ada sesuatu hal yang paling sangat berpengaruh dibandingkan ketakwaan. Lihatlah semua agama-agama dunia, kalian lihat bahwa tujuan agama yaitu tujuan hakiki, maksudnya: ketakwaan sudah hilang dan kehormatan dunia telah dijadikan sebagai Tuhan. (maksudnya: sesungguhnya mereka tidak menaruh perhatian pada ketakwaan, bahkan mereka mengarahkan perhatiannya pada kehormatan duniawi dan kedudukan duniawi itu telah dijadikan tuhan, karena itulah pelan-pelan mereka akan menjauh dari agama), Tuhan Hakiki telah menghilang dan Tuhan Yang Haq tengah disalahgunakan, tapi Allah sekarang menginginkan bahwa manusia itu beriman pada-Nya dan dunia mengenal-Nya. Mereka yang menjadikan dunia sebagai Tuhan tidaklah mungkin akan menjadi orang-orang yang bertawakal pada Allah.”

Kalaulah demikian, dalam hal ini penting sekali untuk memahami hakikat bahwa kita harus menciptakan di dalam diri kita perubahan-perubahan hasanah setelahnya kita baiat pada Hadhrat Masih Mau’ud as dan kita harus menempuh jalan-jalan ketakwaan, maka inilah rahasia keselamatan kita.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda sembari menasihatkan pada Jemaat-Nya:

“Sesungguhnya mereka yang ingin baiat semata-mata karena meyakini cengkeraman Allah, mereka itu keliru. Mereka telah diperdaya oleh diri mereka sendiri. Perhatikanlah oleh kalian, sekiranya pasien tidak meminum obat sesuai dosis yang dikehendaki oleh dokter, keinginan dalam mendapatkan kesembuhannya menjadi sia-sia. Sebagai contoh: Apabila dokter menginginkan pasien itu mengonsumsi obat sepuluh tetes obat, tapi pasien merasa cukup dengan satu tetes saja, maka ini tidak akan memberikan manfaat padanya sedikit pun. Maka kalian harus menyucikan diri dan bertakwa pada Allah dengan ukuran hal-hal yang bisa menyelamatkan kalian dari kemurkaan Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengasihi orang-orang yang bertobat, dan seandainya tidaklah demikian tentu dunia menjadi gelap. Apabila seorang insan itu bertakwa, Allah menjadikan antara ia dan yang lainnya suatu furqān (maksudnya suatu perbedaan yang terang dan nyata), menyelamatkannya dari setiap kesempitan, dan tidak hanya menyelamatkan saja, bahkan [يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ] – memberikannya rezeki dari mana saja yang ia tidak kira. Maka ketahuilah bahwa ia yang bertakwa pada Allah, maka Allah Ta’ala akan membebaskannya dari musibah-musibah, memberikan kenikmatan padanya dan memuliakannya, maka orang-orang yang bertakwa itu menjadi wali-wali Allah Ta’ala. Sesungguhnya ketakwaan itu adalah faktor untuk mendapatkan kehormatan. Betapapun seseorang itu berpendidikan, maka sekali-kali berpendidikannya seseorang itu tidak menjadi sebab untuk mendapatkan kemuliaan dan kehormatan, kalaulah ia tidak menjadi seorang yang bertakwa. Adapun apabila seseorang itu punya kedudukan dunia seorang yang benar- benar buta huruf, tapi ia seorang yang bertakwa maka ia dimuliakan (maksudnya: sesungguhnya orang yang dimuliakan dalam Islam adalah sāhibut-taqwā’ [pemilik ketakwaan] dan sesungguhnya orang yang dimuliakan di sisi Allah Ta’ala adalah orang yang termasuk ahlut-taqwā’ [ahli ketakwaan]).

Terkait:   Ubaidah bin al-Jarrah (Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad saw) Seri 88

