Perdebatan Besar Kristen dan Islam di India
Bagian pertama
Lihat: Bagian Kedua
- Makna Sejati “Mematahkan Salib”
- Serangan Pendeta Kristen di India
- Tanggapan Umat Islam di India terhadap Pengaruh Kristen yang Berkembang
- Al-Masih yang Dijanjikan (as) sebagai “Pematah Salib”
- Gagasan Isa (as) Masih Hidup di Langit
- Penjelasan tentang Wafatnya Nabi Isa oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as)
- Penentangan dari Pendeta Kristen
- Reaksi para Pendeta Kristen
- Kedatangan Hadhrat Masih Mau’ud (as)
- Undangan Umat Kristen kepada Umat Muslim untuk Berdebat di Amritsar
- Pentingnya Debat
- Fatwa-fatwa Kafir terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as) Padahal Beliau Mewakili Islam
ASIF M. BASIT, LONDON, UK
Salah satu tanda yang dinubuatkan oleh Nabi Muhammad (saw) mengenai kedatangan Nabi Isa yang Dijanjikan dan Imam Mahdi adalah ia akan “mematahkan salib.” [1]
Akan tetapi, cara penafsiran ini oleh para cendekiawan Muslim kontemporer selain itu tampak tidak pantas dan menggelikan, tetapi bahkan menghina. Mereka tampaknya telah salah memahami peran dan karakter seseorang yang ditakdirkan menjadi satu-satunya penyelamat para pengikut semua agama.
Penafsiran harfiah yang berlaku dalam literatur mayoritas cendekiawan Islam kontemporer adalah Imam Mahdi dan Al-Masih akan menghabiskan waktunya untuk secara lahiriah mematahkan salib yang ditemuinya di mana pun di dunia ini, sementara di sisa waktunya ia akan secara harfiah membunuh semua babi.
Mempercayai bahwa Imam Mahdi akan berkeliling ke setiap desa dan kota dengan alat di tangannya untuk mencoba secara harfiah mematahkan setiap salib, tidak hanya akan meremehkan kebesaran dan keagungan Al-Masih dan Mahdi, yang kedatangannya akan berfungsi sebagai pembaharu bagi semua umat Muslim, tetapi juga akan meremehkan Nabi Muhammad (saw) yang telah menyebutnya sebagai pembaharu dan Nabi Allah.
Makna Sejati “Mematahkan Salib”
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as), menyatakan:
“Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apa maksudnya menyebut Al-Masih sebagai “pematah salib?” Apakah dia akan mematahkan salib kayu? Apa manfaatnya? Sudah jelas bahwa jika dia berkeliling mematahkan salib kayu, hal itu tidak dapat dianggap sebagai tugas yang sangat mulia dan tidak ada manfaatnya. Jika dia mematahkan salib kayu, orang-orang Kristen akan membuat salib dari emas, perak, atau baja…
“Hal itu tentu tidak berarti bahwa Al-Masih akan berkeliling mematahkan salib kayu yang digantung oleh orang-orang Kristen…melainkan, pernyataan itu mendalam dan penuh makna… Kita harus merenungkan dan mempertanyakan apakah klaim kita didukung dengan jelas atau tidak karena mematahkan salib tidak berarti mematahkan salib kayu atau baja secara lahiriah (yang digantung oleh orang-orang Kristen di leher mereka sebagai syirik), tetapi sebaliknya melambangkan kebenaran agung yang telah saya bawa.
“Saya telah mengumumkan dengan sangat jelas bahwa Jihad di zaman ini tidak diperkenankan, karena sebagaimana Al-Masih bertugas untuk mematahkan salib secara rohani, demikian pula dia akan menghapuskan semua perang agama, dengan demikian mengharuskan adanya Fatwa [ketetapan] terhadap Jihad. Maka, kami katakan bahwa mengangkat pedang atau senjata apa pun atas nama agama adalah dosa besar.
“Apa sebenarnya arti “mematahkan salib”? Perhatikan fakta ini dengan saksama bahwa kedatangan Al-Masih telah dikaitkan dengan kemenangan atas salib, dan Al-Masih-lah yang akan datang untuk tujuan ini. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa tujuan kedatangan Al-Masih adalah untuk sepenuhnya membantah pemahaman Kristen dengan argumen dan bukti yang diperkuat oleh pertolongan dan mukjizat samawi.
“Dia akan menunjukkan betapa kelirunya agama salib dan akan memperjelas hal ini kepada seluruh dunia, dan jutaan jiwa akan menyadari dan mengakui bahwa agama Kristen pada dasarnya tidak dapat menjadi sarana belas kasihan bagi umat manusia.
“Karena alasan inilah semua fokus kita tertuju pada salib – adakah upaya yang belum dilakukan untuk mengalahkan salib? Kematian Yesus sendiri telah menghancurkan salib berkeping-keping dan ketika terbukti bahwa Yesus tidak mati di kayu salib tetapi meninggal secara wajar di Kashmir, siapa pun dari kalangan intelektual harus maju dan memberi tahu kita apa yang tersisa dari salib?
“Dengan demikian sangat jelas bahwa Allah Ta’ala akan mengutus Sang Almasih ketika “salib” mendominasi, artinya ideologi palsu Kekristenan [yaitu ideologi Kristen yang tidak lagi dalam bentuk aslinya, telah menyimpang jauh dari ajaran aslinya dengan memperkenalkan konsep-konsep seperti Trinitas dan Penebusan Dosa] akan tersebar luas dan setiap jenis metode akan digunakan untuk penyebarannya, dan kegelapan dan kepalsuan (yang dengan kata lain adalah syirik atau penyembahan berhala), dan penyembahan orang mati akan tersebar di seluruh dunia.
Pada saat itu, sosok yang akan diutus Tuhan Yang Mahakuasa akan ditugaskan untuk memurnikan dunia dari keadaan kegelapan dan kepalsuan, dan menyelamatkan mereka dari kutukan penyembahan orang mati. Dengan cara ini, dia akan mematahkan salib.
Meskipun, mungkin tampak bahwa tugas menghapuskan perang agama di satu sisi dan tugas mematahkan salib (yang terakhir mungkin mendorong perang semacam itu) di sisi lain saling bertentangan; namun, ini hanya tampak sebagai kontradiksi bagi mereka yang kurang wawasan dan belum benar-benar memahami tujuan kedatangan Sang Almasih.
Bahkan, kata-kata Yadhaul Harb itu sendiri menjelaskan makna hakiki “mematahkan salib,” yang sebagaimana telah disebutkan tidak berarti mematahkan salib secara harfiah yang terbuat dari kayu atau bahan lainnya, tetapi pada merujuk pada kekalahan agama Kristen, yang dicapai semata-mata melalui dalil-dalil rasional yang tak terbahkan serta bukti-bukti yang kuat, Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
“…supaya binasalah orang yang telah binasa dengan keterangan yang jelas, dan supaya hiduplah orang yang telah hidup dengan keterangan yang jelas. (QS 8: 43).” [2]
Di masa kedatangan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud (as), agama Kristen berada di puncak kejayaannya. Masih Mau’ud (as) pernah menggambarkan situasi tersebut dengan kata-kata berikut:
“Belum pernah ada masa yang lebih besar dari ujian yang begitu berbahaya bagi Islam, bahkan sejak dimulainya kenabian, belum pernah ada yang seperti itu. Selain argumen filosofis dan ilmiah, siapa pun yang memiliki keahlian di bidang apa pun mereka jadikan itu menjadi sarana untuk menyerang Islam. Baik pria maupun wanita berkhotbah dan melalui berbagai rencana mencoba memisahkan orang-orang dari Islam dan ingin mereka condong ke agama Kristen.
