Apa itu Lailatul Qadr?
“Dari berbagai riwayat hadits kita menemukan bahwa di 10 hari terakhir Ramadhan ada satu malam yang dikenal sebagai Lailatul Qadar. Yakni, suatu malam yang demikian khas, yang di dalamnya Allah Ta’ala berkenan menghampiri para hamba-Nya yang sejati. Ketika mereka mencapai derajat rohani yang tinggi, mereka dapat menyaksikan pengalaman mendapatkan Rahmat dan Kedekatan kepada Allah yang luar biasa. Untuk itulah umat Islam pada umumnya memberikan perhatian khusus di 10 hari terakhir Ramadhan. Sebelumnya banyak yang tidak memfokuskan diri pada shalat, tarawih, tilawah dan berbagai amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi di 20 hari Ramadhan, mereka berupaya memperbaiki diri mereka.” (Khotbah Jumat, 27 Agustus 2010)
Jika Saya Melihat Lailatul Qadr, Saya telah Mendapatkan Semuanya?
Tidak sesederhana itu, Huzur menjelaskan kepada kita:
“Malam ini memiliki arti yang sangat penting. Tetapi jika kita hanya berusaha mendekatkan diri kepada Allah hanya di 10 hari terakhir Ramadhan, dan kita tidak melakukan upaya keras lainnya sepanjang tahun, apakah menurut kalian ini akan menjadikan kalian mukmin dan hamba Allah yang sejati? Allah menyatakan di tempat lain (QS 51:57) bahwa Aku menciptakan jin dan manusia supaya kalian menyembah-Ku. Jika seseorang berpikir bahwa dengan hanya mencari satu malam di 10 hari terakhir Ramadhan berarti telah mendapatkan ibadah seluruh kehidupan, maka ini jauh dari maksud tujuan hidupnya, yakni beribadah dan tunduk pada Kehendak Allah.”
Huzur kemudian menjelaskan lebih lanjut:
“Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Zirr bin Hubaisy berkata, saya bertanya kepada kepada Ubay bin Ka’ab (ra) bahwa ‘Saya mendengar Ibn Mas’ud (ra) mengatakan bahwa barangsiapa yang menunaikan shalat malam sepanjang tahun, niscaya ia akan mendapatkan malam Lailatul Qadr. Maka Ubay berkata, “Semoga Allah merahmatinya. Maksud beliau adalah supaya orang tidak bergantung pada satu malam ini saja, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa Lailatul Qadr terjadi pada bulan Ramadhan, yakni dalam sepuluh hari terakhir. (Sahih Muslim, Kitab Puasa)
“Para sahabat Nabi (saw) sangat menyadari bahwa ibadah di 10 hari terakhir Ramadhan saja tidaklah akan mengarahkan pada Lailatul Qadr. Sebaliknya, ketika seseorang fokus pada tujuan penciptaannya, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan qurub Ilahi. Maka, jika Allah berkehendak, Dia melimpahkan karunia khusus-Nya kepada hamba-hamba-Nya untuk kedamaian mereka. Dan untuk mengungkapkan kedekatan-Nya kepada mereka, Dia menciptakan kondisi di mana seorang hamba yang saleh mendapatkan malam yang istimewa ini.
“Allah memberikan malam khusus ini bagi mereka yang berupaya menghabiskan segala upaya untuk mencapai kemajuan menuju Allah, menggunakan waktu Ramadhan ini untuk meningkatkan standar ibadah, membaca dan memahami Al-Qur’an dan puasa untuk mendekatkan diri kepada-Nya.” (Khutbah Jum’at 27 Agustus 2010)
Pada intinya, Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kita. Kita dapat memperdaya diri dalam proses ini. Tetapi orang-orang yang berusaha mendapatkan kedekatan Allah dengan langkah-langkah dan ukuran ini ia dianugerahkan kesempatan ini.
Kapan Bisa Mendapatkan Lailatul Qadr?
Perlu diperhatikan bahwa ini adalah perkiraan. Ada hikmah sendiri mengapa Rasulullah (saw) lupa kapan spesifiknya (atas kebijaksanaan Allah). Tetapi kita mendapatkan beberapa petunjuk kapan perkiraan untuk mendapatkan Lailatul Qadr.
