Pembangunan Masjid-Masjid Peresmian Masjid Mahdi di Strasbourg, Prancis

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 11 Oktober 2019 (11 Ikha 1398 Hijriyah Syamsiyah/Shafar 1441 Hijriyah Qamariyah) di Mahdi Mosque, 2 Route des Romains, 67117 Komune Hurtigheim (German: Hürtigheim), Departemen Bas-Rhin, Region (Provinsi) Grand Est, Prancis

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ ()

Setelah melewati masa yang panjang, Allah Ta’ala memberikan taufik kepada Jemaat Ahmadiyah Prancis untuk dapat membangun Masjid lagi. Dengan karunia Allah Ta’ala, di kota Strasbourg ini para mubayyin baru dan Ahmadi non Pakistani (bukan keturunan Pakistan) juga berjumlah banyak. Sekitar 75 persen diantaranya adalah non Pakistani dan dengan karunia Allah Ta’ala mereka memiliki ketulusan dan kesetiaan tinggi. Allah Ta’ala telah menganugerahkan sebuah Masjid kepada mereka di sini dan saat ini para Ahmadi setempat dapat terjalin dengan nizam jemaat lebih dari sebelumnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada mereka. Ayat yang telah saya tilawatkan barusan, akan saya bacakan terjemahannya: “Sesungguhnya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk.” (Surah At-Taubah: 18)

Allah Ta’ala telah menjelaskan keistimewaan orang-orang yang membangun Masjid dan memakmurkannya bahwa mereka beriman kepada Allah Ta’ala yakni memiliki keyakinan sempurna bahwa Sumber dan Pemilik segala kekuatan adalah Zat Allah Ta’ala…Selebihnya tidaklah berarti. Jadi untuk meraih keimanan tersebut, sangat diperlukan supaya kita tunduk dihadapanNya dan beribadah kepadaNya. Allah Ta’ala juga meningkatkan keimanan dan keyakinan orang-orang yang tunduk di hadapan-Nya.

Selanjutnya Allah Taala juga menetapkan satu keistimewaan atau syarat bagi orang yang datang ke Masjid agar yakin terhadap Akhirat, karena keyakinan kepada Allah lah yang dapat mencondongkannya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, ibadah yang dilakukan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala. Dalam menjelaskan ini Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Keuntungan beriman kepada akhirat adalah supaya dapat meraih makrifat (pengenalan) akan Allah Ta’ala sedangkan makrifat sejati tidak mungkin dapat diraih tanpa adanya rasa takut sejati. Untuk itu ingatlah bahwa timbulnya keraguan perihal akhirat dapat membahayakan keimanan dan dapat menjadi kendala untuk mendapatkan husnul khatimah yakni tidak ada kepastian akan mendapatkan husnul khatimah. Keadaan keimanan seseorang tidak akan berlangsung lama. Jadi, seorang ahli ibadah sejati dan orang yang memakmurkan Masjid adalah mereka yang didalam hatinya tidak ada keraguan berkenaan dengan akhirat dan selalu tunduk di hadapan Allah Ta’ala untuk meraih husnul khatimah.”

Tuhan firmankan: “Yang dapat memakmurkan Masjid atau orang yang mendapatkan manfaat pembangunan Masjid adalah orang-orang yang menegakkan shalat-shalat, mereka berjanji kami membangun Masjid tidaklah semata-mata bertujuan untuk menunjukan kepada dunia bahwa kami juga memiliki Masjid melainkan telah menjadi tanggung jawab kami untuk memakmurkannya lima waktu dalam sehari.”

Di sini Allah Ta’ala menyebutnya, ‘Orang-orang yang menegakkan (mendirikan) shalat’. Maksud mendirikan adalah melakukannya secara berjamaah. Memberikan perhatian untuk membayar zakat yakni pengorbanan harta. Jadi, orang yang memakmurkan Masjid hendaknya memiliki keistimewaan tersebut yakni memberikan pengorbanan harta untuk menyebarkan agama Allah dan memenuhi hak hak makhluk Allah Ta’ala. Ini semua dilakukan agar rasa takut kepada Allah Ta’ala meningkat didalam kalbu dan berusaha untuk meraih keridhaan Allah Taala.

Allah Ta’ala berfirman, “Orang yang melakukan semua inilah yang mendapatkan petunjuk dalam pandangan Allah Ta’ala atau akan terhitung sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk.” Walhasil, kita hendaknya terus memanjatkan doa dan berusahalah berdasarkan itu dan sembari tunduk di hadapan Allah Taala mohonkanlah kepada Allah Ta’ala apakah itu para Ahmadi baru ataupun lama bahkan Ahmadi lama memiliki tanggung jawab yang lebih besar khususnya mereka yang datang dari Pakistan untuk lebih memperhatikan bahwa mereka harus menjadi teladan bagi pada ahmadi baru.

