Khotbah Idul Fitri: Ied Hakiki dan Tiga Tujuan Ramadhan

khalifah-islam-ahmadiyah-hazrat-mirza-masroor-ahmad

Tiga Tujuan Ramadhan dan Id Hakiki

Khotbah Idul Fitri

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor AhmadKhalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1] pada 10 Agustus 2013 di Masjid Baitul Futuh, London, UK

Setelah mengimami Salat Id, Hudhur ayyadahullah naik ke mimbar lalu mengucapkan salam “Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah”, selanjutnya, beliau bersabda sebagai berikut:

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)

Dengan karunia Allah Ta’ala, hari ini kita bisa melihat satu lagi Idul Fitri dalam hidup kita. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kebahagiaan Id hakiki kepada setiap Ahmadi yang tinggal di dunia. Id ini, yang datang setelah bulan Ramadhan, banyak sekali orang pada bulan Ramadhan menulis kepada saya, pada awal Ramadhan bahkan sebelumnya, “Ramadhan datang, doakanlah semoga kami bisa meraih manfaat dari berkat-berkatnya secara hakiki.”

Kemudian, pada bulan Ramadhan, banyak sekali surat yang datang dari para Ahmadi yang menuliskan permohonan didoakan, “Semoga kami meraih manfaat dari berkat-berkat pada hari-hari (puasa) ini.” Bukan hanya menulis surat, bahkan tak terhitung banyaknya orang Ahmadi di dunia yang berusaha untuk memperoleh manfaat dari berkat-berkat dan karunia-karunia Ramadhan. Mereka berusaha mengambil manfaat maksimal dari berkat hakiki bulan Ramadhan, dan hal ini mengubah keadaan mereka sehingga menjadikan mereka dekat dengan Allah Ta’ala.

Terdapat dalam sebuah hadist, bahwa Rasulullah (saw). Bersabda, وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَ أَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَ آخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ‘…wa huwa syahrun awwaluhu rahmatun wa ausathuhu maghfiratun wa aakhiruhu itqum minan naar.’ “…Ini adalah suatu bulan yang sepuluh hari pertamanya rahmat (kasih sayang), sepuluh hari pertengahannya memberikan maghfirat (ampunan) dan sepuluh hari terakhir menyelamatkan dari api (neraka).”[2]

Jadi, bulan itu, Hadhrat Rasulullah menyatakannya sebagai bulan rahmat, bulan maghfirat, dan bulan ‘itqum minan naar (menyelamatkan dari api neraka). Bulan mana yang bisa melebihinya dalam menarik karunia-karunia Allah Ta’ala? Pada bulan ini Allah Ta’ala menyediakan sarana sedemikian rupa, sehingga jika hamba Allah memanfaatkan sarana tersebut, menggunakan sarana-sarana tersebut, yang Tuhannya telah sediakan untuk seorang mumin, maka pasti sebagai hasilnya, dia akan menarik karunia-karunia Allah, dan menjadi pewaris rahmat-rahmat dan karunia-karunia Allah Ta’ala.

Tiga kata yang digunakan oleh Hadhrat Rasulullah (saw) ini, jika direnungkan, akan terlihat penampakan kecintaan Allah Ta’ala, yang memperelok (memperbaiki) keduniaan dan kecintaan manusia. Beliau (saw) bersabda, ‘Di dalamnya terdapat rahmat’. Makna rahmat adalah, rasa kasih sayang dan simpati yang kuat kepada seseorang, sangat lembut dan baik pada seseorang, memberikan manfaat yang sangat besar pada seseorang, mengabaikan dan memaafkan kesalahan seseorang.

Maghfirat maknanya adalah Allah Ta’ala (jika digunakan untuk Allah Ta’ala) menutupi dosa-dosa, memaafkannya. Dia melindungi manusia dari hukuman dosa-dosanya.

Kemudian, ‘itqum minan naar. Maknanya membebaskan dari api (neraka), menyelamatkan dari api (neraka). Atau dengan kata lain bisa dikatakan, leher seseorang terbebas dari cengkeraman setan. Karena api neraka timbul dari mengikuti setan, atau setan itulah jahanam.

