Sesudah Kesusahan Ada Kemudahan
Khotbah Idul Fitri
Sayyidina Amirul Mu’minin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz, 11 Tabuk 1389 HS/11 September 2010, Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK
“Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} {إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا}
“Jadi sesungguhnya sesudah setiap kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah setiap penderitaan ada kemudahan atau kelapangan besar.” (94:6-7)
Ayat-ayat yang telah saya tilawatkan ini merupakan ayat surat Al-Insyirah. Tentu banyak di antara saudara-saudara yang hafal surat ini. Surat ini turun di Makkah. Selama 13 tahun lamanya di Makkah, Rasulullah (saw) bersabar menahan tindak kekerasan, perlakuan sewenang-wenang yang melanggar batas peri-kemanusiaan serta kezaliman. Semua orang maklum mengenai hal ini. Setiap kali Rasulullah (saw) melihat kezaliman yang menimpa para sahabat, beliau (saw) senantiasa memberikan nasihat untuk bersabar dan berdoa untuk mereka.
Begitu juga diriwayatkan tentang sebuah kezaliman yang tengah terjadi terhadap Yasir dan keluarganya, secara kebetulan Rasulullah (saw) lewat di sana. Melihat kezaliman ini, Rasulullah (saw) bersabda: ” صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ “ – Shabran yaa aala Yaasirin fainna mau’idakumul jannah – “Wahai keluarga Yasir! Janganlah melepaskan kesabaran, karena tempat kembali kalian adalah surga.Akibat penderitaan-penderitaan kalian itu, Tuhan tengah menyediakan surga untuk kalian.”[1]
Dan pada waktu kezaliman itu terjadi, saat itulah suami istri itu meraih martabat syahid (mereka dianiaya hingga syahid). Kini perhatikanlah, di satu sisi penganiayaan-penganiayaan itu kondisinya sedemikian rupa, sehingga kecuali maut tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan dari kezaliman-kezaliman itu. Tidak nampak [jalan] keselamatan. Pada saat seperti itu yang ditekankan oleh beliau (saw) adalah supaya tetap bersabar. Sementara di sisi lain, sejalan dengan itu pula kabar suka diberikan. Artinya, setelah tiap-tiap kesukaran atau penderitaan, ditakdirkan satu kemenangan dan kesuksesan yang sangat besar. Dan sesungguhnya, setelah setiap penderitaan ditakdirkan ada kemenangan lain.
Memang ini merupakan kesukaran-kesukaran dan penderitaan-penderitaan, ini merupakan pengorbanan-pengorbanan jiwa. Sungguh ini merupakan kondisi aniaya yang sangat mengerikan. Tetapi [ingatlah], dibalik satu per satu kezaliman itu, ada satu mata rantai kemenangan-kemenangan yang akan mulai. Kemudian dunia pun telah menyaksikan betapa orang lemah dan teraniaya itu tidak hanya meliputi seluruh kawasan Arabia melainkan mereka keluar dari daratan Arabia lalu mempersembahkan pemerintahan-pemerintahan besar.
Mereka menjadi umat yang siap menghambakan diri kepada Rasulullah (saw). Sampai ratusan tahun orang-orang Islam menjelma menjadi sebuah kekuatan besar di dunia. Kini orang-orang Islam merasa bangga menjadi hamba sahaya (umat) Rasulullah (saw) dan ini sungguh merupakan kebanggaan yang memang pada tempatnya. Dewasa ini tidak ada kehormatan atau penghargaan di permukaan bumi ini yang lebih besar dari itu bahwa kita adalah dari kalangan umat Rasulullah (saw), nabi akhir zaman dan khatamun nabiyyin – semulia-mulia nabi.
Tetapi sebagaimana ayat-ayat Al-Qur-an ini pun mengungkapkan selanjutnya akan datang masa kesukaran juga dan itu telah datang. Rasulullah (saw) juga telah menubuatkan, ‘Akan datang satu zaman kegelapan pada umatku di mana kemuliaan, kejayaan dan kemasyhuran yang dulu pernah berjaya tidak akan ada yang tersisa’. Kini kita menyaksikan betapa nubuwatan ini menjadi sempurna dengan benar. Kendati pemerintahan-pemerintahan Islam ada, tetapi semua sudah kehilangan keistimewaan, kemuliaan dan wibawanya sendiri. Dewasa ini untuk mengambil segala sesuatunya, kita memerlukan [bantuan] dari orang lain. Sarana-sarana dan prasarana kita berada di bawah kontrol atau kekuasaan orang lain. Jika ingin menggali minyak atau ingin mengambil faedah dari satu kekayaan, maka selama kita tidak melihat terhadap orang lain, kita tidak akan dapat meraih kesuksesan. Inilah kondisi dunia kita, sementara bagaimana kondisi agama kita? Bagaimana keadaannya?
Para ulama yang hanya sekedar nama itu telah menghancurkan agama lalu menciptakan bid’ah di dalamnya. Islam dewasa ini tidak lagi merupakan Islam Rasulullah (saw). Artinya, Islam yang dibawa oleh Rasulullah (saw) dan Islam yang para ulama dewasa ini tampilkan di dalamnya terdapat perbedaan antara timur dan barat. Memang tidak diragukan, gejolak iman dinyatakan oleh tiap orang. Tetapi mereka [umat Islam dewasa ini] sangat jauh dari amal baik [generasi pertama] dari setiap segi. Mereka menafsirkan jihad dengan cara yang salah sama dengan melakukan upaya memperburuk Islam. Dan kemudian untuk senjata-senjata atas nama jihad yang hanya sekedar nama itu, orang-orang Islam pun memerlukan orang-orang non Muslim.
Hadhrat Masih Mau’ud as dalam menerangkan itu bersabda:
“Jika pada zaman ini, Allah Ta’ala memberikan izin untuk jihad dengan senjata, maka dalam urusan-urusan senjata orang-orang Islam tidak akan memerlukan orang lain. Pendeknya, itu jika dewasa ini ada yang mengangkat senjata untuk agama.” Karena dewasa ini pada umumnya orang-orang non muslim pun tidak melakukan peperangan-peperangan atas nama agama. “Oleh sebab itu, jika kalian mengangkat senjata atas nama agama, maka kalian akan menemui kekalahan.” Dan tidak hanya ini saja, [dalam hal mencoreng nama Islam], bahkan atas nama jihad dan atas nama Islam, istilah jihad tersebut sedemikian disalahgunakan yang mana dari itu tercatat [kembali] sejarah kezaliman barbar.