Rasulullah saw bersabda:
“Carilah ia pada sepuluh terakhir (Ramadhan), yakni Lailatul Qadr. Maka jika salah seorang dari kalian tidak sempat atau tidak mampu, maka jangan sampai terlewatkan tujuh malam terakhir.” (HR Muslim, Kitab Puasa, No. 1989)
Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa ada sahabat yang menyaksikan Lailatul Qadr dalam mimpi terjadi pada tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah (saw) bersabda: “Aku memangdang bahwa mimpi kalian tentang Lailatul Qadr tepat terjadi pada tujuh malam terakhir, maka siapa yang mau mendekatkan diri kepada Allah dengan mencarinya, lakukanlah pada tujuh malam terakhir.” (Bukhari, Kitab Keutamaan Lailatul Qadr, No. 1876)
Rasulullah saw bersabda: “Carilah Lailatul Qadr pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima.” (Bukhari, Kitab Keutamaan Lailatul Qadr, no. 1883)
Rasulullah (saw) bersabda:
“Carilah Lailatul Qadr pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (Bukhari, Kitab Keutamaan Lailatul Qadr, no. 1878)
Jadi secara umum Lailatul Qadr terjadi di malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.
Jumat dan Malam ke-27, Peluang 100% Mendapatkan Lailatul Qadr?
Hazrat Muslih Mau’ud menjelaskan:
“Dalam Siratul Mahdi terdapat riwayat bahwa Hazrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Jika pada hari ke 27 Ramadhan dan bertepatan dengan hari Jumat, maka malam itu akan dijamin Lailatul Qadr.”
“Banyak anggota Jemaat yang membaca ini dan menjadi sangat gembira karena merasa telah mengetahui tanggal pastinya. Saya telah menerima banyak surat tentang topik ini sehingga jika saya hanya membaca nama-nama mereka, hal itu akan memakan waktu lebih dari 45 menit. Ketahuilah, memahami dan menyerap sepenuhnya hal-hal yang bersifat rohaniah tidaklah mudah. Tidak setiap orang memiliki pemahaman dan kapasitas terhadapnya. Hal-hal rohani memiliki banyak indikasi, petunjuk dan hal-hal tesembunyi. Semua ini tidak mudah dipahami oleh kebanyakan orang.
“Terlepas dari semua faktor yang bermacam-macam itu, tidak ada keraguan bahwa secara umum, Lailatul Qadr terjadi pada malam ke-27. Pandangan dan keyakinan ini tidak hanya didukung oleh satu orang saja, melainkan oleh banyak wali, ulama, dan Hazrat Masih Mau’ud as sendiri. 60 persen ulama mendukung pandangan ini. 40 persen menyatakan bahwa malam itu terjadi pada salah satu malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan. Dari semua pandangan dan referensi yang mendukung ini, kita tahu bahwa hari Jumat adalah hari yang istimewa dalam satu minggu. Ia membawa lebih banyak berkah dari hari-hari lainnya. Jadi jika hari Jumat bertepatan dengan hari ke 27 Ramadhan, kita dapat mengatakan bahwa seseorang dapat mengharapkan hari ini menjadi Lailatul Qadr. Namun, kita tidak dapat mengatakan bahwa setiap Jumat di 27 Ramadhan pasti ada Lailatul Qadr.
“Kita tidak memiliki konteks sepenuhnya dan berbagai kondisi dalam diri Hazrat Masih Mau’ud as ketika beliau menyatakan ini. Untuk memahami suatu pernyataan, konteks sangatlah penting. Ini hanya satu pernyataan dan mungkin ada banyak hal yang kita tidak lihat. Saya tidak menyangkal kesahihannya. Pertanyaan saya kepada kalian semua adalah, kalian telah menunjukkan kegembiraan yang besar karena mengetahui persisnya malam itu, tetapi apakah kalian benar-benar berhasrat dan bersemangat untuk menerima berkat-berkat yang datang pada malam ini?”
Apa Saja Tipe Lailatul Qadr?