“Jika seseorang pergi ke klinik, orang akan melihat bagaimana di selain memberikan obat-obatan kepada pasien, agama Kristen juga disebarkan, dan terkadang wanita dan anak-anak yang dirawat di rumah sakit, ditolak perawatannya sampai mereka menjadi Kristen. Orang-orang Kristen juga berkhotbah dengan menyamar sebagai pengemis agama. Singkatnya, mereka menggunakan segala cara untuk tujuan ini.
“Satu buletin atau artikel Kristen saja diterbitkan dalam jumlah ribuan… jika semua literatur yang telah ditulis menentang Islam dikumpulkan, tumpukannya akan setinggi satu mil. Bahkan, tanpa berlebihan, saya katakan bahwa jika ditumpuk, tingginya akan lebih tinggi dari beberapa gunung, dan jika disusun berjajar, tingginya akan melebihi beberapa mil.
“Saat ini situasi Islam seperti para martir (syuhada) Karbala, dikelilingi oleh gerombolan musuh. Kalian harus merenungkan dan melihat sendiri sejauh mana mereka berupaya untuk mengalahkan Islam. Jelas juga dari pidato yang disampaikan oleh uskup dari Kalkuta di London [yang mengatakan] bahwa tidak seorang pun dapat benar-benar setia kepada pemerintah Inggris kecuali ia seorang Kristen. Dari pidato dan diskusi ini cukup jelas betapa besar upaya yang dilakukan untuk mengubah masyarakat menjadi Kristen dan apa niat mereka. Mereka jelas supaya tidak ada lagi Muslim.
“Para pendeta Kristen telah mengakui bahwa tidak ada agama lain yang menjadi penghalang bagi mereka selain Islam. Namun ingatlah, Tuhan sangat bangga dengan agama-Nya, dan Dia berfirman, ‘sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami akan melindunginya.’ (QS 15:10). Sesuai dengan janji ini, Dia telah menjaga Al-Qur’an Suci dan mengutusku. Nabi Muhammad (saw) juga bernubuat bahwa seorang pembaharu akan muncul di setiap abad, aku telah diutus sebagai pembaharu untuk abad keempat belas, yang akan dikenal sebagai orang yang akan mematahkan salib.” [3]
Serangan Pendeta Kristen di India
Pada saat kedatangan Masih Mau’ud (as), umat Islam telah membuktikan keunggulan mereka dalam setiap aspek – baik itu agama, politik atau militer, dan telah menjadikan India sebagai benteng mereka. Pendeta Kristen tahu betul bahwa jika mereka mampu mendapatkan benteng pertahanan ini, akan menjadi sangat mudah bagi mereka untuk mengalahkan Islam. Alasan lain mengapa India menjadi pusat perhatian mereka adalah karena seperempat dari total populasi Muslim pada saat itu tinggal di India, menjadikannya negara dengan populasi Muslim tertinggi. [4]
Selama melakukan penelitian untuk program Rahe Huda di MTA International, penulis berkesempatan untuk berbicara dengan Dr. Jonathan Ingleby, yang bekerja sebagai Kepala Departemen Studi Misi di Radcliffe College. Ketika ditanya apa sebenarnya niat di balik serbuan para pendeta Kristen ke India, ia menjawab bahwa mereka ingin memindahkan kantor pusat Gereja ke India. [5]
Para pendeta Kristen yang bepergian ke India untuk menyebarkan agama Kristen dan memastikan dominasinya atas agama-agama lain, secara terbuka mengungkapkan keinginan ini dalam khotbah dan pidato mereka. Salah satunya adalah Henry Martyn (bukan Henry Martyn Clark, yang terkenal karena berpartisipasi dalam debat, “Perang Suci,” yang akan disebutkan secara lebih rinci nanti dalam artikel ini).
Henry Martyn, dalam salah satu khotbahnya, menyatakan:
“Penyebaran Injil di India adalah tujuan yang lebih penting daripada berkhotbah kepada penduduk Eropa di Kalkuta.”[6]
Pemerintah Inggris awalnya tidak mengizinkan para pendeta Kristen untuk menyebarkan agama Kristen secara terbuka karena takut menyebabkan kekacauan di masyarakat. Dalam satu insiden yang dilaporkan, Jenderal Warren Hastings (1732–1818) memecat seorang pendeta Kristen dengan alasan bahwa ia menyebarkan literatur Kristen di daerah setempat. Dikatakan bahwa alasan pemecatan Jenderal Warren Hasting adalah karena membagi-bagikan literatur Kristen di daerah setempat sama saja dengan menembaki bahan peledak.
Meskipun ada peringatan keras ini, para pendeta Kristen mempercepat upaya mereka untuk menyebarkan agama Kristen, dan Henry Martyn Clark adalah salah satu yang paling terkenal.[7]
Oleh karena itu, pengaruh pendeta Kristen yang berkembang pesat di India menyoroti hubungan dekat India dengan sosok yang dinubuatkan akan “mematahkan salib.” Jadi, ini bukan serangan biasa, tetapi serangan yang mengejutkan penduduk Muslim, menandai berakhirnya kekuasaan mereka, dan menantang parameter keimanan mereka.
Tanggapan Umat Islam di India terhadap Pengaruh Kristen yang Berkembang
Selama periode kesedihan dan tekanan yang hebat ini, umat Muslim memulai banyak rencana dan inisiatif dalam upaya mempertahankan Islam di India. Salah satunya adalah Gerakan Aligarh milik Sir Syed Ahmad Khan yang mencoba menghadirkan versi Islam yang sesuai dengan Barat, tetapi kehilangan jiwa Islam dalam prosesnya. Misalnya, dalam upaya ‘weternisasi Islam’, Khan menyatakan bahwa doa tidak memiliki pengaruh nyata pada kehidupan manusia selain dari efek katarsis atau kelegaan emosional (perasaan). [8] Namun ini bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an yang dengan jelas menyatakan bahwa Allah mendengar dan mengabulkan doa.[9]
Gerakan lainnya adalah gerakan intelektual Jamal ud Din Afghani. Demikian pula, kita juga menemukan jejak pemberontakan Abdullah Sindhi, dan gerakan Khaksar Allama Anayatullah Mashriqi.
Dunia sastra melihat upaya untuk memulihkan identitas Muslim dan mengeluarkan mereka dari keadaan kegelapan dan ketidaktahuan mereka. Khususnya, beberapa literatur reformis termasuk novel-novel Deputi Nazir Ahmad Miraat ul Aroos, Ibn ul Waqt dan Taubahtul Nasooh. Banyak lembaga pendidikan untuk wanita didirikan – Hasan Ali Aafandi memulai Madrasah ul Ilm Sindh dan Mumtaz Ali, yang terkait dengan gerakan Aligarh, menulis banyak buku yang dimaksudkan untuk membebaskan wanita dari “belenggu” mengenakan jilbab dan tampaknya memberdayakan mereka untuk bersaing dengan pria di masyarakat.
