8 Dalil Keberadaan Tuhan

Keberadaan Tuhan. Dalil adanya Tuhan

8 Dalil Keberadaan Tuhan

Oleh Farhan Iqbal, Mubaligh, Komunitas Muslim Ahmadiyah Kanada.

Tinjauan atas pendapat yang disampaikan oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) dalam buku beliau yang berjudul ‘Hasti Bari Ta’ala‘ [Keberadaan Tuhan]

Tak dapat dipungkiri bahwa tingkat kepercayaan pada Tuhan merosot dengan cepat, khususnya di negara-negara Barat. Menjadi ateis di sekolah menengah dan universitas merupakan hal yang populer. Hal ini menuntut untuk lebih menekankan dalil-dalil keberadaan Tuhan, sehingga para pencari kebenaran dapat memulai perjalanan mereka menuju kedekatan dengan Tuhan.

Pada kesempatan Jalsah Salanah 1921, Khalifah Kedua, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) menyampaikan pidato yang luar biasa berjudul, Hasti Bari Ta’ala (Keberadaan Tuhan Yang Maha Esa). Dalam pidato, beliau memaparkan tentang perlunya beriman kepada Tuhan, dan menjelaskan secara komprehensif delapan dalil kuat keberadaan Tuhan, dan menanggapi beberapa tuduhan yang dilontarkan orang-orang terhadap dalil-dalil tersebut. Pidatonya sungguh luar biasa, pidato yang penuh dengan penelitian tentang topik tersebut. Artikel ini berupaya memperkenalkan dalil-dalil itu secara singkat sebagaimana disampaikan oleh Khalifah Kedua (ra).

Mengapa percaya kepada Tuhan?

Sebelum mempelajari dalil keberadaan Tuhan, penting untuk memahami perlunya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak orang mengaku menjalani hidup bahagia dan menyenangkan, tetapi tidak memiliki minat untuk menyelidiki keberadaan Tuhan. Bahkan, banyak yang mengabaikan diskusi tentang Tuhan sejak awal karena mereka menganggapnya sebagai tindakan yang sia-sia.

Dalam menjawab pertanyaan ini, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra)  (ra) pertama-tama menegaskan bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu perlu karena Tuhan memang ada.[1] Ketika kita percaya pada keberadaan wujud lain, mengapa kita membuat pengecualian untuk Tuhan? Kita tidak mempertanyakan perlunya meyakini wujud-wujud yang lain yang kita yakini eksistensinya, dan kita juga tidak mempertanyakan manfaat meyakini hal-hal tersebut.

Para ilmuwan menyelidiki keberadaan begitu banyak benda hanya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mereka tentang dunia tempat kita tinggal. Berbagai upaya luar biasa dilakukan untuk menyelidiki keberadaan partikel terkecil di alam semesta. Mengapa kita tidak melakukan upaya serupa untuk menyelidiki—paling tidak—keberadaan Wujud yang merupakan Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu?

Hal lain yang dikemukakan oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) adalah, menyelidiki keberadaan Tuhan akan menuntun pada pemahaman yang lebih besar tentang cara kerja dunia kita. Dengan mencari tahu lebih banyak tentang Tuhan, banyak kemajuan yang dicapai dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.[2] Dengan kata lain, penyelidikan sederhana akan menuntun kita pada kebenaran yang lebih besar. Demikian pula, pertanyaannya bukanlah apakah kita harus menyelidiki keberadaan Tuhan, karena bukan kita yang memulai penyelidikan ini. Sebaliknya, Tuhanlah yang mengutus para utusan-Nya dan mengarahkan perhatian kita kepada-Nya. Karena pertanyaan ini telah disampaikan kepada kita melalui para Utusan Allah—yang telah menyampaikan dengan cara yang tidak dapat kita abaikan—maka kita harus menganalisanya dan mencari jawabannya.[3]