Hadhrat Masih Mau’ud as telah menjelaskan bahasan ini kepada kita bahwa Lailatul Qadr bukan hanya malam yang terjadi di bulan Ramadhan. Lailatul Qadr itu ada tiga bentuk:
- Suatu malam pada bulan Ramadhan
- Zaman seorang Nabi Allah dan
- Lailatul Qadr bagi seseorang juga berarti suatu waktu ketika ia menjadi suci dan bersih. Dia dibersikan dari sampah dan kekotoran dunia, memiliki keimanan yang teguh serta membersihkan dirinya dari segala kejahatan dengan mengoreksi diri dan mengharapkan pahala-Nya. Itulah Lailatul Qadr baginya.
Jika Lailatul Qadr seperti ini dialami oleh kita dan kita sungguh-sungguh menjadi milik-Nya, menjalankan segala perintah-Nya serta meningkatkan standar ibadah kita, berarti kita telah menemukan tujuan yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada kita. Setiap siang dan malam bagi kita menjadi saat-saat pengabulan doa.
Kita, yang merupakan pengikut dari pecinta sejati Hadhrat Rasulullah saw, yakni Hadhrat Masih Mau’ud as, perlu mengadakan perubahan revolusioner dalam diri kita dan meningkatkan keimanan kita sehingga setiap perkataan dan perbuatan kita adalah untuk meraih ridha Allah Ta’ala dan kita melewati kehidupan kita demi meraih pahala-Nya.” (Khotbah Jumat 10 Juli 2015)
Apakah 20 hari Pertama Ramadhan Kurang Penting?
Baginda Nabi Muhammad saw juga telah mengarahkan perhatian pada hal lain juga guna meraih ridha Allah Ta’ala di dalam sepuluh akhir bulan Ramadhan, untuk keselamatan keimanan senantiasa dan memperteguh pada ketakwaan, yaitu, beliau saw menyampaikan kabar gembira perihal Lailatul Qadr di dalam sepuluh akhir bulan Ramadhan. Beliau saw bersabda “Seseorang yang berpuasa selama bulan Ramadhan dengan penuh keimanan, penuh harap akan pahala dan ridha-Nya dan mengoreksi diri sendiri maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadr dengan keimanan dan mengharapkan pahala maka juga akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Lailatul Qadr memiliki makna yang besar tetapi hari-hari Ramadhan lainnya juga memiliki makna yang sama. Yang penting adalah adanya fakfor keimanan dan koreksi diri dan mengharapkan pahala. Jika ada kelemahan di hari-hari awal Ramadhan, hendaklah lakukan upaya untuk memperbaiki kelemahan tersebut di hari-hari terakhir.” (Khotbah Jumat 10 Juli 2010)
Satu Momen Akan Mengubah Hidup?
“Malam ini (Lailatul Qadr) memiliki makna khusus bagi setiap mukmin, tetapi kita harus ingat bahwa beribadah dan berdoa hanya di satu satu malam saja tidak akan menjamin pengampunan diri kita, atau keselamatan atau penerimaan doa-doa kita; juga tidak akan menjadikan kita hamba Allah yang sejati. Karena sesungguhnya tujuan manusia diciptakan adalah menyembah dan mengkhidmati ciptaan-Nya. Ketika dia mengingat tujuan ini dan berusaha untuk mencapai kedekatan-Nya, Allah akan memberkati orang-orang yang saleh dan menjadikan mereka mengalami Lailatul Qadar.”
Hazur (aba) menjelaskan:
“Ketika seorang mukmin memenuhi janjinya:
- Keimanan dan penyerahandirian
- menjalankan puasa Ramadhan
- membaca Al-Qur’an dengan merenungkan maknanya
- beribadah dengan semangat yang lebih tinggi
- mematuhi perintah Allah
Maka Allah yang Maha Penyayang dan selalu menepati janji-Nya, tidak hanya mendengarkan doanya tetapi juga menganugerahkan Lailatul Qadar. Dia turun dari langit dan berkata kepada hamba-Nya, ‘Malam ini, mintalah kepada-Ku maka Aku akan memberikan apa pun yang engkau inginkan’. Jadi siapa pun yang beruntung menjumpai malam maka ia diberikan status yang setara dengan ibadah seumur hidup.”