Menanggapi ide-ide kurang ajar Sir Syed Ahmad, banyak majalah seperti Oudh Punch diterbitkan yang mencoba mengurangi pengaruh ide-idenya dengan mengolok-olok dan mengejeknya. Puisi terkenal Akbar Ala Abadi diterbitkan secara luas untuk meningkatkan rasa identitas umat Islam. Dia tidak hanya marah dengan pandangan Sir Syed Ahmad, dia juga mengkritik keberadaan elemen-elemen ekstremis yang menodai nama Islam.
Meskipun Kiramat Ali Jonpuri dan Syed Ameer Ali telah menerima pendidikan barat, mereka selalu berusaha untuk menyajikan ajaran Islam yang sebenarnya. Putra Shah Wali Ullah, Shah Abdul Aziz, dan muridnya Syed Ahmed Shaheed, bersama dengan rekan mereka Shah Ismaeel Shaheed, selalu siap untuk membela Islam.
Singkatnya, niat dan upaya mereka dalam pembentukan gerakan-gerakan tersebut mereka dapat diasumsikan tulus, namun jelas gerakan-gerakan tersebut tidak memiliki arah dan tidak dapat mencapai hasil yang diinginkan. Mereka mungkin telah berhasil bagi beberapa individu, tetapi sebagai gerakan nasional yang sukses, gerakan-gerakan tersebut tidak membuahkan hasil. Setiap gerakan berusaha menciptakan dampak dengan caranya sendiri, tetapi hanya sedikit yang berhasil.
Namun menurut Nabi Muhammad (saw), keberhasilan sejati akan diraih oleh seorang Pembaharu dan dan Al-Masih yang akan muncul di akhir zaman.
Kedatangan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud (as) datang pada saat Islam terjebak dalam pertempuran sengit, ironisnya dilancarkan terhadap diri mereka sendiri oleh keyakinan mereka mereka miliki.
Jutaan umat Islam meninggalkan Islam dan memeluk agama Kristen. Salah satu laporan yang diterbitkan di surat kabar The Times pada tanggal 24 Januari 1893, menyatakan bahwa Konferensi Misionaris yang diadakan di Bombay mengumumkan hasil luar biasa dari upaya para Misionaris Kristen selama dekade terakhir.
Dalam rentang waktu sembilan tahun, antara tahun 1881 dan 1890, jumlah total umat Kristen setempat meningkat dari 492.882 menjadi 648.843. Peningkatan jumlah kontak bahkan lebih besar, meningkat dari 138.254 menjadi 215.759.
Dinyatakan pula bahwa seiring dengan peningkatan jumlah orang yang menerima agama Kristen, upaya signifikan dilakukan untuk pendidikan dan pembelajaran mereka. Pada tahun 1881, jumlah anak laki-laki dan perempuan Kristen yang bersekolah di Sekolah Misi Protestan adalah 196.360 dan pada tahun 1890 meningkat menjadi 299.051.[10] Itulah keberhasilan agama yang telah bertekad untuk menguasai Islam.
Pengaruh Kristen meningkat pesat di India dengan banyaknya para misionaris Kristen yang mendirikan misi dan berkhotbah di mana-mana.
Menariknya, tahun (1835) ketika para misionaris Kristen secara terbuka mengumumkan rencana mereka, juga merupakan tahun kelahiran Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan) (as). Masih Mau’ud (as) lahir pada tanggal 13 Februari 1835, dan pada tanggal 25 Mei 1835, misionaris pertama yang diutus oleh Free Church Skotlandia, Pendeta Alexander Duff, menyampaikan pidato di hadapan Majelis Umum Free Church Skotlandia. Ia memulai pidatonya dengan mengatakan bahwa jika waktu mengizinkan, ia ingin menggambarkan situasi yang terjadi di India pada saat itu, yang ia yakini sebagai ibu kota kerajaan Setan. [11]
Dengan demikian, tampak bahwa pada tahun ketika orang-orang Kristen secara terbuka mengumumkan rencana mereka untuk menginfiltrasi Islam, Allah telah menetapkan kedatangan Al-Masih untuk menghentikan upaya mereka dan menghadirkan Islam yang sejati.
Bukan hanya waktu kedatangan Masih Mau’ud (as) yang penting, tempat kedatangannya juga sangat penting. Masih Mau’ud (as) lahir di provinsi Punjab di India, tempat yang sama yang dijadikan pusat kegiatan misionaris oleh para pendeta Kristen. Seperti yang ditulis Profesor Arvil Ann Powell:
“Wilayah tengah Punjab yang dipilih oleh para misionaris Kristen sebagai pusat kegiatan penginjilan mereka juga merupakan daerah sasaran bagi inisiasi (perintisan) Ahmadiyah. Dua distrik (kabupaten) yang bersebelahan, Amritsar dan Gurdaspur. Amritsar merupakan daerah pedalaman kota suci kaum Sikh dan markas besar misionaris Anglikan dan Gurdapur merupakan kampung halaman Mirza Ghulam Ahmad, pada awal tahun 1890-an menjadi pusat persaingan antara kelompok-kelompok minoritas agama yang bersaing.” [12]
Masih Mau’ud (as), menyadari bahaya serius yang ditimbulkan oleh agama Kristen, memulai tugas berat untuk menghidupkan kembali Islam dengan menulis salah satu karya pentingnya (dan yang pertama kali diterbitkan), Barahin Ahmadiyya. Dalam lima jilid, Hadhrat Masih Mau’ud (as) membahas masalah masuknya agama Kristen dan kemungkinan dampaknya:
“Ambil contoh orang-orang Kristen, sekilas saja prinsip-prinsipnya tampak tidak masuk akal, namun upaya konsisten para misionaris mereka telah menghasilkan semakin populernya agama mereka, sedemikian rupa sehingga setiap tahun mereka dengan bangga menerbitkan laporan tentang empat hingga delapan ribu orang yang bergabung dengan barisan mereka. Perkiraan terbaru tentang perpindahan agama Kristen yang diberikan oleh Pastor Hacker dari Kalkuta sangat mengkhawatirkan, paling tidak.”
Ia menulis, “Sementara hanya ada 27.000 orang Kristen di India lima puluh tahun yang lalu, jumlahnya kini telah meningkat menjadi 500.000 – [Innalillah wa inna ilaihi roojiuun]. Wahai orang-orang suci Islam! Apakah kalian menunggu masa ketika kesesatan semakin menyebar? Dahulu Islam adalah contoh nyata dari ayat Al-Qur’an: “[Manusia] memasuki agama Allah berbondong-bondong [110:3]. Dan lihatlah apa yang terjadi hari ini! Apakah hati kalian tidak berdarah karenanya? Musibah dan tidakkah kalian diliputi kesedihan?” [13]
Dalam situasi yang sulit ini, apa yang sebenarnya dilakukan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud (as) dan Imam Mahdi untuk membela Islam? Ini adalah pertanyaan mendasar dan memerlukan jawaban yang terperinci.
