Perdebatan Besar Kristen dan Islam di India
Bagian kedua
Lihat: Bagian Pertama
ASIF M. BASIT, LONDON, UK
Pengenalan mengenai Dr. Henry Martyn Clark
Sebelum melanjutkan, perkenalan mengenai Dr. Henry Martyn Clark sangatlah penting. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Dr. Henry Martyn Clark adalah ketua dalam debat ini. Beliaulah yang menantang kaum Muslim dan memilih Abdullah Atham untuk mewakili agama Kristen. Ada tiga alasan yang jelas mengapa memilih Abdullah Atham: (1) Atham berasal dari kalangan penduduk asli India dan perpindahan agamanya ke agama Kristen dapat terbukti lebih membantu dalam mengubah penduduk setempat menjadi Kristen. (2) Atham telah menjadi seorang Muslim sebelum memeluk agama Kristen; namanya adalah ‘Aathim’, yang kemudian menjadi ‘Atham’ karena perbedaan aksen. Beliau memiliki pengetahuan yang mendalam tentang dasar-dasar Islam dan juga sangat mengenal agama Kristen. (3) Beliau memegang jabatan tinggi di pemerintahan yang dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian penduduk setempat.
Bukti untuk ketiga alasan ini ditemukan dalam pernyataan Dr. Henry Martyn Clark berikut:
“Kami memilih Abdullah Atham sebagai pejuang kami, salah satu mualaf paling awal yang masih hidup dari agama Islam, yang dengannya kontroversi seputar Islam menjadi pelajaran seumur hidup, dan yang setelah bertahun-tahun mengabdi dengan terhormat sebagai Asisten Komisaris Tambahan di bawah Pemerintah, kini telah pensiun dan menghabiskan malam harinya di Amritsar.”[1]
Catatan pengantar tentang Atham di Missionary Herald juga menunjukkan bahwa Atham dianggap sebagai penentang terberat Islam:
“Umat Kristen memilih sebagai pemimpin mereka seseorang yang termasuk di antara mualaf paling awal yang masih hidup dari agama Islam, dan yang telah menjadikan topik tersebut sebagai pelajaran seumur hidup.”[2]
Dr. Henry Martyn Clark diangkat sebagai dokter medis di bawah Church Mission Society di kota Amritsar, India. Ia adalah putra angkat dari pendeta Kristen ternama, Robert Clark. Dr. Clark lahir dalam keluarga Afghanistan. Ketika berusia dua setengah tahun dan menjadi yatim piatu, ia diadopsi oleh Robert Clark dan istrinya di Provinsi North West Frontier. Demi perkembangan dan pendidikan tingginya, ia dikirim ke Edinburgh, Skotlandia, di mana ia memperoleh gelar MD dan setelah menerima pelatihan misionaris, ia dikirim ke India.
Di sini, seperti misionaris lainnya, Dr. Clark juga mengirimkan laporan mengenai semua kegiatannya kepada Church Mission Society. Laporan-laporan ini diterbitkan bersama laporan-laporan penting lainnya di Intelligencer. Ia juga mengirimkan informasi terbaru tentang kegiatannya di India kepada Robert Clark. Penemuan dokumen-dokumen penting di antara catatan-catatan ini akan dibahas nanti dalam artikel ini, yang penting mengingat akibat dari perdebatan tersebut.
Undangan untuk Menunjukkan Tanda-Tanda Samawi dan Tanggapannya
Tanda-tanda Langit menunjukkan suatu agama yang hidup, yang bukan merupakan karya sihir, melainkan berfungsi untuk membuktikan kuasa doa. Meskipun demikian, perwakilan Kristen bernama Abdullah Atham dan rekan-rekannya terus-menerus menolak undangan untuk membuktikan bahwa keyakinan mereka merupakan agama yang hidup. Akhirnya, umat Kristen menyadari bahwa semakin mereka menghindari undangan ini, semakin besar kemungkinan hal itu akan mengarah pada kekalahan mereka.
Maka, pada hari keempat perdebatan, yaitu tanggal 26 Mei 1893, Abdullah Atham menuliskan kutipan berikut dalam uraiannya tentang perdebatan tersebut:
“Tuan, jawaban atas mubahalah [duel doa] kemarin adalah sebagai orang Kristen, kami tidak melihat perlunya mukjizat baru untuk mendukung ajaran lama dan kami juga tidak merasa pantas untuk melakukannya… Dan kami juga bukan yang mendakwahkan diri dalam hal ini. Namun Anda [Hadhrat Masih Mau’ud] sangat bangga menjadi orang yang mendakwahkan diri. Kami tidak menolak untuk melihat mukjizat… Oleh karena itu, kami menghadirkan tiga orang yang di antaranya seorang buta, seorang kehilangan kakinya, dan yang lainnya bisu. Karena itu, sembuhkanlah siapa pun yang Anda bisa dari antara mereka… dan karena itu, hadapilah tantangan Anda sekarang di hadapan semua orang Kristen dan Muslim ini.”[3]
Mirza Ghulam Ahmad (as) menantang balik orang-orang Kristen untuk menunjukkan mukjizat sebagaimana disebutkan dalam Bibel. Mendengar hal ini, orang-orang Kristen sangat gembira karena mereka yakin bahwa Hadhrat Ahmad (as) kini akan dibungkam. Namun, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, yang mengaku sebagai Al-Masih yang Dijanjikan yang dinantikan sebagaimana disebutkan dalam kitab suci agama-agama, diberi Janji Ilahi bahwa beliau akan dianugerahi kesuksesan di segala bidang. Janji pertolongan Ilahi bagi Al-Masih yang Dijanjikan merupakan janji yang dibuat oleh Allah SWT sendiri.
Hadhrat Ahmad (as) menjawab dengan kata-kata berikut:
“Dalam agama kalian ada tanda-tanda yang disebutkan oleh Yesus (as) tentang orang-orang yang telah mencapai keselamatan, yaitu orang-orang yang benar-benar beriman. Dapatkah tanda-tanda itu disaksikan pada diri kalian? Misalnya, Markus 16:17-18 menyatakan:
“Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.”
Oleh karena itu, saya sekarang mengajukan permohonan yang lembut, dan mohon maaf jika kata-kata saya terasa kasar; sembuhkanlah ketiga orang lumpuh yang telah kalian bawa ini dengan meletakkan tangan kalian ke atas mereka dan tunjukkanlah pengalaman tanda-tanda yang dinubuatkan kepada orang-orang beriman sejati.