“Ketika Rasulullah (saw) memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, beliau akan mengerahkan upaya keras dalam beribadah dan menghabiskan malamnya dalam doa. Beliau juga akan membangunkan keluarganya untuk berdoa. Ini adalah contoh yang Rasulullah saw berikan kepada kita.” (Khutbah Jum’at 27 Agustus 2010)
Bagaimana Jika Saya ada Kelemahan di Awal Ramadhan?
“Jika dikarenakan satu dan lain hal belum bisa mendapatkan keberkatan di awal-awal Ramadhan, maka di sepuluh hari terakhir kalian harus menghilangkan segala alasan dan hiasilah malam-malammu dengan ibadah.” (Khotbah 27 Agustus 2010)
Tidak ada kata terlambat. Kita masih dapat memanfaatkan hari-hari yang diberkati ini yaitu saat setan-setan dibelenggu dan pintu-pintu surga dibuka.
Bagaimana Nabi (saw) bisa Terlupa Kapan Pastinya Lailatul Qadr?
“Kita menjumpai dalam hadits bahwa Rasulullah (saw) diberitahu tentang waktu diterimanya doa-doa. Ini bukan perkara kecil. Beliau sangat bahagia dan keluar dari rumah untuk memberitahu orang-orang tentang hal itu sehingga mereka juga mengambil keberkatan darinya. Ketika beliau keluar, beliau melihat dua orang muslim yang berselisih. Beliau mencoba menyelesaikan masalah mereka. Dalam proses penyelesaian itu, beliau menjadi lupa kepastian waktu Lailatul Qadr. Bahkan dari matan hadits, kalian dapat mengatakan bahwa beliau tidak lupa, tetapi beliau dibuat lupa karena hikmah tersembunyi Allah Ta’ala. Karena hal ini, aku dibuat lupa waktu Lailatul Qadr. Maka carilah di malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan.” (Bukhari)
“Ada dua pelajaran bagi kita dalam hal ini: Pertama, ketika orang-orang berselisih di antara mereka sendiri, berkah Lailatul Qadr akan hilang. Kehilangan ini adalah kerugian besar. Pelajaran kedua adalah tidak ada berkat Allah yang diraih tanpa usaha yang sungguh-sungguh.” (Khotbah Mahmuud, 2 Mei 1924)
Rasulullah saw bersabda: Semoga kejadian ini untuk kebaikan Anda sendiri” bahwa kita tidak mengetahui kepastian waktunya. Maksud Allah bukanlah agar kita melakukan semacam kursus kilat dan menjejalkan semua kebaikan yang pernah kita lakukan dalam hidup ke dalam satu hari tertentu, termasuk 10 hari terakhir Ramadhan.
“Lailatul Qadr adalah anugerah. Sebuah karunia yang diberikan Allah kepada orang-orang yang dianggap pantas dan melakukan yang terbaik untuk mendapatkan qurub Ilahi. Malam ini adalah bagi merkea yang berupaya bukan hanya untuk satu malam, tetapi mereka menjadikannya sebagai bagian dari hidup mereka.
“Itulah sebabnya mengapa dikatakan bahwa ‘amalan yang paling baik adalah amalan yang dilakukan terus menerus, walaupun sedikit.’ (Ibnu Majah, Kitab Zuhud). Hal ini dikarenakan segala amalnya dilakukan secara kontinu dan menjadi bagian dari hidup kita. Jika kita mengira waktunya itu terjadi di waktu tertentu, misalnya, ‘jam 10:30 malam di setiap 25 Ramadhan’, maka hal ini akan menyimpangkan orang-orang dari tujuan adanya malam ini, sedangkan apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala adalah perjalanan atau upaya untuk mencapainya.”
Hazrat Muslih Mau’ud menjelaskan bahwa saat Rasulullah (saw) keluar untuk memberikan kabar kepada para sahabat bukanlah menunjukkan kapan waktu pastinya malam itu. Beliau menjelaskan:
“Rasulullah saw keluar untuk memberita sahabat bukan di waktu tertentu (Lailatul Qadr). Faktanya adalah beliau lupa memberi tahu kita bahwa itu bukan waktu yang pasti [jika dikatakan jam 10:30 malam, seseorang tidak akan melupakannya] tetapi poin spesifik yang Nabi (saw) jelaskan dari pengalaman kedekatan beliau kepada Allah adalah jika dengan melakukan segala upaya maka hal itu akan membantu kita mendapatkan malam itu.