Al-Masih yang Dijanjikan (as) sebagai “Pematah Salib”
Membendung masuknya agama Kristen bukanlah tugas yang mudah, apalagi untuk memberikan jawaban yang tepat. Apa saja faktor yang menyebabkan Masih Mau’ud (as) berhasil mengalahkan orang-orang Kristen?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya untuk menguraikan beberapa tokoh sezaman dengan Hazrat Masih Mau’ud (as) yang diakui oleh para penentangnya. Salah satu yang terkemuka adalah Sir Syed Ahmad Khan. Sir Syed Ahmad Khan, yang telah menerima hak istimewa untuk menerima gelar bangsawan, juga unggul dalam pendidikan tingginya.
Setelah ayahnya meninggal, ia bekerja untuk Perusahaan Hindia Timur sebagai “pemimpin yang dapat dipercaya.” Syed Ameer Ali dan Maulawi Chiragh Ali adalah beberapa nama lain yang juga disebut bersama Sir Syed Ahmad Khan. Syed Ameer Ali dilatih menjadi pengacara di Inner Temple di London. Ia tinggal di London antara tahun 1869 dan 1873, di mana ia mempelajari tradisi dan adat istiadat kaum elit Inggris dan juga menjadi fasih dalam bahasa Inggris. Sekembalinya dari Inggris pada tahun 1873, ia memulai kariernya sebagai pengacara di Pengadilan Tinggi Calcutta, menerbitkan, A Critical Examination of the Life and Teachings of Mohammed pada tahun yang sama.
Seorang orientalis terkenal, Mayor R. D. Osborn, berkomentar bahwa buku itu adalah yang pertama dari jenisnya dalam konten substantif dari kalangan intelektual India.
Awalnya, Maulawi Chiragh Ali ikut tergabung dengan upaya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad untuk membangkitkan kembali umat Islam. Namun, setelah Ahmad mendakwahkan diri sebagai Al-Masih dan Mahdi yang Dijanjikan, ia memihak pada Gerakan Aligarh milik Sir Syed Ahmad Khan. Kutipan berikut dari seorang orientalis terkenal, Uskup Kenneth Cragg, merangkum upaya yang dilakukan oleh para intelektual Muslim saat itu:
“… sebuah upaya untuk memetakan masa depan Anglophile (orang-orang pengagum Inggris) bagi komunitas Muslim…” [14]
Mereka adalah kaum Muslim yang memiliki status sosial yang tinggi, berkualifikasi tinggi, terkenal karena prestasinya, dan terkenal karena kemakmuran mereka. Tanggapan dari para intelektual yang disegani ini terhadap infiltrasi Kristen hanyalah upaya untuk membuat kaum Muslim condong ke arah Inggris.
Akan tetapi, solusi yang sebenarnya telah diserahkan kepada hamba pilihan Tuhan, seseorang yang bahkan tidak memiliki sumber daya untuk menerbitkan bukunya, Barahin Ahmadiyya. Di antara kaum Muslim, kaum Deobandi, Barelvi, dan Wahabi memiliki persepsi subjektif mereka sendiri sehubungan dengan pemerintahan Inggris.
Secara sepintas, meskipun pemerintahan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok-kelompok ini, kegagalan mereka untuk membedakan antara status politik Inggris dan keyakinan ideologis mereka berarti bahwa pemerintahan tersebut dipersepsikan secara ambivalen dan keliru. Bahkan ketika kelompok-kelompok ini berupaya untuk bergulat dengan argumen-argumen yang dikemukakan oleh kaum Kristen, kurangnya pemahaman mereka sendiri tentang Al-Qur’an membuat upaya-upaya sia-sia bahkan tidak ada gunanya.
Kepercayaan umum dianut bahwa Isa (as) masih hidup di langit tidak sejalan dengan keyakinan Nabi Nabi Muhammad (saw) atau para sahabatnya, dan merupakan dampak dari kesalahpahaman sejarah.
Para cendekiawan Muslim seperti Sir Syed Ahmad Khan (foto), berusaha untuk menghidupkan kembali dan membela Islam, namun mencoba melakukannya dengan melemahkan nilai-nilai intinya dan membuat Islam lebih menarik bagi barat.
Gagasan Isa (as) Masih Hidup di Langit
Beberapa akar sejarah dari kepercayaan Muslim arus utama bahwa Isa (as) masih hidup dapat ditelusuri kembali ke Abdullah bin Sabaa, seorang musuh Islam di masa-masa yang berkelana melalui berbagai negara di kekaisaran Muslim, menyamar sebagai seorang Muslim dan berusaha untuk memaksakan pembangkangan dan pemberontakan dalam masyarakat Muslim.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersembunyi ini, ia mencari dua kategori orang; pertama, mereka yang dihukum karena kesalahan mereka dan kedua, mereka yang kehilangan ajaran Islam karena mereka tidak lagi berhubungan dengan pusat Islam.
Namun, upaya-upaya ini sia-sia, dan memaksa Abdullah bin Sabaa untuk beralih ke Mesir, di mana banyak orang Kristen telah masuk Islam. Karena jarak mereka yang jauh dari pusat Islam, pengetahuan mereka tentang keyakinan Islam pada dasarnya masih sangat lemah.
Abdullah bin Sabaa menghasut para mualaf untuk mempertanyakan keyakinan yang baru mereka peroleh, menghasut mereka untuk tidak percaya kepada seorang nabi yang tidak akan kembali setelah kematiannya. Selain itu, ia menghasut mereka untuk menentang para Khulafa Rasyidah dengan mengutip ayat Al-Qur’an “Dia yang telah mewajibkan ajaran Al-Qur’an atasmu, akan mengembalikan engkau ke tempat kembali.(QS. 28: 86).
Ayat ini juga dikutip oleh Abdullah bin Sabaa untuk membantah perlunya Khilafat dan ia akan menggambarkan status Hadhrat Ali (ra) sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah ia telah mengambil alih Khilafatnya.[15]
Seiring berjalannya waktu, ketika Islam tersebar luas, banyak orang Kristen masuk ke dalam Islam. Akan tetapi, tidak ada mekanisme konkret (nyata) untuk mengajarkan akidah Islam kepada para mualaf sehingga orang-orang Kristen yang sangat percaya pada kembalinya Isa (as),terus berpegang teguh pada keyakinan walaupun sudah masuk Islam.
Selain itu, umat Islam dibawa sebagai tawanan perang di negara-negara yang mayoritas beragama Kristen dan sebagai akibatnya dipengaruhi oleh agama Kristen. Dengan cara ini, konsep bahwa Isa (as) akan kembali, meskipun bertentangan dengan pandangan yang dianut oleh Nabi Muhammad (saw), perlahan-lahan masuk ke dalam Islam.
Dengan demikian, sangat ironis bahwa sebuah konsep yang dirumuskan oleh para pencela dan penentang Islam untuk memisahkan umat Islam dari agama Islam, diterima dengan sepenuh hati oleh umat Islam, dan konsep inilah yang pada akhirnya menjadi tantangan terbesar mereka dalam menyebarkan agama Islam. Umat Islam tidak hanya berpegang teguh pada keyakinan ini, mereka juga gagal mengenali kerumitannya.
Bahkan para ulama terkemuka saat itu tetap tidak menyadari kekurangannya, dengan demikian menunjukkan bahwa kelemahan yang melekat di dalamnya tidak dapat diselesaikan melalui upaya duniawi, dan memerlukan campur tangan Ilahi. Dengan demikian, semua upaya duniawi yang bersifat intelektual, spiritual, politik atau sosial gagal menawarkan penyelesaian yang masuk akal.