Ketika setan berkata, لَاَقۡعُدَنَّ لَہُمۡ صِرَاطَکَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ﴿ۙ﴾ ‘La-aq’udanna lahum shiraathakal mustaqiim.’ “Aku akan duduk menghadang di jalan yang lurus supaya aku bisa menyesatkan mereka,” yaitu, menyesatkan manusia, menjauhkannya dari jalan Allah Ta’ala. ثُمَّ لَاٰتِیَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ وَ عَنۡ اَیۡمَانِہِمۡ وَ عَنۡ شَمَآئِلِہِمۡ ؕ وَ لَا تَجِدُ اَکۡثَرَہُمۡ شٰکِرِیۡنَ ﴿﴾ Dari kanan kiri, depan belakang, aku akan memberikan mereka godaan dunia, untuk menyesatkan mereka dan menjauhkan mereka dari amal-amal baik. Maka, Allah Ta’ala berfirman, لَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ لَاَمۡلَـَٔنَّ جَہَنَّمَ مِنۡکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾ “..laman tabi’aka minhum la amla’anna jahannama minkum ajmaaiin.” – “Siapa saja diantara mereka yang mengikutimu, Aku akan memenuhi jahanam dengan kalian semua.” [3]

Walhasil, mengikuti setan adalah neraka. Oleh karena itu, setelah membebaskan manusia kita dari setan, Allah Ta’ala memperhatikan hambanya dengan rahmat, kasih sayang dan maghfirat, dan membukakan untuknya pintu surga. Lihatlah, pada bulan Ramadhan betapa banyak Allah Ta’ala membukakan pintu-pintu kebaikan. Bukan hanya memberikan keselamatan (najat) dari neraka, tapi juga membukakan pintu-pintu surga.

Tetapi, apakah setiap orang yang mendapati Ramadhan mengambil karunia tersebut? Yang berpuasa? Ada beberapa syarat untuk itu. Kemudian, apakah hanya dengan memenuhi syarat-syarat tersebut pada bulan Ramadhan kita meraih rahmat Allah Ta’ala selama setahun penuh, atau selamanya? Meraih maghfirat? Meraih kecintaan Allah Ta’ala? Dan bebas dari setan? Ataukah kebaikan yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan perlu menjadi bagian kehidupan secara permanen.

Al-Qur’an-ul Karim penuh dengan petunjuk tentang poin ini. Menjalankan kebaikan secara dawam, menjadi sebab kedekatan dengan Allah Ta’ala dan hal ini mungkin, ketika ada hubungan dua arah antara hamba dengan Allah Ta’ala. Di dalam ayat yang berkaitan dengan puasa, Allah Ta’ala telah menarik perhatian pada kedekatan kepada-Nya, dengan syarat [seperti tercantum dalam Surah Al-Baqarah, 2:187], فَلۡیَسۡتَجِیۡبُوۡا لِیۡ وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ falyastajiibuu lii walyu’minuu bii. “Orang-orang yang menginginkan karunia dan kedekatan dengan-Ku, juga harus menerima perintah-perintah-Ku dan beriman kepada-Ku.”

Perintah Allah Ta’ala bukan hanya untuk sementara, yaitu satu bulan. Itu suatu perintah yang Allah Ta’ala perintahkan untuk selalu mengamalkannya. Jika kondisi ini ada, yaitu mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala, maka apakah hasilnya? Dia berfirman, mereka akan termasuk dalam یَرۡشُدُوۡنَ yarsyuduun, orang-orang yang mendapat petunjuk. Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an-ul Karim mengajarkan doa untuk mendapat petunjuk.

Mendapatkan petunjuk ini secara sementara tidak akan memberikan manfaat. Itu baru memberikan manfaat ketika kita tetap tegak pada petunjuk secara permanen. Lafaz dalam ayat itu adalah لَعَلَّہُمۡ یَرۡشُدُوۡنَ ﴿﴾ la’allahum yarsyuduun. Bahwa mereka akan mendapat petunjuk, akan meraih keberhasilan, karena kerja keras yang mereka lakukan untuk secara hakiki membebaskan dirinya dari setan dan meraih kedekatan dengan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala akan meletakkan mereka di jalan yang menuju pada keberhasilan. Jalan yang menyampaikan mereka pada kedekatan dengan Allah Ta’ala. Apakah Allah Ta’ala menunjukkan jalan yang membawa kepada-Nya untuk sementara?