Islam merupakan agama yang indah hal mana perang untuk membela diri diizinkan dalam kasus dimana jika di hari itu tangan-tangan orang-orang kafir tidak dicegah, maka tidak akan ada gereja yang akan selamat, tidak akan ada tempat ibadah orang-orang Yahudi yang akan selamat, tidak akan ada tempat-tempat peribadatan yang akan selamat dan tidak akan ada masjid yang akan selamat. Tetapi orang-orang itu yang berjihad atas nama Tuhan, mencatat kisah-kisah barbar dan kezaliman di dalam rumah-rumah ibadah dan terus membunuh orang-orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dengan tanpa pandang bulu.
Padahal Rasulullah (saw) bersabda dalam berperang jangan membunuh orang-orang lanjut usia, jangan membunuh perempuan, jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh para padri dan para rahib atau pendeta yang sibuk dalam ibadah mereka dan yang menekankan atau menasihatkan untuk beribadah di situ, jangan mengatakan apa-apa kepada mereka. Jangan menghancurkan atau menebang pohon-pohon dan harta benda milik masyarakat dan lain sebagainya.
Tetapi, orang-orang yang menganggap diri mereka berjihad dewasa ini, memperlakukan orang sebangsanya sendiri dan orang-orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dengan kejam dan aniaya. Dengan mendengarnya pun bulu roma kita berdiri. Lalu, mereka melakukan itu atas nama Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya mereka akan menuai murka Allah Ta’ala dan Rasul-Nya selanjutnya mendatangkan azab Allah Ta’ala kepada mereka. Kini mereka tengah menghadapi [azab] itu. Dan pada umumnya tidak hanya kelompok-kelompok garis keras yang dicerca di setiap tempat. Para ulama penentang Ahmadiyah pun memperbolehkan perlakuan aniaya itu. Dan tidak hanya ulama saja, bahkan sebagian pemerintahan-pemerintahan pun terlibat dalam perkara itu dan melindungi para penganiaya.
Begitukah zaman kemudahan yang Allah Ta’ala beritahukan kepada Rasulullah (saw) bahwa jika di hari itu terjadi kezaliman kepada umat Islam, umat Islam pun akan melakukan kezaliman setelah meraih kekuasaan? Sungguh tidak, sungguh tidak akan melakukan. Sebagaimana telah saya katakan, masa kehidupan Makkah itu merupakan masa kesukaran yang sesudahnya Allah Ta’ala telah menciptakan nuansa kemudahan. Dan kemudian sesudah satu zaman, akan datang kembali zaman penderitaan. Kemudian sesudah itu, Allah Ta’ala nubuatkan akan datangnya kemudahan. Zaman kemudahan dari segi kemajuan agama akan mulai lagi sesudah kebangkitan Hadhrat Masih Mau’ud as dan zaman itu telah dan sedang terjadi.
Tetapi, orang-orang yang tidak mengimani Hadhrat Masih Mau’ud as kini masih tersesat dalam kegelapan. Mereka juga berupaya untuk mendatangkan penderitaan terhadap orang-orang yang mengimani Hadhrat Masih Mau’ud as. Siang-malam mereka sibuk dalam usaha bagaimana dan dengan cara apa dapat mendatangkan kerugian-kerugian dan penderitaan kepada anggota Jemaat Ahmadiyah. Lebih dari itu dan betapa ironisnya hal ini bagi umat, karena Allah Ta’ala telah mengirim Hadhrat Masih Mau’ud as untuk mengeluarkan umat Islam dari kegelapan dan demi menegakkan kemuliaan Islam untuk kedua kalinya. Namun orang-orang Islam sendiri, justru dengan menganiaya Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud as, mereka terus menerus memperpanjang masa kegelapan untuk diri mereka sendiri.
Para penentang Ahmadiyah menganggap penderitaan-penderitaan ini benar-benar tengah mereka timpakan pada orang-orang Ahmadiyah. Padahal bagi orang-orang Ahmadi, sesuai janji Allah Ta’ala, sesudah setiap penderitaan, Dia terus membuka pintu gerbang keberhasilan. Para penentang beranggapan bahwa mereka telah dapat menghabisi Ahmadiyah dengan setiap permusuhan, kezaliman dan barbariyat yang mereka lakukan. Namun setelah setiap permusuhan seperti ini, kaki kemajuan Jemaat memijakkan satu lagi anak tangga kemajuan. Dan Allah Ta’ala pasti menyatakan kemurkaan-Nya kepada para penentang dalam suatu corak yang pasti. Tapi sangat disesalkan, orang-orang kembali tidak dapat memahami. Orang-orang Islam pun, umumnya terus-menerus menjadi permainan di tangan orang-orang yang berjubah atas nama agama. Umat Islam tidak ada yang siap untuk menggunakan akalnya.
Hadhrat Masih Mau’udas bersabda:
“Semoga Allah mengasihani kondisi para penentang kita, karena perlakuan yang tengah mereka lakukan itu tidak baik untuk agama, bahkan sangat berbahaya. Apakah mereka lupa pada zaman ketika mereka naik ke mimbar lalu mencerca dan mengutuk zaman abad ke tiga belas bahwa pada abad ketiga belas Islam telah menderita kerugian yang sangat besar dan dengan membaca: {فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} {إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} — Fa-inna ma’al-‘usri yusron. Inna ma’al-‘usri yusrô – ‘Jadi, sesungguhnya sesudah setiap kesulitan atau penderitaan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah setiap penderitaan ada kemudahan yang besar’, mereka memberikan dalil bahwa akan datang abad ke-14 [di mana Imam Mahdi datang] untuk menghadapi penderitaan dan kesukaran itu. Tetapi ketika dalam keadaan menunggu abad ke empat belas tiba dan persis pada permulaan abad, lahir seorang yang mendakwakan diri sebagai Masih Mau’ud dari Allah Ta’ala, tanda-tanda telah tampak, langit dan bumi memberikan kesaksian, maka para ulama itulah yang pertama menjadi penentang.
Jadi inilah cara dan sikap para ulama mulai dari sejak kebangkitan Hadhrat Masih Mau’udas sampai kini. Sekarang mereka juga mulai mengatakan bahwa ‘tidak perlu kedatangan seorang Masih Mau’ud macam apapun, cukup kita saja. Kita – sebagai pemimpin ini sudah cukup’, yakni pemimpin yang hanya sekedar nama. Seorang yang Allah Ta’ala pilih sebagai pemimpin pada hakikatnya, dialah sebagai pemimpin. Bukan pemimpin yang mereka buat sendiri. Kalau tidak, akal orang-orang duniawi sedemikian rupa mendorong untuk memberikan keterangan dengan kejahilan yang dari itu dapat segera diketahui bahwa di dalamnya sama sekali tidak ada bagian dari bimbingan Ilahiyah.
