Perlunya Kedatangan Al-Masih yang dijanjikan

hazrat mirza masroor ahmad

بسم اللہ الرحمن الرحیم

(Menyambut Hari Masih Mau’ud)

Berbagai Ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (saw) yang menguraikan dan mengandung isyarat tentang keadaan pada zaman kedatangan Imam Mahdi dan Masih Mau’ud.

Tanda-tanda kedatangan Masih Mau’ud berdasarkan Penjelasan Hazrat Masih Mau’ud ‘alaihish shalaatu was salaam (as); Berbagai perumpamaan;

Penjelasan Hazrat Khalifatul Masih II Mushlih Mau’ud radhiyAllahu ta’ala ‘anhu (ra).

Kabar gaib Nabi Muhammad (saw) tentang dominasi Kristen dan cara mengatasinya; Kelebihan orang-orang Kristen pada abad 19, banyaknya misionaris dan biarawan/wati. Kebiasaan para wanita Kristen menjelang wafatnya mewasiyatkan harta dan menghabiskan hidupnya demi agama yang sayangnya langka ditemukan di kalangan umat Islam saat itu.

Cara Penjagaan Allah Ta’ala terhadap agama Islam dan pengembangannya. Kemenangan Imam Mahdi dan Masih Mau’ud terhadap agama-agama selain Islam bukanlah dalam hal mengalahkan dalam peperangan dan kekerasan tetapi dalam dalil-dalil dan bukti-bukti.

Peristiwa penembakan dan pembunuhan umat Muslim di Selandia Baru. Apresiasi Huzur terhadap pemerintah Selandia Baru, khususnya Perdana Menteri (Jacienda). Apresiasi Huzur terhadap kesabaran dan contoh baik umat Muslim korban penembakan. Doa-doa dan harapan Khalifah.

Kewafatan Maulana Khurshid Ahmad Anwar Sahib, Wakilul Mal Tahrik Jadid Qadian pada tanggal 19 Maret di usia 73 tahun. Jenazah kedua: Tahir Husain Munsyi Sahib, Naib Amir Fiji yang wafat pada tanggal 5 Maret di usia 72 tahun. Jenazah ketiga adalah Musa Siskoo Sahib, Sekretaris Kharijiah Nasional Jemaat Mali. Beliau baiat pada 2012. Beliau wafat pada tanggal 15 Februari. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 22 Maret 2019 (Aman 1398 Hijriyah Syamsiyah/ Rajab 1440 Hijriyah QamAryah) di Masjid Baitul Futuh, Morden UK (Britania)

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ.

(آمين)

Besok adalah tanggal 23 Maret. Jemaat memperingatinya sebagai Hari Masih Mau’ud (as) pada tanggal tersebut. Hal demikian karena sesuai dengan nubuatan Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa Al-Masih dan Al-Mahdi datang di akhir zaman untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam hakiki kepada dunia dan menyatukan umat Muslim di bawah satu tangan bahkan menyeru para penganut segenap agama untuk menjadi murid ruhani RasuluLlah Saw. Dialah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani yang telah menyatakan diri sebagai Masih Mau’ud dan Mahdi Ma’hud yang telah dikabarkan oleh RasuluLlah Saw lalu beliau (as) memulai silsilah (rangkaian) baiat pada tanggal tersebut.

Pada kesempatan ini saya akan sampaikan beberapa sabda Hazrat Masih Mau’ud (as) yang beliau jelaskan berkenaan dengan perlunya pengutusan Masih Mau’ud (as), keadaan zaman dan mengenai pendakwaan beliau. Begitu juga beliau (as) menyebutkan secara rinci tentang pendakwaan beliau dan mengabarkan berbagai tanda yang berkaitan dengan itu. Beliau (as) bersabda dalam sebuah syairnya,

وقت تھا وقت مسیحا نہ کسی اور کا وقت
میں نہ آتا تو کوئی اور ہی آیا ہوتا

Waqt tha waqt Masihaa nah kisi aur ka waqt

Me to nah aata to kui aur hi aya hota

“Ini adalah masa Almasih. Bukan masa orang lain

Seandainya aku tidak datang, orang lain pasti akan datang!”[1]

Jadi, keadaan zaman menuntut kedatangan seorang yang akan menakhodai bahtera Islam. Sayangnya, mayoritas ulama Islam yang sebelumnya menanti-nanti datangnya seorang Al-Masih dan menunggu-nunggu dengan penuh penantian justru menentang beliau (as) setelah beliau (as) menyatakan diri. Mereka juga sedemikian rupa memprovokasi umat Muslim dengan menjejali mereka dengan kisah-kisah palsu dan dusta yang dihubungkan kepada beliau (as) supaya mereka menentang beliau dan Jemaat beliau sehingga beliau (as) difatwakan halal untuk dibunuh. Bahkan, sampai saat ini di beberapa tempat dan negeri, para Ahmadi diperlakukan dengan aniaya, kekerasan, pembunuhan dan pengrusakan. Mengherankan bahwa ini semua mereka lakukan atas nama Islam padahal orang-orang yang mengenal Islam sejati tidak akan dapat menolerir dan tidak akan pernah membayangkan untuk melakukan perbuatan seperti yang mereka lakukan. Pendek kata, kita lihat bagaimana Hazrat Masih Mau’ud (as) menyampaikan berbagai sabda berkenaan dengan keadaan zaman dan kedatangan Al-Masih yang dijanjikan.

Dalam menjelaskan perihal kenapa kedatangan Al-Masih yang dijanjikan itu diperlukan dan apa kekhususan Al Masih dengan zaman ini, beliau (as) bersabda,  “Al-Quran telah mengisyaratkan dengan gamblang mengenai persamaan Khilafat dalam silsilah (rangkaian) Israili dan Ismaili, sebagaimana yang tampak jelas dari ayat berikut: ‘وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ  ‘wa’adallahul ladzina amanu minkum wa’amilus-shalihati layastakhifannahum fil ardhi kamas takhlafal-ladzina min qablihim…’ (Surah an-Nur, 24 : 56). (Artinya: Allah s.w.t. berjanji kepada orang-orang yang beriman dari pada kami dan berbuat amal yang saleh, bahwa niscaya Dia akan menjadikan khalifah kepada mereka dalam bumi sebagaimana Dia menjadikan khalifah-khalifah kepada orang-orang yang sebelum mereka)

Khalifah terakhir dalam silsilah Israil yang datang pada abad ke-14 setelah Nabi Musa adalah Al-Masih an-Nashiri (Isa Al-Masih atau Yesus dari Nazaret) ‘alaihimas salaam. Sebagai pembandingnya, mestilah Al Masih dalam umat ini pun datang pada permulaan abad ke-14.

Selain itu, para ahli kasyaf di kalangan orang-orang saleh umat ini (yaitu mereka yang memiliki jalinan khas dengan Allah Ta’ala dan mendapat karunia kasyaf-kasyaf dari-Nya) telah menetapkan abad ini sebagai masa pengutusan Al-Masih. Banyak sekali orang-orang suci yang telah lalu seperti contoh Hazrat Syah Waliyullah Sahib dan lain-lain dari golongan Ahli Hadits pun menyepakati, ‘Semua tanda kecil dan mayoritas tanda-tanda besar kedatangan Al-Masih telah tergenapi sampai batas tertentu.’

Namun di dalam perkataan mereka terdapat kekeliruan karena tanda-tanda telah tergenapi seluruhnya bukan sampai batas tertentu. Tanda terbesar kedatangan Al-Masih dalam kitab Bukhari tertulis yaksirush shalib dan yaqtulul khinziir. [2] Itu artinya, pada masa kemunculan Al-Masih adalah ketika kejayaan orang-orang Kristen dan akidah (kepercayaan) penyembahan salib tengah mencapai puncaknya.  