Berdoalah, “Ya Tuhan! Setelah membangun Masjid, disertai dengan pemikiran untuk menyelaraskan amalan dengan firman tersebut, berikanlah taufik kepada kami untuk dapat memakmurkan Masjid, masukkanlah kami kedalam golongan orang-orang yang mendapatkan hidayah. Disebabkan kelemahan dan kelalaian terkait orang-orang yang memakmurkan Masjid sesuai dengan perintah Allah Ta’ala, jangan sampai kami tidak mengamalkan firman tersebut dan menjadi orang-orang yang merusak dunia dan akhiratnya, kasihilah kami dan selamatkanlah kami dari ketersesatan, tunjukilah kami ke jalan yang lurus, bersihkanlah selalu niat kami, jadikanlah kami orang yang dapat memenuhi hak-hak Engkau dan menjadi orang yang menyampaikan pesan agama Engkau di daerah ini. Seiring dengan pembangunan Masjid ini semoga kami dapat menjadikan Masjid ini sebagai perantara tabligh Islam sesuai dengan sabda Masih Mau’ud utusan Engkau dan berikanlah kami karunia untuk dapat memenuhi sabda Baginda Nabi kami (saw), مَنْ بَنَى مَسْجِدًا للهِ بَنَى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ ‘Man bana Masjidan liLlaahi banAllahu fil jannati mitsluhu.’ – ‘siapa yang membangun Masjid karena Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala akan membangunkan rumah untuknya di surg.’[1]. Jadikanlah kami mukmin hakiki dan anugerahkanlah selalu karunia Engkau kepada kami.”

Untuk meraih hal-hal tersebut pertama setiap Ahmadi harus menganalisa shalatnya, apakah ada perhatian untuk melaksanakan shalat lima waktu secara dawam dan berjamaah? Tidaklah cukup bahwa kita telah memiliki Masjid. Untuk membangun rumah di surga tidaklah cukup dengan hanya membangun Masjid saja. Demi itu keimanan perlu disertai amalan, perlu untuk melangkah seiring dengan hukum-hukum Allah Ta’ala, perlu juga untuk memenuhi kewajiban setelah berada dalam Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as).

Setiap tahun umat muslim membangun ribuan Masjid. Tetapi, jika di dalam Masjid-Masjid tersebut hanya diajarkan kebencian terhadap firqah-firqah lain, di Masjid tersebut, bukannya ditegaskan untuk takut kepada Allah Ta’ala dan memenuhi hak-hak makluk-Nya, malah mementingkan kemaslahatan pribadi atau kelompoknya. Orang-orang yang mengaku Ulama membuat bidah bidah baru didalamnya yang tidak ada kaitannya dengan sunnah Rasulullah (saw) sehingga Masjid-Masjid seperti itu dalam pandangan Allah Ta’ala dan rasul-Nya, bukanlah Masjid Masjid yang dapat membawa ke surga. Walhasil, memenuhi hak-hak Masjid, menjadikannya sebagai sarana pengantar ke surga yang dengan membangunnya kita akan mendapatkan rumah di surga, itu semua menuntut satu tanggung jawab yang sangat besar dan setiap Ahmadi perlu memahami tanggung jawab itu dan berusaha untuk memenuhinya.[2]

Pada zaman ini, hamba sejati Hadhrat Rasulullah Saw telah memberitahukan kepada kita berkenaan dengan bagaimana menjadi seorang muslim hakiki, pemenuhan hak-hak ibadah dan Masjid Masjid, dan pemenuhan hak hak makhluk Allah Ta’ala, dengan begitu kita bisa mengatakan, “Kami memiliki keyakinan mantap dan kamil pada Allah Ta’ala, memiliki keimanan dan keyakinan yang kamil pada akhirat. Kami mendirikan shalat-shalat semata mata untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala dan memenuhi hak-hak makhluk-Nya melalui pengorbanan harta. Jika pun ada Dzat yang kami takuti, Dzat itu adalah Allah Ta’ala. Rasa takut kepada Allah Ta’ala-lah yang meliputi hati kami karena kami mencintai-Nya. Kami tidak takut dengan hal-hal duniawi. Kecintaan kami kepada Allah Ta’ala meliputi segala galanya. Kami rela mengorbankan manfaat-manfaat duniawi demi keimanan dan agama kami.”

Saya akan sampaikan sebagian dari nasihat Hadhrat Masih Mau’ud (as) untuk menjadi Ahmadi hakiki dan hamba Allah Ta’ala yang hakiki. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Sekian banyak potensi yang Allah Ta’ala berikan kepada kita, tangan, kaki, mata, mulut dan segala sesuatu yang dianugerahkan kepada kita, bukan untuk disia-siakan. Pertumbuhannya dapat berlangsung baik jika semua itu digunakan dengan jaiz dan seimbang, bukan disalahgunakan. Maka dari itu, Islam tidak mengajarkan untuk menghilangkan kekuatan atau mencungkil mata melainkan memerintahkan untuk menggunakannya secara jaiz dan menyucikan diri.”

Tidak mengajarkan mencungkil mata supaya tidak memandang dengan pandangan buruk melainkan gunakanlah untuk hal yang jaiz; dan tidak juga dengan menghilangkan kejantanan melainkan yang utama adalah menyucikan diri dan menggunakan segala potensi tersebut secara jaiz.

“Sebagaimana firman Allah, قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ () Qad aflahal mukminuun ‘Sesungguhnya telah berhasil orang-orang yang beriman.’ [Al-Mukminun, 23:2] Dalam Surah ini, setelah pada bagian awal menggambarkan kehidupan para muttaqi (orang bertakwa), Allah juga menfirmankan hasil kehidupan mereka itu: وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ () “… Dan mereka itulah orang-orang berjaya.” [Ali Imran, 3:105] Yaitu mereka yang mengamalkan jalan-jalan ketakwaan senantiasa beriman kepada yang ghaib. Mereka terkadang kehilangan konsentrasi di dalam shalat namun kemudian memperolehnya kembali dan mereka membelanjakan apa yang telah Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka.