Pada masa inilah Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengucapkan kata-kata berikut:
“Aku adalah air yang turun dengan derasnya dari langit
Aku adalah cahaya ruhani dari Tuhan yang menerangi hari.”
Dr. Fazl ur Rehman, seorang ulama Muslim terkenal saat itu, mengakui kedalaman dan keakuratan dari jawaban Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) kepada orang-orang Kristen.
Penjelasan tentang Wafatnya Nabi Isa oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as)
Hadhrat Masih Mau’ud (as) menyiapkan penjelasan terperinci tiga puluh ayat Al-Qur’an untuk membantah bahwa Nabi Isa (as) masih hidup. Dalam upaya memperingatkan umat Islam akan bahaya kepercayaan semacam itu, beliau bersabda.
“Biarkan Isa wafat, karena di sinilah terletak kehidupan Islam.”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) mendapat dukungan untuk dalil beliau dari berbagai sumber seperti Al-Qur’an, Hadits, ucapan para wali terdahulu, dan bukti-bukti rasional, intelektual, medis, dan sejarah. [16]
Satu-satunya dasar proselitisasi agama Kristen adalah kepercayaan bahwa Yesus (Isa) (as) masih hidup, yang digunakan untuk mengubah ribuan umat Muslim menjadi pemeluk Kristen.
Seorang peneliti dan penulis dari Pakistan yang terkenal, Fazl ul Rehman (1918-1988), telah mengakui kedalaman dan keakuratan tanggapan Hadhrat Masih Mau’ud (as) kepada umat Kristen.[17]
C. G. Pfander, seorang pendeta dan penulis Mizan ul Haq, telah menulis tentang kepercayaan yang dianut secara luas bahwa jarak antara makam Nabi Muhammad (saw) dan Abu Bakar di Madinah telah disediakan untuk Nabi Isa as, dan berfungsi sebagai pengingat kedatangan Isa (as) yang kedua dan Rasulullah (saw) telah wafat.[18]
Dr. Jan Slomp, seorang peneliti terkenal yang telah mempelajari hubungan antara agama Islam dan Kristen, telah mengakui bahwa analisis C. G. Pfander akan memacu para pendeta Kristen. Hadhrat Masih Mau’ud (as) membantah argumen-argumen yang menyebabkan banyak umat Islam memeluk agama Kristen ini dengan mengumumkan penemuan makam Isa di Kashmir. [19]
Buku karya C. G. Pfander berjudul Mizan ul Haq merupakan senjata terbesar di tangan para pendeta Kristen, yang telah diakui oleh peneliti dan penulis Jerman Christine Schirmacher dalam kata-kata berikut:
“Mizan ul Haq digunakan oleh para misionaris Kristen dari generasi ke generasi sebagai alat apologetik (perdebatan) untuk membantah Islam, dan karena alasan ini buku ini dicetak ulang berkali-kali hingga saat ini… dan cetakan ulang ini masih digunakan hingga saat ini untuk kegiatan misionaris di kalangan umat Islam.”[20]
Dengan demikian, upaya C. G. Pfander untuk membuktikan bahwa Isa (as) masih hidup merupakan alat eksploitatif yang digunakan oleh para pendeta Kristen. Kata-kata Hadhrat Masih Mau’ud, “Biarkan Isa wafat karena di sinilah terletak kehidupan Islam”, melambangkan bahwa beliau adalah wakil dari Rasulullah (saw) sebagai “pemecah salib,” dan pernyataan inilah yang meletakkan dasar bagi tugas besar ini.
Pendeta Kristen dan orientalis sebagian besar tertarik untuk menetapkan bahwa Isa (as) masih hidup melalui Al-Qur’an. Akan tetapi, Uskup Kenneth Cragg telah mengakui bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) melenyapkan keyakinan mainstream umat Islam tentang kedatangan Isa (as) yang kedua secara harfiah, dengan menyatakan bahwa kepercayaan ini didasarkan pada bukti dari mulut ke mulut dan tidak dibuktikan oleh Al-Qur’an. [21]
Penentangan dari Pendeta Kristen
Begitu Hadhrat Masih Mau’ud (as) menerangkan melalui Al-Qur’an bahwa Nabi Isa (as) telah wafat, beliau mulai menghadapi penentangan dari umat Kristen dan Muslim. Dengan demikian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menghabiskan setiap momen hidupnya dalam keadaan Jihad–”Jihad Pena”–untuk membantah dan menghapuskan ideologi-ideologi palsu.
Seorang orientalis terkenal, Wilfred Cantwell Smith, yang menulis Modern Islam in India, telah mengakui bahwa kedatangan Ahmadiyah terjadi pada abad ke-19 ketika Islam berada dalam posisi lemah dan sebaliknya banyak budaya baru yang mulai berkembang. Namun, munculnya Ahmadiyah, yang menentang dogma Kristen dan Gerakan Aligarh milik Sir Syed Ahmad Khan, membawa perspektif baru yang menyegarkan bagi demografi teologis yang ada. Dengan demikian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) mampu menegakkan keunggulan Islam melalui kekuatan ajaran Al-Qur’an dan Hadits.
Penting untuk dicatat bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) tidak menerima pendidikan formal, tidak berafiliasi dengan organisasi publik atau swasta mana pun, memiliki pengalaman kerja yang sangat terbatas, dan keadaan keuangannya lemah. Dari sudut pandang objektif, ia tampak menjalani kehidupan sebagai seorang petapa total, tetapi dengan kekuatan Guru Suci di sisinya, ia mampu menghasilkan literatur agama yang patut dicontoh dan terbukti menjadi sumber kebijaksanaan dan wawasan yang mendalam.
Melalui teladannya, beliau meraih simpati yang luas terhadap Islam. Beliau menjaga hubungan yang baik dengan Pemerintah Kerajaan dan mengakui serta menghargai perlindungan mereka terhadap kebebasan beragama, yang memungkinkan umat Islam untuk hidup sesuai dengan keimanan mereka dan menyebarkan agama tanpa hambatan. Oleh karena itu, tujuan Hadhrat Masih Mau’ud (as) bukanlah untuk memberikan pengaruh duniawi. Beliau memilih untuk tinggal jauh dari kota-kota besar seperti Delhi, Kalkuta, dan Bombay, dan tinggal di sebuah desa kecil, yang hanya dikenal oleh orang-orang yang memiliki teman atau keluarga di sana atau yang mengenal pasar setempat.
Meskipun Hadhrat Masih Mau’ud (as) tidak mampu membiayai bahkan hanya untuk sebuah pamflet dari dana pribadi, keimanannya tidak pernah luntur dan tetap teguh pada keyakinan bahwa pertolongan Tuhan selalu dekat, sebagaimana dicontohkan oleh wahyu Al-Qur’an [Surat Az-Zumar Ayat 37], أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُۥ “Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya?”
Meskipun tokoh-tokoh sezaman dengan Hadhrat Masih Mau’ud (as) ikut dalam berbagai gerakan terkemuka, menjalin hubungan dekat dengan kaum elit Inggris, dan telah mengenyam pendidikan formal di luar negeri, mereka tidak mampu mencapai tujuan mereka untuk menghidupkan kembali Islam. Jika ada yang berhasil, itu adalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) dari Qadian, Hadhrat Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, dan ini memberikan bukti lebih lanjut tentang kebenarannya.