Apakah pada masa ini (zaman Hazrat Masih Mau’ud (as)) bukan masanya? Apakah sejak zaman Adam sampai saat ini kita temukan perbandingannya dalam hal para pendeta Kristen telah berusaha menghapuskan Islam dan menimpakan kerugian besar pada Islam? Setiap negeri dilanda perpecahan. Tidak ada keluarga Muslim yang salah satu atau lebih dari anggotanya yang tidak beralih masuk ke genggaman golongan itu (Kristen). Jadi waktu kedatangan Al-Masih adalah pada saat akidah penyembahan salib merajalela. Sekarang, isyarat jelas dominasi Kristen apa lagi yang melebihi hal tersebut? Yaitu, tatkala bagaimana pemeluk agama itu menyerang Islam dengan penuh kebencian dan kezaliman.”

Kata-kata tersebut mengandung secara tersirat jawaban atas tuduhan yang dilontarkan kepada beliau (as) bahwa beliau (as) adalah tanaman ciptaan Inggris. Kalimat beliau itu memuat ketegasan apakah beliau ciptaan Inggris ataukah diutus oleh Allah Ta’ala untuk membela Islam dan untuk membuktikan keunggulan Islam di medan juang?

Beliau (as) bersabda, “Adakah diantara kelompok penentang Islam yang tidak melontarkan kata-kata yang sangat keji dan cacian kepada RasuluLlah (saw)? Jika saat ini bukan waktu kedatangan orang yang dijanjikan inimaka ia paling segera akan datang setelah jangka 100 tahun kedepan karena ia adalah mujaddid pada masanya dan masa pengutusannya ialah pada permulaan abad. Dengan demikian, apakah keadaan Islam pada masa ini masih memiliki ketahanan dan kekuatan untuk menghadapi dominasi para pendeta yang kian hari kian meningkat sampai satu abad lamanya?

Kejayaan mereka sudah sampai pada puncaknya dan pribadi yang akan datang, telah datang. Memang, ia juga akan menghancurkan dajjal dengan hujjah yang sempurna, karena dalam hadits dikatakan bahwa di tangannya telah ditakdirkan kekalahan agama-agama lain, – hal ini maksudnya bukan kehancuran orang-orang ataupun para pengikut agama lain – dengan begitu telah tergenapi.”

Maksudnya, Al-Masih Muhammadi datang untuk membuktikan keunggulan ajaran Islam diatas segenap agama-agama lain dengan dalil-dalil dan bukti dan akan mempersembahkan ajaran Islam kepada setiap agama untuk menegaskan keunggulannya. Ribuan non Muslim yang masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah setiap tahunnya disebabkan dalil-dalil dan bukti-bukti yang beliau (as) berikan.

Kemudian, berkenaan dengan keadaan zaman dan perlunya kedatangan Masih Mau’ud (Imam Mahdi), beliau (as) bersabda lebih lanjut, “Jika tanah tidak layak (tidak subur) maka hujan pun tidak memberikan manfaat baginya bahkan malah menimpakan kerugian.” (Jika ada tanah yang tandus dan keras maka air hujan pun sia-sia turun ke sana dan tidak menghasilkan.) “Demikian pula, turunnya cahaya samawi dan yang menerangi kalbu. Bersiaplah untuk menerima dan dan mengambil manfaat darinya. Begitu juga kalian, meskipun di tengah-tengah keberadaan cahaya tetapi jika kalian melangkah di dalam kegelapan, kalian akan tersandung sehingga terjatuh ke dalam sumur kegelapan dan binasa.”

Maksudnya, terlebih dahulu jadikanlah tanahnya atau kalbunya (hati dan pikiran) layak supaya jangan sampai seperti tanah yang tidak layak yang akan menyia-nyiakan air hujan dan airnya tidak menjadikan manfaat baginya.

Beliau (as) bersabda, “Allah Ta’ala lebih penyayang daripada seorang ibu yang penyayang sekalipun. Dia tidak menghendaki makhluknya sia-sia. Dia membuka jalan petunjuk dan cahaya bagi anda sekalian namun kalian seyogyanya menggunakan akal dan penyucian diri untuk melangkah kearahnya. Seperti halnya tanah yang tidak dipersiapkan dengan dibajak maka tanah tersebut tidak bisa ditanami. Demikian pula sebelum melakukan penyucian diri dengan mujahadah dan disiplin maka air yang suci tidak dapat turun dari langit.

Pada zaman ini Allah Ta’ala memberikan karunia besar dengan mengutus seorang manusia yang berbicara diantara kalian untuk menolong agama-Nya dan ghairat-Nya bergejolak demi agama-Nya dan Nabi-Nya dengan tujuan supaya ia menyeru orang-orang kepada cahaya ini. Jika pada zaman ini tidak terjadi kerusakan dan kekisruhan dan tidak ada beragam upaya untuk menghabisi agama ini maka tidak perlu pengutusannya. Namun, sekarang kalian saksikan orang-orang dari berbagai agama berpikir untuk menghancurkan Islam. Mereka menyerang dari berbagai arah.” (Berbagai bangsa berusaha untuk menghancurkan Islam dengan berbagai cara dan itu berlangsung sampai saat ini.)

Beliau (as) bersabda, “Saya ingat dan saya juga telah sampaikan di dalam buku Barahin Ahmadiyah bahwa telah ditulis dan diterbitkan sebanyak 60 juta buku untuk menentang Islam.”

(Ini terjadi pada zaman Hazrat Masih Mau’ud (as), 100 tahun bahkan 150 tahun yang lalu.)

Hazrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Sungguh aneh, jumlah umat Muslim di Hindustan pada saat itu adalah 60 juta jiwa sedangkan jumlah buku yang diterbitkan untuk menentang Islam pun sebanyak itu.” (Jumlah umat Muslim pada saat itu sekitar 60 juta, saat ini jumlahnya lebih kurang 500 atau 600 juta jiwa.) “Jika jumlah tersebut dibiarkan tetap yakni jika ada juga tambahan buku dari itu, berarti seolah-olah penentang Islam telah memberikan satu buku kepada setiap Muslim.”

(Hal demikian karena jumlah umat Muslim pada saat itu lebih kurang sama dengan jumlah buku yang diterbitkan untuk menentang Islam. Terlebih saat ini dilakukan dengan berbagai sarana, apakah itu sosial media, internet dan ditingkatkan lagi dengan berbagai sarana lainnya.)

Beliau (as) bersabda, “Seolah-olah setiap penentang telah memberikan satu buku kepada setiap umat Muslim di Hindustan. Jika tidak ada gejolak ghairat kecintaan Allah Ta’ala, dan jika janji-Nya, وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ‘wa innaa lahuu lahaafizuun – Kami-lah yang menjaganya’ tidak dipenuhi tentunya Islam telah sirna dari dunia ini sejak hari ini. Hanya tinggal nama. Namun tidak mungkin itu terjadi, Tangan Tuhan yang tersembunyi tengah menjaganya.[3]

Saya sangat menyesalkan melihat sikap mereka yang menyebut diri Muslim namun tidak memikirkan Islam sebagaimana mereka memikirkan pernikahan. Di sisi lain saya sering membaca, ketika menjelang kewafatan, para wanita Kristen biasa mewasiatkan ratusan ribu rupees untuk penyebaran agama mereka (Kristen).” (Kita lihat pada masa itu ada kecenderungan di kalangan para wanita Kristen untuk mempersembahkan bantuan dan dukungan demi agama mereka) “Para wanita Kristen menghabiskan hidup mereka semua di jalan penyebaran agama mereka. Pemandangan ini dapat kita saksikan tiap hari. Ribuan missionari wanita menyebar di gang-gang dan rumah-rumah untuk bertabligh menyebarkan agamanya.

Di sisi lain, kami tidak melihat ada diantara umat Muslim yang mewasiyatkan hartanya untuk penyebaran Islam walaupun hanya 50 rupees saja padahal mereka biasa menghambur-hamburkan uang untuk pernikahan dan tradisi-tradisi duniawi..” (Bahkan, itu berlangsung sampai saat ini.) “Kalaupun mereka membelanjakan hartanya untuk mengkhidmati Islam, jika jumlahnya dibandingkan dengan harta yang mereka hamburkan untuk urusan duniawi sangat tidak sebanding. Bahkan mereka tidak segan-segan berhutang untuk menghambur-hamburkan uang, namun bukan untuk mengkhidmati Islam. Sangat disayangkan, apalagi hal yang patut disayangkan lebih dari itu?”