Terkait:   Jalsah SalanahUK (Britania Raya)

Mereka tanpa keraguan dan tanpa memandang pendapat dan hasrat mereka sendiri, senantiasa percaya kepada kitab-kitab pada masa lalu dan Kitab Allah Ta’ala ini (Al-Qur’an); dan pada akhirnya mencapai tahapan keyakinan yang pasti. Inilah orang-orang yang berada di jalan petunjuk. Mereka menapaki jalan yang terbentang maju terus ke depan sehingga mengantarkan mereka pada falaah (kesuksesan). Inilah orang-orang yang berjaya yang akan mencapai tujuan mereka dan telah dilepaskan dari bahaya perjalanan tersebut. Dalam rangka itu, inilah mengapa Allah Ta’ala telah memberikan kita ajaran ketakwaan pada permulaan dan menganugerahkan kita sebuah Kitab yang mengandung petunjuk-petunjuk mengenainya. Oleh sebab itu, hendaknya Jemaat kita senantiasa sungguh merasa khawatir dan lebih khawatir daripada terhadap persoalan dunia lainnya yakni apakah mereka memiliki ketakwaan atau tidak!”[3]

Berkenaan dengan itu dan siapakah orang yang bertakwa itu, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Dari firman Allah Ta’ala dapat diketahui bahwa seorang muttaqi adalah mereka yang hidup dengan kelembutan dan kerendahan hati. Mereka tidak berbicara dengan takabbur. Di dalam dirinya tidak ada kesombongan. Cara mereka berbicara layaknya orang kecil berbicara kepada orang besar.”

Beliau (as) bersabda kepada kita supaya dalam berbagai keadaan kita melakukan perbuatan yang dapat mengantarkan kita pada keberhasilan.

“Allah Ta’ala mengharapkan dari kita bukan kemahiran kita melainkan ketakwaan khusus. Siapa yang bertakwa ia akan sampai pada kedudukan yang luhur. Hadhrat Rasulullah atau Hadhrat Ibrahim tidaklah mendapatkan kemuliaan secara turun-temurun begitu saja. Meskipun kita meyakini ayahanda Rasulullah, Abdullah bukanlah seorang musyrik (penyembah berhala), namun Tuhan tidaklah memberikan kenabian kepada beliau. Kenabian ini merupakan karunia Tuhan disebabkan ke-shiddiq-an yang terdapat dalam fitrat Rasulullah Saw. Inilah yang menjadi penggerak karunia Ilahi.

Hadhrat Ibrahim, bapak para Nabi – disebabkan ketulusan dan ketakwaannya – tidak segan-segan mengurbankan putranya. Bahkan beliau pun dimasukkan kedalam api. Coba perhatikan ketulusan dan ketakwaan Hadhrat Rasulullah (saw)! Beliau menghadapi berbagai jenis gerakan buruk. Beliau menanggung berbagai penderitaan dan kesulitan serta tidak mempedulikannya. Inilah ketulusan dan kesetiaan yang karenanya Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya. Untuk itu Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا () InnaLlaha wa malaaikatahuu yushalluuna alan nabiy yaa ayyuhalladziina aamanuu shalluu alaihi wa sallimuu tasliimaa.’ – ‘Allah Ta’ala dan seluruh Malaikat mengirim shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, kirimkan juga shalawat dan salam kepada Nabi itu.’” (Surah al-Ahzaab)

Dengan demikian, diperintahkan kepada kita jika ingin meraih pengabulan doa, kirimkanlah shalawat kepada Rasulullah (saw). Doa yang dipanjatkan tanpa diiringi shalawat tidak akan sampai ke langit, manusia tidak akan dapat meraih keberhasilan. Untuk memperbaiki tolok ukur mutu ibadah dan untuk meraih Qurb Ilahi, perlu mengirimkan shalawat. Orang-orang yang mengirim shalawat tentunya akan memperhatikan teladan Rasulullah. Bagaimana tolok ukur mutu ibadah yang beliau contohkan dan nasihatkan kepada umat?

Beliau bersabda, قرة عيني في الصلاة ‘qurratu ‘ainii fish shalaah’ – “Penyejuk mataku terdapat dalam shalat.”[4] Kemudian, untuk memenuhi hak-hak makhluk pun beliau telah memberikan contoh yang mana sulit ditemukan permisalannya. Beliau tidak pernah mementingkan diri sendiri, apapun yang beliau miliki sekalipun harta kekayaan yang banyaknya memenuhi lembah, beliau selalu bagikan kepada orang lain. Jika ada orang yang meminta kepada beliau, beliau tidak biarkan orang itu pergi dengan tangan kosong. Selain itu, tangan beliau selalu siap untuk mengkhidmati makhluk.

Maka dari itu, ketika mengirimkan shalawat sambil memperhatikan teladan Rasulullah (saw) maka perhatiannya akan tertuju untuk melangkah mengikuti Sunnah yang telah beliau tegakkan. Jika tercipta keadaan demikian, disebabkan pernyataan kecintaan kita dan shalawat yang kita kirimkan kepada kekasih-Nya, Nabi kita (saw) maka Allah Ta’ala akan memberikan derajat pengabulan doa. Dengan begitu kita akan dapat meraih Qurb Ilahi dan menampilkan kelembutan, kerendahan hati dan dapat termasuk kedalam golongan orang-orang yang bertakwa. Merekalah orang-orang yang meraih kesuksesan dan kemenangan.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Jika kita hanya pandai berucap saja, ingatlah itu tidak ada manfaatnya sedikit pun. Untuk meraih kemenangan diperlukan adanya takwa. Ketakwaan hakiki dapat memperkenalkan kita kepada Tuhan secara hakiki dan menjadikan kita taat pada hokum-hukum Ilahi.”