Oleh karena itu, mohon maaf jika saya kurang sopan, tetapi jika kalian mengaku sebagai orang beriman sejati, maka ada tiga orang sakit di hadapan kalian yang kalian sendiri bawa – taruhlah tangan kalian ke atas mereka. Jika mereka disembuhkan, kami pasti akan menerima bahwa kalian adalah orang beriman sejati dan telah memperoleh keselamatan.
Tidak ada cara lain bagi kami untuk menerima ini, karena Yesus menyatakan bahwa jika salah seorang di antara kalian memiliki sedikit saja iman kepada-Nya, dan kalian menyuruh gunung untuk bergerak, gunung itu akan bergerak. Namun, saya tidak meminta gunung untuk dipindahkan karena letaknya cukup jauh dari tempat kita berada. Jadi, sungguh bermanfaat bahwa kalian telah membawa ketiga orang sakit ini ke sini, jadi taruhlah tangan kalian ke atas mereka dan sembuhkan mereka, atau kalian tidak akan dapat mengklaim bahwa kalian memiliki sedikit pun iman.”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Perlu diperjelas bahwa tantangan ini tidak berlaku bagi kami karena Allah Ta’ala tidak menjadikan hal itu sebagai tanda kebesaran kami dalam Al-Qur’an. Hal itu adalah tanda khusus bagi kalian bahwa kalian harus meletakkan tangan kalian atas orang sakit dan mereka akan disembuhkan. Ya, Dia berfirman bahwa Dia akan, menerima doa-doa kalian sesuai Kehendak-Nya, dan setidaknya jika doa-doa kalian tidak layak diterima dan bertentangan dengan kebijaksanaan Allah, maka kalian akan diberitahu tentang hal itu. Dia tidak mengatakan di mana pun bahwa kalian akan diberi kekuatan untuk secara ajaib melakukan apa pun yang kalian inginkan…”[4]
Ini hanyalah salah satu contoh betapa meyakinkannya Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengalahkan umat Kristen dengan menggunakan kitab suci mereka sendiri. Dengan menggunakan Alkitab, Hadhrat Masih Mau’ud (as) melanjutkan dengan mematahkan keyakinan mereka tentang ketuhanan Yesus.[5]
Berikut ini hanyalah salah satu contoh bagaimana para penentang beliau pun dipaksa untuk memberi penghormatan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengemukakan rujukan dari Perjanjian Baru untuk membantah ketuhanan Yesus:
‘Orang-orang Yahudi menjawab-Nya, ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik kami mau melempari-Mu dengan batu, melainkan karena Engkau menghujat Allah, karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia, menyamakan diri-Mu dengan Allah.’
Yesus menjawab mereka, ‘Bukankah tertulis dalam kitab Tauratmu, ‘Aku telah berfirman, kamu adalah allah?’ (Mazmur 82:6) Jika ia menyebut mereka allah, kepada siapa firman Allah datang – dan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan – apakah engkau berkata tentang Dia yang ditahbiskan dan diutus Bapa ke dunia, ‘Kamu menghujat Allah’, karena Aku telah berkata, ‘Aku adalah Anak Allah?’’ [6]
Dr. Henry Martyn Clark, yang dipuji sebagai pembela umat Kristen, menanggapi ayat-ayat tersebut dengan cara berikut:
“Tentu saja kita telah mendengar, ‘Mengapa engkau menyebut Aku baik?’ yang menentang Keilahian Tuhan kami, tetapi argumen yang dijadikan landasan Mirza dalam bagian kasusnya ini adalah Yohanes 10:35. Ini adalah argumen baru dalam pengalaman saya dengan umat Muslim.” [Penekanan ditambahkan] [7]
Demikianlah pengakuan dari seorang pendeta Kristen ternama yang pertama kali menantang perdebatan.
Kemenangan atau Kekalahan dalam Debat?
Debat berakhir dengan cara yang sama seperti kebanyakan debat publik – kedua belah pihak mengklaim telah meraih kemenangan. Karena alasan ini, Hadhrat Masih Mau’ud (as) memilih untuk berhenti berdebat lebih lanjut. Namun, ada kekuatan luar biasa dalam debat ini. Ketika doktrin-doktrin Kristen dibantah dengan bukti dan argumen yang jelas, namun umat Kristen tidak mau menerima kekalahan, Hadhrat Masih Mau’ud (as) dengan izin Allah, membuat pengumuman:
“Apa yang terungkap kepadaku malam ini adalah ketika aku berdoa kepada Allah Ta’ala dengan penuh kerendahan hati dan semangat, ‘Ya Allah, putuskanlah perkara ini di antara kami, dan kami adalah orang-orang yang rendah hati, dan kami tidak dapat berbuat apa pun tanpa keputusan-Mu,” Dia memberiku tanda sebagai kabar gembira bahwa kelompok dari dua kelompok yang sengaja berdusta dan menolak Tuhan Yang Maha Esa serta menjadikan orang yang rendah hati sebagai Tuhan, akan dilemparkan ke Hawiyah dalam waktu lima belas bulan. Ia akan menghadapi aib yang besar (jangka waktu lima belas bulan dihitung berdasarkan jumlah hari perdebatan, setiap hari sama dengan satu bulan). Hal ini bergantung pada keengganannya untuk kembali kepada kebenaran. Dan bagi orang yang berada di atas kebenaran dan mengikuti Tuhan Yang Maha Esa, tanda ini akan menunjukkan kemuliaannya. Dan ketika nubuat ini terpenuhi, beberapa orang buta akan mulai melihat, beberapa orang lumpuh akan mulai berjalan, dan beberapa orang tuli akan mulai dengar…”[8]
Kebetulan, Abdullah Atham tidak wafat dalam kurun waktu yang telah dinubuatkan dalam pengumuman tersebut. Hal ini menjadi salah satu tuduhan besar terhadap kebenaran Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) oleh para penentang Jemaat Ahmadiyah. Namun, seperti semua tuduhan lainnya, hal ini juga merupakan dampak dari penilaian yang terburu-buru tanpa penelitian yang memadai, kesalahpahaman, prasangka, atau sekadar niat buruk. Sungguh menyedihkan bahwa berjam-jam waktu dapat dihabiskan untuk memecahkan persamaan demi memahami konsep matematika, fisika, dan kimia, namun dalam hal keagamaan, seringkali orang enggan untuk maju melampaui apa yang disebut “dua tambah dua sama dengan empat”. Dalam hal ini, konfrontasi akademis antara dua agama besar telah direduksi menjadi konflik kekanak-kanakan.