Dalil #1: Kepercayaan Universal pada Tuhan

Kembali ke topik yang sedang dibahas, dalil pertama yang dikemukakan oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) adalah keberadaan Tuhan harus diterima karena hal ini merupakan kepercayaan yang umum. Setiap bangsa meyakini adanya Tuhan. Bahkan beberapa ateis terkemuka telah menulis bahwa sesuatu yang diterima oleh seluruh dunia tidak mungkin sepenuhnya salah. Pasti ada hakikat di dalamnya.[4] Terkait hal ini, Al-Qur’an menjelaskan:

وَاِنْ مِّنْ اُمَّةٍ اِلَّا خَلَا فِيْهَا نَذِيْرٌ

“Tiada suatu kaum pun melainkan telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan.” (QS. Fatir [35:25)

Artinya, setiap umat telah mendapatkan seorang ‘pemberi peringatan’ atau utusan dari Tuhan. Dengan kata lain, setiap umat memiliki orang-orang yang mengajak kepada Tuhan, yang menjadikan keyakinan pada Tuhan itu menjadi meluas, dan hal ini sudah cukup menjadi alasan bagi kita untuk memegang keyakinan ini juga.

Dalil #2: Perlunya Wujud yang Mandiri

Dalil kedua tentang keberadaan Tuhan ditemukan dalam Surah Al-Ikhlas ayat ketiga:

Terkait:   Laa Ilaha Illallah (Tiada Tuhan Selain Allah)

اَللّٰهُ الصَّمَدُ

“Allah, Yang Segala sesuatu bergantung kepada-Nya.”

Hal ini berarti Allah adalah satu-satunya Wujud yang sempurna. Samad adalah sifat Allah yang artinya Dia tidak bergantung pada siapa pun untuk eksistensinya, dan semua bentuk eksistensi lainnya bergantung pada-Nya untuk eksistensi mereka. Bukti argumen ini dapat ditemukan di mana-mana di dunia ini. Tidak ada satu pun di dunia ini yang sempurna dengan sendirinya. Segala sesuatu membutuhkan sesuatu yang lain untuk eksistensi mereka, dan tidak dapat bertahan tanpa mereka. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa dunia tidak dapat menopang dirinya sendiri dan membutuhkan Wujud yang sepenuhnya Mandiri yang dapat menjalankannya, yaitu Tuhan.[5]

Dalil #3: Evolusi

Pada umumnya dianggap bahwa proses evolusi membantah keyakinan pada Sang Pencipta alam semesta. Akan tetapi, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) menulis bahwa proses evolusi ini pada hakikatnya membantah ateisme. Karena semua peneliti di bidang ini sepakat bahwa segala sesuatu mengalami kemajuan dan perkembangan dan seleksi ‘alamiah’ memainkan perannya dalam survival of the fittest hingga lahirnya spesies manusia yang cerdas. Pada titik ini, proses evolusi fisik telah berakhir, yang terus berlanjut hanyalah kemajuan pemahaman dan kecerdasan manusia. Dari sudut pandang Islam, ini adalah bukti nyata keberadaan Tuhan.

Jika alam merupakan pencipta manusia, maka proses evolusi ini akan terus berlanjut dan manusia akan berevolusi menjadi bentuk ciptaan lain. Jelaslah bahwa tujuan dari seluruh proses ini adalah kelahiran manusia dan tujuan ini tidak mungkin ditetapkan oleh alam. Tujuan ini pasti ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Cerdas.[6]

Dalil #4: Sebab dan Akibat

Dalil umum tentang keberadaan Tuhan adalah tentang sebab dan akibat. Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra) meriwayatkan bahwa suatu ketika ada seorang filsuf yang bertemu dengan seorang Badui yang buta huruf. Filsuf itu bertanya kepadanya, “Apakah kamu percaya kepada Tuhan?” Dia berkata, “Ya, aku percaya”. Dia kemudian bertanya, “Apa bukti yang kamu miliki tentang keberadaan Tuhan?” Dia berkata:

اَلْبَعْرَۃُ تَدُلُّ علی الْبَعِیْرِ و اٰثَارُ الاَقْدَامِ علی السَّفِیْرِ وَ السَّمَآءُ ذَاتُ البُروجِ والارضُ ذَاتُ الفِجَاجِ کَیفَ لا تَدُلُّ علی الّطِیفِ الخَبِیرِ

“Kotoran merupakan bukti keberadaan unta dan jejak kaki merupakan bukti keberadaan musafir; lalu mengapa langit yang penuh dengan bintang dan bumi yang penuh dengan jalan bukan merupakan bukti keberadaan Tuhan – Yang Maha Tidak Terpahami dan Maha Bijaksana?”