Reaksi para Pendeta Kristen
Hadhrat Masih Mau’ud (as) berdiri sendiri sebagai wakil Islam dalam pertempurannya melawan dogma Kristen. Dia adalah intelektual pertama yang mampu menantang pendeta Kristen, yang dipaksa untuk memikirkan kembali dasar teologis keyakinan mereka bahwa Isa (as) masih hidup.
Selanjutnya, bagaimana Jemaat Muslim Ahmadiyah dianggap sebagai ancaman besar bagi doktrin-doktrin Kristen akan dibahas, masalah ini ditangani oleh konvensi-konvensi Gereja Protestan di seluruh dunia. Namun, bagaimana para pendeta Kristen menerima argumen-argumen yang dikemukakan oleh para intelektual Muslim, dan argumen-argumen mana yang dianggap memiliki dampak?
Seorang pendeta dan peneliti Jerman, Julius Richter, mencatat bahwa jika masih ada harapan untuk menyelamatkan Islam di India, harapan itu dapat ditemukan di U.P. dan Punjab serta tokoh-tokoh utamanya, Sir Syed Ahmad Khan dan Mirza Ghulam Ahmad (as). [22]
Julius Richter telah menyebut Sir Syed Ahmad Khan hanya dalam satu paragraf, sementara ia mendedikasikan seluruh bab untuk Hadhrat Masih Mau’ud (as). Oleh karena itu, tampaknya sementara orang-orang Kristen menganggap Sir Syed Ahmad Khan sebagai ancaman potensial, Hadhrat Masih Mau’ud (as)-lah yang mengguncang mereka sampai ke akar-akarnya. Meskipun Richter menyimpan niat buruk terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), ia telah memberikan penghormatan kepada akhlak dan ajaran beliau (as). Ia menulis:
“Ghulam adalah orang yang luar biasa. Ia menulis buku-buku yang cerdas, dan dalam bahasa Urdu, Persia, dan Arab yang sangat elegan sehingga ia mampu menantang lawan-lawannya dalam artikel-artikel sastra Arab yang paling anggun untuk mengakui atau menyangkal misi ilahinya; selain itu ia juga telah meresmikan sebuah Majalah Bahasa Inggris, The Review of Religions, yang halaman-halamannya yang panjang ia isi hampir sendirian. Ia tidak hanya membaca Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara menyeluruh, tetapi juga mengenal beberapa karya apokrif [literatur tidak resmi yang tidak dijadikan rujukan arus utama Kristen] seperti The Gospel According to St. Barnabas dan novel-novel seperti karya penulis Rusia, Nicholas Notovitch, The Unknown Life of Christ.”
Julius Richter menulis tentang Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) dan pengetahuan ilmiahnya yang mendalam, dengan menyatakan bahwa Ahmad (as) sangat ahli dalam berbagai topik termasuk novel-novel seperti The Unknown Life of Christ.
Satu-satunya intelektual terkemuka lainnya yang menentang umat Kristen selain dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah Rehmatullah Keranvi (1818-1891), yang pada tahun 1854 di Agra, berdebat dengan C. G. Pfander, seorang pendeta yang mewakili Church Mission Society.
Perdebatan tersebut, yang berlangsung hanya dua hari, adalah tentang konsep Trinitas, keaslian Al-Qur’an sebagai salah satu kitab suci yang diwahyukan, dan kehidupan Nabi Muhammad (saw). Namun, kedua hari tersebut dihabiskan untuk memperdebatkan sisipan dalam Perjanjian Baru. Doktrin Islam dan Kristen tidak dibahas dan kedua belah pihak mengklaim kemenangan. Mungkin menarik untuk dicatat bahwa Rehmatullah Keranvi adalah satu-satunya orang sebelum Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang menganggap para pendeta Kristen sebagai ujian besar bagi umat Islam, menekankan bahwa waktunya sudah dekat untuk kedatangan Al-Masih.
Kedatangan Hadhrat Masih Mau’ud (as)
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) pertama kali mengklaim dirinya sebagai Al-Masih al-Mau’ud antara tahun 1889 dan 1891, dan sementara ia terus berupaya untuk “mematahkan salib,” baru pada tahun 1893 Islam dan Kristen berseteru. Era dalam sejarah ini telah dinubuatkan oleh Rasulullah (saw), dan para pendeta Kristen secara terbuka menyerukan umat Islam untuk menantang.
Umat Islam melakukan segala upaya untuk mengundang para cendekiawan dan intelektual Muslim untuk memikul tanggung jawab membela Islam, tetapi tidak berhasil. Dalam keadaan putus asa ini, hanya Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang merasa cemas dan khawatir tentang nasib Islam, sebagaimana beliau tulis dengan menyentuh dalam satu bait bahasa Urdu:
“Matahari telah terbit untuk musuh kita namun malam menimpa kita –
Wahai matahari! Terbitlah untuk kami karena aku terlalu cemas.”
Kepedihan dan penderitaan yang luar biasa yang menyertai tulisan ini dilambangkan oleh upaya dan doa Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang tak kenal lelah untuk kebangkitan Islam.
Undangan Umat Kristen kepada Umat Muslim untuk Berdebat di Amritsar
Pada tahun 1854, Rehmatullah Kiranwi dan Pastor Pfander mengadakan debat di Agra. Pada tahun yang sama, Misi Kristen juga mendirikan yayasan mereka di Distrik Jindiala, Amritsar. Pada tahun 1882, Dr. Henry Martyn Clark M.D. (Edinburgh) juga mendirikan Medical Mission di Jindiala, yang terbukti menjadi tonggak baru dalam menyebarkan pesan agama Kristen.
Para misionaris Kristen pergi ke jalan-jalan untuk menyampaikan pesan agama Kristen, dan dengan cara ini mereka berupaya untuk mengubah keyakinan umat Islam menjadi Kristen. Upaya-upaya ini sering kali berhasil dan segera umat Muslim yang taat mulai merasa waspada terhadap keadaan ini.
Seorang Muslim dari Jandiala, Muhammad Bakhsh Paanda, meskipun pengetahuannya terbatas, sering kali mencoba untuk membalas para misionaris Kristen dan juga mengundang umat Muslim lainnya untuk melakukannya. Setelah mengetahui hal ini, Dr. Henry Martyn Clark mengundang kaum Muslim Jandiala untuk maju sendiri atau menghadirkan seorang cendekiawan Muslim untuk berdebat dengan kaum Kristen. Ia juga mengatakan bahwa jika kaum Muslim tidak dapat melakukannya, mereka harus menganggap keyakinan mereka salah dan karenanya harus diam.
Umat Islam dalam situasi sulit, memohon kepada banyak dewan dan cendekiawan Muslim untuk maju dan membela Islam, tetapi hampir tidak ada yang mengindahkan seruan mereka.