Beberapa hari yang lalu terbaca sekilas sebuah berita, seorang doktor dan juga cendekiawan yang dikenal sebagai guru besar dan juga sebagai menteri agama Pakistan dan juga pernah menjadi anggota parlemen undang-undang Islam Pakistan, mengenainya, dimuat dalam surat kabar, dia memberikan keterangan, “Jika Presiden Obama melaksanakan shalat Id dua rakaat di ground zero/lapangan pondasi terbawah – karena kontroversi mengenai zero point sedang hangat-hangatnya – yakni jika dia (Presiden Obama) melaksanakan shalat Id dua rakaat bersama dengan umat Islam, maka umat Islam akan mengakuinya sebagai Khalifatul Muslimin – khalifah orang-orang Islam dan sebagai Amirul Mukminin – pimpinan orang-orang yang beriman.”
Kita tidak tahu, dalam konteks apa dia memberikan pernyataan tersebut. Namun, apapun pemikiran dan latar belakangnya, pemikiran dan pernyataan orang itu sangat mengherankan. Beginilah firasat mereka. Alangkah tepat ungkapan itu. Tak diragukan lagi, orang-orang mukmin yang seperti mereka itu, orang seperti itulah hendaknya yang menjadi Khalifah mereka. Ringkasnya, betapa ironisnya patokan Amirul Mukminin dan Khalifatul Muslimin yang mereka tetapkan. Dan standar macam apa yang mereka tetapkan lalu ingin membuat khalifah. Dengan tidak mengimani Hadhrat Masih Mau’udas, matanya pun memandang setiap persoalan dari sudut pandang dunia dan dari hal itu dapat diperkirakan bahwa bagaimana kondisi kegelapan-kegelapan di mana mereka berada. Dan mereka mengatakan bahwa Masih dan Mahdi dalam corak apapun tidak perlu lagi. Semoga Allah Ta’ala mengasihani mereka.
Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as di satu tempat bersabda:
“Islam telah melalui hari-hari musibah besar. Kini musim gugurnya telah berlalu. Dan kini untuk Islam musim bunga telah tiba. {فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} — fainna ma’al-‘usri yusrô – ‘Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan.’”
Tetapi para mullah tidak menghendaki Islam kini mendapatkan masa hijau subur. Padahal dengan kedatangan Masih Mau’udas, masa sulit Islam menjadi berakhir. Masihuz Zaman (Masih zaman ini) menerangi ajaran Islam yang indah, lalu mempersembahkannya kepada dunia. Walaupun terdapat segala macam hambatan yang ditimpakan dari orang-orang [Islam] sendiri dan juga dari pihak [agama] lain, namun kafilah Ahmadiyah terus berderap maju. Orang-orang dari berbagai agama bernaung di bawah bendera Rasulullah (saw).
Dari kalangan umat Islam juga, orang-orang yang berfitrat baik berkumpul di tangan Imam Zaman lalu mengikuti ajaran Islam. Mereka bebas dari perpecahan. Hal mana orang-orang pada zaman abad pertama Islam telah terapkan itu dalam diri mereka. Itulah ajaran Islam hakiki. Orang-orang Islam Ahmadi ini memperlihatkan contoh yang para sahabat Rasululahsaw telah letakkan di hadapan kita. Mereka telah memberikan pengorbanan-pengorbanan jiwa untuk Islam dan telah meninggikan bendera Islam. Mereka merupakan orang-orang yang telah berusaha menegakkan mutu ibadah. Mereka telah mengorbankan jiwa dan harta untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Mereka juga merupakan orang-orang yang telah bersabar menahan penderitaan kehidupan di balik terali-terali besi.
Jadi hari ini hanya orang-orang Ahmadilah yang menjadi gambaran praktis contoh yang demi untuk meninggikan bendera Muhammad Musthafa (saw) tidak hanya sekedar siap untuk segala macam pengorbanan. Bahkan mereka tengah memberikan pengorbanan itu. Contoh ini tampak pada kita di setiap negara Islam, di mana para penentang Ahmadiyah memenuhi hati orang-orang dengan racun berkenaan dengan Jemaat Ahmadiyah atas nama Islam atau sebagian pemerintahan-pemerintahan yang untuk meraih keuntungan-keuntungan demi untuk manfaat-manfaat yang tidak benar, mereka membantu orang-orang melakukan gerakan-gerakan yang tidak benar itu. Tapi semua itu mengingatkan kepada orang-orang Ahmadi tentang pengorbanan-pengorbanan yang telah saya sebutkan, yang telah diperlihatkan oleh orang-orang Islam di abad permulaan.
Di zaman Rasulullah (saw), ada zaman kesulitan juga dan terdapat juga nubuatan atau kabar suka tentang zaman kemudahan dan dunia juga telah menyaksikan nubuatan itu dan setelah sampai ke Madinah pun masa penderitaan dan kesulitan itu tidak berakhir. Zaman para penentang atau zaman permusuhan-permusuhan dan fitnah demi fitnah tidak berakhir. Peperangan demi peperangan dipaksakan kepada umat Islam. Mereka disyahidkan dengan tipu daya. Peristiwa Birma’unah merupakan peristiwa yang sangat masyhur ketika 70 sahabat yang hafal Al-Qur-an dibunuh dengan tipu muslihat oleh satu suku. Satu suku bernama Raji membunuh sepuluh sahabat dengan tipu daya mereka. Dan sesuai riwayat, berita dua peristiwa itu Rasulullahsaw terima pada saat bersamaan, yang menjadikan beliausaw sangat sedih. Dan sesuai riwayat, selama 30 hari beliausaw berdoa pada waktu subuh untuk kehancuran orang-orang yang aniaya.
Beliausaw berdoa:
”Wahai Majikanku, kasihanilah kondisi kami ini, cegahlah tangan musuh-musuh Islam itu untuk menghapuskan agama-Mu, yang begitu kejam tanpa mengenal belas kasihan, mereka mengalirkan darah orang-orang Islam yang tidak berdosa.“ Jadi masa kesulitan dan kemudahan berjalan berbarengan. Jika darah orang-orang beriman terus mengalir, maka hal itu menciptakan keteguhan pada orang-orang yang baru bergabung dan setiap sesudah kesulitan menjadi takdir yang sangat besar untuk kemenangan umat Islam.