Ini adalah dalil umum yang telah diberikan untuk mendukung keberadaan Tuhan sejak zaman dahulu.[7] Meskipun banyak keberatan untuk menentangnya, dalil ini pada dasarnya tetap benar, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:

اَفِى اللّٰهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ

“Apakah kamu dalam keraguan mengenai Allah, Pencipta seluruh langit dan bumi?” (QS Ibrahim [14:11]

Dalil #5: Kompleksitas dan Desain Alam Semesta

Dalil kelima yang dikemukakan oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra)  (ra) sebenarnya merupakan perluasan dari dalil keempat. Pada dalil keempat, keberadaan Tuhan dibuktikan berdasarkan keberadaan alam semesta, dalil kelima membuktikan keberadaan Tuhan berdasarkan rancangan atau pengorganisasian dunia.

Ada banyak planet dan bintang di alam semesta, masing-masing dengan ‘tugas’ dan ‘aturan’ sendiri yang harus dipatuhi. Misalkan manusia muncul dengan sendirinya. Lalu, bagaimana kita bisa berasumsi bahwa seluruh dunia ini dibangun secara otomatis sesuai dengan kebutuhan manusia? Ambil contoh mata manusia. Agar mata dapat berfungsi dengan baik, kita harus menemukan matahari yang berjarak 149.600.000 km!! Tanpa matahari, manusia tidak akan dapat menggunakan mata mereka untuk tujuan yang baik. Bagaimana mungkin tatanan dan rancangan yang begitu sempurna dapat terwujud dari kekacauan? Sistem yang begitu luas dan rumit tidak mungkin terwujud tanpa adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui hal-hal yang gaib.[8]

Kemungkinan terwujudnya alam semesta yang begitu kompleks itu sangat kecil sehingga hampir tidak mungkin terwujud tanpa adanya Sang Perancang, yaitu Tuhan. Dalil yang sama dikemukakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini:

Terkait:   Falsafah di Balik Bencana Alam

تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرُ ۣۙ﴿۲

الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿۳

الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿۴

ثُمَّ ارۡجِعِ الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿۵

[67:2] Maha Beberkatlah Dia Yang menguasai kerajaan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

[67:3] Yang menciptakan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang terbaik amalnya, dan Dia Mahaperkasa, Maha Penga mpun.

[67:4] Yang menciptakan tujuh langit dengan bertingkat-tingkat. Engkau tidak akan melihat di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah suatu keganjilan. Maka lihatlah berulang-ulang, apakah engkau melihat suatu kekurangan?

[67:5] Kemudian, lihatlah berulang-ulang lagi, niscaya penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dalam keadaan bingung dan letih, karena tidak melihat kekurangan.

Dalil #6 Moralitas

Dalil keenam dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:

لَاۤ اُقۡسِمُ بِیَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ۙ﴿۲﴾

وَ لَاۤ اُقۡسِمُ بِالنَّفۡسِ اللَّوَّامَۃِ ؕ﴿۳﴾

[75:2] Aku bersumpah dengan hari Kiamat,

[75:3] Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang menyesali.