Jalan Allah Ta’ala adalah jalan yang membawa pada surga yang kekal. Jika manusia selamat dari setan dan terus berjalan diatasnya, maka pasti akan meraih kecintaan Allah Ta’ala. Setiap amal dan ibadahnya akan mengingatkannya, “Allah Ta’ala sedang melihatku”, dan ketika dalam dirinya timbul keteguhan, maka hamba akan melihat Allah Ta’ala, melihat pemandangan kudrat-Nya (kekuasaan-Nya). Merasakan ketenteraman yang diberikan dari Allah Ta’ala. Melihat pemandangan pengabulan doa. Jadi, ini adalah suatu kedudukan yang hendaknya menjadi tujuan manusia untuk meraihnya. Sampai kemarin kita memperhatikan beberapa perintah Al-Qur’an-ul Karim. Kita melihat, bahwa bagaimana dengan merenungkan perintah-perintah ini, memahaminya, kemudian mengamalkannya kita bisa dekat dengan Allah Ta’ala. Bagaimana kita terus maju, dan menjadi begitu dekat dengan Allah Ta’ala, dimana kita tidak hanya meyakini bahwa Tuhan melihat kita, tapi kita juga melihat Tuhan. Untuk meraih kedudukan ini, kita sedang berusaha untuk secara sempurna membebaskan leher kita dari setan dan ini memang perlu.

Terkait:   Riwayat Umar bin Khattab (Seri 24)

Dengan mengamalkan perintah Allah yang sekecil-kecilnya, kita sedang berusaha membebaskan diri dari setan. Untuk rahmat Allah, maghfirat-Nya, dan selamat dari api (neraka), sesuai dengan kemampuan yang dianugerahkan kepada kita, kita berusaha melakukan itu, supaya bisa merayakan Id yang sejati. Karena Id yang hakiki adalah membebaskan leher kita dari setan, lalu meletakkannya dihadapan Allah Ta’ala. Semoga, Id hakiki ini dianugerahkan kepada sebagian besar dari kita. [terdengar suara dari jamaah Ied, aamiin]

Semoga, dengan memenuhi syarat-syarat, وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ wal yu’minuubii – “hendaklah mereka beriman kepada-Ku”, kita menjadi orang-orang yang meraih pandangan kecintaan Allah Ta’ala. Karena tanpa memenuhi syarat-syarat tersebut, kita tidak dapat membebaskan leher kita dari setan secara sempurna. Tanpa memenuhi syarat-syarat tersebut, kita tidak mampu menciptakan hubungan dengan Allah Ta’ala, yang Allah Ta’ala inginkan dari kita. Ringkasnya, beberapa perintah-perintah Allah Ta’ala yang telah saya jelaskan dalam khotbah di bulan Ramadhan, itu adalah satu bagian dari cara membebaskan leher dari setan dan mencari jalan keimanan. Ini termasuk salah satu upaya, yang dengan melakukannya manusia bisa membebaskan lehernya dari cengkeraman setan, dan dia bisa merayakan Id yang hakiki.

Jadi, untuk merayakan Id yang hakiki, diperlukan keimanan yang sempurna kepada Allah Ta’ala. Dia harus menciptakan sifat-sifat yang menjadikannya sempurna imannya dan yang menjadikannya pewaris Id yang hakiki. Untuk itu, seperti yang telah saya katakan juga kemarin, sepanjang tahun kita harus memperhatikan Al-Qur’an. Kita harus membuktikan pendakwaan iman dari mulut dengan amal. Apakah petunjuk yang Allah berikan kepada kita dalam Al-Qur’an mengenai hal ini? Allah berfirman, ini bukanlah jalan yang mudah. Kadang-kadang kalian juga akan diuji dan pada masa ujian inilah setan akan berkata, “Hai hamba, perlihatkanlah sedikit saja kelemahan, aku pasti akan langsung mencengkeram lehermu.”

Di hari-hari Ramadhan ketika Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya secara khusus kepada hamba-Nya dan membelenggu setan, manusia dengan melakukan beberapa amal baik dan berpuasa selama 29-30 hari mengikuti keridhaan Allah Ta’ala, telah membebaskan lehernya dari setan, atau dia sedang berusaha, dan sampai batas tertentu dia telah berhasil. Jika setelah Ramadhan, ketika timbul ujian, dia tidak teguh pada keimanan, dia kembali mengarahkan pandangannya pada dunia, dan sedikit memperlihatkan kelemahan, maka setan akan kembali menyerang dan tidak mustahil setan kembali menguasainya.