Kini, dalam wujud pecinta sejati dan murid setia Rasulullahsaw di saat kebangkitan beliau (saw) yang kedua pun, janji inilah yang akan sempurna dan inilah janji yang dibawa oleh kebangkitan beliau (saw) yang kedua. Allah Ta’ala yang telah menjanjikan dua kali janji kemenangan setelah setiap kesulitan, supaya pemandangan yang orang-orang abad pertama telah saksikan itu akan tampak pada masa kebangkitan beliau (saw) yang kedua.
Para ulama yang hanya nama, baik [mereka] ingin atau tidak ingin datang masa hijau suburnya Islam atau datangnya kejayaan Islam, itu sudah merupakan takdir bagi Jemaat Masih Mau’ud as. Jika kesulitan atau penderitaan ditimpakan dari pihak musuh, maka kemenangan itu tengah tampak dengan penuh kejayaan dan agungnya lebih dari sebelumnya. Allah Ta’ala juga telah menjanjikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as. Pada tahun 1883 ketika pada waktu beliauas belum mengambil bai’at, bahkan pendakwaan pun belum ada, Allah Ta’ala berfirman kepada beliauas.: {فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} — fainna ma’al-‘usri yusrô –Artinya, “Kesulitan memang ada tetapi sedikit, sesudah itu ditakdirkan kemudahan dan kesuksesan.”
Terjemahan tafsir ini saya lakukan karena Hadhrat Mushlih Mau’udra telah menggaris bawahi ke arah ini bahwa menurut para ahli Bahasa Arab bahwa dengan menyebutkan العسر – al-‘usr (lebih dahulu), العسر – al-’usr (kesulitan) itu dibatasi. Dan ini hanya untuk membebaskan batasan itu lalu diperluas. Yakni kesulitan-lesulitan memang ada, memang harus dilewati melalui penderitaan-penderitaan dan kesulitan-kesulitan. Tetapi setiap kesempitan dan kesulitan akan datang setelah menjadi takdir penentu kemenangan-kemenangan yang tidak terhitung. Dan ini merupakan keistimewaan Jamaah-jamaah Ilahi. Inilah agama yang Allah Ta’ala telah janjikan untuk ditegakkan dengan keagungan sempurna hingga Hari Qiamat dan semua tanda juga kita tengah lihat sempurna dan langkah kemajuan juga terus melaju ke depan. Walhasil, kemudian kenapa kita tidak teguh dengan bijaksana sehingga permusuhan-permusuhan para penentang dan para ulama tidak bisa mendatangkan kemudharatan pada kita sedikitpun.
Dengan mengorbankan jiwa individu-individu, tidak pernah ada bangsa-bangsa yang hancur. Bahkan manakala jiwa-jiwa dikorbankan dan diikat perjanjian untuk melakukan pengorbanan dengan gejolak semangat dan tekad, maka kehidupan bangsa-bangsa akan diperpanjang dan Jemaat akan memperteguh kekuatan-kekuatannya. Dan tatkala janji Allah Ta’ala benar-benar menerangi pengorbanan-pengorbanan dan tekad-tekad itu lalu memperteguh iman, maka pengorbanan-pengorbanan dan kesulitan-kesulitan akan menjadi biasa saja dan kemajuan akan tampak dengan keagungan yang baru.
Kepada Hadhrat Masih Mau’ud as pun Allah Ta’ala telah menjanjikan dan dalam berbagai macam cara dan dalam berbagai kesempatan telah berfirman. Sebelum pendakwaan, Allah Ta’ala telah menghibur beliauas dan terus menghibur beliauas:
“Untuk tugas mana Aku telah mengirim engkau, seberapapun sulitnya, Aku bersama engkau. Engkau akan menyaksikan kemenangan dan keunggulan.” Pada suatu kesempatan dalam kata-kata ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada beliausaw. Dalam corak ilham juga AllahTa’ala berfirman kepada beliauas: {إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا}{لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا} — Innâ fatah-Nâ laka fatham mubînâ. Li-Yaghfiro lakal-Lôhu mâ taqoddama min dzambika wa mâ ta-akhkhor —
Di dalam Barahin Ahmadiyah guna menjelaskan maksud ayat itu, Hadhrat Masih Mau’udas menerangkan:
“Terkadang Kami menganugerahkan kepada engkau kemenangan nyata yang terang benderang, yakni Kami akan anugerahkan kemenangan. Dan adapun terkait datangnya perkara-perkara yang tidak disukai dan tindakan-tindakan kekerasan dan kesukaran-kesukaran adalah supaya Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kamu yang sebelumnya dan yang sekarang. Yakni jika Tuhan menghendaki, maka Dia Maha Kuasa untuk menjadikan pekerjaan yang dimaksud sampai pada puncak kesuksesannya tanpa datangnya corak kesulitan dan penderitaan apapun dan dengan mudah kemenangan besar dapat diraih. Akan tetapi kesulitan dan penderitaan itu diturunkan supaya hal tersebut menjadi faktor peningkatan jenjang-jenjang kemajuan dan pengampunan atas kesalahan-kesalahan”.
Beliauas bersabda:
“Hari ini dalam kesempatan ini, pada saat yang lemah ini sedang melihat buku salinan perbaikan (ketika beliauas menulis Barahin Ahmadiyah) dalam kasyaf di tangan saya diberikan beberapa lembar kertas yang di atasnya tertulis, “دُقَّت طبول الفتح” ‘Terompet kemenangan berbunyi’. Kemudian seorang sembari tersenyum memperlihatkan ke arah lainnya sebuah gambar sembari berkata, ‘Lihatlah apa yang dikatakan gambar engkau’. Ketika yang lemah ini melihat, itu adalah gambar hamba yang mengenakan pakaian hijau. Tetapi terlihat sangat berwibawa layaknya seorang panglima yang telah meraih kemenangan lengkap dengan persenjataan. Dan tertulis di kanan dan kiri gambarحجة الله القادروسلطان احمد مختار – hujjatulLôhil Qôdir wa sulthôn ahmad mukhtâr – (hujjah atau argumentasi Allah yang Maha Kuasa dan raja Ahmad yang terpilih).
Dari keterangan berita-berita [dari Tuhan] itu, kami sedikit pun tidak ada keraguan bahwa kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan yang diusahakan untuk ditimpakan kepada kami dari para penentang Ahmadiyah dan kami dijadikan target atau sasaran penganiayaan-penganiayaan, darinya itu kerugian tidak akan sampai kepada Jemaat Ahmadiyah. Kegagalan makar atau tipu muslihat para musuh dan tidak tercapainya tujuan yang mereka inginkan, merupakan tanda kemenangan. Hal ini tengah memberikan petunjuk-petunjuk kepada tanda-tanda yang membawa kepada kemenangan”.