Fakta adanya hati nurani dalam diri setiap manusia yang menjadikan seseorang menyesali perbuatan jahatnya, merupakan bukti kuat lainnya tentang keberadaan Tuhan. Jika tidak, penolakan terhadap kejahatan seperti itu tidak akan dalam hatinya, sebaliknya ia  akan bebas melakukan apa pun yang ia inginkan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan ini sebenarnya telah ditempatkan di dalam hati manusia oleh Tuhan untuk mengarahkan perhatian mereka kepada-Nya.[9]

Dalil #7: Kesaksian Keberadaan Tuhan

Dalil ketujuh tentang keberadaan Tuhan sebagaimana dibahas oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (ra)  (ra) adalah kesaksian. Hal ini sebenarnya sesuatu yang digunakan untuk memberikan penilaian dalam hampir semua aspek kehidupan. Apa pun yang diyakini seseorang, dan apa pun yang diterimanya sebagai kebenaran, didasarkan pada kesaksian, dan sangat jarang pada pengalaman pribadi.

Sebagian besar bentuk pengetahuan yang bermacam-macam seperti kedokteran, teknik, astronomi, dan sebagainya, diterima berdasarkan kesaksian. Sebagian orang mengalami hal-hal tertentu, dan sebagian lainnya mendasarkan penelitian mereka pada kesaksian orang-orang tersebut. Jika orang-orang yang jujur ​​dan saleh dalam jumlah besar memberikan kesaksian bahwa mereka telah melihat sesuatu atau menemukan sesuatu yang ada, maka kesaksian tersebut harus diterima.

Dalam hal ini, orang-orang besar seperti Ibrahim (as), Musa (as), Isa (as), Daud (as), Sulaiman (as), dan Nabi Muhammad (saw) semuanya bersaksi bahwa Tuhan itu ada.[10]

Dalil #8: Dalil Terhebat adanya Tuhan

Semua dalil yang dibahas sejauh ini hanya membuktikan keberadaan Tuhan dalam pengertian filosofis atau intelektual, dan pikiran manusia selalu dapat membuat kesalahan. Dalil kedelapan mengarahkan perhatian kita kepada serangkaian argumen baru, yang terkait dengan pengamatan dan ini menghilangkan kemungkinan kesalahan.[11]

Perlu diingat bahwa Allah Ta’ala tidak memberikan satu atau dua, lima atau enam, sepuluh atau dua puluh bukti tentang keberadaan-Nya. Sebaliknya, Dia telah memberikan kita ratusan argumen dan bukti. Bahkan, setiap sifat Allah adalah bukti keberadaan-Nya. Singkatnya, mari kita ambil dua contoh saja.

Contoh pertama adalah sifat Al-Aziz (Yang Maha Perkasa). Jika kita melihat pengaruh sifat Allah ini, maka akan terlihat bahwa ada Tuhan yang bernama Al-Aziz.[12] Mengenai sifat ini, Allah berfirman:

کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿۲۲

[58:22] Allah telah menetapkan, “Aku dan Rasul-rasul-Ku pasti akan menang,” Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.

Di satu sisi, kita melihat bahwa Allah Ta’ala berjanji bahwa Dia pasti akan membuat para Utusan-Nya menang. Di sisi lain, kita melihat bahwa seorang Utusan-Nya hampir selalu dipilih dari antara mereka yang lemah dan tidak berdaya.

Terkait:   Bagaimana Berdiskusi dengan Ateis, Berikut 7 Prinsipnya

Ketika kita melihat kondisi di mana Nabi Muhammad (saw) bangkit dengan pendakwahannya sebagai Rasul Allah dan kemudian akhirnya menjadi penguasa Arabia, kita wajib mengakui bahwa beliau tidak dapat melakukannya tanpa bantuan Tuhan. Beliau tidak memiliki kekuatan, pengaruh, kekayaan, atau pengetahuan, bahkan kemampuan membaca dan menulis!