Nubuat yang disebutkan di atas mengandung kata-kata berikut, “Dan ketika nubuat ini digenapi, beberapa orang buta akan mulai melihat.” Kata-kata ini adalah bukti bahwa meskipun beberapa orang bodoh akan mulai “melihat”, banyak yang akan tetap kehilangan wawasan. Dengan demikian, orang-orang yang tulus dan berpikiran terbuka diperlihatkan cahaya kebenaran, namun mereka yang menyimpan kecemburuan dan dendam tetap terdampar dalam kekeraskepalaan mereka.
Untuk menyembunyikan rasa malu mereka, para misionaris Kristen mulai menyatakan bahwa banyak Muslim telah masuk Kristen sebagai akibat dari perdebatan tersebut. Meskipun beberapa Muslim sempat menjauh dari Islam untuk sementara waktu, fakta bahwa mereka kembali kepada Islam setelah menerima bimbingan dari Allah, sepenuhnya disembunyikan oleh para misionaris Kristen.
Karena malu, para pendeta Kristen tidak mengakui hal ini sama sekali.
Setelah beberapa penelitian, hanya ditemukan satu referensi yang memuat kebenaran masalah ini, namun itu pun sarat dengan kebohongan. Eugene Stock, sejarawan untuk Church Mission Society, telah menulis mengenai hasil perdebatan tersebut:
“Beberapa orang Muslim yang berkedudukan baik memeluk agama Kristen dan dibaptis; dan tampaknya tampaknya kemenangan seperti itu atas Islam belum pernah diraih. Namun harus diakui dengan sedih bahwa sebagian besar dari mereka dikalahkan oleh godaan mengerikan yang menimpa mereka, godaan di satu sisi, dan penganiayaan di sisi lain.” [9]
Rasa malu yang dialami umat Kristen tampak jelas dari pernyataan ini. Namun, ketidakjujurannya cukup jelas, karena hal ini menimbulkan pertanyaan tentang godaan apa yang mungkin ditawarkan oleh Hazrat Masih Mau’ud (as).
Bagaimana mungkin beliau menganiaya seseorang? Pemerintah pada saat itu adalah Inggris; Hukum Inggris mengatur negara dan Inggris memiliki semua tanah dan properti. Dengan demikian, menawarkan bujukan apa pun hanya mungkin dilakukan oleh para misionaris Kristen, bukan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as.
Lebih lanjut, umat Kristen mengakui bahwa umat Islam yang telah memeluk agama Kristen menikmati posisi yang makmur di masyarakat. Oleh karena itu, bujukan apa yang mungkin ditawarkan Hadhrat Masih Mau’ud (as) kepada orang-orang yang sudah berkecukupan? Dan apa yang mungkin beliau gunakan untuk mengancam mereka, padahal mereka sudah memiliki reputasi yang baik di masyarakat?
Mari kita kesampingkan pertanyaan-pertanyaan ini, di bagian selanjutnya kita akan membahas nubuat tentang Abdullah Atham.
Kurangnya Pemahaman Mendasari Tuduhan Mengenai Nubuatan tentang Abdullah Atham
Dengan izin Allah, Hadhrat Masih Mau’ud (as) membuat nubuat tentang Abdullah Atham dan penggenapan periode 15 bulan yang disebutkan di dalamnya dinantikan oleh umat Islam dan Kristen. Dr. Henry Martyn Clark menjelaskan hal ini dalam laporannya kepada Church Mission Society:
“Hal ini telah menjadi tema percakapan, perhatian yang saksama selama setahun terakhir. Dari Madras hingga Peshawar, melintasi panjang dan lebar India yang luas, ribuan orang telah mengamati dengan penuh perhatian kota paling utara di mana Islam telah mengalahkan taruhan pertempuran, dan di mana Tuhan Sendiri akan memutuskan.”[10]
Sementara seluruh dunia menunggu hasil nubuat dengan maksud untuk mengejeknya, Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan para sahabatnya menghabiskan periode 15 bulan ini dengan berdoa. Tentu saja doa-doa ini adalah untuk penggenapan nubuat tersebut. Namun, kita harus ingat di sini bahwa ada dua cara nubuat tersebut dapat digenapi: (1) Abdullah Atham dapat memutuskan untuk tidak kembali kepada kebenaran dan memasuki Hawiyah, yaitu siksaan yang berat, dan (2) Abdullah Atham dapat kembali kepada kebenaran dan menyelamatkan dirinya dari siksaan Hawiyah.
Tugas seorang mukmin sejati adalah berdoa. Al-Qur’an memberi petunjuk kepada orang-orang beriman tentang bagaimana doa mereka dikabulkan: “Dan Allah Maha Kuasa atas ketetapan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. 12:22).
Memang benar bahwa Abdullah Atham tidak wafat dalam waktu 15 bulan setelah nubuat tersebut. Namun, sebelum membahas hal ini lebih lanjut, kita harus melihat bagaimana kata Hawiyah yang digunakan dalam nubuat tersebut telah dijelaskan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Sesungguhnya, sejauh pemahamanku tentang makna wahyu, maknanya adalah bagi pihak lawan yang berdebat dalam mendukung kebatilan, makna Hawiyah baginya adalah hukuman mati. Akan tetapi, firman yang diwahyukan hanyalah Hawiyah, dan dengan syarat bahwa orang tersebut tidak kembali kepada kebenaran. Dan syarat tidak condong kepada kebenaran ini merupakan syarat wahyu sebagaimana telah kutuliskan dengan jelas dalam teks wahyu. Hal ini mutlak benar dan sesuai dengan wahyu bahwa jika hati Tuan Abdullah Atham, sebagaimana sebelum nubuatan, berniat untuk merendahkan Islam dan tidak mengambil bagian dalam upaya kembali kepada kebenaran dengan menerima keagungan Islam, maka ia akan meninggal dalam kurun waktu tersebut.