Tetapi apa terompet kemenangan itu? Ia merupakan kemenangan agung dan akan menjadi tampak kepada dunia sebagaimana yang Allah Ta’ala telah janjikan kepada Hadhrat Masih Mau’udas dalam wahyu-Nya: “Dan [terompet] itu akan berbunyi dan pasti akan berbunyi [kemenangan terang benderang itu akan terjadi].” Dan para penentang yang secara sporadis kadang-kadang menimpakan kesakitan kepada orang Ahmadi baik di Mesir, Indonesia, Malaysia, Srilangka, Hindustan atau di Bangladesh atau di Pakistan.
Beberapa hari yang lalu di sebuah Jemaat kecil yang jauh terpencil di Cantar, Bangladesh, para penyerang, termasuk di dalamnya ialah para mullah (ulama) tidak hanya sekedar melakukan penyerangan terhadap masjid saat sedang dibangun atau sedang dilakukan perluasan. Bahkan mereka mencederai orang-orang Ahmadi, masjid dirubuhkan, rumah-rumah orang-orang Ahmadi pun mereka jadikan sasaran pengrusakan, harta benda mereka bakar dan melukai orang laki-laki.
Ketika delegasi kita dari pusat Dakka berangkat ke sana, lalu kepada perempuan-perempuan ditanyakan mengenai keadaan di sana – pada umumnya perempuan itu lemah – maka seorang perempuan sembari tersenyum berkata, “Mereka [orang-orang ghair Ahmadi] ini seberapa pun ingin mendatangkan kerugian pada kami, mereka tidak akan bisa merampas iman kami. Kalau ada rasa rugi dan sedih pada diri perempuan yang karenanya dia menangis. Kini kami, katanya, tidak dapat membangun masjid. Pekerjaan kami menjadi lepas.” Dan sejauh berkaitan dengan Pakistan, di sana sedemikian rupa sejarah kezaliman dan barbar yang sedang dicatat sehingga tampak bahwa orang-orang itu sama sekali sedikitpun tidak ada iman pada kekuatan-kekuatan dan kekuasaan-kekuasaan Tuhan. Jika iman ada, maka mereka tidak akan memperbolehkan keaniayaan ini atas nama Tuhan.
Sesudah bulan Ramadhan yang lalu sampai hari ini telah terjadi 99 peristiwa pen-syahid-an. Jika bulan Ramadhan dimasukkan, hanya dalam satu hari orang-orang zalim itu telah men-syahid-kan 86 orang. Menurut orang-orang zalim itu, darah (nyawa) orang-orang Ahmadi sedemikian rupa murahnya, sehingga tidak ada harganya dan menurut mereka – na’udzubillah – Tuhan juga tidak menghiraukan mengalirnya tumpahan darah itu. Tetapi orang-orang yang menumpahkan darah itu, hendaknya ingat bahwa setiap tetesan darah itu akan dituntut balas oleh Allah Ta’ala dan setiap tetesan dari darah itu akan Allah Ta’ala terima lalu sedemikian rupa Dia akan menganugerahkan [keberkatan] karenanya. Kini Dia tengah menganugerahkan [karunia-karunia] pada kita sesuai dengan janji-Nya dan setiap saat terus menerus Dia mendekatkan kita pada kesempurnaan janji: {فَتْحًا مُبِينًا} — fatham mubînâ (kemenangan nyata) —
Sesudah peristiwa Lahore terjadi perkenalan Jemaat Ahmadiyah kepada dunia. Sebelumnya perkenalan mungkin juga ada, tetapi tidak banyak perhatian. Perhatian yang terjadi terhadap Jemaat Ahmadiyah – jika untuk memperkenalkan itu kita mempergunakan sarana-sarana kita, maka mungkin memakan waktu puluhan tahun. Jadi sesuai dengan janji Allah Ta’ala, para syuhada itu tidak hanya memperoleh kedudukan martabat syahid, lalu memperoleh kehidupan abadi di akhirat kelak. Bahkan di dunia ini dengan mengurbankan jiwanya, mereka menjadi sarana perantara untuk menyampaikan misi Hadhrat Masih Mau’udas sampai ke seluruh penjuru dunia. Memang Allah Ta’ala akan sampaikan amanat itu dan Allah Ta’ala tengah sampaikan dan akan Dia sampaikan. Tetapi perantara itu Allah Ta’ala lah yang menciptakan. Jadi Allah Ta’ala telah menjadikan para syuhada itu sebagai perantara besar untuk menyampaikan misi-Nya. Jadi sangat baik sekali nasib orang-orang yang memberikan pengorbanan ini.
Dewasa ini di Pakistan lusinan orang bukan Jemaat, orang-orang Islam umum dan juga orang-orang dari berbagai agama yang menjadi sasaran dari kelompok garis keras dan mereka kehilangan nyawanya. Banyak jiwa yang tidak berdosa menjadi korban sia-sia. Anak-anak menjadi yatim, perempuan-perempuan menjadi janda, ibu-bapak yang sudah tua kehilangan anak-anak mereka yang masih muda sebagai penopang hidup mereka. Tetapi orang-orang yang terbunuh itu tidak mengetahui ‘kenapa kami dibunuh’ dan tidak pula keluarganya mengetahui bahwa ‘orang-orang yang kami sayangi itu, kenapa mereka dibunuh’ dan kenapa tengah terjadi pembunuhan terhadap mereka.
Namun setiap orang Ahmadi yang berjalan ke sana kemari mempersembahkan jiwanya di Pakistan mengetahui, ‘jika saya kehilangan jiwa, maka itu akan pergi melayang untuk maksud yang sangat luhur’. Dan keluarga para syuhada, baik anak-anak, janda-janda dan ibu bapak mengetahui pengorbanan-pengorbanan yang telah dipersembahkan oleh orang-orang kesayangannya itu berkorban untuk maksud yang sangat luhur dan kini mereka memberikan pengorbanan jiwa. Dan sejauh dengan mempersembahkan pengorbanan jiwa, mereka telah menjadikan kehidupannya menjadi kekal abadi. Di sana mereka telah mengangkat dengan penuh bangga kepala (harga diri) orang-orang yang ditinggalkan di belakangnya atau menjadikan bangga keluarga mereka yang ditinggalkan [karena di dalam keluarga mereka juga ada yang syahid demi Jamaah Ilahi ini].
Banyak surat dari anggota dengan berbagai topik yang telah dan sedang saya terima dan banyak yang sedang berdatangan. Mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami tidak mengetahui betapa dia (keluarga kami yang syahid) telah membesarkan kedudukan kami’. Ini merupakan keuntungan secara pribadi. Tetapi keuntungan yang secara Jemaat dan itu tengah diperoleh dan insya Allah faedah itu akan didapatkan yang di dalamnya juga termasuk keteguhan orang-orang Ahmadi sendiri.