Dalam menjelaskan berkenaan dengan shalat, apa itu shalat dan bagaimana shalat yang hakiki, beliau (as) bersabda: “Banyak sekali orang yang menyatakan secara lisan bahwa ia yakin kepada Allah Ta’ala, namun jika dilihat sampai ke kedalaman, dirinya mengingkari keberadaan Tuhan (Ateis). Sebabnya, ketika sibuk dalam urusan dunia, mereka melupakan azab dan keagungan Allah Ta’ala. Dengan demikian, sangatlah penting agar manusia memohon kepada Allah Ta’ala dengan perantaraan doa agar dikaruniai makrifat sejati mengenai keberadaan-Nya. Keyakinan kamil tidak akan dapat diraih sebelum ia menyadari bahwa memutuskan hubungan dengan Allah Ta’ala merupakan maut. Untuk terhindar dari dosa, ketika berdoa seiring dengan itu jangan kalian tinggalkan mata rantai usaha. Doa dan upaya keduanya diperlukan. Tinggalkanlah setiap pertemuan yang dapat menggiring kepada dosa.”

Kita sendiri dapat menganalisa, pertemuan seperti apa, acara TV seperti apa dan lain lain yang dapat mengajak kita kepada dosa? Kita harus meninggalkannya dan seiring dengan itu teruslah berdoa. Taufik untuk meninggalkan itu tidak terlepas dari karunia Allah Ta’ala sehingga berdoalah.

“Ketahuilah dengan baik, manusia sekali-kali tidak akan terbebas dari bencana-bencana yang telah menjadi ketetapan, sebelum ada pertolongan Allah Ta’ala. Shalat fardhu yang dilakukan 5 kali sehari di dalamnya terdapat isyarat, jika shalat seseorang tidak dapat melindunginya dari hawa nafsu dan khayalan buruk, berarti shalatnya itu bukanlah shalat yang hakiki.

Shalat tidaklah cukup dengan hanya gerakan kosong yang dilakukan sebagai suatu tradisi saja. Shalat merupakan sesuatu yang dapat dirasakan oleh kalbu, membuat ruh meleleh lalu tersungkur di singgasana uluhiyyat dalam keadaan diliputi rasa takut. Mereka berusaha untuk menimbulkan kekhusyu’an sebatas kemampuan mereka dan memohon dengan tadharru supaya kelancangan dan dosa yang terdapat dalam diri mereka dapat terjauh. Shalat seperti itulah yang penuh berkat.

Jika ia bersikap istiqamah, maka ia akan menyaksikan seberkas cahaya turun kedalam kalbunya pada malam atau siang dan kelancangan nafsu ammarah akan berkurang yakni nafsu yang mengajak kepada keburukan secara perlahan lahan akan terus berkurang. Sebagaimana pada ular besar terdapat racun mematikan, seperti itu jugalah di dalam nafsu ammarah terdapat racun mematikan. Dia Yang menciptakannya, Dia jugalah yang memiliki penawarnya.”

Dalam arti lain, Allah Ta’ala-lah yang dapat menyembuhkannya. Untuk terhindar dari keburukan dan dosa jiwa, kepada Allah Ta’ala jualah kita harus memohon karunia-Nya.

Beliau bersabda: “Shalatlah yang merupakan inti dari ibadah, untuk itu hendaknya selalu diingat bahwa tanpa shalat atau tanpa mengamalkan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah Ta’ala, hak ibadah tidak akan dapat terpenuhi. Shalat juga memiliki persyaratan yang mana perlu untuk memenuhinya. Perihal shalat perlu untuk memperhatikan, ‘Saya tengah berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan beradab, memohon karunia-Nya dengan penuh kerendahan hati dan larut.”

Dalam menjelaskan keadaan tersebut Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Suatu ketika terpikir oleh saya, apa perbedaan antara shalat dan doa. Di dalam Hadits dikatakan bahwa Shalat adalah doa. Dikatakan juga bahwa shalat merupakan inti dari ibadah.[5]

Jika doa seorang anak manusia hanya untuk perkara duniawi semata, maka yang seperti itu bukanlah shalat. Manusia berdoa, datang ke Masjid untuk shalat, mulai mendirikan shalat lima waktu, banyak berdoa, menangis, namun hanya teruntuk beberapa perkara duniawi, maka yang seperti itu bukanlah shalat.

Namun ketika manusia ingin berjumpa dengan Tuhan dan keridhaanNya menjadi fokusnya lalu berdiri di hadapan Allah dan memohon keridhaanNya disertai dengan adab, kerendahan hati, tawadhu dan penuh kekhusyuan, maka yang demikian adalah shalat. Hakikat doa adalah sesuatu yang dengan perantaraannya hubungan diantara Tuhan dan manusia meningkat. Inilah doa yang menjadi sarana peraih Qurb Ilahi dan menghindarkan manusia dari hal hal yang tidak masuk akal.