Akan tetapi, wahyu Allah Ta’ala telah memberitahuku bahwa Abdullah Atham, dengan mengakui kekaguman dan keagungan Islam, telah sampai pada taraf tertentu dengan kembali kepada kebenaran, yang mengakibatkan tertundanya pemenuhan nubuat kematiannya dan masuknya beliau sepenuhnya ke dalam Hawiyah.”[11]
Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah karena Atham kembali kepada kebenaran, ia diselamatkan dari hukuman yang dikabarkan dalam nubuat ini. Oleh karena itu, penggenapan nubuat ini bergantung pada penerimaan Atham terhadap kebenaran. (Inti nubuat ini telah dibahas di sini sebagaimana di atas. Naskah aslinya dapat ditemukan dalam kitab Hadhrat Masih Mau’ud as, Perang Suci). Namun, terlepas dari syarat ini, merupakan praktik Allah bahwa penggenapan nubuat yang berisi peringatan, selalu bersyarat bagi mereka yang diperingkatkan jika mereka tidak kembali kepada Allah.
Allamah al-Aloosi menulis dalam tafsir Al-Qur’an yang terkenal, Ruuhul Ma’aani: “Ayat-ayat yang berisi janji bersifat tanpa syarat. Dan wahyu yang berisi peringatan, meskipun mungkin tidak menyebutkan syarat, tetap memiliki syarat. Syarat-syaratnya tidak disebutkan untuk menanamkan lebih banyak rasa takut ke dalam hati.”[12]
Henry Martyn Clark Mengakui Kekalahan
Sebelum kita menganalisis keadaan Atham dalam condong kepada kebenaran, ada baiknya kita mempertimbangkan pernyataan Dr. Henry Martyn Clark yang ditulis dalam sebuah laporan tentang perdebatan tersebut. Setiap misionaris diwajibkan mengirimkan laporan terkait pekerjaan yang dilakukan di wilayahnya, yang tujuannya adalah agar Church Mission Society tetap mengetahui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para misionaris di seluruh dunia. Laporan-laporan ini, yang dikenal sebagai ‘Intelligencer’, bukan untuk konsumsi masyarakat umum, tetapi hanya ditulis sebagai catatan bagi Mission Society agar Mission Society mengetahui situasi para misionaris dan kesulitan yang mereka hadapi di berbagai wilayah.
Dalam laporan yang diterbitkan oleh Dr. Henry Martyn Clark setelah debat, beliau menulis tentang Atham sebagai berikut:
“Ketika giliran kami tiba, saya harus dengan jujur mengakui bahwa pejuang kami tidak memanfaatkan sebaik-baiknya argumen kami terhadap Islam. Meskipun telah banyak nasihat…Tuan Atham tetap menempuh jalannya sendiri…Perang itu sama sekali bukanlah jenis perang yang dibutuhkan.” [13]
Pernyataan ini juga diterbitkan di Amerika dalam Missionary Herald. Majalah ini merupakan edisi khusus tentang karya-karya Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri. Majalah ini mengakui kekalahan Atham dengan kata-kata berikut:
“Dr. Clark menegaskan bahwa… penyajian dari pihak Kristen sama sekali tidak seperti yang diharapkan…” [14]
Pernyataan ini membuktikan dua hal: (1) Meskipun orang-orang Kristen mengklaim kemenangan selama debat, secara diam-diam mereka terpaksa mengakui kekalahan, dan (2) Tujuan utama debat adalah untuk membedakan agama yang benar antara Islam dan Kristen, dengan bukti-bukti dari Kitab Suci mereka. Akhir hidup Atham merupakan isu yang laiin. Namun, kemenangan Islam dipastikan melalui sosok yang datang sebagai “Pemecah Salib”. Pengakuan pemimpin para misionaris bahwa salib telah “terbelah dua” menunjukkan bahwa tak seorang pun selain Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian (as) dianggap layak untuk tugas ini. Hal ini tak pelak lagi memperkuat kesimpulan bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah pemenang perdebatan, “Perang Suci”.
Surat dari Dr. Martyn Clark
Pada masa Hadhrat Masih Mau’ud, kantor pusat Church Mission Society berada di Salisbury Square, London. Kemudian, kantor pusat tersebut dipindahkan ke kota Oxford, dan masih berada di sana hingga saat ini.
Arsip-arsip Society juga berada di Oxford, namun sebagian besar berada di Departemen Koleksi Khusus di Universitas Birmingham. Saat mencari materi di arsip-arsip Universitas Birmingham, sebuah surat yang ditulis oleh Dr. Henry Martyn Clark ditemukan. Beliau menulis surat ini kepada ayahnya, Robert Clark, pada tanggal 4 September 1894. Tanggal ini sama dengan berakhirnya periode nubuat tentang Abdullah Atham.
Dalam surat ini, Dr. Henry Martyn Clark menulis kepada ayahnya tentang kegiatan-kegiatannya. Di akhir surat, beliau menyebutkan bahwa beliau telah pergi menemui Abdullah Atham di Ferozepur dan bagaimana kesehatannya tampak membaik, meskipun kesehatan mentalnya sedang buruk.
Surat Dr. Henry Martyn Clark menunjukkan bahwa Abdullah Atham menghabiskan hari-hari terakhirnya dengan menetap di Amritsar. Tanda-tanda penggenapan nubuat ini tampak jelas ketika Atham mulai merasa bingung dan perlahan-lahan kehilangan kendali atas indranya. Akibatnya, ia melihat ular dan terkadang melihat pedang tergantung di atas kepalanya. Ia mulai mengalami banyak halusinasi serupa. Karena takut akan nasibnya, ia melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain. Ia akhirnya menjadi begitu terpuruk sehingga ia tidak pernah kembali ke Amritsar hingga masa penggenapan nubuat berakhir.
Surat Dr. Henry Martyn Clark merupakan bukti nyata atas fakta ini:
“Pukul 6 sore saya berangkat ke Ferozepur, tempat Atham berada. Saya ingin menyelesaikan detail rumah yang akan dibangun pada tanggal 6… Saya menghabiskan beberapa jam bersama Atham… Krisis saat ini sungguh hebat, tak terlukiskan.”[15]
Pernyataan ini memberikan bukti nyata bahwa Atham telah pindah dari Amritsar ke Ferozepur. Terlebih lagi, pernyataan Atham yang ingin segera kembali ke Amritsar setelah masa terpenuhinya nubuat tersebut berakhir, juga memberikan bukti bahwa kepindahan tersebut disebabkan oleh efek kuat dari ketakutan Atham terhadap terpenuhinya nubuat tersebut.
