PERJANJIAN PARA NABI
Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari manusia melalui nabi-nabi, “Apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan Hikmah dan kemudian datang kepadamu seorang rasul yang menggenapi apa yang ada padamu, maka haruslah kamu beriman kepadanya dan haruslah kamu membantunya.” Dia berfirman, “Adakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku bebankan kepadamu mengenai itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Dia berfirman, “Maka kamu hendaknya menjadi saksi dan Aku pun besertamu termasuk orang-orang yang menjadi saksi.” (Q.S. 3:82)
Dalam ayat ini, Allah telah menyebutkan sebuah perjanjian yang telah dihimpun-Nya dari para Nabi bersama dengan umat mereka juga, perihal penerimaan dan pertolongan kepada para nabi yang telah bersaksi atas kebenaran ajaran mereka. Bersaksi dalam hal ini bukan berarti sekedar mengumumkan akan kebenaran atas ajaran-ajaran yang diyakini oleh orang-orang yang beriman, namun untuk memenuhi nubuatan yang terkandung di dalamnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) tidaklah termasuk dalam perjanjian ini. Meskipun tidak ada indikasi bahwa Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) dikecualikan dari istilah ‘Nabi-nabi’ yang disebutkan dalam ayat ini, kesalahpahaman ini diluruskan oleh ayat berikut ketika Allah taala secara khusus menyebut Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) dengan menyebut nama beliau.
Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji mereka dari para nabi mereka itu, dan dari engkau dan Nuh, dan Ibrahim, dan Musa dan ‘Isa ibnu Maryam, dan Kami pernah mengambil janji yang kuat dari mereka itu. (Q.S. 33:8)
Ayat ini menjelaskan bahwa perjanjian ini tidak hanya diambil dari nabi-nabi sebelum beliau namun juga dari Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam). Menurut perjanjian ini, umat Muslim dilimpahi tanggung jawab di mana saat turun seorang nabi yang bersaksi akan kebenaran Islam dan meyakini Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) maka mereka harus menerima serta mendukungnya.
Allah telah mengingatkan “perjanjian” ini dalam ayat berikut yang menasihati umat manusia untuk memenuhi janji mereka dan percaya kepada nabi yang tidak membawa agama baru, namun mengajak mereka ke arah Tuhan yang mereka yakini.
“Dan, mengapakah kamu tidak beriman kepada Allah, sedang Rasul itu memanggil kamu agar kamu beriman kepada Tuhan-mu, dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu, jika kamu orang beriman? (Q.S. 57:9)
Peringatan serta konsekuensi karena melanggar perjanjian ini telah dijelaskan pada ayat berikut:
Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diteguhkan dan memutuskan apa yang telah diperintahkan Allah hal itu supaya dihubungkan, dan mereka membuat kerusuhan di bumi, bagi mereka itulah laknat Allah dan bagi mereka tempat yang buruk. (Q.S. 13:26)
Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian (1835 – 1908), yang mendakwahkan diri sebagai Almasih dan Imam Mahdi Yang Dijanjikan, yang kedatangannya telah dinubuatkan oleh Al-Qur’an dan Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam), tidak hanya membenarkan tentang kebenaran Islam, Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) , serta Al-Qur’an tetapi juga menggenapi segala nubuatan-nubuatan dari Al-Qur’an dan Hadist perihal kepribadian dan waktu kedatangannya.
Di antara nubuat-nubuat itu adalah gerhana matahari di bulan Ramadhan; penyebaran wabah dan epidemi; perang dunia, penemuan berbagai sistem transportasi modern; terhubungnya lautan dll.
Berdasarkan nasihat serta perintah-perintah Al-Qur’an ini, maka menjadi sebuah tanggungjawab kita, selaku umat Muslim, agar memenuhi perjanjian yang telah diambil oleh Allah Ta’ala melalui para Nabi, serta tidak hanya sekedar menerima dakwah Almasih Yang Dijanjikan, namun juga membantu dalam penyebaran dakwah Islam ke seluruh dunia.
Sumber: Alislam.org – Covenant of the Prophets
Penerjemah: Irfan Adiatama
Comments (2)