Terkait dengan topik inipun saya menerima beberapa surat yang menyebutkan, ‘dengan pengorbanan-pengorbanan itu, rasa takut kami menjadi jauh dan timbul rasa ingin meraih kedekatan dengan Tuhan’. Timbul perhatian untuk menjauhkan kemalasan-kemalasan yang sebelumnya ada. Dan kemudian sebagaimana saya telah katakan bahwa medan pertablighan Jemaat menjadi tambah lebih terbuka.
Jadi kendati pun para syuhada kita telah memberikan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar, namun di balik pengorbanan itu, jaringan kabel-kabel revolusi besar yang sedang bergerak hari ini tengah menarik perhatian kita bahwa Id hakiki itu akan datang pada saat ketika akibat dari pengorbanan itu di dunia, orang-orang menciptakan perubahan suci di dalam dirinya. Ketika dunia ini atau orang-orang penduduk dunia berkumpul di bawah bendera Hadhrat Muhammad Musthafasaw. Kondisi pahit orang-orang Ahmadi pada saat ini memberitahukan bahwa memang terjadi kondisi pahit dan sulit. Tetapi di balik kesulitan itu, sesuai dengan janji Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih Muhammadi, kondisi kemudahan yang akan terlahir, di dalamnya akan ada pintu gerbang cemerlang, akan berbunyi terompet sangkakala kemenangan – insya Allah – yang Allah Ta’ala telah janjikan kepada Hadhrat Masih Mau’udas.
Di masa yang akan datang, ketika dirayakan hari raya kebahagiaan kemenangan Islam yang hakiki maka sejarah Ahmadiyah akan senantiasa mengenang para syuhada itu. Dunia akan diberi-tahukan, “Saat ini kalian yang merayakan kebahagiaan-kebahagiaan kemenangan dan merayakan hari Id adalah hasil dari pengorbanan yang para syuhada lakukan dengan mengalirkan darah mereka.” Jadi para penentang menganggap darah orang Ahmadi adalah murah. Ingatlah, darah ini terus menerus bertambah banyak harganya setiap hari. Sejarah tidak pernah melupakan pengorbanan-pengorbanan para syuhada abad pertama. Begitu juga sejarah tidak pernah melupakan orang-orang yang berjalan mengikuti jejak itu, orang-orang yang berusaha mengikuti langkah-langkah itu dan orang yang berusaha berjalan mengikuti jejak-jejaknya itu.
Alhasil anak, istri, ibu-bapak, saudara laki-laki dan perempuan para syuhada, bahkan semua harus merayakan hari Id sembari berterima kasih kepada para syuhada itu. Karena para syuhada itu sembari menjauhkan kesedihan atau kerisauan Imam pada zaman ini, sejarah mereka telah dicatat dengan darah mereka sejauh rasa takutnya, di sana mereka juga telah mengajarkan kepada kita cara baru bagaimana merayakan Id.
Dari sejak beberapa tahun kita menyaksikan bahwa sejauh hubungan dengan demi untuk kesucian jiwa, dalam bulan Ramadhan kita memberikan pengorbanan (menahan diri dari) barang yang diperbolehkan yang sesudahnya, kemudian sesuai dengan perintah Allah Ta’ala kita merayakan Id. Dari antara kita ada juga orang yang dengan mengorbankan jiwa mereka di bulan Ramadhan, lalu mendapatkan khabar suka tentang surga, mereka menjadi orang-orang yang merayakan Id hakiki yang merupakan maqam atau kedudukan ridha Ilahi. Walaupun untuk orang yang ditinggalkan ini merupakan perkara yang menyedihkan. Kesedihan ditinggalkan kerabat tidak bisa dilupakan. Terlebih manakala datang kesempatan bahagia secara lahiriah atau hari-hari Id datang, maka rasa sedih akan adanya perpisahan dengan keluarga menjadi tambah lebih terasa.
Pada tahun ini – sebagaimana saya telah beri-tahukan – selain bulan Ramadhan juga, dari semenjak sebagian bulan Ramadhan yang lalu ada 97 warga Jemaat yang telah syahid. Banyak janda yang tengah melewati atau menyempurnakan masa iddahnya yang kendati pada hari Id pun, mereka tetap dalam keadaan berduka. Banyak anak-anak yang saat Id pada tahun ini, mereka tidak mendapat dari kasih sayang bapak-bapak mereka [karena kesyahidan ayah-ayah mereka]. Begitu juga pada tahun ini banyak anak-anak yang pada saat Id jauh dari kasih sayang ibu-bapak mereka. Banyak ibu yang dengan memeluk anak kasayangannya, mereka menyampaikan Id Mubarak kepada anak-anaknya.
Tetapi pada tahun ini dengan berdoa di kuburan-kuburan [keluarga yang syahid], mereka menciptakan sarana menenangkan hati mereka. Sebelumnya, banyak bapak biasa pergi menunaikan shalat Id dengan bertopang pada anak-anaknya yang sekarang telah syahid. Kini mungkin mereka tengah pergi ke makam [anak-anaknya] untuk mendoakan mereka. Ini merupakan sebuah kondisi mereka sehingga jangankan yang memiliki ikatan darah, bahkan teman-teman dekatpun dibuatnya resah dan mungkin tengah dibuatnya gelisah. Tetapi jika kita renungkan, maka di bulan Ramadhan dan pada hari Id, betapa banyak kematian-kematian yang terjadi di dunia ini dan untuk menghadapinya harus bersabar. Sementara kewafatan para syuhada adalah untuk memberikan kehidupan kepada Jemaat.
Para syuhada itu telah mengorbankan jiwanya demi memenuhi kesetiaanya kepada pecinta sejati Rasululahsaw dan untuk mencari ridha Allah Ta’ala. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita hari ini untuk tidak merayakan Id. Ketika kita akan merayakan Id, maka pada hari Id itu, kita akan mempersembahkan kesedihan kita di hadapan Allah Ta’ala, maka sejauh itu doa-doa ini akan menyediakan sarana peningkatan untuk para syuhada, di sana pun akan menciptakan sarana ketenteraman juga untuk kita. Insya Allah, masa sulit yang bersifat sementara akan berganti menjadi masa kemudahan yang luas.