Hadhrat Masih Mau’ud (as), merujuk pada pernyataan Atham sendiri, menulis:
“Siapa yang tidak tahu bahwa Tuan Atham menerbitkan pernyataan yang jelas di Surat Kabar Noor Afshan (sebuah surat kabar Kristen) bahwa ‘pastinya selama masa nubuatan saya menjadi takut pada malaikat yang haus darah?’ Siapa yang tidak tahu bahwa ada begitu banyak tanda yang menunjukkan bahwa Atham takut sehingga mustahil untuk menutupinya?”[16]
Kebenaran di Balik Tuduhan Atham tentang Percobaan Pembunuhan
Alasan yang diberikan oleh para kritikus mengapa Atham berhijrah adalah karena ada upaya pembunuhan terhadap Atham, dan beliau yakin bahwa upaya-upaya ini (na’udzu billah) dilakukan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) untuk menyebabkan kematian Atham dan memenuhi nubuat tersebut.
Karena ia tidak mampu menyembunyikan hilangnya kendali atas akal sehatnya yang disebabkan oleh keadaan kebingungan dan ketakutannya, Atham menjadi korban dilema lainnya.
Hakim yang Adil zaman ini, Hadhrat Masih Mau’ud as, telah menganalisa dan memberikan keputusan yang sangat rinci mengenai hal ini. Beliau menulis:
“…lalu ia mengerti bahwa tidaklah benar baginya untuk menunjukkan kegelisahan sebesar itiu hanya karena sebuah nubuatan Islam. sebuah nubuat Islam. Saat itulah dalih percobaan peracunan dan tiga percobaan pembunuhan diajukan. Karena tingkat ketakutan yang ditunjukkan Atham akibat kebingungannya, diperlukan bukti bahwa jika mereka ingin membuktikan bahwa penyebabnya bukanlah nubuat yang diwahyukan, maka harus ada alasan lain yang begitu kuat dan berpengaruh, sehingga dapat menanamkan rasa takut akan kematian di dalam hati seseorang. Oleh karena itu, dengan dukungan kebohongan, mereka menciptakan penyebab-penyebab ketakutan ini…”
“Siapakah yang sulit memahami bahwa ia menghadapi penghinaan karena tuduhan-tuduhan palsu dan tak berdasarnya? Dan tidak ada cara untuk melepaskan diri dari aib ini selain dengan membuktikan klaim-klaim palsu di pengadilan atau menghadirkan beberapa saksi atau bersumpah atas kebenaran klaim-klaim tersebut di hadapan umum. Namun, Tuan Atham tidak menggunakan cara-cara ini.” [17]
Penting untuk menunjukkan bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) menulis Anjam-e-Atham setelah wafatnya Atham dan sambil menganalisis konteks situasi, beliau merinci tahapan-tahapan di mana nubuat tersebut terpenuhi. Namun, jika Atham menganggap halusinasinya sebagai (na’udzu billah) upaya pembunuhan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as, maka Hadhrat Masih Mau’ud (as) semasa hidup Atham telah menyarankan agar Atham menggunakan dukungan hukum dan mengajukan gugatan hukum terhadap Hadhrat Masih Mau’ud as.
Buktinya dapat ditemukan dalam kitab-kitab Hadhrat Masih Mau’ud as, Anwarul Islam dan Dhia-ul-Haq. Hadhrat Masih Mau’ud (as) menulis kitab-kitab tersebut tepat setelah masa nubuat berakhir pada tanggal 5 September 1894. Namun, Atham tidak mengajukan gugatan hukum maupun bersumpah atas kebenaran klaimnya di depan umum.
Jawaban yang dirumuskan para kritikus di sini adalah bahwa Atham berbicara di Amritsar di hadapan sebuah iring-iringan, yang diselenggarakan untuk merayakan berakhirnya nubuat tersebut. Di sana, ia mengungkapkan keterkaitannya dengan agama Kristen, dan seperti biasa, menggunakan bahasa kasar terhadap Islam untuk menekankan bahwa ia belum berpaling kepada kebenaran dan tetap berpegang teguh pada keyakinan Kristennya serta permusuhannya terhadap Islam. Sungguh menggelikan, pernyataan tersebut dimaksudkan untuk membuktikan bahwa jika nubuat tersebut tidak terpenuhi karena tidak terpenuhinya syarat untuk berpaling kepada kebenaran, maka pidato Atham di iring-iringan tersebut sudah cukup menjadi bukti bahwa Atham tidak pernah berpaling kepada kebenaran.
Kecenderungan kepada Kebenaran
Penting untuk diingat bahwa kecenderungan kepada kebenaran adalah masalah hati. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah selama masa nubuatan, Atham melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain, mencari perlindungan di berbagai tempat karena ketakutan yang tak terjelaskan, membuat tuduhan percobaan pembunuhan melawan Hadhrat Masih Mau’ud as, namun tidak membawa masalah ini ke pengadilan, tidak bersuara atau menulis menentang Islam selama masa nubuatan, tidak menggunakan bahasa kotor terhadap Rasulullah saw, tidak mengumumkan keadaan pikirannya, – jika semua ini bukan bukti Atham kembali kepada kebenaran, lalu apa artinya semua ini?
Meskipun, sebagaimana telah disebutkan, pernyataan lisan tidak diperlukan untuk kembali kepada kebenaran, penting bagi orang beriman untuk menegaskan kebenaran ketika ditanya tentang hal itu.
Sebaliknya, Abdullah Atham ragu-ragu, bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali, dalam menegaskan kebenaran dan tidak bersumpah bahwa ia telah kembali kepada kebenaran.
Penting untuk bertanya kepada para kritikus, jika hukuman dicabut karena kecenderungan sementara menuju kebenaran, bukankah kecenderungan kepada kebenaran tidak dihitung? Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang membuktikan bahwa Allah mencabut hukuman, bahkan untuk kecenderungan sesaat terhadap kebenaran. Kaum Firaun berpaling kepada kebenaran delapan kali, setiap kali hukuman yang dijanjikan dicabut.