Sebenarnya, manusia harus meraih ridha Ilahi, setelah itu diizinkan untuk berdoa bagi keperluan duniawinya. Pertama berdoalah untuk meraih keridhaan Ilahi, setelah itu berdoalah untuk keperluan duniawi, karena itupun diraih berkat karunia Allah Ta’ala. Diletakkan seperti itu karena kesulitan duniawi terkadang menjadi penghalang bagi urusan ruhani. Khususnya pada masa kebengkokan hal ini dapat menjadi penyebab ketergelinciran (urusan duniawi dapat menjadi penyebab ketergelinciran) Untuk itu, pertama, jalinlah hubungan dengan Allah Ta’ala lalu berdoa jugalah untuk urusan duniawi.

Terkait:   Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad (saw) Seri- 92

Kata shalat mengindikasikan makna panas. Sebagaimana api dapat menimbulkan panas yang membakar, seperti itu jugalah yang harus tercipta pada saat berdoa. Ketika seseorang sampai pada keadaan seperti menjelang maut maka barulah itu dinamakan shalat.”

Walhasil, inilah keadaan hakiki shalat yang harus kita upayakan untuk meraihnya, semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Ingatlah, jika kita berikrar telah beriman, suatu keharusan esensial untuk melaksanakan shalat. Sebagaimana sebagian orang ada yang hanya melaksanakan 3 atau 4 waktu shalat saja, lantas mengaku beriman, itu adalah perbuatan keliru karena akar keimanan adalah shalat. Jika tidak ada akar maka itu seperti pohon yang rapuh. Jika ada angin biasa menerpanya, akan merobohkannya.

Sebagaimana bersamaan dengan panas matahari yang sangat terik, awan berkumpul di langit lalu tiba waktunya hujan, begitu jugalah doa-doa manusia menciptakan suatu panas di dalam keimanan lalu bermanfaat. Shalat dilakukan oleh manusia dengan berdiri di hadapan Allah Ta’ala disertai dengan rasa perih membakar dan memperhatikan adab. Jika manusia yang notabene sebagai hamba bersikap tidak perduli, begitu pun Dzat Allah Ta’ala Yang Maha Kaya, Dia pun tidak akan memperdulikannya. Setiap umat akan dapat bertahan tegak, selama di dalam umat tersebut tawajjuh kepada Allah Ta’ala terus tegak. Akar keimanan pun adalah shalat.

Sebagian orang bodoh berkata, apa perlunya Tuhan dengan shalat kita? Wahai orang-orang bodoh! Tuhan tidaklah memerlukan shalat kita, namun kalianlah yang membutuhkannya, kalian membutuhkan shalat, supaya Allah Ta’ala menaruh perhatian kepada kalian. Dengan perhatian Allah Ta’ala urusan yang kacau-balau pun dapat terselesaikan. Shalat dapat menjauhkan ribuan kealpaan dan menjadi sarana untuk meraih Qurb Ilahi.”

Tidak hanya dengan shalat saja Qurb Ilahi dapat diraih, kealpaan pun dapat diampuni dan urusan yang kacau dapat terselesaikan. Bahkan, ketika orang yang masuk Masjid dengan niat baik lalu menunggu tiba waktunya shalat, Rasulullah (saw) bersabda, إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ  “Selama seseorang menunggu duduk di Masjid untuk shalat maka orang tersebut dianggap tengah sibuk melaksanakan shalat.” Artinya, jika seseorang duduk di Masjid sambil berzikir menunggu waktu shalat, maka duduknya tersebut dianggap sama dengan mengerjakan shalat. وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ ‘wal malaa-ikatu yushalluuna ‘ala ahadin maa daama fi majlisihilladzii shalla fiihi yaquuluuna, Allahummaghfir lahu, Allahummarhamhu, Allahumma tub ‘alaihi maa lam yuhdits fiihi ma lam yu-dzi fiihi.’ “Para malaikat mengirimkan shalawat kepada mereka dan berkata: ‘Ya Tuhan! Kasihilah orang ini, ampunilah ia dan terimalah taubatnya.’”[6]

Betapa besarnya ganjaran yang diperoleh orang yang datang di Masjid untuk shalat dan tidak hanya shalatnya, bahkan penantiannya untuk shalat pun mendapatkan ganjaran dari Allah Ta’ala dan para Malaikat mendoakannya. Jadi, betapa kita harus berusaha untuk focus untuk memenuhi hak beribadah kepada Tuhan yang Maha Pengasih ini dan harus berusaha untuk datang 5 waktu dalam sehari untuk memakmurkan Masjid.

Sembari menjelaskan bahwa agama menghendaki terciptanya suatu persatuan serta kesatuan kaum dan umat, beliau (as) bersabda, “Allah Ta’ala berkehendak menjadikan seluruh manusia layaknya satu jiwa, yang disebut sebagai kesatuan umat, yang dengannya begitu banyak manusia berhimpun menjadi bagaikan satu wujud manusia. Agama juga menghendaki supaya semua orang terjalin dalam satu rangkaian benang kesatuan umat layaknya manik-manik tasbih. Shalat berjamaah yang kita laksanakan juga bertujuan untuk persatuan tersebut, sehingga semua jamaah shalat terhitung sebagai satu wujud. Dan perintah untuk berdiri bersama-sama bertujuan supaya seseorang yang memiliki nur lebih banyak dapat menularkan nur itu kepada orang lain yang lemah dan memberinya kekuatan. Haji pun bertujuan untuk itu.”