Jika seorang hamba, baik ketika miskin maupun kaya, ketika sulit maupun mudah, dia selalu tunduk dihadapan Allah Ta’ala, dia selalu menyelamatkan keimanannya, maka pandangan kecintaan Allah Ta’ala akan tertuju pada sang hamba lebih dari sebelumnya. Jadi, ketika Allah Ta’ala berfirman, وَ لۡیُؤۡمِنُوۡا بِیۡ wal yu’minuubii – “berimanlah kepada-Ku.” Maka standar keimanan inilah yang Allah Ta’ala inginkan dari kita, artinya dalam keadaan apapun, tidak meninggalkan pangkuan-Nya, dan dalam keadaan apapun tidak melupakan-Nya. Karena tanpa itu manusia tidak akan mendapatkan nikmat-nikmat dan karunia-karunia Allah Ta’ala. Jika ini ada, barulah nikmat dan karunia Allah Ta’ala akan menjadikan seorang mu’min meraih Id yang hakiki.

Kemudian, hal ini juga jelas bahwa keimanan bukan hanya membayar hak Allah Ta’ala, beribadah kepada-Nya. Bahkan, Allah telah menyatakan bahwa bagi seorang mu’min, memenuhi hak-hak sesama hamba pun suatu keharusan. Dia juga menyatakan bahwa mengerjakan segala macam amal saleh pun perlu. Bahkan, syarat iman dan amal saleh disebutkan di semua tempat. Misalnya di satu tempat Allah Ta’ala berfirman, وَ اَمَّا مَنۡ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَلَہٗ جَزَآءَۨ الۡحُسۡنٰی ۚ وَ سَنَقُوۡلُ لَہٗ مِنۡ اَمۡرِنَا یُسۡرً ا ‘wa ammaa man aamana wa ‘amila shaalihan fa lahu jazaaul husnaa. Wa sayaquulu lahu min amrinaa yusraa.’ – “Dan barangsiapa yang beriman dan beramal saleh bagi mereka adalah kebaikan sebagai ganjaran, dan Kami pasti akan menetapkan kemudahan bagi mereka.” (Al-Kahfi:88)

Hasanah berarti, hal terbaik, akhir paling baik, surga, keberhasilan. Jadi, betapa indahnya ganjaran tersebut. Siapapun yang menerimanya, siapakah yang dapat meraih Id yang lebih baik dari itu. Dan inilah Id yang kita cari. Yang untuk itu Allah Ta’ala telah menetapkan kemudahan-kemudahan. Baginya, apa lagi Id yang lain. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَہُمۡ اَجۡرٌ غَیۡرُ مَمۡنُوۡنٍ ‘innalladziiina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati lahum ajrun ghairu mamnuun.’ Terjemahannya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ada ganjaran yang tidak ada habisnya.” (Fushshilat: 9)

Ajrun adalah suatu hal yang diberikan sebagai balasan karena melakukan sesuatu. Orang yang secara dawam melakukan amal saleh sesuai perintah Allah Ta’ala untuk keteguhan imannya, Allah Ta’ala memberi ganjaran kepadanya. Dia memberi ganjaran, nikmat yang tidak ada habisnya jika manusia teguh pada keimanan dan melakukan kebaikan, kebaikan apapun. Dari satu kebaikan terus lahir kebaikan yang lain dan rangkaian nikmat-nikmat yang tidak ada habisnya akan terus mengalir. Siapa yang mendapatkannya, Id mana lagi yang lebih baik baginya. Kemudian, Allah Ta’ala membuka lebih banyak lagi pintu nikmat-nikmat bagi hamba-Nya. Sebagaimana telah disebutkan, setelah (melakukan) satu kebaikan manusia mendapat taufik untuk kebaikan yang lain. Seolah-olah kebaikan melahirkan anak. Banyak Ahmadi yang menulis kepada saya, “Demi Allah, kami melakukan suatu hal, atau membayar suatu iuran, memberikan pengorbanan harta. Maka Allah Ta’ala memberikan karunia sedemikian rupa sehingga kami berharap kami harus memberikan pengorbanan lebih besar. Atau sebagai ganjaran untuk satu amal baik, Allah memberi taufik untuk melakukan amal baik lainnya.”