Abdullah Atham Mengumumkan Keyakinannya dalam Sebuah Pertemuan Terbuka
Pertimbangan atas pengumuman yang disampaikan Abdullah Atham pada akhir periode yang ditentukan dalam nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud mengandung banyak pelajaran. Patut dicatat bahwa pengumuman ini sebenarnya bukan milik Abdullah Atham sendiri, sebuah fakta yang dapat dibuktikan oleh surat Dr. Henry Martyn Clark yang ditemukan di Departemen Koleksi Khusus di Universitas Birmingham (telah dibahas sebelumnya). Dalam surat ini, Dr. Henry Martyn Clark menulis:
“Kami mengusulkan sebuah ibadah syukur pada tanggal 6 D.V. Saya mengirimkan pesan saya sendiri kepada Atham.” [18]
Bukti apa lagi yang lebih kuat yang dapat diberikan untuk mendukung kecenderungan Atham terhadap kebenaran selain fakta bahwa pengumuman yang dibacakan Abdullah Atham pada pertemuan ini bahkan bukan miliknya sendiri?
Situasi Atham secara keseluruhan dapat dinilai dengan cara berikut: Nubuat tersebut bersyarat, dengan asumsi bahwa jika Atham tidak bertobat, ia akan dijerumuskan ke neraka. Atham, yang takjub sekaligus takut akan nubuat ini, menjadi bingung. Ia mulai berhalusinasi bahwa ada upaya penyerangan terhadapnya.
Untuk membuktikan bahwa ini hanyalah halusinasi, kita menemukan bahwa tidak seorang pun dari keluarga Atham (putri atau menantunya) yang mengajukan pengaduan resmi ke polisi. Selama lima belas bulan yang ditetapkan sebagai jangka waktu untuk nubuat ini, ia tidak mengucapkan atau menulis apa pun yang menentang Islam.
Setelah jangka waktu yang ditetapkan untuk nubuat ini berakhir, ia menegaskan kembali keyakinannya pada agama Kristen dan permusuhannya terhadap Islam. Dengan demikian, pertobatan Atham yang singkat mencegahnya dari penggenapan nubuat tersebut, yang bergantung pada pertobatannya.
Bahkan saat itu, pengumuman yang ia buat bukanlah tulisannya sendiri, melainkan tulisan Dr. Henry Martyn Clark yang menulis seperti yang telah disebutkan sebelumnya, “…pesan saya sendiri…” Oleh karena itu, jelas bahwa Atham masih dalam keadaan bertaubat pada saat pengumuman tersebut dan dengan demikian membacakan pesan tertulis orang lain, atau bahwa ia menganggap pesan tersebut sebagai cerminan perasaannya sendiri.
Bagaimanapun kegagalan Atham untuk secara terbuka menyatakan di bawah sumpah bahwa ia tidak bertaubat, bahwa ia tidak mengalami rasa takut akibat nubuat ini, dan ia tidak melapor kepada pihak berwenang atas dugaan rencana pembunuhan terhadapnya (meskipun Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah mendesaknya), merupakan bukti nyata bahwa wakil Kristen, Abdullah Atham, bukanlah pemenangnya – yang telah menang ialah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan Imam Mahdi.
Periode Waktu Sebenarnya dari Nubuat Mengenai Abdullah Atham
Periode waktu nubuat ini secara umum diperkirakan dimulai pada tanggal 5 Juni 1893, dan berakhir lima belas bulan kemudian pada tanggal 6 September 1894. Namun, meskipun nubuat ini dianggap dimulai pada tanggal 5 Juni 1893, periode sebenarnya bukanlah lima belas bulan.
Selama periode lima belas bulan ini, meskipun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Atham bertobat (yang telah dibahas di atas), ia gagal menerima tantangan Hadhrat Masih Mau’ud (as) untuk membuat pernyataan sumpah terkait hal tersebut.
Atham menghabiskan hampir satu tahun dalam ketidakpastian ini dan meskipun Kehendak Ilahi memberinya tambahan dua belas bulan untuk hidup, ironisnya kematiannya juga dinubuatkan selama periode ini – Atham menemui ajalnya tujuh bulan kemudian, pada tanggal 27 Juli 1896.
Oleh karena itu, periode waktu sebenarnya dari nubuat ini berlangsung dari tanggal 5 Juni 1893 hingga 30 September 1896 – Abdullah Atham meninggal dalam periode waktu yang dinubuatkan.
Berita kematian Atham di Church Missionary Intelligencer muncul dengan kata-kata berikut:
“Seorang pekerja pribumi lainnya, Tuan Abdullah Atham – yang namanya akan dikenang sebagai advokat terkemuka di pihak Kristen dalam kontroversi publik dengan umat Islam di Amritsar pada tahun 1893 – meninggal di Ferozepore pada tanggal 27 Juli, setelah sepuluh hari sakit. Tuan Clark berkata tentangnya, ‘Dia adalah hamba Kristus yang sejati dan setia, dan Punjab akan merindukannya sekarang setelah dia pergi.’” [19]
Patut dicatat bahwa berita kematian seorang pengkhotbah Kristen terkemuka yang ikut serta dalam debat yang terkenal itu, yang kematiannya telah dinubuatkan, dilaporkan dengan cara yang begitu acuh tak acuh.
Buletin ini juga yang menulis dengan sangat rinci tentang perdebatan tersebut dan juga menulis nubuatan tentang Atham. Jika nubuat seperti yang diklaim oleh para kritikus, tidak terpenuhi, berita kematian Atham pasti akan menyebutkan, bahkan mungkin mensensasionalkan fakta ini. Oleh karena itu, timbul pertanyaan mengapa buletin yang sama, yang menganggap debat ini sebagai pertarungan teologis antara kebenaran dan kepalsuan (yang hasilnya sepenuhnya bergantung pada Atham), membahas kematiannya dengan cara yang begitu immaterial (tidak begitu penting)? Hal ini seharusnya tidak menyisakan keraguan mengenai penggenapan nubuat tersebut.
Ironisnya, Lembaga Misi Gereja yang sama, yang hanya menulis lima baris untuk kematian Abdullah Atham dalam upaya menutupi penggenapan nubuat agung, kini menghabiskan satu setengah halaman untuk meliput wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Meskipun Intelligencer telah melaporkan debat tersebut secara sangat rinci, menyoroti signifikansinya dan menyatakan bahwa nubuat yang menentang Atham telah gagal, kini mereka justru menulis penghormatan besar kepada Hadhrat Masih Mau’ud as, yang secara paradoks justru memperkuat dasar untuk menetapkan kekalahan mereka sendiri.