“Sebagai langkah awal untuk menciptakan dan menegakkan persatuan umat ini hal pertama Allah Ta’ala memerintahkan supaya setiap orang di suatu kelompok melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di Masjid kelompok tersebut sehingga bisa saling memberikan pengaruh satu sama lain dalam hal akhlak, dan nur-nur itu berkumpul lalu menjauhkan kelemahan. Dan setelah adanya perkenalan yang demikian itu, akan tercipta kecintaan satu sama lain. Perkenalan yang seperti itu adalah sesuatu yang sangat indah karena melaluinya kecintaan bertambah, dan ini adalah dasar persatuan. Sampai-sampai ada ungkapan bahwa musuh yang dikenal dengan baik lebih baik daripada teman yang tidak dikenal dengan baik. Ketika seseorang bertemu dan berkenalan dengan seseorang lain di luar negeri dikarenakan saling kenal tersebut maka akan timbul kecintaan di dalam hati. Penyebabnya ialah, dikarenakan terpisah dari tanah air yang dipenuhi kedengkian maka kebencian yang sifatnya sementara itu akan hilang dan yang tersisa hanyalah perkenalan.”

“Kemudian perintah yang kedua adalah supaya berkumpul di Masjid jaami’ pada hari Jumat. Dikarenakan penduduk suatu kota sulit untuk berkumpul setiap hari, maka untuk itu ditetapkan supaya satu kali dalam seminggu semua penduduk kota berkumpul dan menciptakan keakraban dan persatuan. Sekarang, jika di sini dari sisi jarak cukup jauh, maka ada sarana kendaraan. Bagi yang memiliki kendaraan maka untuk datang ke Masjid setiap hari pun tidak akan ada kesulitan. Jika niat itu ada, maka ia bisa datang untuk memakmurkan Masjid. Namun jika tinggalnya sangat jauh, dan dalam keadaan terpaksa, maka ia harus tetap datang ke Masjid di hari Jum’at. Pada akhirnya paling tidak semuanya akan berkumpul.”

“Setelah satu tahun, selanjutnya di hari-hari ‘Ied (Idul Fithri atau Idul Adhha) ditetapkan supaya para penduduk desa dan kota berkumpul bersama-sama melaksanakan shalat, sehingga dapat meningkat dalam keakraban dan kecintaan serta tercipta kesatuan umat. Demikian juga selanjutnya satu kali seumur hidup ditetapkan pertemuan seluruh dunia, yaitu semua orang berkumpul di Mekah, yakni mereka yang mendapatkan taufik untuk berhaji hendaknya ia pergi haji. Singkatnya dengan cara seperti ini Allah Ta’ala menghendaki supaya terus meningkat dalam kecintaan dan kasih sayang.”

Kemudian beliau (as) mengatakan mengenai para penentang Islam, “Sangat disesalkan mereka tidak mengetahui betapa kokohnya falsafah Islam. Mereka mengajukan keberatan mengenai apa tujuan dari ibadah shalat yang lima waktu? Apa tujuan ibadah yang dilaksanakan setiap minggu? Apa tujuan dari ied-ied? Dan lain-lain.” Beliau (as) bersabda, “Inilah falsafahnya dan falsafah ini hendaknya diingat”.

Beliau (as) bersabda, “Sayangnya mereka tidak mengetahui betapa kokohnya falsafah Islam. Manusia selalunya bisa lalai terhadap hukum-hukum yang berasal dari pemerintahan duniawi, namun manusia tidaklah mungkin sama sekali lalai dan memberontak terhadap hukum-hukum Allah Ta’ala. Orang Islam mana yang minimal tidak mengerjakan shalat ied. Walhasil, faedah dari semua perkumpulan-perkumpulan tersebut adalah supaya nur-nur dari seseorang memberikan kesan terhadap yang lainnya dan memberinya kekuatan. Dengan bertemu satu sama lain tentu akan meninggalkan kesan. Namun, ini adalah untuk orang-orang yang benar-benar lemah dalam keimanannya. Akan tetapi keimanan yang hakiki adalah datang ke Masjid untuk shalat lima waktu.”

Ketika Allah Ta’ala menganugerahkan kepada anda Masjid ini maka Anda yang memiliki sarana dan kemudahan untuk datang ke Masjid ini hendaknya menampakkan persatuan tersebut cara berkumpul di sini. Dengan karunia Allah Ta’ala, makmurkanlah Masjid ini sambil meraih faedah darinya. Sebagaimana baru saja disampaikan, betapa penuh kasih sayangnya Allah Ta’ala bahwa Dia telah memerintahkan para malaikat untuk sibuk mendoakan orang yang datang untuk shalat lima waktu, dan selanjutnya Allah Ta’ala pun telah menetapkan pahala 27 derajat untuk shalat berjama’ah. Walhasil, meskipun dengan adanya penzahiran karunia-karunia Allah Ta’ala ini dan juga adanya taufik ini, jika kita tidak menghargainya, maka ini adalah sebuah kerugian. Ini hendaknya menjadi bahan renungan setiap Ahmadi dan perlu untuk memakmurkan Masjid ini dengan suatu usaha keras.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Wahai orang-orang yang menganggap dirinya sebagai bagian dari Jemaatku, kalian baru akan terhitung sebagai Jemaatku di langit ketika kalian benar-benar berjalan di atas jalan-jalan ketakwaan. Oleh karena itu laksanakanlah shalat lima waktu kalian dengan rasa takut dan kehadiran, yakni seolah-olah kalian melihat Allah Ta’ala. Dan sempurnakanlah puasa-puasa kalian dengan kesungguhan demi Allah Ta’ala. Setiap orang yang layak untuk berzakat hendaknya membayar zakat, dan orang yang sudah wajib melakukan ibadah haji dan tidak ada sesuatu yang menghalanginya, maka hendaknya ia berhaji. Lakukanlah kebaikan dengan menghiasinya dan tinggalkanlah keburukan dengan rasa jijik terhadapnya.