Allah Ta’ala berfirman, وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ الَّذِیۡ کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ‘Walladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati lanukaffiranna ‘anhum sayyiaatihim wa lanajziyannahum ahsana lladzii kaanuu ya’maluun.’ – “Dan orang yang beriman dan beramal saleh kami pasti akan menjauhkan keburukan-keburukan mereka, dan akan memberi ganjaran sesuai amak yang terbaik yang mereka kerjakan.” (Al-Ankabut: 8)

Allah Ta’ala memberi kabar suka menjauhkan keburukan-keburukan dan memberikan ganjaran yang terbaik, maka Id apa lagi yang lebih baik dari itu. Apakah ganjaran ini, karunia ini, kemudahan-kemudahan ini? Allah Ta’ala berfirman, وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ ‘Wa basysyirilladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati anna lahum jannaatin tajrii min tahtihal an-haar.’ – “Berilah kabar suka kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa bagi mereka ada kebun-kebun, yang dibawahnya mengalir sungai-sungai.” (Al-Baqarah: 26)

Terkait:   Khutbah Idul Fitri: Ied Hakiki dapat Dirayakan Setiap Hari

Jadi, ada khabar suka dari Allah Ta’ala tentang kebun-kebun surga dan kabar suka bahwa mereka menjadi pemilik sungai-sungai surga. Maksud dari ‘sungai-sungai yang mengalir dibawahnya’ adalah bahwa kebun yang akan mereka dapatkan, sungai-sungai yang ada di dalamnya itu adalah milik mereka. Dan ini penjelasannya sangat panjang.

Ringkasnya, orang yang beriman dan beramal sesuai perintah Allah Ta’ala. Apa lagi kabar suka yang lebih baik dari itu. Kabar suka ini adalah Id yang paling agung, yang didalamnya Allah Ta’ala memberi kabar suka tentang surga. Dan kita perlu mencari Id ini, dan hendaknya mencarinya. Jika mendapatkan kabar suka ini, maka leher kita akan terbebas dari setan.

Saya akan menyampaikan beberapa penjelasan dalam kata-kata Hadhrat Masih Mau’ud as mengenai iman, amal saleh, dan kabar suka tentang surga (jannat). Beliau as bersabda, “Di dalam Al-Quranul Karim, dimana disebutkan tentang surga, di sana sebelumnya disebutkan tentang iman, kemudian amal saleh dan menyebutkan bahwa ganjaran iman dan amal saleh adalah ‘jannaatin tajrii min tahtihal anhaar’ Itu artinya, ganjaran iman adalah kebun-kebun (jannaat) dan karena untuk menjaga kebun itu tetap hijau diperlukan sungai (air), karena itu sungai itu adalah hasil dari amal saleh. Hakekat sebenarnya adalah amal saleh lah yang di akherat akan menyerupai sungai-sungai yang mengalir. Artinya, amal yang manusia lakukan di dunia, hal itulah yang menjadi sungai yang mengalir, sungai yang mengairi, disana amal inilah yang akan mewujud menjadi sungai.”

Beliau as bersabda,

“Di dunia kita melihat, sebanyak apa manusia maju dalam amal saleh, dan tidak durhaka kepada Allah Ta’ala, serta meninggalkan kezaliman, pemberontakan, dan melanggar hukum-hukum Allah, sebanyak itu pula keimanannya bertambah. Dengan setiap amal baru, timbul keteguhan dalam iman dan kekuatan dalam hati. Setiap amal saleh baru yang dia lakukan menambah keimanannya. Membuatnya maju dalam keimanan, dan timbul kekuatan dalam hati. Ia mulai merasakan kelezatan dalam makrifat Ilahi.

Kemudian sedemikian fana sehingga dalam hati seorang mu’min timbul suatu kondisi kecintaan Ilahi, yang lahir dari karunia dan kecintaan Allah Ta’ala. Dan semua hal ini, bukanlah karena tindakan orang tersebut, tapi berkat dari Allah Ta’ala, dari-Nya-lah karunia ini diperoleh dan tercipta di dalam hati. Seluruh wujudnya dipenuhi kecintaan dan kegembiraan itu –yang merupakan hasil dari hal itu- seperti piala (gelas minuman) yang meluap. Nur-nur Ilahi benar-benar meliputi hatinya. Setiap kezaliman, kesulitan, dan kesempitan dijauhkan darinya.”