Jadi semua ilham berkenaan dengan Id memberitahukan kepada kita berkaitan dengan kebahagiaan-kebahagiaan atau kegembiraan-kegembiaraan Id. Oleh karena itu tidak ada timbul persoalan atau kenapa tidak sarana Id-Id lahiriah yang Allah Ta’ala telah ciptakan itu, kita tidak ikut rayakan dan kita tidak ikut serta dalam kebahagiaan-kebahagiaan yang telah Allah Ta’ala telah ikatkan bersama Imam pada akhir zaman ini.
Tertera sebuah ilham beliauas, “Amdan Id Mubarak baadn – Id itu memang ada. Selamat atasmu. Mau kamu merayakan atau tidak [terserah]”. Maksud bagian pertama adalah kedatangan Id itu membawa berkah untukmu. Jadi kedatangan Id adalah beberkah untuk Masih Mau’udas. Dan akibat dari beliauas, untuk umat Islam, (untuk Jemaat Ahmadiyah juga) baru akan menjadi beberkah dan akan menjadi Id yang hakiki manakala mereka mengimani Hadhrat Masih Mau’udas. Kalau tidak, Allah Ta’ala telah berfirman dengan jelas dan penjelasannya di satu tempat Hadhrat Mushlih Mau’udra telah jelaskan dengan menarik bahwa dengan kebangkitan Hadhrat Masih Mau’udas, Allah Ta’ala benar-benar telah menciptakan sarana Id. Bersama kemudahan-kemudahan dan kesuksesan-kesuksesan yang telah Dia ciptakan, sarananya benar-benar telah terjadi. Kini orang-orang yang beriman, untuk mereka ada Id Mubarak, sementara mereka yang tidak beriman menjadi mahrum. Dan kemudian bersama Id sembari memperdengarkan wahyu kemenangan, beliauas bersabda: العيدالاخر تنال منه فتحاعظيما – Al-‘îdul-âkhor tanâlu minhu fathan ‘azhîmâ. Yakni, ada lagi Id lain yang di dalamnya engkau akan mendapatkan satu kemenangan besar.
Jadi manakala Allah Ta’ala memberikan khabar-khabar suka kepada Hadhrat Masih Mau’udas dengan kemenangan besar dan khabar-khabar suka itu. Dia tengah berikan bersama Id dan dengan referensi Id, maka kenapa kita tidak melupakan kesedihan kita, lalu ikut bergabung larut dalam kebahagiaan-kebahagiaan atau kegembiraan-kegembiraan teragung bersama Imam Zaman pada saat ini. Dalam kondisi rasa sedih kita, air mata yang mengalir demi untuk mencari ridha Allah Ta’ala itu memang mengalir di hadapan Allah Ta’ala, tetapi kita tidak memperlihatkan kelemahan kita dan tidak mengeluh dan mengadu di hadapan orang-orang yang memusuhi. Sesungguhnya air mata ini menjadi faktor bertambah lebih mendekatkan kita kepada kemenangan-kemenangan.
Sebagaimana telah saya katakan, kini sedang diupayakan untuk lebih mempersempit ruang kehidupan bagi para Ahmadi di Pakistan. Mereka terus menghadapi kezaliman yang tengah terjadi pada mereka dengan keberanian dan keteguhan hati. Untuk itu seluruh orang-orang Ahmadi hendaknya dan wajib baginya berdoa untuk mereka. Meskipun mereka melihat segala macam ketakutan yang menghadang di hadapan mereka. Namun mereka menunaikan Id dan menjalani hari Id dengan keberanian. Dan pada hakikatnya mereka itulah pemilik Id sejati. Mungkin setiap orang Ahmadi di luar tidak mengetahui hal itu. Yakni rencana penentang yang mengerikan, satu contohnya yang masih segar adalah serangan yang ditujukan kepada masjid Ahmadiyah di Morden. Mereka dengan melakukan serangan bom bunuh diri di sana merupakan indikator (tanda) akan adanya usaha untuk membawa kehancuran besar.
Tetapi Allah Ta’ala telah melindungi orang-orang Ahmadi dan kita di sini telah menyaksikan bahwa bagaimana mereka tengah berusaha. Kedatangan orang-orang ini ke masjid-masjid merupakan satu pekerjaan yang penuh keberanian dan merupakan satu bentuk nyata penerapan atau penjabaran janji dan perwujudan upaya untuk setiap saat siap mengorbankan jiwa. Pendek kata para pria datang ke mesjid, sementara anak-anak dan perempuan-perempuan atas dasar adanya bahaya itu mereka dicegah untuk berkumpul di satu tempat. Yang karenanya surat-surat pun datang kepada saya di mana para wanita mengutarakan kegelisahan mereka atau mungkin ini merupakan kesempatan pertama ketika perempuan-perempuan dan anak-anak sepenuhnya dilarang berkumpul di satu tempat untuk menunaikan shalat Id di Pakistan. Langkah ini terpaksa diambil akibat dari rencana-rencana aniaya para penentang. Dan karenanya saya telah katakan bahwa timbul kegelisahan yang sangat besar di kalangan perempuan dan anak-anak.
Jadi saya katakan kepada anak-anak dan perempuan-perempuan bahwa akibat dari rencana-rencana penentang kita, kalian dilarang untuk datang ke masjid dan dicegah untuk menunaikan shalat Id di tempat Id. Hal itu dilarang untuk (karena) melindungi jiwa kalian, karena memenuhi tuntutan sarana-sarana lahiriah juga yang dari segi akal dan agama juga perlu. Jika kalian tidak bisa merayakan Id di mesjid dan di tempat Id, maka kalian dapat memenuhi tempat sujud kalian di rumah-rumah kalian dengan tangis dan jeritan di hadapan Allah Ta’ala. Jadi penuhilah rumah-rumah kalian dengan jeritan sedemikian rupa, sehingga Allah Ta’ala Sendiri yang menghibur hati kalian. Wahai para perempuan-perempuan Ahmadi dan anak-anakku! Sesungguhnya janji Allah Ta’ala: {فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} {إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} — Fa-inna ma’al-‘usri yusron. Inna ma’al-‘usri yusrô —
Adalah benar, jadi kemudahan datang dan pasti akan datang. Hari sedih kalian dan penderitaan kalian sesungguhnya pasti berganti dengan kemudahan dan kesuksesan, lalu akan memperlihatkan sempurnanya janji-janji yang telah Dia janjikan kepada Masih Mau’udas. Karena itu, janganlah kalian pernah lelah dan lesu untuk sujud dan memohon di hadapan Tuhan. Jelas sekali, bahwa ada wahyu kepada Hadhrat Masih Mau’ud as yang berbunyi: “Anak-anak mengatakan, ‘Id memang bukan besok, melainkan, Id ada besok lusa’.” Oleh karena itu kita hendaknya senantiasa berdoa supaya Id hakiki yang jika tidak ada datang besok, maka Id yang pasti datang besok lusa itu datang dalam kehidupan kita, jangan karena kelemahan-kelemahan kita, Id itu menjadi tertunda di masa yang akan datang. Di dalamnya tidak ada keraguan bahwa Allah Ta’ala akan memberikan kemenangan nyata kepada Jemaat ini. Kemenangan nyata, kapan akan terjadi? Dia yang Maha Mengetahui.