Demikian pula keadaan mayoritas umat Islam pada saat ini. Meskipun di beberapa tempat timbul perbaikan, namun seperti yang telah saya katakan harta yang mereka belanjakan untuk urusan duniawi tidak sebanding dengan yang dibelanjakan untuk agama, bahkan sepersekiannya pun. Ini adalah keadaan pada saat Hazrat Masih Mau’ud (as) mendakwakan diri. Jika saat ini satu bagian umat Islam timbul perhatian pada agama, itupun hanya sampai batas tertentu yakni mereka ingin tetap bertahan dalam Islam, perbaikan seperti itu sudah lumayan bahwa banyak orang yang ingin tetap bertahan dalam Islam. Sampai batas tertentu mereka pun meramaikan masjid-mesjid, namun mereka tidak berupaya untuk menyebarkan ajaran Islam. Kalaupun mereka mengklaim melakukannya, itu pun dengan cara kekuatan dan kekerasan yaitu menyebarkan Islam dengan cara paksa sehingga tercipta kelompok-kelompok atau melakukan upaya-upaya untuk menentang Hazrat Masih Mau’ud (as) dan Jemaatnya. Hendaknya diingat, jika saat ini Islam akan menyebar, itu akan terjadi dengan perantaraan utusan Allah Ta’ala ini dan ini merupakan takdir Ilahi.

Allah Ta’ala dan rasul-Nya telah mengabarkan kepada kita mengenai tanda-tanda kedatangan Masih Mau’ud. Tidaklah beliau (as) akan mendakwakan tanpa tanda-tanda, sebagaimana beliau bersabda, “Diantara tanda kedatangan Al-Masih yaitu pada masa itu akan terjadi gerhana bulan dan matahari di bulan Ramadhan. Orang yang mengolok-olok tanda Tuhan sama saja dengan mengolok-olok Tuhan. Terjadinya gerhana bulan dan matahari paska pendakwaan merupakan suatu perkara yang jauh dari kedustaan dan bukan buatan. Tidak juga dapat dikatakan kebetulan ataupun tipuan. Sebelum itu tidak pernah terjadi gerhana bulan dan matahari yang seperti itu. Itu merupakan tanda yang dengannya Allah Ta’ala ingin mengumumkan perihal kedatangan Al-Masih di dunia ini, setelah menyaksikan tanda tersebut penduduk Arab membenarkannya. Untuk tempat-tempat yang sulit dapat terjangkau oleh selebaran selebaran kita, peristiwa gerhana bulan dan matahari telah menyeru ke tempat tempat tersebut perihal waktu kedatangan Al-Masih.[4] Ini merupakan tanda dari Allah Ta’ala yang terbebas dari rencana manusia.

Terkait:   Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad (shallaLlahu ‘alaihi wa sallam) (Manusia-Manusia Istimewa seri 44)

Bagi setiap manusia, seberapa pun hebatnya seorang filsuf (pemikir), silahkan renungkan dan fikirkan, ketika menyaksikan tanda yang ditetapkan tadi tergenapi maka tidakkah seharusnya untuk membenarkan penggenapannya telah terjadi, dimanapun itu?

Ini bukanlah suatu perkara yang di luar perhitungan dan jangkauan pemikiran seseorang. Bahkan, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad (saw) bahwa tanda tersebut akan terjadi setelah ada seseorang yang mendakwakan sebagai al-Mahdi. RasuluLlah (saw) pun telah bersabda bahwa tidak pernah terjadi peristiwa serupa semenjak Adam sampai sang Mahdi. Jika ada orang yang dapat membuktikan peristiwa demikian pernah terjadi dalam sejarah, maka kami akan mendukungnya.”

Beliau (as) bersabda, “Satu lagi tanda yaitu pada saat itu Bintang Dzussinain akan terbit yaitu bintang yang telah berlalu bertahun-tahun sebelumnya, bintang yang telah terbit pada masa Al-Masih Nashiri. Saat ini pun bintang tersebut telah muncul. Ia adalah bintang yang dahulu di langit telah mengabarkan perihal kedatangan Al-Masih dalam kaum Yahudi

[kedatangan Yesus]

.

Demikian pula dengan menelaah al-Qur’an dapat diketahui, وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ () وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ () وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ () وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ () وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ () بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ () وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ () ‘Dan apabila unta-unta bunting sepuluh bulan ditinggalkan. Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. Dan apabila sungai-sungai disalurkan. Dan apabila bermacam-macam manusia dikumpulkan. Dan apabila bayi perempuan dikubur hidup-hidup akan ditanya, “Karena dosa apa, ia dibunuh?“ Dan apabila buku-buku akan disebar-luaskan.’ (Surah at-Takwir, 81:5-11)

Nubuatan Al-Qur’an yang membicarakan bahwa binatang-binatang buas akan dikumpulkan pada zaman itu mengandung banyak tafsir yang diantaranya ialah penggenapannya dalam corak telah didirikan kebun binatang-kebun binatang. Demikian pula, pendidikan menjadi hal yang umum dan menyebar di seluruh dunia, lalu sebagian bangsa-bangsa [yang lebih maju] menyerang dan menghabisi penduduk lokal (pribumi).

Dikatakan juga bahwa lautan-lautan akan dipertemukan dan jiwa-jiwa manusia dipasangkan. Hal tersebut menunjuk pada saat melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain akan sangat mudah. Pada saat ini dalam satu detik saja orang di satu belahan dunia dapat berhubungan dengan orang di bagian dunia lainnya. Kemudian, kaum wanita yang notabene pada zaman dulu biasa dizalimi, haknya dirampas dan dibunuh, ia akan bertanya, ‘Apa dosaku sehingga aku dibunuh?’

Nubuatan berikutnya, naskahnaskah disebarkan, penggenapannya melalui pers media. Semua hal ini membuktikan bahwa zaman ini merupakan zaman kedatangan Masih Mau’ud (as) dan nubuatan-nubuatan mengenai hal itu terdapat di dalam Al Quran.”

Beliau bersabda, “Di akhir zaman untaunta betina akan ditinggalkan maksudnya adalah ditinggalkannya unta-unta sebagai kendaraan terbaik yang biasa digunakan pada zaman dulu. Namun demikian pada zaman Masih Mau’ud (as) nanti, begitu hebatnya fasilitas-fasilitas kendaraan baru akan ditemukan sehingga unta-unta pun sudah tidak akan berguna lagi, yakni kaitannya dengan zaman ditemukannya kereta api.” (Bahkan saat ini sesuai dengan nubuatan tersebut telah ada jalur kereta api untuk rute Madinah Mekah.)

“Orang-orang yang beranggapan ayat-ayat tersebut berkaitan dengan hari kiamat tidak berpikir bagaimana mungkin pada hari kiamat masih terdapat unta-unta betina yang hamil? Karena yang dimaksud dengan kata ‘isyaar adalah unta-unta betina yang tengah hamil. Selanjutnya, tertulis juga bahwa sungai-sungai akan dialirkan ke empat penjuru. Kitab-kitab (buku-buku, lembaran-lembaran) akan terbit dalam jumlah yang sangat banyak. Walhasil, semua tanda tersebut berkaitan dengan zaman ini.”

Beliau (as) bersabda tentang di tempat manakah Masih Mau’ud akan datang, “Hendaknya diingat, telah dijelaskan bahwa Dajjal akan muncul di timur yang maksudnya adalah di negeri kita (Hindustan) sebagaimana penulis Hujajul Kiramah menulis bahwa fitnah dajjal akan muncul di Hindustan. Jelaslah bahwa Al-Masih pun pasti muncul di tempat keluarnya Dajjal.[5]

Nama kampung tempat asalnya Al Masih dinubuatkan bernama Kad’ah yang merupakan nama kecil dari Qadian.[6] Mungkin saja di Yaman ada suatu kampung yang bernama sama, namun perlu diingat posisi Yaman tidak terletak di sebelah timur Hijaz, melainkan sebelah selatan.”