Beliau as bersabda,

“Dalam keadaan ini setiap musibah dan kesulitan yang datang kepadanya di jalan Allah, satu detik pun tidak bisa membelokkan hati mereka atau membuat mereka bingung. Ketika timbul kesulitan, timbul masalah di jalan Allah, maka dia tidak putus asa, tidak gelisah. Bahkan sebaliknya dia merasakan kelezatan. Inilah derajat tertinggi keimanan, yaitu, ketika menghadapi ujian, bukannya merasa sedih, justru merasakan kelezatan. Ada tujuh derajat keimanan dan derajat terakhir dianugerahkan melalui karunia Ilahi. Itu artinya, ada tujuh derajat keimanan, dan derajat terakhir adalah karunia Allah Ta’ala. Dianugerahkan melalui kecintaan Ilahi. Karena itu, surga memiliki tujuh pintu dan pintu kedelapan terbuka dengan karunia.[4] Tujuh pintu adalah dengan melakukan amal saleh, dengan keteguhan iman. Sedangkan pintu kedelapan akan terbuka jika ada karunia dari Allah Ta’ala.

Jadi, hal ini patut diingat bahwa surga dan neraka yang akan terwujud di akherat, itu bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan, itu adalah zhill (refleksi) dari keimanan dan amal saleh manusia dan inilah falsafahnya yang benar. Itu bukanlah suatu hal yang manusia peroleh dari luar. Bahkan, itu keluar dari dalam diri manusia. Bagi seorang mu’min, dalam segala keadaan, terdapat surga di dunia ini dan jika ia dianugerahi surga yang ada di dunia ini, yaitu kepada orang yang keimanannya teguh dan mendapatkan taufik untuk melakukan amal saleh, maka inilah Id.”

Beliau as bersabda,

“Surga yang ada di kehidupan ini, Allah kembali mengadakannya baginya di kehidupan selanjutnya (di akhirat). Surga yang manusia peroleh di dunia ini, yaitu (diperoleh oleh orang-orang) yang mendapat taufik untuk melakukan kebaikan, yang mendapat taufik untuk melakukan ibadah-ibadah, yang mendapat taufik untuk mengamalkan perintah Allah Ta’ala secara dawam. Inilah surga yang dijanjikan. Inilah surga yang dijanjikan di kehidupan mendatang. Ini adalah satu perkara yang jelas dan pasti. Jadi betapa bagusnya pengaturan ini, bahwa surga setiap orang adalah dalam keimanan dan amal salehnya, yang kelezatannya dimulai di dunia ini dan iman serta amal saleh inilah yang diperlihatkan dalam bentuk lain berupa kebun dan sungai-sungai. Aku mengatakan dengan sebenarnya, dan mengatakannya dari pengalamanku, bahwa di dunia ini pun kebun dan sungai-sungai itu nampak dan di kehidupan mendatang, kebun dan sungai-sungai itu, akan dirasakan secara terbuka.”

Kemudian beliau bersabda,

“Iman diletakkan dengan amal saleh. Artinya, hasil dari iman adalah kebun, dan hasil dari amal saleh adalah sungai-sungai. Jadi, sebagaimana kebun tanpa sungai dan air akan segera binasa dan tidak bertahan. Demikian pula iman tanpa amal saleh tidak ada gunanya.”

Kemudian beliau as di tempat lain mengumpamakan iman dengan pepohonan, bersabda,

‘Iman, yang kearahnya manusia diseru, itu adalah pohon-pohon, dan amal saleh mengairi pohon-pohon itu. Pendeknya, dalam hal ini sebanyak apa hal ini direnungkan, sebanyak itu pula makrifat-makrifatnya akan dipahami. Sebagaimana seorang petani perlu menabur benih. Demikian pula bagi petani tanah ruhani, iman yang merupakan benih keruhanian adalah perlu. Kemudian, sebagaimana petani mengairi ladang atau kebun, demikian pula untuk mengairi kebun ruhani yaitu iman, diperlukan amal saleh. Ingatlah bahwa iman tanpa amal saleh tidak ada gunanya, seperti kebun tanpa sungai atau sarana pengairan lainnya tidak ada nilainya.”