Beberapa yang menanggapi lebih khawatir tentang siapa yang akan bertanggung jawab untuk mengurus biaya makanan, perjalanan, dan akomodasi mereka. Umat Kristen sangat menyadari ketidakberdayaan umat Muslim dan dalam Church Missionary Intelligencer sebuah laporan yang diterbitkan oleh Dr. Henry Martyn Clark yang merujuk pada kerapuhan umat Muslim dengan kata-kata berikut:
“Tantangan yang dilayangkan menimbulkan kekhawatiran terbesar. Umat Islam terkejut. Apa yang dapat mereka lakukan? Namun sesuatu harus dilakukan. Mereka mendatangi berbagai Lembaga Bantuan Islam, dan berusaha keras mencari pembela, tetapi tidak ada yang muncul. Tiga minggu berlalu, taruhan pertempuran masih belum diterima. Umat Muslim Jandiala berada dalam kesulitan besar, ketika dengan sangat lega, mereka menemukan seorang pembela dalam diri seseorang bernama Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian. Orang ini adalah sosok yang agak luar biasa, dan salah satu yang sangat menarik bagi para misionaris .”[23]
The Missionary Herald dari Boston, AS, menyuarakan perasaan umat Muslim dengan kata-kata yang sama:
“Ada banyak keraguan mengenai kemanfaatan tantangan ini, tetapi setelah dilakukan, diketahui bahwa Umat Islam sangat khawatir kalau-kalau mereka tidak akan mampu menemukan seorang pembela yang cakap.”
“Orang ini, Ghulam Ahmed… dianggap unggul dalam kemampuan, dipilih dan setuju untuk mewakili Islam melawan Kristen.”[24]
Apa yang dibahas dalam perdebatan itu? Apa hasilnya dan siapa yang mendapat pertolongan Tuhan? Semua ini tentu saja akan dibahas. Namun, fakta bahwa seseorang muncul ketika umat Islam menghadapi keputusasaan dan kemudian membantah kepercayaan Kristen, tidak hanya dengan bantuan Al-Qur’an, tetapi juga dengan menggunakan kitab suci umat Kristen sendiri, akan semakin memperkuat kebenarannya sebagai “pematah salib.”
Hadhrat Masih Mau’ud (as) tidak hanya setuju untuk membela Islam, ia menawarkan untuk membayar biaya perjalanannya sendiri bersama para sahabatnya dan menyediakan makanan untuknya dan para sahabatnya selama mereka tinggal di Jandiala.
Tujuan utama perdebatan itu adalah umat Kristen akan mencoba membuktikan ketuhanan Yesus sementara Hadhrat Masih Mau’ud (as) akan membuktikan keesaan Tuhan melalui Al-Qur’an. Perdebatan dimulai pada tanggal 22 Mei 1893 dan berlangsung selama 15 hari.
Secara historis, salah satu alasan mengapa perdebatan itu penting adalah karena Islam dan Kristen akan terlibat dalam konfrontasi publik, sebuah fakta yang terbukti dari liputan debat yang mendapat kolom khusus di surat kabar pada masa itu—surat kabar yang memuat jalannya debat terjual habis dengan cepat.
Alasan lain untuk signifikansi historisnya adalah syarat seluruh hasil perdebatan itu harus dicatat dan diterbitkan kata demi kata. Sebelumnya, merupakan kebiasaan bagi masing-masing pihak untuk menyatakan diri sebagai pemenang, sehingga para pendengar tidak memiliki dasar yang masuk akal untuk mengambil kesimpulan sendiri.
Pentingnya Debat
Pentingnya debat ini dapat diukur dari fakta bahwa banyak cendekiawan Islam yang berpengaruh akan menjadi bagian dari audiensi selama proses berlangsung, seperti yang ditulis oleh sebuah surat kabar Kristen:
“Selain para pengikut Mirza, ada banyak sekali orang-orang Muslim ortodoks yang hadir, yang sebagian besar dari kalangan orang kaya dan berkedudukan, dan dengan demikian, biasanya tidak dapat dijangkau oleh metode kerja yang ada. Di sinilah letak satu hal yang menarik dari kontroversi tersebut. Di sanalah mereka, orang-orang kaya yang berpengaruh, pegawai pemerintah dan sebagainya – orang-orang, secara keseluruhan, sangat jauh dari jangkauan orang biasa yang duduk berjam-jam selama beberapa minggu, mendengarkan dengan penuh perhatian…”[25]
Pengaruh perdebatan yang jauh melampaui anak benua India dapat dilihat dari kutipan dari Missionary Herald berikut:
“Diskusi diadakan di Amritsar, di beranda rumah Dr. Clark; tiket masuk diberikan dengan tiket dan ratusan orang yang tidak dapat memperolehnya harus ditolak. Massa yang berbondong-bondong memenuhi jalan tetapi tetap tenang dan tertib…”[26]
Pentingnya perdebatan itu di mata umat Islam terlihat dari kutipan berikut juga dari Missionary Herald:
“Umat Islam datang dari Lahore, Peshawar, dan bagian lain India.”
Perdebatan tidak lagi terbatas pada umat Islam di Jandiala – perdebatan ini menjadi perdebatan yang menentukan bagi semua umat Kristen dan Muslim. Dr. Henry Martyn Clark menulis dalam laporannya:
“Dalam minggu-minggu setelah penyesuaian pendahuluan dan dimulainya kontroversi, pokok bahasan tersebut membangkitkan minat yang luar biasa, baik di dekat maupun di tempat lain. Pokok bahasan itu beredar di mana-mana. Di gerbong kereta api, di dekat sumur, di jalan raya dan jalan kecil, di desa yang tenang dan kota yang ramai, pokok bahasan itu adalah satu-satunya topik pembicaraan yang menarik. Lambat laun kami menyadari bahwa, tanpa kami sadari, pembicaraan satu hari yang direncanakan di Jandiala telah berkembang menjadi sesuatu yang jauh lebih luas dan penting daripada yang kami bayangkan.”[27]
Dalam laporan lain, Dr. Henry Martyn Clark menggambarkan dampak luas dari perdebatan ini dengan kata-kata berikut:
“…hal itu menggetarkan seluruh jantung Islam di India.” [28]
Fatwa-fatwa Kafir terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as) Padahal Beliau Mewakili Islam
Perlu dicatat di sini bahwa sejak pendakwahan dibuat oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as) hingga tahun 1892, semua pemimpin “besar” Islam telah mengeluarkan sekitar 200 fatwa takfir terhadap Masih Mau’ud (as). Akan tetapi, orang-orang yang mengeluarkan fatwa tersebut, yang disebut sebagai ulama dan pemimpin umat Islam, sama sekali tidak berdaya di hadapan para pendeta Kristen sehingga orang tersebut (yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad) yang sebelumnya mereka sebut sebagai dajjal, orang kafir, dan entah apa lagi, terpaksa mereka menerimanya sebagai pembela mereka dan menjadi pendengar setianya ketika harus membela Islam.
Apa lagi yang mungkin dapat mereka lakukan? Sebab, jika mereka telah menyampaikan tafsir mereka sendiri tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Isa as, bukannya membela Islam, ironisnya mereka justru akan memperkuat pendirian orang-orang Kristen tentang ketuhanan Yesus. Oleh karena itu, tidak mungkin ada orang lain selain Sang ‘pematah salib” itu sendiri yang memperjuangkan tujuan Islam dalam semangatnya yang sejati dan membantah kepercayaan Kristen.