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda yaitu menerangkan siapa orang yang bertakwa itu, apakah syarat-syarat takwa, bagaimana Allah memperlakukan seorang mutaki: semestinya seorang insan itu agar menjadi seorang yang bertakwa, yaitu setelah berlaku ketat dalam meninggalkan dosa-dosa besar yang nyata seperti zina, mencuri, merampas hak-hak orang lain, ria, ujub, merendahkan, bakhil; dan setelah meninggalkan akhlak-akhlak rendah ini, ia membuat hal-hal kebalikannya menjadi lebih baik dalam berhiaskan akhlak-akhlak mulia (maksudnya: tidak hanya puas dengan menjauhi semua akhlak yang buruk, bahkan mestinya setelahnya itu maju dalam akhlak-akhlak fadilah) dan bahwasanya orang-orang itu berperilaku dengan keluhuran budi, sopan santun akhlak dan berempati, ia menampakkan kesetiaan yang sempurna dan bersikap lurus dengan Allah Ta’ala, dan ia mencari-cari maqām terpuji untuk pengkhidmatan-pengkhidmatan (dan maksud dari maqām terpuji untuk pengkhidmatan-pengkhidmatan adalah ia menunaikan huqūqullāh [kewajiban-kewajiban terhadap Allah] dan huqūqul-‘ibād [kewajiban-kewajiban terhadap hamba-hamba Allah] dimana Allah menyanjungnya dan juga orang-orang juga menyampaikan sanjungan juga padanya dan mengatakan: “Ya, Sesungguhnya dia ini benar-benar telah menunaikan hak-hak kami.” Tidaklah akan tercapai maqām ini melainkan apabila seseorang itu berhiaskan dengan ketakwaan dan hal tersebut yang setiap mukmin harus upayakan, yakni ia akan mencari maqām terpuji untuk pengkhidmatan-pengkhidmatan), maka dengan berhiaskan dengan hal-hal ini seseorang itu dinamakan mutaki, dan mereka yang di dalam dirinya menghimpun semua hal ini, mereka adalah benar benar orang-orang bertakwa, (maksudnya apabila seseorang bersifatkan dengan satu saja dari akhlak-akhlak ini, maka sekali-kali tidak dinamakan seorang yang bertakwa, sesungguhnya yang dinamakan seorang yang bertakwa adalah apabila ia menjauhi semua keburukan dan meninggalkan semuanya dan berhiaskan dengan semua akhlak mulia, adapun yang berhias dengan satu dari antara akhlak-akhlak ini dan menjauhi satu keburukan dari antara keburukan-keburukan ini, maka ini tidak membuatnya menjadi bagian dalam kelompok orang-orang yang bertakwa, sekali-kali tidak! Bahkan adalah suatu kemustahilan ia disebut seorang mutaki selama di dalam dirinya ia tidak menghimpun semua akhlak fadilah ini).

Perumpamaan mereka ini adalah yang Allah Ta’ala mengatakan mengenai kebenaran mereka: [لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ] – tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak akan berduka cita. Maka apakah yang mereka kehendaki lebih daripada itu? Allah Ta’ala menjadi wali (Penolong) bagi orang-orang yang seperti mereka ini sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [وَهُو يَتَوَلَّى الصَالِحِيْنَ] – dan Dia memelihara orang-orang saleh. Terdapat di dalam Hadis bahwa Allah Ta’ala akan menjadi tangan mereka yang dengannya mereka dapat memegang, menjadi mata mereka yang dengannya mereka dapat melihat, menjadi telinga mereka yang dengannya mereka dapat mendengar dan menjadi kaki mereka yang dengannya mereka berjalan. Terdapat di dalam Hadis yang lain: [مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ] – Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengizinkannya memeranginya. Dan Nabi Saw di suatu tempat yang lain bersabda: Ketika seseorang menyerang wali Allah, maka Allah akan menyergapnya seperti halnya seekor singa betina yang karena marahnya menyergap siapa yang mengambil paksa anaknya darinya.

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

 Al-Qur’an telah menekankan mengenai ketakwaan dan kebenaran [relevansi] lebih banyak ketimbang penekanan atas semua hukum-hukum yang lainnya, itu karena ketakwaan memberikan kekuatan pada orang-orang bertakwa menghadapi setiap keburukan, dan pelaku ketakwaan bergerak untuk berlari menuju ke arah setiap kebaikan. Rahasia dalam penekanan yang banyak ini yaitu bahwa ketakwaan adalah tempat berlindung untuk keselamatan seseorang pada setiap pintu, yaitu penjagaan yang ketat untuk memproteksi setiap fitnah. (Maksudnya: Ketakwaan itu adalah benteng yang kokoh, maka siapa yang berhiaskan ketakwaan, maka seakan-akan ia memasuki benteng yang dijaga, ia selamat dari setiap fitnah dan terhindar dari setiap kefasadan dan keburukan). Sesungguhnya seorang mutaki itu bisa banyak-banyak terhindar dari perselisihan-perselisihan serius yang tidak berfaedah yang mana orang-orang lain terperosok ke dalamnya dan seringnya mereka binasa, mereka menimbulkan perpecahan di antara kaum disebabkan segala macam ketergesa-gesaan dan suuzan dan memungkinkan bagi orang-orang yang berkeberatan untuk berkesempatan melancarkan fitnah dan kritikan.