Terkait:   Kesabaran, Doa, Ketabahan dan Kerendahan Hati

Ingatlah! Sesungguhnya suatu amalan tidak akan bisa sampai kepada Allah Ta’ala jika amalan itu kosong dari ketakwaan. Akar setiap kebaikan adalah takwa, jika akar ini tidak ada dalam amal, maka amal tersebut akan sia-sia. Manakala suatu kemalangan menimpa dirimu, maka itu dikarenakan tanganmu sendiri, bukan karena tangan musuh-musuhmu. Jika seluruh kehormatan duniawi kalian hilang, maka Allah Ta’ala akan menganugerahkan kepada kalian kehormatan yang tidak terhingga di langit. Oleh karena itu, janganlah meninggalkan-Nya.

Kalian adalah Jema’at terakhir Allah Ta’ala, oleh karena itu perlihatkanlah amal kebaikan yang dalam kesempurnaannya mencapai derajat tertinggi. Setiap orang diantara kalian yang malas akan dilemparkan keluar dari Jema’at ini layaknya suatu barang yang kotor dan akan mati dengan membawa penyesalan dan ia sama sekali tidak akan dapat merugikan Tuhan. Perhatikanlah! Dengan sangat gembira aku beri kabar kepadamu bahwa Tuhan-mu benar-benar ada. Kendatipun segala sesuatu adalah makhluk-Nya, namun Dia memilih ia yang memilih-Nya. Dia akan datang kepada orang yang datang kepada-Nya. Barangsiapa yang menghormati Dia, maka Dia pun akan menganugerahkan kehormatan kepadanya.”

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk dapat memahami sabda-sabda yang penuh keperihan dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) tersebut dan terus meningkat dalam keimanan. Semoga kita diberikan taufik untuk dapat menunaikan hak-hak ibadah dan diberikan taufik untuk menciptakan hubungan yang hidup dengan Allah Ta’ala dan semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa memakmurkan Masjid ini.

Sekarang saya akan menyampaikan beberapa rincian dari Masjid ini. Dengan karunia Allah Ta’ala Masjid ini telah diusahakan sejak beberapa tahun sebelumnya. Allah Ta’ala kemudian menganugerahkan tempat ini yang keseluruhan areanya seluas 2.640 meter persegi dan di lahan ini sebelumnya pun telah terdapat suatu bangunan tiga lantai yang memiliki 15 ruangan. Sebuah gedung yang besar dan pada waktu itu untuk biaya pembeliannya sebagian dipenuhi dengan meminjam dari markaz, dan Amir Sahib mengatakan bahwa saat ini kurang lebih semuanya telah dilunasi, tinggal tersisa 50.000 euro.

Kemudian ada beberapa keberatan dari pihak Pemerintah setempat (Otoritas Lokal), mereka melakukan serangkaian rapat. Dilakukan rapat-rapat dengan Walikota dan diberikan gambar perencanaannya. Dengan karunia Allah Ta’ala gambar perencanaan tersebut disetujui. Berdasarkan laporan, arsitek memperkirakan anggaran pembangunan dari gambar tersebut sebesar 1 juta euro dan Majlis Khudamul Ahmadiyah Prancis berjanji memenuhi anggaran ini serta bersedia menjadi penanggung jawabnya. Namun dengan karunia Allah Ta’ala ini bisa selesai dengan biaya sebesar 530.000 euro saja. Hingga sekarang dari Khudamul Ahmadiyah telah diterima dana sebesar 350.000 euro, sisanya Jema’at yang memenuhi. Dan Khudamul Ahmadiyah mengatakan, “Kami akan membayar sisanya juga”, namun Khudamul Ahmadiyah telah memberikan sebelumnya dan mungkin insya Allah Ta’ala akan memenuhi sisanya juga, akan tetapi mengapa juga anggota jema’at yang lain luput dari pengorbanan ini.

Jika sekarang Masjid ini telah selesai dibangun, maka Lajnah dan Anshor hendaknya bekerja sama menjadi penanggung jawab pembangunan satu Masjid baru dan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan satu Masjid lagi hendaknya selesai dibangun di sini. Untuk pembangunan Masjid tersebut telah dibuat satu komite yang di dalamnya Mukaram Aslam Dowery Sahib, Shahbaz Sahib, Muhammad ‘Asyim Sahib dan Mansyur Sahib telah bekerja keras. Semoga Allah Ta’ala memberikan ganjaran kepada mereka.