Laporan ini diawali dengan merujuk pada sensus yang dilakukan pada tahun 1901, di mana para pengikut Hadhrat Masih Mau’ud (as) dicatat sebagai Ahmadi, dan diakhiri dengan kata-kata berikut:
“..akan menarik untuk melihat apakah laporan sensus di masa mendatang akan menyebutkan nama pemimpin Qadiani, dan untuk berapa lama!” [20]
Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as) mencapai keberhasilna karena telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh para penentang. Seorang sarjana sejarah India yang ternama, Avril Ann Powell, menulis:
“Pada tahun 1890-an, saat terjadi perdebatan Amritsar, kedua komunitas minoritas ini hanya menghitung jumlah yang bergabung dengan mereka dalam ribuan. Para Ahmadi kemudian menciptakan gerakan dakwah dunia yang sangat sukses, dengan jumlah setidaknya setengah juta jiwa pada tahun 1940-an. Meskipun Punjab tetap menjadi ‘tanah air’ Ahmadi, terdapat berbagai pusat migrasi dan perpindahan agama baru di belahan dunia lain, terutama di Afrika dan Indonesia, tetapi juga di Inggris dan Amerika Utara.”[21]
Sebagai perbandingan, Powell menulis tentang kondisi umat Kristen dengan kata-kata berikut:
“Hingga awal tahun 1920-an, umat Kristen Punjabi juga terus bertambah jumlahnya…Selama dua dekade berikutnya, perkembangan mereka relatif kecil…”[22]
Lebih lanjut, Powell memberikan analisis singkat terhadap sensus tersebut dengan menyatakan bahwa:
“Jumlah total ‘Kristen pribumi’ Punjabi tercatat dalam sensus tahun 1941 hampir setengah juta jiwa, serupa dengan perkiraan jumlah Ahmadi global, yang saat itu hanya separuhnya tinggal di Punjab.”[23]
Beberapa kesimpulan kuat dapat ditarik dari analisis tersebut. Pertama, Jemaat Muslim Ahmadiyah tidak hanya dianggap sebagai komunitas terpisah selama tiga dekade berikutnya, tetapi sejak itu secara fundamental dianggap sebagai komunitas yang berkembang. Kedua, ironisnya, umat Kristen semakin dianggap sebagai minoritas. Sungguh pertanda besar bahwa “salib” telah dipatahkan.
Sekalipun seseorang menutup mata terhadap kenyataan ini, kekuatannya yang teguh akan memaksa seseorang untuk mengakuinya.
Inggris melakukan sensus semacam ini setiap sepuluh tahun, sebuah praktik yang juga merupakan kebiasaan di India pada saat itu. Sensus yang disebutkan di atas yang dilakukan pada tahun 1941 adalah sensus terakhir yang dilakukan.
Sensus yang disebutkan di atas, yang dilakukan pada tahun 1941, merupakan sensus terakhir yang dilakukan sebelum partisi (India – Pakistan). Setelah pertisi, Jamaah Muslim Ahmadiyah berkembang tidak hanya di India dan Pakistan, tetapi juga di ratusan negara di seluruh dunia. Jika ada yang menghilang, itu adalah mereka yang mengejek dan mencemooh Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan membanggakan bahwa para pengikut “pemimpin Qadiani” ini akan segera dihapuskan dari sensus-sensus mendatang.
Cicit Dr. Henry Martyn Clark Bertemu dengan Hadhrat Khalifatul Masih V aba
Hampir seratus dua puluh tahun telah berlalu sejak perdebatan “Perang Suci”, dan meskipun Dr. Henry Martyn Clark telah hilang di suatu tempat di masa lalu, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Hadhrat Masih Mau’ud (as), dan Jamaahnya, Jamaah Muslim Ahmadiyah, di bawah bimbingan para Khalifahnya terus berkembang pesat.
Beberapa waktu yang lalu, atas bimbingan Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah sedunia dan Khalifah ke-5 Hadhrat Masih Mau’ud as, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, saya berkesempatan untuk melakukan penelitian tentang perdebatan “Perang Suci”.
Selama proses ini, saya mempelajari berbagai catatan dan arsip di Inggris, dan banyak informasi ditemukan dari perpustakaan Oxford Church Mission Society dan dari Departemen Koleksi Khusus di Universitas Birmingham. School of Oriental and African Studies (SOAS) di London juga sangat membantu dalam memperoleh materi tentang subjek tersebut.
Lebih lanjut, selama penelitian ini, rumah tinggal Dr. Henry Martyn Clark, makamnya, dan keturunannya juga dilacak, dan terbukti berperan penting dalam pengumpulan informasi penting lebih lanjut. Catatan pemakaman Dr. Clark membantu menemukan rumah tinggalnya dan tautan darinya digunakan untuk melacak keturunannya.
Salah satu cicit Dr. Clark, Tn. Jolyn Martyn Clark, diketahui tinggal di Inggris utara. Ketika ia mengetahui bahwa seseorang sedang melakukan penelitian tentang kehidupan kakek buyutnya, ia merasa tertarik – lagipula, untuk apa seseorang meneliti tentangnya? Namun, ketika ia mempelajari lebih lanjut tentang Komunitas Muslim Ahmadiyah, ia menyadari mengapa penelitian semacam itu dilakukan.
Saya bertemu dengan Bapak Jolyn Martyn Clark di rumahnya, yang menceritakan banyak detail tentang sejarah keluarganya. Yang sangat menarik adalah sebuah dokumen berbingkai indah yang disimpan oleh Bapak Jolyn Martyn Clark, dan dokumen tersebut tidak dapat ia baca karena ditulis dalam bahasa asing baginya. Hebatnya, dokumen tersebut ternyata ditulis dalam bahasa Urdu, dan telah dipersembahkan kepada Dr. Henry Martyn Clark dalam pidato perpisahannya ketika ia meninggalkan India.
Dokumen tersebut mencantumkan pencapaian dirinya – menariknya, salah satunya adalah ia telah menghadapi banyak kesulitan selama masa-masa perdebatan, “Perang Suci.” Oleh karena itu, perdebatan tersebut telah diakui sebagai peristiwa penting dalam sejarah, melampaui wacana biasa.