Pada Jalsah Jerman ada ceramah khusus saya dengan orang-orang Jerman. Pada satu sesi orang-orang Jerman datang. Saya mengatakan bahwa kalian menganggap kata-kata saya merupakan sebuah kegilaan, tetapi kami berdiri di atas keyakinan bahwa nizam yang Allah Ta’ala telah dirikan dengan perantaraan Hadhrat Masih Mau’udas, inilah yang kini akan berjalan atau tersebar di dunia. Dan tidak ada yang bisa mengganti takdir ini. Tetapi itu akan terjadi dengan cinta dan kasih sayang bukan dengan menguasai pemerintahan-pemerintahan, tidak dengan melakukan tindakan terorisme, tidak dengan membunuh orang-orang tak berdosa, tidak dengan menguasai perekonomian-perekonomian seseorang, tidak dengan menguasai tanah seseorang dan tidak dengan konspirasi politik. Singkat kata, menegakkan itu dengan menjalankan pemerintahan Allah Ta’ala di dunia dengan tulus dan murni dan inilah maksud kita. Maka ini akan berkembang dan sesungguhnya Allah pasti akan menyempurnakan itu. Dan ketika di dunia ini pemerintahan Allah akan berdiri, maka hari itulah untuk kita merupakan Id yang hakiki.
Jika orang-orang Ahmadi terus menjadi syahid, terus mengorbankan jiwanya, meninggalkan rumah-rumahnya sehingga menjadi tidak memiliki rumah, maka itu adalah untuk menyambut Id yang merupakan ketetapan bagi Jemaat Ahmadiyah. Malam-malam kegelapan yang secara lahirnya tampak kepada Jemaat Ahmadiyah, menurut pandangan Tuhan merupakan malam-malam qadar atau malam penentuan dan malam kemuliaan, sebelum datangnya kegembiraan-kegembiraan Id yang datang pada bulan Ramadhan. Peristiwa ini pun datang pada zaman para pilihan Allah Ta’ala dan para utusan-Nya yang perinciannya telah saya terangkan dalam khotbah saya.
Inilah malam-malam yang setelah memperoleh pengabulan, lalu menciptakan revolusi yang sesudahnya bukan hanya satu Id saja, bahkan satu mata rantai Id-Id yang akan datang. Jadi, kenapa jika hari ini di sebagian tempat lainnya di Pakistan, Jemaat tengah melewati dari masa sulit. Penderitaan ini sungguh menunjukkan kepada jalan-jalan kemenangan dan kemudahan. Jadi dengan memperhatikan pemikiran ini, tugas kita adalah dengan sabar dan doa, kita terus memohon kepada Allah Ta’ala bantuan-Nya, pertolongan-Nya dan pertemuan dengan-Nya.
Pengorbanan-pengorbanan yang telah diberikan oleh orang-orang yang kita kasihi dan yang akibat dari itu di rumah-rumah secara lahiriah timbul rasa sedih dan pilu serta demikian pula kesedihan wanita-wanita dan anak-anak kita, karena tidak ikut dalam shalat Id. Semoga kesedihan dan kepiluan itu, mudah-mudahan Allah Ta’ala jadikan sebagai jalan untuk meraih ridha-Nya. Marilah kita berdoa semoga kesabaran kita dan semangat kita diterima di sisi Tuhan, lalu pada pandangan Tuhan menjadi layak untuk menarik kasih sayang Allah Ta’ala. Dan kemudian dunia akan menyaksikan bahwa apa maksud dari pengorbanan dan apa maksud ketika darah para syuhada tampak indah terlihat dipandang mata.
Marilah kita berdoa, semoga kesabaran kita dan semangat kita menjadi sesuatu yang dapat menarik kasih sayang Tuhan dan juga menjadi faktor turunnya karunia-karunia Allah Ta’ala lebih deras lagi dari sebelumnya. Dan semoga Dia menganugerahkan kepada kita kegembiraan-kegembiraan Id hakiki yang pada pandangan Allah Ta’ala merupakan Id sejati.
Bersama itu kepada semua hadirin dalam rangka Id ini, saya menyampaikan ‘Id Mubarak’ baik saudara-saudara yang duduk di hadapan saya juga dan Ahmadiyah di dunia di mana pun mereka mendengarkan khotbah dan jika tidak mereka sedang mendengarkan khotbah kepada semuanya saya sampaikan Id Mubarak. Dan kita akan berdoa dan di dalam doa-doa itu, kita berdoa untuk ketinggian derajat para syuhada Ahmadiyah dan juga para anggota keluarga yang ditinggalkannya. Semoga Allah Ta’ala menyempurnakan keinginan-keinginan baik mereka, melindungi mereka dalam perlindungan-Nya. Semoga Allah Ta’ala melindungi setiap orang Ahmadi yang tinggal di Pakistan, mengubah kesedihan mereka menjadi kebahagiaan. Semoga Allah Ta’ala menciptakan sarana untuk kebebasan orang yang dipenjarakan di Jalan Allah. Semoga memberikan keberkatan yang luar biasa pada harta benda dan jiwa orang-orang yang melakukan paengorbanan.
Dewasa ini di Pakistan para individu Jemaat yang tengah menjaga warga Jemaat dan tengah menjaga bangunan-bangunan Jemaat, mereka memberikan pengorbanan untuk harta dan jiwa, maka berdoalah juga untuk mereka. Khususnya orang-orang Ahmadi di Pakistan, sebagaimana saya sebelumnya telah katakan dan untuk orang-orang Ahmadi di dunia perbanyaklah berdoa. Semoga Allah Ta’ala melindungi setiap dari antara kita dari setiap keburukan dan kita berdoa untuk diri kita juga supaya Dia menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang murni dan tulus.
Setelah Khotbah II, Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Doa kar le’ – “Mari kita berdoa!” Hudhur V atba bersama jamaah lalu berdoa bersama, di akhir doa Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Aamiin’ lalu meninggalkan ruangan masjid setelah mengucapkan عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ “Assalamu ‘alaikum”
[1] Syi’bil Iman (cabang-cabang iman), oleh al-Baihaqi, cabang XVI (ke-16)