“Selain itu, Allah Ta’ala dengan qadha-Nya telah mengisyaratkan hal ini dengan memberi saya nama ‘غلام أحمد قادياني’ Ghulam Ahmad Qadiani karena nama ini berjumlah 1300 sesuai perhitungan abjad. Itu merupakan nama Imam Mahdi yang akan datang pada permulaan abad ke 14. Jadi ke arah itulah isyarah yang diberikan oleh RasuluLlah.” 

Berkenaan dengan tanda-tanda lainnya, Hazrat Masih Mau’ud (as) lebih lanjut bersabda, “Kejadian-kejadian pun merupakan satu tanda yang berbagai jenis diantaranya akan terjadi bencana dan berbagai peristiwa. Kejadian samawi telah mengambil corak dalam bentuk paceklik, wabah pes dan kolera. Thaun atau pes merupakan azab mengerikan yang telah mengguncang satu Negara. Pada masa itu berlangsung sampai 5-6 tahun lamanya yang menciptakan kehancuran yang dahsyat. Jika itu terus mewabah maka satu negeri akan tersapu bersih dibuatnya karena begitu dahsyatnya menyebar. Contoh peristiwa di bumi diantaranya adalah peperangan dan gempa-gempa bumi yang telah meluluhlantahkan negeri-negeri.” (Peperangan di bumi bahkan masih terjadi sampai saat ini.)

“Bagi seorang utusan Allah adalah perlu untuk memperlihatkan tanda-tanda samawi sebagai bukti kebenarannya. Apakah tanda yang terjadi dengan Lekhram bobotnya kurang? Selama 5 atau 6 tahun lamanya terjadi perdebatan yang seperti sebuah pertarungan. Kedua pihak saling menerbitkan selebaran sehingga peristiwa Lekhram ini dikenal publik mengenai tengah terjadinya pertarungan antara Lekhram dengan Hazrat Masih Mau’ud (as). Begitu masyhurnya kejadian tersebut sehingga tidak dapat ditemukan tandingannya.

Saya telah mengumumkan juga berhari-hari sebelumnya berkenaan dengan konferensi besar agama-agama bahwa Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kami bahwa pidato kami akan mendapatkan keunggulan diatas semuanya. Mereka yang menyaksikan acara besar yang penuh dengan ru’b akan dapat merenungkan sendiri bagaimana mungkin seseorang sebelum hal (acara) itu terjadi dapat mengabarkan keunggulan yang akan diraihnya dalam acara tersebut. Apakah itu suatu yang semata-mata ramalan atau perkiraan ataukah bukan?”

Kemudian, hal itu terjadi seperti yang dinubuatkan yakni berkenaan dengan buku yang beliau (as) tulis bernama Filsafat Ajaran Islam. Terdapat sebuah surat kabar pada masa itu yang bernama General Gohar Asifi Kalkuta General-o-Gohar Āshifi, Kalkuta (24 Januari 1897), saat ini akan saya sampaikan satu keterangan yang tertulis di dalamnya, “Sungguh nyata benar bahwa seandainya saja di dalam Konferensi itu tidak ada makalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib, niscaya umat Islam akan mendapatkan kehinaan dan kenistaan di hadapan umat-umat agama lainnya. Akan tetapi dengan tangan-Nya yang perkasa, Tuhan telah menyelamatkan Islam dari keruntuhan. Bahkan, berkat makalah Mirza Sāhib tersebut Islam telah memperoleh kemenangan. Baik kawan maupun lawan, kedua-duanya mengakui bahwa makalah Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib-lah yang paling unggul di atas makalah-makalah yang lainnya!”

Penulis pernyataan tersebut bukanlah dari seorang Ahmadi melainkan non Ahmadi, namun mereka terpaksa mengakuinya. Beliau pun memberikan contoh pernyataan yang disampaikan oleh non Muslim lainnya yang mana banyak sekali surat kabar yang memuat hal serupa.

Beliau (as) bersabda dalam rangka memberikan kesaksian sebagai utusan Allah lebih lanjut, “Banyak sekali kesaksian akan status saya sebagai utusan Allah. Pertama: kesaksian internal; kedua: kesaksian eksternal; ketiga: hadits shahih perihal mujaddid yang akan datang pada permulaan abad ke14. Keempat, إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ inna nahnu nazzalnadz dzikra wa inna lahu lahaafizhuun – ‘Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami-lah yang menjaganya’ (Surah al-Hijr ayat 10) yang merupakan janji penjagaan.

Sekarang saya hendak kemukakan kesaksian kelima dan kesaksian kuat. Itu ialah janji al-Istikhlaaf dalam Surah an-Nuur. Allah Ta’ala berfirman, ‘وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ  ‘wa’adallahul ladzina amanu minkum wa’amilus-shalihati layastakhifannahum fil ardhi kamas takhlafal-ladzina min qablihim…’ (Surah an-Nur, 24:56).  

(Artinya: Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari pada kami dan berbuat amal yang saleh, bahwa niscaya Dia akan menjadikan khalifah kepada mereka dalam bumi sebagaimana Dia menjadikan khalifah-khalifah kepada orang-orang yang sebelum mereka) para Khalifah yang ada di umat Muhammad sesuai ayat ini akan menjadi persamaan dengan para Khalifah di masa lalu. Demikian pula, dalam Al-Qur’anul Karim, Nabi Muhammad saw disebutkan sebagai matsil Musa (persamaan dengan Nabi Musa ‘alaihis salaam),إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولا   ‘Sesungguhnya, Kami telah mengirimkan kepada kalian seorang rasul, yang menjadi saksi atasmu, sebagaimana Kami telah mengirimkan seorang rasul kepada Firaun.’ [Al-Muzzammil, 73:16]

Begitu juga kedudukan beliau (saw) sebagai permisalan Musa sesuai dengan nubuatan kitab Ulangan dalam Bible. Sebagaimana yang dinubuatkan dalam Kitab Suci, dalam Ulangan, bahwa Rasulullah (saw) adalah serupa dengan Musa (as). Kata ‘kamaa’ dalam ayat Al-Qur’an tersebut juga menjelaskan persamaan ini sebagaimana juga ada disebutkan di dalam Surah an-Nuur. Sangat jelas dalam hal ini bahwa ada kemiripan yang sempurna antara Silsilah Musawiyah (rangkaian penerus Musa as) dengan Silsilah Muhammadiyah (rangkaian penerus Muhammad saw). Sistem para Khalifah di kalangan umat Musa berakhir dengan kedatangan Yesus yang datang empat belas abad setelah Musa (as).

Suatu kehausan demi menyempurnakan kesamaan ini, sekurang-kurangnya perlu diutus Khalifah yang muncul empat belas (14) abad kemudian  dengan cara yang sama seperti kemunculan Al-Masih Israili (Yesus), dan juga mirip dalam hal karakter dan keruhanian. Jika tidak Allah Ta’ala perlihatkan kesaksian-kesaksian dan dukungan-dukungan lain atas hal ini niscaya termasuk tuntutan persamaan yang tepat supaya Allah Ta’ala mengutus di kalangan umatnya saw seorang buruuz Isa dan jika tidak maka akan terbukti lemah dan cacatlah dalam persamaannya. Na’udzu biLlah. Namun, Allah Ta’ala tidak hanya membenarkan dan mendukung persamaan itu saja bahkan juga membuktikan persamaan Musa(Nabi Muhammad saw) lebih baik dari Musa dan dari semua Nabi ‘alaihimus salaam.