Berdasarkan ketentuan Masjid ini berkapasitas 250 orang jama’ah, yang mana Pemda telah mengkalkulasikan ini dan tersedia juga tempat parkir untuk 50 mobil, satu kantor Jema’at, ada kantor lajnah juga, ada perpustakaan untuk pria dan wanita, demikian juga ada toilet dalam jumlah yang cukup. Ada satu gedung parkir yang besar dan jika sewaktu-waktu diperlukan di dalamnya bisa menampung 125 orang.

Di gedung yang sudah ada sebelumnya terdapat 15 kamar. Gedung ini telah dua kali direnovasi dan sekarang gedung ini pun layak untuk digunakan. Masjid ini berjarak 15 KM dari kota Strasbourg dan ini bukanlah jarak yang terlalu jauh sehingga Jamaah tidak bisa datang. [7] Luas area Masjid dan gedung adalah 303 meter persegi. Dan ada rumah mubaligh juga dan di dalamnya ada juga Guest House (rumah tamu) dengan 4 kamar.

Kita tidak memperoleh izin [dari pemerintah setempat] untuk membangun menara namun di sebelah kanan Masjid di ketinggian 8 meter kita mendapat izin untuk memasang satu kubah dan itu tampak indah dan bagus. Kubah ini adalah bagian dari Masjid. Di dalam ada mihrab juga dan segala sesuatu yang lainnya.

Semoga Allah Ta’ala memberikan keberkatan dari segala segi dan menganugerahkan keberkatan dalam harta dan jiwa para khudam yang telah berkorban untuk pembangunan Masjid ini, dan tidak hanya berkorban harta untuk Masjid melainkan juga diberikan taufik untuk dapat memahami ruh dari memakmurkan Masjid, dan semoga tolok ukur mutu ibadah para khudam pun tinggi dan tolok ukur mutu ibadah para anggota Jemaat pada umumnya juga terus meningkat.

 Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –

 وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penerjemah     : Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK) dan Mln. Hashim; Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

[1] Shahih Muslim: عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لَبِيْدٍ:أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ أَرَادَ بِنَاءَ الْمَسْجِدِ فَكَرِهَ النَّاسُ ذٰلِكَ فَأَحَبُّوْا أَنْ يَدَعَهُ عَلَى هَيْئَتِهِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا للهِ بَنَى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ dari Mahmud bin Labid ra bahwa Utsman bin Affan ra bermaksud hendak merenovasi Masjid, tetapi dicegah oleh orang banyak. Mereka lebih suka membiarkan Masjid itu sebagaimana adanya. Maka dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw, bersabda : ‘Siapa yang membangun Masjid karena Allah, maka Allah membuatkan (rumah yang mulia) di surga untuknya seperti Masjid itu.’”

[2] Sunan At-Tirmidzi, riwayat Anas ibn Malik menyebutkan «الدُّعَاءُ مُخُّ العِبَادَةِ» ‘ad-du’aa-u mukhul ibaadah’  -“Doa ialah sumsum ibadah.”; Hadits lain, الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ

[3] Malfuzat jilid 1, hal. 35, Edisi 1985, Terbitan UK

[4] Sunan an-Nasai, 3939

[5] Sunan At-Tirmidzi, riwayat Anas ibn Malik menyebutkan «الدُّعَاءُ مُخُّ العِبَادَةِ» ‘ad-du’aa-u mukhul ibaadah’  -“Doa ialah sumsum ibadah.”; Hadits lain, الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ

[6] Sunan Ibni Maajah (سنن ابن ماجه), Kitab tentang Masjid dan Jama’ah (كتاب المساجد والجماعات), (باب لُزُومِ الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارِ الصَّلاَةِ). “Selama ia tidak berhadats (batal wudhu) dan tidak mengganggu orang lain.”; Jaami’ at-Tirmidzi (جامع الترمذي), (كتاب الصلاة), (باب مَا جَاءَ فِي الْقُعُودِ فِي الْمَسْجِدِ وَانْتِظَارِ الصَّلاَةِ مِنَ الْفَضْلِ): لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَ يَنْتَظِرُهَا وَلاَ تَزَالُ الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي الْمَسْجِدِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ Senantiasa salah seorang di antara kalian mendapatkan pahala shalat selama ia berada di masjid tempat ia shalat untuk menunggu shalat. Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendo’akannya: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’

[7] Strasbourg (bahasa Jerman: Straßburg) merupakan ibu kota région Alsace atau Grand Est yang terletak di Prancis bagian timur laut dekat perbatasan Jerman. Penduduknya berjumlah 272.800 jiwa (2004). Kota ini memiliki luas wilayah 78,26 km². Dengan memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 3.486 jiwa/km². Kota ini terkenal dengan sebutan Grande Île* ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1988. Kota ini terletak di tepi Sungai Rhein. Masjid Mahdi terletak di Komune (desa) Hurtigheim (berpenduduk 753 orang luas wilayah 4.63 KM2), Interkomunalitas CC Kocherberg, Kanton Bouxwiller, Arondisement Saverne, Departement Bas-Rhin, yang masih Region (wilayah atau Provinsi) Alsace atau Grand Est. Prancis terdiri dari 26 Region, 100 Departemen (semacam Karesidenan), 341 Arondisemen (semacam Kabupaten), 4.032 Kanton (semacam Kecamatan) dan 36.680 Komune. Setiap komune di Republik Perancis meninggikan seorang wali kota (maire) dan dewan kotamadya (conseil municipal) yang mengatur komune dari mairie (balai kota), dengan kekuasaan yang sama apapun luas komune-nya.

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.