Inilah perkara-perkara yang telah disebutkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. Hadhrat Masih Mau’ud as telah menerangkan dalam buku-bukunya dan sabda-sabdanya topik ketakwaan manakala menerangkan, menasihatkan para pengikutnya berkali-kali dan berulang-ulang bahwa kalian hanya akan memperoleh manfaat dari pernyataan terhadap kebenaranku apabila kalian telah menciptakan perubahan suci dalam diri kalian dan mencapai standar ketakwaan sesuai apa yang difirmankan Allah Ta’ala dan disabdakan Rasul-Nya, dan jika tidak, maka hanya baiat saja tidak ada gunanya sama sekali.

Maka di dalam Id kita ini, dia yang Allah Ta’ala berfirman tentangnya: Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah mereka apabila kosong dari ketakwaan, maka sekali-kali tidak akan membuat kalian menjadi orang-orang yang mendapatkan kedekatan di sisi Allah Ta’ala. Setiap orang dari antara kita harus berjanji pada Allah bahwa ia akan berupaya untuk mencapai standar ketakwaan ini dan untuk menjalani hidup sesuai dengan aturan-Nya, dimana setiap ucapan dan perbuatan kita sesuai dengan hukum Allah Ta’ala. Sekiranya kita berjanji pada Allah untuk beramal berdasarkan itu dan upaya kita untuk menjalankan itu, maka Allah Ta’ala tentu akan memberikan pada kita apa-apa yang telah Dia janjikan pada orang-orang yang berjalan pada jalan-jalan ketakwaan, dan kritikan yang diajukan para penentang tidak akan memukul kita sedikit pun, dan sekali-kali kita tidak akan merasa sedih bahwa kita telah dicegah dari memotong hewan-hewan kurban, adapun jika kita tidak meraih keridhaan Allah Ta’ala, maka sesungguhnya penyembelihan kurban-kurban itu juga tidak menjadi faktor pendorong kebahagiaan hakiki bagi kita. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik pada kita untuk memahami Hakikat Ketakwaan dan menjalani hidup sesuai dengan Hakikat Ketakwaan.

Sekarang kita akan berdoa. Ingatlah di dalam doa-doa para tawanan di jalan Allah Ta’ala terutama mereka yang menanggung kesulitan penawanan dan pemenjaraan dan mereka yang tengah mempersembahkan pengurbanan-pengurbanan; berdoalah pada Allah Ta’ala supaya Dia menyegerakan pembebasan mereka.

Lalu ingatlah dalam doa, mereka yang tengah menghadapi berbagai macam cobaan berat dan gangguan dikarenakan agama dan keimanan, dimana para penentang tengah berupaya untuk menimbulkan kerugian terhadap pekerjaan, bisnis mereka dan tiada dosa mereka hanya saja karena mereka adalah orang-orang ahmadi. Di Pakistan pada umumnya para musuh tengah berupaya untuk mencekik para anggota Jemaat kita dan bertindak sewenang-wenang terhadap mereka; di beberapa tempat mereka melakukan pemecatan dari posisi-posisi kedinasan mereka serta mencabut yang menjadi hak-hak mereka pada posisi itu.

Doakanlah juga untuk setiap orang-orang yang tengah teraniaya dan terluput dari keadilan. Berdoalah untuk semua orang, semoga Allah Ta’ala memberikan taufik pada semua orang mengenal Allah Ta’ala, maka mereka akan selamat dari kemurkaan-Nya. Berdoalah pada Allah Ta’ala mudah-mudahan Dia mengilhamkan akal dan kebenaran pada mereka supaya mereka selamat dari jurang kebinasaan yang dihadapi oleh dunia dan supaya mereka mengenal Tuhannya dan mereka melakukan perubahan terhadap diri mereka, jika tidak, maka kebinasaan sangat global tengah menunggu mereka dengan menyeringaikan gigi-gigi taringnya. Kita memohon pada pada Allah kasih sayang-Nya. Semoga Allah menjadikan Id ini beberkat bagi semua ahmadi dari segala segi. Āmīn.

Khotbah II 

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

 وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

 مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –

وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ –

عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ أُذكُرُوْااللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Doa bersama

عيد مبارك

Diterjemahkan oleh :  Abkari Munwana Sukandar

1-7 Juni 2022

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.