Sebagaimana Al-Masih an-Nashiri Israili (Yesus as) tidak membawa syariat khusus bahkan datang untuk menggenapi hukum Taurat; demikian pula halnya Al-Masih Muhammadi (Al-Masih di kalangan umat Muhammad) tidak membawa hukum syariat sendiri melainkan ia datang untuk menghidupkan al-Quran dan guna menyempurnakan apa yang disebut dengan ‘penyempurnaan penyebaran petunjuk (hidayah).” (Artinya, datang untuk menyebarluaskan pengajaran Al-Qur’an dan menyempurnakan penyebarannya.)

Beliau lalu bersabda, “Harap dimengerti mengenai penyebaran petunjuk bahwa ada dua corak penyempurnaan nikmat (itmaamun ni’mah) dan penyempurnaan agama (ikmaaluddiin) bagi Nabi Muhammad (saw). Pertama, penyempurnaan petunjuk (Ikmaalul Hidaayah). Kedua, penyempurnaan penyebaran hidayah (Takmil Isya’at Hidaayah atau ikmaal nasyril hidaayah). Petunjuk dari tiap segi telah sempurna dengan pengutusannya yang pertama.” (Artinya, syariat telah turun di zaman Nabi saw dan telah sempurna) “…sedangkan penyebarannya secara sempurna telah ditakdirkan akan melalui pengutusannya yang kedua…” (Yaitu di masa khadim beliau saw, Al-Masih yang dijanjikan) Sebab, ayat {وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ} wa aakhariina minhum pada surat al-Jumu’ah memberikan petunjuk mengenai penyiapan satu kaum lain sebagai buah dari keberkatan dan ajaran beliau (saw), dari itu dapat diketahui dengan jelas bahwa ada pengutusan beliau yang lainnya lagi dan pengutusan tersebut dalam corak buruzi (refleksi, bayangan) yang terjadi pada saat ini.

Dengan demikian, pada masa ini merupakan waktunya penyempurnaan penyebaran petunjuk. Inilah sebabnya segenap sarana penyebaran tengah terpenuhi dengan banyaknya percetakan, dan hari demi hari munculnya hal-hal baru termasuk digunakannya banyak sarana kemudahan. Kantor-kantor pos (bahkan teknologi terkini digunakan di dalamnya). Dengan ditemukannya kantor pos, telegram, kereta api, pesawat dan penerbitan surat kabar, kesemua itu telah menjadikan dunia seperti layaknya sebuah kota. Walhasil, kemajuan-kemajuan ini pun sebenarnya merupakan kemajuan-kemajuan RasuluLlah (saw) karena dengan perantaraan itu bagian kedua dari penyempurnaan petunjuk beliau yaitu menyempurnakan penyebaran petunjuk tengah tergenapi.”[7]

Beliau (as) bersabda, “Seorang yang bijak dapat merenungkan semua perkara itu secara bersama-sama, apakah yang kami paparkan tersebut untuk ditolak dengan pandangan sekilas atau perlu dipikirkan secara seksama? Apakah apa saja yang kami umumkan itu pada permulaan abad atau bukan? Seandainya kami tidak datang, tetap saja setiap orang yang bijak dan takut kepada Allah Ta’ala semestinya mencari pribadi yang akan datang itu karena permulaan abad telah tiba masanya. Bahkan saat ini hampir berlalu 20 tahun sehingga hal itu perlu untuk lebih direnungkan lagi. Kerusakan pada masa ini menuntut kedatangan seseorang yang akan memperbaikinya. Kekristenan menyebarkan kebebasan dan kemerdekaan yang tidak terbatas. Setelah menyaksikan dampaknya bagi anak anak Muslim terpaksa dapat kita mengatakan mereka bukan seperti anak anak Muslim yang seharusnya.”[8]

Beliau bersabda, “Apa yang seharusnya menjadi jalan untuk mengetahui kebenaran? Berdoalah kepada Allah Ta’ala dalam shalat-shalat supaya kebenaran dibukakan padanya. Saya meyakini, jika saja manusia memfokuskan perhatiannya pada Allah Ta’ala supaya ditampakkan kebenaran padanya setelah membersihkan diri dari kebencian dan fanatisme maka tidak akan sampai berlalu 40 hari, kebenaran akan dibukakan padanya. Namun sangat sedikit orang yang meminta putusan dari Allah Ta’ala dengan memenuhi persyaratan tersebut. Bahkan, disebabkan ketidakpahaman, sifat keras kepala dan kebencian, mereka merusak keimanannya sendiri dengan menolak seorang Wali (kekasih) Allah Ta’ala. Sebab, ketika dalam diri seseorang tidak tersisa keimanan pada seorang Wali yang berfungsi sebagai pondasi bagi kenabian, berakibat ia terpaksa harus mengingkari kenabian. Sedangkan mengingkari seorang Nabi sama halnya dengan mengingkari Tuhan. Dengan demikian keimanannya sama sekali menjadi rusak.”[9]

Setelah menyampaikan beberapa rujukan dari Hazrat Masih Mau’ud (as) tersebut, sekarang saya akan sampaikan berbagai rujukan Hazrat Mushlih Mau’ud (ra) berkenaan dengan Hazrat Masih Mau’ud (as). Dalam satu kesempatan beliau Ra bersabda, “Ketika penentangan secara keras datang, Jemaat meraih kemajuan. Semakin bertambah penentangan, bertambah pula dukungan dan pertolongan mukjizat Allah Ta’ala. Suatu ketika seorang Ahmadi berkata kepada Hadhrat Masih Mau’ud as bahwa mereka mengalami banyak penentangan di daerah mereka maka Hadhrat Masih Mau’ud as senantiasa bersabda bahwa ini adalah sebuah tanda kemajuan bagi daerah tersebut, ‘Melalui penentangan, orang-orang yang tidak mengenal kita akan mencari tahu siapa kita. Perlahan-lahan akan timbul keinginan di dalam dirinya untuk menelaah buku buku jemaat. Ketika mereka membaca buku-buku kita maka kebenaran akan masuk ke dalam hati mereka.’

Terkait:   Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam seri 79)

Hadhrat Masih Mau’ud as suatu kali bertanya kepada seseorang yang akan baiat mengenai siapa yang telah menyampaikan kepadanya tabligh Ahmadiyah. Ia menjawab, ‘Yang menablighi saya adalah Maulwi Tsanaullah.’ (Seorang ulama penentang Hazrat Masih Mau’ud (as).).

Hazrat Masih Mau’ud (as) bertanya dengan penuh keheranan, ‘Kenapa demikian?’ Orang tersebut mengatakan, ‘Saya sebelum ini biasa membaca surat kabar dan buku buku karya Maulwi Sahib. Saya perhatikan dalam literatur tersebut selalu tertulis penentangan keras terhadap Jemaat Ahmadiyah. Suatu ketika saya berfikir untuk membaca juga buku buku Jemaat Ahmadiyah, kenapa sedemikian rupa ditentang. Saya ingin tahu apa yang ditulis oleh Hazrat Masih Mau’ud (as). Ketika saya mulai membaca buku buku tersebut, hati saya terbuka dan menjadi siap untuk baiat.’

Maka dari itu, manfaat pertama adanya penentangan ialah Silsilah Ilahi ini meraih kemajuan sehingga banyak orang mendapatkan petunjuk karenanya.”[10]

Berkenaan dengan penentangan terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), yakni mengenai bagaimana tanggapan yang diperlihatkan para Nabi atas penentangan terhadap mereka, Hadhrat Masih Masih Mau’ud (as) menulis dan menjelaskan mengenai hal ini dengan pertama-tama memberikan permisalan, “Pemerintahan Mesir di masa lalu adalah pemerintahan yang sangat masyhur di zamannya dan rajanya, yakni Fir’aun bangga akan kekuatannya. Hadhrat Musa (as) tidak memiliki kedudukan apapun dalam menghadapi raja di sana tersebut.