Bapak Jolyn Martyn Clark, cicit dari Dr. Henry Martyn Clark, tampil sebagai orang yang sangat terhormat dan bermartabat. Seiring beliau mempelajari tentang Jemaat Muslim Ahmadiyah, beliau semakin tertarik. Beliau diundang ke London, dan beliau dengan senang hati menerima undangan tersebut. Ketika beliau mengetahui bahwa Khalifah Kelima Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah sedunia, beliau mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan beliau. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih Vaba, dengan ramah menerima kunjungan Bapak Jolyn Martyn Clark dan pertemuan tersebut berlangsung pada tanggal 3 Desember 2011 di London.
Sebelum bertemu dengan Huzur, beliau diperlihatkan Makhazan-e-Tasaweer (Pameran Foto Pusat Jemaat Ahmadiyah di London) di Tahir House, yang memberikan beliau gambaran umum tentang sejarah dan perkembangan Jemaat Muslim Ahmadiyah melalui foto-foto historis dan masa kini. Beliau terkejut mengetahui tentang representasi Jemaat di seluruh dunia, masjid-masjid, perguruan tinggi, sekolah, rumah sakit, dan konvensi tahunan yang diselenggarakan secara global.
Setelah mengetahui semua ini, Bapak Jolyn Martyn Clark mengatakan bahwa meskipun orang-orang bahkan tidak tahu nama Dr. Henry Martyn Clark dan para misionaris lain pada masanya, Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan Jemaat beliau, yang awalnya menghadapi begitu banyak pertentangan, telah berhasil mencapai prestasi yang begitu tinggi.
Setelah melihat Pameran Foto, Bapak Jolyn Martyn Clark pergi menemui Hadhrat Khalifatul Masih Vaba – Penerus ke-5 Hadhrat Masih Mau’ud as.
Pertemuan tersebut berlangsung pukul 15.30 sore itu. Saat memasuki kantor Huzur, beliau menjabat tangan beliau dan kemudian duduk di hadapan beliau. Pertama-tama, beliau berterima kasih kepada Huzur karena telah meluangkan waktu untuk bertemu beliau. Huzur mengajak Bapak Clark berdiskusi tentang berbagai topik dan selama percakapan ini beliau menanyakan kepada Bapak Clark apa yang beliau ketahui tentang perdebatan yang dikenal sebagai “Perang Suci”.
Tn. Clark menjawab bahwa beliau baru saja melakukan riset tentang hal ini, namun, beliau menyadari hari ini bahwa meskipun Dr. Henry Martyn Clark telah hilang dalam lipatan sejarah, lawannya telah berhasil di seluruh dunia.[24]
Menyaksikan pertemuan ini sungguh merupakan pengalaman yang menggugah iman, – mengingat bahwa ada suatu masa ketika Dr. Henry Martyn Clark tidak segan-segan menentang Hadhrat Masih Mau’ud as, menciptakan rintangan di jalannya, namun hari ini seorang anggota keturunan beliau sendiri datang mengunjungi Khalifah Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan diliputi oleh pencerahan spiritualnya.
Semoga ribuan berkah tercurah kepada sosok yang datang untuk “mematahkan salib” dan dengan berjalan mengikuti jejak langkah yang digariskan oleh Guru Suci beliau, beliau berpegang teguh pada ayat Al-Qur’an:
“Dan agar Dia memberi peringatan kepada mereka yang mengatakan, ‘Allah telah mengambil seorang putra.'”[25]
Betapa indahnya Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengikuti perintah ini dan betapa beliau sangat diberkati dalam melaksanakan tugas ini. Beliau berhasil membantah keyakinan Kristen dengan cara yang identik dengan “mematahkan salib”.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Sumber: Review of Religions
[1] CMI, February 1894, hal. 97
[2] Missionary Herald: Containing The Proceedings of The American Board of Commissioners for Foreign Missions, Vol. XC, Published: Press of Samuel Usher, Boston 1894
[3] The Holy War, Ruhani Khaza’in Vol. 6 hal. 150
[4] The Holy War, Ruhani Khaza’in, Vol. 6, hal. 153-154
[5] Untuk pembahasan lebih rinci mengenai hal ini, dapat merujuk pada kitab Hadhrat Masih Mau’ud, Perang Suci.
[6] Yohanes: 10: 33-36
[7] CMI, February 1894, hal. 99
[8] The Holy War, Ruhani Khaza’in, Vol. 6 hal. 292
[9] The History of the Church Mission Society: Its Environment, Its Men and Its Work, by Eugene Stock, Church Mission Society, London, 1899
[10] Some Results of the Late Mohammedan Controversy, by Henry Martyn Clark, Church Missionary Intelligencer Vol. XLV, Nov 1894, hal. 813
[11] Anwarul Islam, Ruhani Khaza’in, Vol. 9, hal. 2
[12] Roohul Ma’aani, Vol. 4 hal.190
[13] CMI, February 1894, hal. 99
[14] Missionary Herald: Containing The Proceedings of The American Board of Commissioners for Foreign Missions, Vol. XC, Published: Press of Samuel Usher, Boston 1894
[15] CMS/C Special Collections, University of Birmingham
[16] Anjam-e-Atham, Ruhani Khaza’in Vol. 11, hal.17
[17] Anjam-e-Atham, Ruhani Khaza’in Vol. 11, hal. 17-19
[18] Surat tulisan tangan, dari Dr. Henry Martyn Clark kepada Robert Clark, tertanggal 4 September 1894, diambil dari the Special Collections, University of Birmingham, ref. CMS/C
[19] Church Missionary Intelligencer, October 1896, hal. 781
[20] Church Missionary Review Vol. LIX, Oct 1908, hal. 620-62, London
[21] Avril Powell (1995): Contested gods and prophets: discourse among minorities in late nineteenth-century Punjab, Renaissance and Modern Studies, 381:1, 38-59
[22] Avril Powell (1995): Contested gods and prophets: discourse among minorities in late nineteenth-century Punjab, Renaissance and Modern Studies, 381:1, 38-59
[23] Powell, 1995
[24] Rincian pertemuan ini dimuat di Al Fazl International, tanggal 6 Januaryi 2012
[25] Al-Qur’an Surah 18: 5