Kemudian beliau bersabda,

“Kebun, walaupun kondisinya sangat bagus dan memberikan buah yang baik, tapi jika sang pemilik tidak mempedulikan pengairannya, maka apa akibatnya, semua orang mengetahuinya. Demikian pula keadaan pohon keimanan dalam kehidupan rohaniah. Iman adalah sebuah pohon yang untuknya, amal saleh manusia secara rohaniah menjadi sungai-sungai dan melakukan pekerjaan pengairan. Kemudian, sebagaimana setiap petani selain menabur benih dan mengairi juga harus bekerja keras. Demikian pula, untuk meraih buah berkat-berkat rohaniah, Allah Ta’ala menyatakan mujahadah (kerja keras) sebagai suatu keharusan. Itu artinya, melaksanakan mujahadah (kerja keras) secara terus-menerus sangat diperlukan. Hal itulah yang menjadikan seseorang pewaris Id yang hakiki.”

Apakah amal saleh itu? Mengenai hal ini beliau as bersabda,

“Di dalam Alquran Karim, bersama dengan iman, Allah Ta’ala juga menyebutkan amal saleh. Dan amal dikatakan untuk suatu (amal) yang didalamnya tidak ada keburukan sebesar dzarrah sekalipun. Ingatlah bahwa pencuri selalu merusak amal manusia. Apa itu? Pencuri mana yang merusak amal manusia. Riya, ingin dilihat, yaitu ketika seseorang melakukan suatu amal untuk dilihat. ‘Ujub. Apa maksudnya? Itu artinya, dirinya merasa senang setelah melakukan suatu kebaikan. Ketika dia melakukan suatu kebaikan, pertama, dia melakukan sesuatu untuk dilihat. Kemudian, ketika dia melakukan suatu kebaikan, dirinya merasa senang, hatinya merasa senang bahwa saya telah melakukan kebaikan besar, saya telah menjadi seseorang. Dia merasa berpuas diri, kemudian dia menginginkan orang-orang memujinya.”

Kemudian beliau as bersabda,

“Berbagai macam keburukan dan dosa yang timbul darinya, itu menyebabkan amal menjadi sia-sia. Amal saleh adalah yang di dalamnya sama sekali tidak ada pemikiran untuk melakukan keaniayaan, ‘ujub, riya, takabur, melanggar hak-hak manusia. Inilah amal saleh.

Sebagaimana di akherat manusia bergantung pada amal saleh, demikian pula di dunia ini dia bergantung (pada amal saleh). Jika satu saja orang di dalam rumah beramal saleh, maka seluruh isi rumah akan selamat. Pahamilah bahwa selama tidak ada amal saleh, hanya beriman, maka tidak akan memberikan manfaat. Hanya mengatakan, ‘Kami orang Ahmadi,’ tidak ada faedahnya, selama tidak disertai dengan amal perbuatan.”

Jadi, janji untuk menjaga iman dan amal saleh kita, itulah Id yang kita perlukan dan yang harus kita cari. Inilah Id sejati yang harus kita rayakan dengan menolak setan. Inilah Id sejati yang kita harus berupaya merayakannya setelah meraih keridhaan Allah.

Terkait:   Keteladanan Para Sahabat Rasulullah (saw) -Muhammad bin Maslamah ra

Karena itu, hari ini kita harus berjanji, bahwa kita akan memperkuat keimanan kita, Insya Allah, kita akan mengerjakan amal kita sesuai dengan keridhaan Allah Ta’ala. Supaya, dengan karunia Allah Ta’ala kita termasuk diantara mereka yang menyelamatkan lehernya dari api (neraka). Supaya kita bebas dari cengkeraman setan. Supaya kita termasuk diantara mereka yang merayakan Id hakiki, yaitu bertemu dengan Allah Ta’ala. Supaya kita termasuk diantara orang yang berjalan di jalan petunjuk dengan membawa keimanan yang sempurna kepada Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala terus membukakan pintu rahmat-rahmat-Nya untuk kita. Amin. Semoga kita terus memasukinya dan menerima karunia- karunia dan nikmat-nikmat-Nya. Semoga, dengan keteguhan iman dan amal saleh kita selalu menjadi pewaris karunia Allah Ta’ala, dan membebaskan leher kita dari setan. Supaya setiap hari kita menjadi puasa. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita.