Namun demikian, ketika beliau (as) pergi kepada raja tersebut, meskipun Raja itu menakut-nakuti dan menghardik beliau serta mengungkapkan keinginannya untuk menghancurkan kaum beliau (as) dan mengatakan, ‘Jika kamu tidak berhenti maka kamu pun akan dilenyapkan, demikian juga kaummu’, tetapi Hadhrat Musa (as) tidak berhenti dan beliau (as) berkata, ‘Pesan yang Allah Ta’ala berikan kepada saya untuk dunia ini, harus saya sampaikan. Tidak ada kekuatan dunia yang bisa menghentikan saya dari hal ini.’

Inilah keadaan Hadhrat Musa (as), ini jugalah keadaan dari Hadhrat Muhammad s.a.w. dan keadaan ini jugalah yang kita lihat pada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Seluruh kaum menentang beliau. Pemerintahan pun menentang beliau (as) dengan corak demikian, meskipun di masa-masa akhir keadaannya tidak lagi seperti itu, penentangan sedikit berkurang. Bagaimanapun, kaum-kaum menentang beliau, para pengikut seluruh agama menentang beliau (as), para Maulwi menentang beliau, para Gaddi Nasyiin pun menentang beliau. Khalayak umum menentang beliau, para pejabat dan pembesar pun memusuhi beliau. Singkatnya, suatu taufan penentangan menerjang dari keempat penjuru.

Orang-orang banyak yang menasihati beliau. Beberapa orang datang sebagai teman dan mengatakan supaya beliau (as) sedikit banyak mengurangi pendakwaan-pendakwaan beliau (as). Sebagian mengatakan, jika beliau meninggalkan perkara-perkara tertentu dalam pendakwaan beliau maka semua orang akan bergabung dalam Jemaat beliau. Namun beliau (as) tidak menghiraukan satu pun perkataan mereka itu dan terus menyampaikan pendakwaan beliau. Timbul kegaduhan atas hal itu, terjadi pemukulan dan pembunuhan, namun meskipun semua penderitaan itu (yang sampai sekarang pun masih berlangsung) dan meskipun perlawanan terhadap beliau berasal dari suatu dunia yang dari segi sarana-sarana lahiriah beliau (as) benar-benar tidak memiliki kekuatan untuk menghadapinya, namun beliau (as) tetap melanjutkan perlawanan beliau (as).

Bahkan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis, “Saya ingat, beberapa kali saya mendengar dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) bahwa permisalan seorang Nabi adalah seperti yang diceritakan orang-orang, bahwa di sebuah kampung tinggallah seorang perempuan gila. Kapan pun ia keluar rumah, anak-anak laki-laki berkumpul dan mengejeknya. Mereka mengolok-oloknya dan mengganggunya. Mereka mengganggunya berkali-kali. Sebagai balasannya ia pun memaki-maki anak-anak laki-laki tersebut dan berdoa buruk.

Akhirnya, suatu hari orang-orang kampung bermusyawarah satu sama lain, ‘Perempuan ini teraniaya dan anak-anak laki-laki kita telah menyakitinya tanpa hak. Dalam keadaan teraniaya ia berdoa buruk. Jangan-jangan doa-doa buruknya itu menjadi kenyataan atau terkabul. Kita hendaknya mencegah anak-anak laki-laki kita supaya tidak mengganggunya dan ia tidak berdoa buruk.’

Setelah bermusyawarah mereka memutuskan bahwa mulai esok hari semua orang-orang di kampung harus mengurung anak-anak laki-laki mereka di rumah dan tidak mengizinkan mereka keluar. Oleh karena itu keesokan harinya semua orang mengatakan kepada anak-anak laki-lakinya, ‘Mulai hari ini jangan keluar rumah!’

Dan lebih lanjut sebagai bentuk kehati-hatian mereka memasang rantai di pintu-pintu luar mereka dan menggemboknya. Ketika hari mulai siang dan sebagaimana biasa perempuan gila tersebut keluar dari rumahnya. Untuk beberapa lama ia berjalan ke sana kemari di gang-gang, dari gang yang satu ke gang yang lain, namun ia tidak melihat seorang anak laki-laki pun. Sebelum-sebelumnya yang biasa terjadi adalah seorang anak laki-laki menyeret kakinya, seorang lagi mencubitnya, seorang lagi mendorongnya, seorang lainnya memegang tangannya dengan kasar, yang lainnya mengolok-oloknya, namun hari ini ia tidak melihat satu orang pun.

Ia menunggu hingga tengah hari, namun ketika ia melihat tidak ada seorang anak laki-laki pun yang keluar rumah ia pergi ke toko-toko dan di setiap toko ia mengatakan, ‘Tidakkah hari ini rumah kalian telah roboh dan anak-anakmu telah mati. Apa yang terjadi sehingga tidak nampak seorang pun?’

Tidak berapa lama kemudian ketika ia mendatangi setiap toko dan mengatakan seperti itu maka orang-orang berkata, ‘Caci-maki darinya itu datang juga dengan memperlakukannya seperti ini, hentikanlah cara seperti ini, mengapa menjadikan anak-anak sebagai tawanan.’

Keadaan para Nabi (as) pun memiliki corak seperti ini. Dunia menggoda mereka, mengganggu mereka, menganiaya mereka dan sedemikian rupa menzalimi mereka sehingga sulit bagi mereka untuk menjalani hidupnya. Lalu timbul perasaan di hati sekelompok orang bahwa dunia telah menzalimi mereka, hendaknya mereka tidak menzalimi para Nabi tersebut. Namun, mereka (para Nabi) tidak dapat meninggalkan dunia bahkan ketika dunia tidak mengganggu mereka, maka (para Nabi) sendiri yang akan menggoncangkan dan membangunkan dunia sehingga dunia memberikan perhatian kepada mereka, mendengarkan perkataan mereka, terserah dengan cara bagaimana pun mereka mendengarkannya. Sebagai akibat terjadinya penentangan, akhirnya akan muncul juga orang-orang yang baik.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Maulwi Muhammad Husain Batalwi adalah seorang teman Hadhrat Masih Mau’ud (as) di masa muda dan selalu menjalin hubungan baik dengan beliau (as) serta selalu memuji tulisan-tulisan beliau (as). Setelah Hadhrat Masih Mau’ud (as) mendakwakan diri, ia mengumumkan, ‘Aku-lah yang telah membesarkan orang ini dan sekarang aku juga-lah yang akan menghancurkannya.’

Pada masa itu siapa yang bisa membayangkan seorang Maulwi Muhammad Husain Batalwi yang merupakan seorang yang terhormat dan berpengaruh mengatakan mengenai seseorang bahwa ia akan menghancurkan orang itu dan kemudian ia tidak hancur. Tentu saja seseorang yang memiliki pengaruh sepertinya, jika ia mengatakan sesuatu, ia bisa juga melakukannya.

Kemudian kaum kerabat Hadhrat Masih Mau’ud (as) sendiri pun mengumumkan, bahkan beberapa mencetak artikel-artikel dalam surat-surat kabar, ‘Orang ini hanya sedang menjalankan perdgangan (bisnis), jangan memberikan perhatian kepadanya.’ Dan demikianlah, mereka berusaha membuat seluruh dunia berburuk sangka kepada beliau (as). Di usia ketika saya (Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra)) sudah mencapai dewasa, saya melihat banyak sekali orang yang bekerja kepada beliau (as) untuk mengurusi tanah atau para buruh beliau (as) yang menolak untuk bekerja. Sebenarnya yang memprovokasi mereka adalah kerabat kami juga.”

Singkatnya baik pihak internal (kerabat beliau (as)) maupun eksternal, berkeinginan untuk menghapuskan dan menghancurkan beliau (as). Akan tetapi apa yang terjadi? Hari ini nama beliau (Mirza Ghulam Ahmad) digaungkan di 212 negara. Jika ini bukan tanda kebenaran beliau (as), lantas apa lagi?