Kemudian, ketika beliau mendakwahkan pengakuannya, tampak seluruh dunia menentangnya. Namun pada akhirnya beliau memasuki Mekkah dengan 10.000 orang! Ini membuktikan bahwa ada Tuhan yang mendukungnya dan melindunginya, dan akhirnya menjadikannya berhasil dan mendapatkan kekuasaan atas semua musuhnya.[13]

Contoh kedua adalah sifat Al-Mujib (Yang menerima doa). Hampir setiap orang beriman di dunia dapat menjadi saksi bahwa ia berdoa kepada Tuhan dan Dia menerima doanya. Bahkan, dalam banyak kesempatan, karena doa-doa seorang yang rendah hati, Tuhan melakukan hal-hal yang tampaknya mustahil![14] Ketika kita mempelajari kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud (as), kita melihat begitu banyak contoh luar biasa tentang diterimanya doa-doa beliau sehingga tidak ada keraguan tentang keberadaan Tuhan. Perhatikan contoh berikut yang tercatat dalam Tadhkirah:

‘Abdur-Rahim, putra bungsu Nawab Muhammad Ali Khan yang kami hormati, sakit parah karena demam yang berlangsung selama dua minggu. Indranya terganggu, ia mengalami fase pingsan, dan akhirnya ia mulai merasakan sensasi terbakar… Hadhrat Masih Mau’ud setiap hari diminta untuk mendoakannya dan beliau terus menerus berdoa untuknya. Pada tanggal 25 Oktober [1903], Hadhrat Masih Mau’ud (as) diberitahu dengan sangat sedih bahwa hidupnya hampir tidak ada harapan. Dengan penuh kasih dan penyayang beliau berdoa untuknya dalam tahajud ketika hal itu diungkapkan kepadanya dalam wahyu ilahi bahwa:

تقدیر مبرم ہے اور ہلاکت مقدّر

[Urdu] Takdir itu tidak dapat diubah dan kematiannya telah ditetapkan.

…Hazrat Masih Mau’ud (as) bersabda:

“Aku sangat sedih mendengar wahyu yang sangat menakjubkan ini dan tanpa sadar kata-kata itu keluar dari bibirku: Ya Allah, jika tidak ada waktu lagi untuk berdoa, aku mohon untuk memberikan syafaat, karena ada waktu untuk memberikan syafaat. Segera setelah itu, aku menerima wahyu:

يُسَبِّحُ لَهٗ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖ

[Arab] Bertasbih kepada-Nya siapapun yang ada di seluruh langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya tanpa izin-Nya?

Wahyu agung ini membuatku gemetar dan aku diliputi rasa takut dan kagum karena aku telah bersyafaat tanpa izin. Satu atau dua menit kemudian aku menerima wahyu:

إِنَّكَ أَنْتَ الْمَجَازُ

[Arab] “Kamu telah diizinkan.”

Setelah itu, ‘Abdur-Rahim pulih setahap demi setahap dan siapa pun yang melihatnya dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah Ta’ala dan mengakui bahwa orang yang telah meninggal tidak diragukan lagi telah dihidupkan kembali.[15]

Saya sangat yakin banyak dari kita yang telah berdoa dan dapat memberikan banyak contoh diterimanya doa mereka. Kadang-kadang, kita dihadapkan dengan cobaan yang luar biasa, dan kemudian kita berdoa kepada Allah, dengan secara luas biasa Allah secara ajaib membawa kita keluar dari situasi yang buruk. Kadang-kadang, kita membutuhkan sesuatu yang sangat kecil, lalu kita berdoa dan dikabulkan dengan cara yang tidak dapat kita pahami. Ini adalah bukti luar biasa tentang keberadaan Tuhan dan ini hanya didasarkan pada satu sifat Allah.


[1] Hasti Bari Ta‘ala, Hazrat Musleh Mau‘ud (ra), Anwarul Ulum, volume 6, hal. 272

[2] Ibid., hal. 273

[3] Ibid., hal. 274

[4] Ibid., hal. 286

[5] Ibid., hal. 287-8

[6] Ibid., hal. 290

[7] Ibid., hal. 294-5

[8] Ibid., hal. 301

[9] Ibid., hal. 304

[10] Ibid., hal. 307-308

[11] Ibid., hal. 311

[12] Ibid., hal. 312

[13] Ibid., hal. 313

[14] Ibid., hal. 322

[15] Tadhkirah, 2009, hal. 642-643

Sumber: Alislam.org
Penerjemah: Nurmasari

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.