Kutipan berikut menyoroti bagaimana para cendekiawan Muslim pada masa itu mengakui bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah satu-satunya yang benar-benar dapat memperjuangkan Islam:
“Umat Islam, secara keseluruhan, sangat gembira. Meskipun seorang bidah dalam hal Islam, mereka berpendapat bahwa dia sangat baik dalam sikapnya terhadap agama Kristen, dan mereka dengan jujur berkata: ‘Kita tidak memiliki siapa pun yang setara dengannya dalam hal kefasihan bahasa. Betapa pun dia mungkin berbeda dari kita dalam hal-hal yang berkaitan dengan keyakian, dia akan dengan mulia mewakili kita dalam melawan agama Kristen.’” [29]
Meskipun sudah ada pengakuan dari para penentang, keputusan Tuhan untuk memilih Hadhrat Masih Mau’ud (as) sebagai “pemecah salib” diwujudkan melalui tindakannya dan juga terbukti dari analisis di bawah ini:
Editor surat kabar Church Mission Society, Eugene Stock, menulis tentang Pastor Pfander sebagai berikut:
“… misionaris terbesar dari semua misionaris Muhammadinisme [misionaris Kristen untuk kaum pengikut Muhammad]…”[30]
Pastor Pfander dianggap sebagai pendeta yang paling efektif melawan umat Islam karena keyakinannya secara langsung diungkapkan dalam istilah-istilah yang mendukung klaim bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup.
Berbicara kepada umat Islam di akhir bukunya Mizan ul Haq, ia menulis bahwa umat Islam perlu memutuskan apakah mereka ingin berafiliasi dengan seorang nabi yang sudah meninggal atau yang masih hidup. Perlu dicatat bahwa ini adalah Pfander yang sama yang bukunya, Mizan ul Haq dianggap sebagai buku pegangan bagi para pengkhotbah Kristen.
Oleh karena itu, jika orang yang keyakinannya didasarkan bahwa Isa a.s. masih hidup dianggap sebagai ancaman terbesar bagi umat Islam, maka tentu saja, orang yang berkata, “…biarkan Isa mati, karena di situlah terletak kehidupan Islam,” tampaknya paling cocok untuk membela Islam melawan Kristen.
Sejak awal perdebatan ini, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menekankan bahwa agama yang hidup diakui oleh Tanda-tanda Samwari yang mendukungnya dan ia berpendapat bahwa Islam memiliki kekuatan untuk menunjukkan Tanda-tanda samawi tersebut. Namun, ketika diundang untuk bersaing dengan umat Islam dalam hal ini, umat Kristen tidak memberikan tanggapan.
Bersambung Bagian II
Asif M. Basit adalah seorang penulis, peneliti, dan penyiar dengan minat khusus dalam sejarah Islam dan Kristen di subbenua tersebut pada abad ke-19 dan ke-20. Ia adalah produser dan presenter Rahe Huda, sebuah program diskusi mingguan yang membahas perdebatan kontemporer dan historis yang berkaitan dengan Islam. Ia juga adalah the Director of Programming at MTA International, stasiun televisi satelit Muslim pertama yang 24 jam.
Diterjemahkan dari bahasa Urdu kedalam bahasa Inggris oleh Shehzad Ahmad dan Farhaad Ahmad
Penerjemah dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia: Dildaar Ahmad Dartono, Muballigh Muslim Ahmadiyah di Jemaat lokal Piyungan-Bantul-Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: Review of Religions
[1] Sahih Bukhari, Kitabul-Anbiya, Baab Nuzuul Isa bin Maryam
[2] Malfuzat Vol. 2 hal. 367 – 369, edisi 2003
[3] Malfuzat, Vol. 2 hal. 369-370, edisi 2003
[4] Christian Mission to Muslims, The Record, Lyle L. Weriff, diterbitkan oleh The William Carey Library 1977, Bagian 1, n. 1 h. 7
[5] Kunjungi: www.youtube.com/rahehudaarchives1 and cari dengan kata kunci “Jonathan Ingleby”
[6] Henry Martyn, ‘The Comprehensive Biography by George Smith’, London, 1892, h. 218
[7] Lih. Five Sermons Never Before Published, edited by G. T. Fox, London 1862, h. 4
[8] Ad-Dua wa Istajaba (diterjemahkan dengan judul ‘Prayer and its Acceptance’ oleh Sir Syed Ahmad Khan, Mufeed-e-Aam Press, Agra, India, 1892, online source: https://www.sirsyedtoday.org/books/?cid=64 as terakhir dilihat pada 4 April, 2013)
[9] Al-Qur’an Surah 2 ayat 187
[10] Church Missionary Intelligencer, 1894
[11] The Church of Scotland’s India Mission, or, A Brief Exposition of the Principles on Which That Mission Has Been Conducted in Calcutta, Being The Substance of An address Delivered Before The General Assembly of the Church, On Monday, 25th May, 1835 by Rev. Alexander Duff A.M., Printed by John Waugh, Printer to the Church of Scotland
[12] Avril Powell (1995): Contested gods and prophets: discourse among minorities in late nineteenth-century Punjab, Renaissance and Modern Studies, 38:1, h. 38-59
[13] Barahin-e-Ahmadiyya, Bagian 2, Ruhani Khaza’in, Vol. 1, h. 68
[14] Call of the Minaret, Bishop Kenneth Cragg, One World Publications, Oxford, 2008
[15] Untuk penjelasan lebih rinci tentang subjek ini, lihat, Islam Mein Ikhtalafaat ka Aghaaz, oleh Hazrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmud Ahmad ra.
[16] Untuk pembahasan lebih rinci mengenai subjek ini, kitab-kitab Hadhrat Masih Mau’ud as berikut ini dapat dibaca: Izal e Auham, Aina e kamalaat e Islam, The Heavenly Decree, Jesus in India, Raaz e Haqeeqat, Haqeeqatul Mahdi, Anjam e Atham, Chashma e Masihy, Kitaab ul Bariya: www.alislam.org/library/
[17] Lih. Encyclopaedia of Islam, New Edition entitled “Ahmadiyya”, Vol. 1, h. 301, W.S Smith, Brill, 1960
[18] Lih. C. G. Pfander, Mizan ul Haq, The Religious Tract Society, London, 1910
[19] Debates on Jesus and Muhammad in Europe, India and Pakistan oleh Dr Jan Slomp, David Kerr, World Christianity in Muslim Encounter, Continuum Publishing House 2009
[20] The Islamic View of Major Christian Teachings, oleh Christine Shirmacher, World Evangelical Alliance, 2008
[21] Call of the Minaret, Bishop Kenneth Cragg, One World Publications Oxford, 2008, h. 224
[22] Julius Richter D. Theo. D.D., “A History of Missions in India”, Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Sydney H. Moore, Oliphant Anderson & Ferrier, Edinburgh and London 1908
[23] The Church Missionary Intelligencer, h. 96, Vol. XLV, 1894, Church Missionary Society, London
[24] Missionary Herald: Containing The Proceedings of The American Board of Commissioners for Foreign Missions, Vol. XC, h.167, Published: Press of Samuel Usher, Boston, 1894
[25] CMI, February 1894, h. 98
[26] Missionary Herald: Containing The Proceedings of The American Board of Commissioners for Foreign Missions, Vol. XC, h. 167, Published: Press of Samuel Usher, Boston, 1894
[27] CMI, February 1894, h. 98
[28] CMI, November 1894, h. 813
[29] CMI, February 1894, h. 97
[30] Beginnings in India, by Eugene Stock, Central Board of Missions, 1917