Kemudian, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan mengenai tanda kebenaran yang lainnya bersabda, “Allah Ta’ala telah menciptakan Hadhrat Masih Mau’ud (as) diantara kita dan keberadaan beliau (as) telah menjadi tanda yang nyata bagi kita. Siapapun yang duduk di samping beliau, akan tampak kepadanya kebenaran Al-Quran Karim dan Nabi Muhammad s.a.w. dan tidak ada suatu pun yang bisa memalingkannya dari Islam.

Ketika Karam Din memeja-hijaukan (menuntut di pengadilan) terhadap Hadhrat Masih Mau’ud (as), hakimnya adalah seorang Hindu. Orang-orang Aria memprovokasi hakim itu dan mengatakan bahwa Hadhrat Masih Mau’ud (as) harus dijatuhi hukuman apapun bentuknya itu. Hakim itu pun telah berjanji untuk melakukannya. Ketika mendengar hal ini Khawajah Kamaludin menjadi takut. Ia pergi ke Gurdaspur menghadap Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang mana selama masa pengadilan beliau tinggal di sana dan berkata, ‘Huzur! Orang-orang Arya telah mendapatkan janji dari hakim bahwa ia akan menjatuhkan hukuman apapun itu.’

Pada saat itu Hadhrat Masih Mau’ud (as) sedang berbaring, beliau langsung bangkit duduk dan bersabda, ‘Khawajah Sahib! Siapa yang bisa menyentuh singa Allah? Aku adalah singa Allah, dia menyentuhkan tangannya kepadaku maka lihatlah apa yang akan terjadi.’

Demikianlah yang terjadi, ada dua orang hakim dalam persidangan kasus ini, dan keduanya mendapatkan hukuman (azab) yang sangat keras. Salah seorang dari hakim itu dipecat dan yang satunya lagi anaknya tenggelam di sungai dan ia menjadi setengah gila dalam kesedihannya. Peristiwa ini begitu berkesan baginya.“

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Suatu kali saya pergi ke Delhi. Saya bertemu dengannya di Stasiun Ludhiana. Dengan penuh kesedihan dan keperihan ia mengatakan, ‘Doakanlah, semoga Allah Ta’ala memberikan saya kesabaran. Saya telah melakukan kesalahan-kesalahan besar dan keadaan saya sedemikian rupa merasa takut akan menjadi gila.’

Ia berkata, ‘Saya mempunyai seorang putera, doakanlah untuknya. Putra yang satu sudah meninggal, sekarang tinggal tersisa satu. Doakanlah semoga Allah Ta’ala menyelamatkan dia dan saya sendiri dari kehancuran dikarenakan apa yang telah kami lakukan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as).’

Singkatnya, perkataan Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah terpenuhi, yakni ‘Siapakah yang bisa menyentuh Singa Allah Ta’ala?’, dan orang-orang Arya telah gagal dalam mencapai tujuan mereka.

Kemudian beliau (ra) menulis, “Ada satu peristiwa yang menarik di zaman Hadhrat Masih Mau’ud (as), yaitu beliau (as) memiliki seorang teman yang juga adalah teman dari Maulwi Muhammad Husain Batalwi (ra). Nama beliau adalah Nizhamudin. Beliau telah haji sebanyak tujuh kali. Seorang yang sangat humoris dan periang. Dikarenakan beliau bersahabat baik dengan Hadhrat Masih Mau’ud (as) maupun dengan Maulwi Muhammad Husain Batalwi sehingga ketika Hadhrat Masih Mau’ud (as) mendakwakan pengutusan beliau (as) oleh Allah Ta’ala dan Maulwi Muhammad Husain Batalwi menjatuhkan fatwa kufur (cap kafir) atas beliau (as), hati Nizhamuddin menjadi sangat menderita karena beliau sangat yakin dengan kebaikan Hadhrat Masih Mau’ud (as).

Beliau (Nizhamuddin) tinggal di Ludhiana dan ketika para penentang mengatakan sesuatu yang menentang beliau (as) maka beliau melawan mereka dan mengatakan, ‘Pertama-tama pergilah kalian untuk melihat langsung keadaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Sahib. Beliau orang yang sangat baik. Saya kenal baik dengan beliau (Hadhrat Masih Mau’ud as). Jika dijelaskan mengenai suatu perkara berdasarkan Al-Quran, pasti beliau as akan menerimanya. Beliau tidak pernah menipu. Jika permasalahan dijelaskan menurut al-Qur’an kepada beliau yang menunjukkan beliau itu salah, pasti beliau akan menerima dan mengoreksi dirinya. Jika saya datang kepada Hadhrat Masih Mau’ud as membahas masalah ini serta membuktikan bahwa Hadhrat Isa as masih hidup dengan merujuk kepada Al-Quran, maka beliau as akan bertaubat dari pendakwaannya.’

Sering kali Nizamuddin Sahib bertengkar dengan orang-orang mengenai perkara ini dan selalu mengatakan, ‘Nanti kalau saya ke Qadian, saya akan melihat beliau bertaubat dari pendakwaannya. Saya akan membuka Al-Qur’an Karim dan meletakannya di hadapan beliau dan pada saat saya menyampaikan suatu ayat mengenai perginya Nabi Isa (as) ke langit dalam keadaan hidup maka beliau (as) akan segera mengakuinya.’

Nizhamudin Sahib mengatakan, ‘Saya mengetahui dengan baik bahwa setelah mendengar suatu perkara dari Al-Quran beliau tidak akan membantah.’

Pada suatu hari beliau berpemikiran untuk melaksanakan rencananya. Setibanya di Qadian dari Ludhiana beliau langsung mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as), ‘Apakah anda telah meninggalkan Islam dan mengingkari Al-Qur’an?’

Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjawab, ‘Bagaimana bisa seperti itu. Saya beriman kepada Al-Qur’an dan Islam adalah agama saya.’

Nizhamudin Sahib mengatakan, ‘Alhamdulillah, saya selalu mengatakan ini kepada beberapa orang bahwa beliau (Masih Mau’ud (as)) tidak akan bisa meninggalkan Al-Qur’an.’ Kemudian berkata lagi, ‘Baiklah, jika saya memperlihatkan seratus atau ratusan ayat dari Al-Quran yang membuktikan bahwa Hadhrat Isa (as) pergi ke langit hidup-hidup, apakah tuan akan mengakuinya?’

Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjawab, ‘Jangankan seratus, jika tuan memperlihatkan kepada saya satu ayat saja mengenai itu maka saya akan menerimanya.’

Nizhamudin Sahib berkata, ‘Alhamdulillah, saya selalu berdebat dengan orang-orang mengenai hal ini bahwa membuat Hadhrat Mirza Sahib mengakui Al-Quran bukanlah hal yang sulit. Inilah yang membuat orang-orang menjadi gaduh.’

Lalu beliau (Nizhamudin Sahib) mengatakan, “Baiklah, jangan ratusan, jika saya menyampaikan seratus ayat mengenai masih hidupnya Nabi Isa (as) apakah anda akan mempercayainya?”

Hadhrat Masih Mau’ud (as) lalu menjawab, “Saya telah katakan bahwa jika anda memberikan satu ayat saja maka saya akan mengakuinya. Sebagaimana mengamalkan seratus ayat di dalam Al-Qur’an adalah suatu keharusan, demikian juga mengamalkan setiap kata per ayat adalah suatu keharusan. Bukanlah persoalan satu atau seratus ayat.”

Beliau lalu berkata, ‘Baiklah, tidak seratus, lima puluh ayat saja, jika saya menyampaikannya, apakah tuan akan tetap pada janji tuan untuk meninggalkan pendapat tuan?’

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, ‘Saya telah katakan, kemukakanlah oleh tuan satu ayat saja, maka saya siap untuk mengakuinya.’

Setelah melihat keteguhan Hadhrat Masih Mau’ud (as) atas perkara ini, timbullah keraguan di dalam diri beliau, jangan-jangan di dalam Al-Quran tidak ada ayat sebanyak itu (mengenai masih hidupnya Nabi Isa (as) di langit).