Sebelum berdoa, saya ingin menyampaikan Id mubarak kepada anda sekalian. Semoga Allah Ta’ala membuktikan Id ini sebagai Id yang beberkat, dari segala segi, bagi setiap orang juga bagi Jemaat Ahmadiyah. Id mubarak juga kepada para Ahmadi yang tinggal di seluruh dunia. Selain kita, sebagian orang telah merayakan Id kemarin. Baik mereka merayakannya pada hari yang tepat atau tidak, tapi Id telah dirayakan. Semoga Allah Ta’ala memberkati Id setiap orang. Di sebagian tempat, dimana bulan (hilal) belum nampak, tetapi para ulama memaksa membuktikan bahwa bulan sudah terlihat. Para Ahmadi yang tinggal di negara-negara itu terpaksa merayakannya sesuai dengan perhitungan hilal tersebut. Pendeknya, semoga Allah Ta’ala, dari segala segi, memberkati Id ini untuk semua orang.

Sekarang kita akan berdoa. Dalam doa, ingatlah para Ahmadi di Pakistan, yang walaupun mendapat cobaan terus-menerus, dengan karunia Allah Ta’ala, Dia menyelamatkan iman mereka, terdepan dalam pengorbanan. Semoga Allah Ta’ala segera menyediakan sarana-sarana kemudahan bagi mereka. Berdoa jugalah untuk para Ahmadi di manapun di dunia, yang mengalami kesulitan karena menjadi Ahmadi. Diantaranya, khususnya Indonesia, Malaysia, Kirghistan, Kazakhstan, negara-negara ini juga dan negara-negara Timur Tengah juga termasuk, semoga Allah Ta’ala segera menciptakan kemudahan untuk mereka.

Semoga Allah Ta’ala memberikan sarana kemudahan untuk keluarga para syuhada juga. Semoga Allah Ta’ala segera menciptakan sarana untuk kebebasan bagi mereka yang ditangkap di jalan Allah, di Pakistan ada, di Saudi Arabia juga ada beberapa mubayi’in baru. Semoga Allah menciptakan sarana kebebasan bagi para Ahmadi yang terkena tuduhan palsu, karena mereka Ahmadiyah atau karena sebab lain. Semoga Allah Ta’ala menciptakan sarana kebebasan untuk setiap orang yang ditahan karena tuduhan palsu.

Berdoalah untuk para Ahmadi yang mendapat kesulitan apapun, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kesulitan tersebut. Untuk para Ahmadi yang memberikan pengorbanan harta di bulan Ramadhan, dan untuk semua orang yang sedang mengorbankan harta, jiwa, dan waktu demi agama, berdoalah semoga Allah Ta’ala menganugerahkan ganjaran terbaik untuk mereka. Berdoa jugalah bagi umat Muslim untuk kesulitan, bahkan keburukan mereka yang timbul karena pertentangan dan kezaliman yang mereka lakukan atas nama Rasul.

Semoga Allah memberi akal kepada mereka, dan mereka menjadi orang yang benar-benar mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala. Semoga negara-negara Muslim ini mendapatkan pemimpin yang cinta keadilan dan menegakkan keadilan. Semoga mereka mendapatkan pemimpin yang memberikan hak-hak rakyat. Masyarakat juga menjadi orang yang berkorban untuk negaranya dengan niat baik. Semoga Allah Ta’ala membebaskan umat Muslim dari cengkeraman para ulama egois. Semoga Dia menganugerahkan taufik kepada mereka untuk mengimani Imam Zaman.

Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ ‑ أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Doa kar le’ – “Mari kita berdoa!” Hudhur V atba dan jamaah lalu berdoa bersama lebih dari 4 menit. Di akhir doa Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Aamiin’ lalu mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah. Ied Mubarak!Setelah itu, meninggalkan ruangan masjid disertai para pengawal beliau. Para jamaah saling bersalaman dan berpelukan dengan rekan sejawat dan yang berada di dekat mereka.


[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa

[2] HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya (3/191 no.1887)

[3] Ia berkata, “Disebabkan Engkau telah menyesatkan aku maka pasti aku akan duduk menghadang mereka di jalan Engkau yang lurus; Kemudian, pasti akan kudatangi mereka dari muka mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan mereka dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapatkan kebanyakan mereka yang bersyukur.” Surah al-A’raf, 7 : 17-19

[4] Shahih al-Bukhari, hadits nomor 3257, Dari Sahl ibn Sa’d ra, dari Nabi saw bersabda, “Di surga ada 8 pintu. Ada pintu yang dinamai Rayyan, tidak ada yang masuk melalui pintu tersebut melainkan orang-orang yang puasa.” عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لَا يَدْخُلُهُ إِلَّا الصَّائِمُونَ

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.