Rasulullah saw bersabda: “Aku keluar untuk memberitahu kalian tentang Lailatul Qadr, tetapi perkelahian kalian menjadikanku lupa. Jadi sekarang carilah di 10 hari terakhir Ramadhan.” Hal ini memberi tahu kita bahwa itu bukanlah waktu tertentu yang dapat ditunjukkan dengan tepat.”
“Allah juga memiliki pengecualian untuk aturan ini. Kalian tidak dapat memaksa Allah untuk melakukan sesuai keinginan dan kehendak kita. Yang dapat kalian lakukan adalah mencari keberkatan ini di 10 malam terakhir, dan menghentikan semua pertengkaran di antara kalian. Perkelahian dan perselisihan di antara kalian akan menghilangkan berkah yang mungkin kalian dapatkan.” (Khotbah Mahmud, 2 Mei 1924)
Menyebutkan semua sudut dan aspek yang berbeda ini tidak dimaksudkan untuk menambah kebingungan, tetapi untuk membuat kejelasan sebenarnya. Faktanya adalah kita memiliki berbagai petunjuk dan indikasi. Tetapi upaya kita mendekatkan diri kepada Allah dilakukan bukan dengan mental mencari jalan pintas. Kita harus mencari Allah dengan sungguh dan tulus, sambil memusatkan perhatian pada pemurnian diri dan introspeksi diri. Barulah kemudian Allah memberikati kita dengan Lailatul Qadr ini.
Malam ini Akan Menentukan Nasib Kita Tahun Depan?
Hazrat Muslih Mau’ud menjelaskan bagaimana waktu ini sangat penting dan akan membentuk masa depan hidup kita. Beliau menjelaskan:
“Lailatul Qadr ini sangat erat kaitannya dengan persatuan dan kerukunan dalam masyarakat. Orang-orang yang kehilangan persatuan maka mereka akan kehilangan kesempatan pada Lailatul Qadr. Lailatul Qadr adalah malam ketika takdir seseorang untuk tahun berikutnya ditulis. Momen ini akan menetukan apa yang akan terjadi padanya, seberapa jauh dia akan maju dan mencapai keberhasilan, manfaat apa yang akan dia terima, kerugian apa yang akan ia hadapi. Semua keberhasilan manusia ditentukan dan terjadi di waktu ‘malam’. Begitu juga perkembangan manusia terjadi saat ‘gelap’ atau ‘tak terlihat’.
“Jika kita merenungkan Al-Qur’an, kita melihat bahwa perkembangan dan pertumbuhan manusia juga terjadi dalam ‘kegelapan’. Rahim seorang ibu ‘tersembunyi’ dan ‘gelap’. Di sinilah semua sifat, kekuatan, kelemahan akan dikembangkan. Jika di zaman sekarang ini pengasuhan, nutrisi dan perhatian yang tepat tidak diberikan, maka anak akan tumbuh lemah, termasuk lemah dalam aspek moral juga. Untuk itulah mengapa para ulama Islam dan syariat sangat berhati-hati supaya jangan ada stres pada sang Ibu di masa-masa kritis ini. Ia tidak boleh berpuasa, dan tidak boleh mengalami trauma emosional di masa-masa ini, seperti perceraian dll. Hal ini supaya perkembangan anak tidak terganggu..”
“Kita sangat berhati-hati dan menganggap masa kehamilan sebagai waktu yang kritis dan penting di mana setiap upaya dilakukan untuk melakukan perawatan, pemberian nutrisi, dan perhatian terbaik pada ibu dan apa yang adalah dalam kandungannya. Kita harus melakukan hal yang sama untuk waktu rohani kita ketika berada di alam rahim. Kita perlu memastikan bahwa ktia memberikan upaya terbaik untuk memelihara diri kita secara rohani. Hal ini akan membuat kelahiran ‘rohaniah’ yang sehat dan akan menentukan corak kita di masa depan. ” (Khotbah Mahmud, 4 Desember 1936)