Akhirnya beliau berkata, ‘Baiklah, sepuluh ayat! Jika saya mampu menyampaikannya apakah tuan pasti akan mengakuinya?’

Hadhrat Masih Mau’ud (as) tersenyum dan bersabda, ‘Saya tetap pada perkataan saya yang pertama bahwa, kemukakanlah oleh tuan satu ayat saja.’

Beliau berkata, ‘Baiklah, sekarang saya akan pergi, empat-lima hari lagi akan kembali dan akan memperlihatkan ayat-ayat dari Al-Qur’an mengenai hal itu.’

Pada waktu itu Maulwi Muhammad Husain Batalwi sedang berada di Lahore dan begitu juga dengan Hadhrat Khalifah Awwal (ra). Beliau (ra) pada saat itu sedang mengatur syarat-syarat ketentuan perdebatan dengan Maulwi Muhammad Husain Batalwi yang untuk hal itu mereka juga melakukan korespondensi. Tema debat adalah mengenai kewafatan Nabi Isa (as). Maulwi Muhammad Husain Batalwi mengatakan bahwa dikarenakan hadits merupakan penafsir (penjelasan) dari Al-Qur’an sehingga ketika suatu perkara telah terbukti dari hadits-hadits maka dapat dipahami bahwa itu jugalah yang dikatakan Al-Quran, oleh karena itu pembahasan mengenai hidup dan wafatnya Nabi Isa (as) ini harus berdasarkan hadits.

Terkait:   Riwayat Syahidnya Umar bin Khattab (Seri 20)

Sementara itu, Hadhrat Khalifah Awwal (ra) mengatakan bahwa Al-Quran lebih utama dari hadits, oleh karena itu bagaimanapun harus membuktikan pendapat masing-masing dari Al-Quran. Perdebatan mengenai hal ini berlangsung berhari-hari. Demi mempersingkat perdebatan dan supaya bagaimanapun juga tetap dilangsungkan perdebatan dengan Maulwi Muhammad Husain Batalwi, maka Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (ra) banyak mengalah dan mengiyakan perkataannya, ‘Baiklah kalau begitu.’ Maulwi Muhammad Husain Batalwi sangat senang karena beliau menerima syarat yang ia ajukan.

Pada saat itu Mia Nizamuddin Sahib juga sampai ke sana. Setelah bertemu dengan Hadhrat Masih Mau’ud (as) sampailah beliau di sana dan berkata, ‘Sekarang hentikanlah semua perdebatan. Saya datang ke sini setelah sebelumnya bertemu dengan Hadhrat Mirza Sahib dan beliau betul-betul siap untuk bertaubat. Karena saya adalah teman anda dan teman Mirza Sahib juga, oleh karenanya saya sangat menderita oleh perselisihan ini. Saya juga mengetahui bahwa Hadhrat Mirza Sahib seorang yang baik, oleh karena itu saya pergi kepada beliau dan saya telah mendapatkan janji dari beliau bahwa jika diperlihatkan kepada beliau sepuluh ayat dari Al-Quran mengenai perginya Nabi Isa (as) ke langit maka beliau akan mengakui masih hidupnya Nabi Isa (as) Beritahukanlah kepada saya sepuluh ayat tersebut.’

Maulwi Muhammad Husain Batalwi seorang yang bertabiat temperamental atau cepat marah. Ia berkata kepada temannya itu, ‘Kurang ajar! Kamu telah merusak semua usaha saya. Setelah dua bulan berdebat saya berhasil membuatnya mau berdebat berdasarkan hadits, sekarang kamu mengembalikannya lagi ke Al-Qur’an.’

Mia Nizhamudin berkata, ‘Baiklah, anda juga tidak punya sepuluh ayat untuk mendukung pendirian anda.’

Maulwi Muhammad Husain berkata, ‘Hei kamu bodoh! Apa yang kamu tahu mengenai makna dari Al-Quran.’

Ketika Maulwi Muhammad Husain mengatakan hal ini kepada Mia Nizhamudin, maka beliau berkata, ‘Baiklah! di pihak mana ada Al-Quran, maka saya akan berada di pihak itu.’ Setelah mengatakan itu beliau lalu pergi ke Qadian dan baiat di tangan Hadhrat Masih Mau’ud (as). Demikianlah peristiwa baiat beliau.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis, “Perhatikanlah! Begitu yakinnya Hadhrat Masih Mau’ud (as) kepada Al-Qur’an dan dengan begitu percaya dirinya beliau mengatakan bahwa Al-Quran tidak mungkin bertentangan dengan beliau (as). Ini bukanlah berarti Al-Qur’an memiliki kedekatan khusus dengan Hadhrat Masih Mau’ud (as) atau hubungan khusus dengan Jemaat Ahmadiyah melainkan Al-Qur’an memperlihatkan jalan kebenaran dan akan mendukung pihak yang benar. Maka dari itu, Hadhrat Masih Mau’ud (as) merasa yakin bahwa beliau adalah benar, dan Al-Quran juga mendukung beliau.

Karena itu, beliau berulangkali bersabda, ‘Jika ada suatu pendakwaan saya yang tidak sesuai dengan Al-Quran, akan saya lemparkan itu ke tempat sampah.’ Ini tidaklah berarti Hadhrat Masih Mau’ud (as) memiliki keraguan atas pendakwaan beliau, melainkan penyebab perkataan beliau itu adalah karena beliau yakin bahwa Al-Quran membenarkan beliau. Ini adalah harapan yang telah memberikan beliau kesuksesan di dunia ini.” [11]

Hari ini pun ini menjadi sarana kita untuk meraih kesuksesan dan menyebarkan pesan Hadhrat Masih Mau’ud (as) di dunia ini. Suatu keniscayaan bahwa Al-Qur’an bersama kita.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Ingatlah! Janji Allah itu pasti benar. Sesuai dengan janji-Nya, Dia telah mengutus seorang pemberi peringatan ke dunia ini. Dunia tidak menerimanya namun Allah Ta’ala pasti akan menerimanya dan dengan serangan-serangan yang dahsyat akan Dia nyatakan kebenarannya. Saya katakan kepada Anda sekalian dengan sebenar-benarnya, saya datang sebagai Al-Masih yang dijanjikan, sesuai dengan janji Allah Ta’ala. Terimalah atau tolaklah sesuai keinginan kalian. Tapi, penolakan kalian tidak akan merugikan saya sedikit pun. Apapun yang telah Allah Ta’ala janjikan pasti terjadi karena Dia telah berfirman sebagaimana tercantum dalam Barahin-e-Ahmadiyyah, صدق الله ورسولُه وكان وعدًا مفعولاً (Allah dan Nabi-Nya telah berkata benar dan janji tersebut pasti akan terjadi).”[12]

Saya ingin menyampaikan sedikit perihal kejadian yang terjadi di Selandia Baru (New Zealand). Seharusnya saya mengatakan Jumat yang lalu namun terlupa.[13] Setelah kejadian itu saya perintahkan untuk mengadakan Pers Rilis untuk menyampaikan ucapan duka dari pihak Jemaat. Banyak sekali orang yang tidak berdosa, anak anak menjadi sasaran kekejian yang disebabkan kebencian atas suatu agama. Mereka disyahidkan. Semoga Allah Ta’ala mengasihi mereka semua. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran.

Pada kesempatan ini, ada beberapa hal sangat bermanfaat yang ingin saya sampaikan bahwa pemerintah Selandia Baru (New Zealand) dan secara khusus Perdana Menterinya telah memperlihatkan akhlak mulia dan menunaikan pelaksanaan kewajiban-kewajiban sebuah pemerintahan. Itu sangat luar biasa. Semoga pemerintah-pemerintah Muslim dapat mengambil pelajaran darinya dan memainkan peranan penting dalam menuntaskan kebencian agama.

Orang-orang awam (masyarakat umum) di sana juga ikut serta sepenuhnya mendukung Pemerintah. Saya mendengar bahwa Jumat hari ini, Radio dan Televisi mengumumkan akan menyiarkan azan mereka di Televisi dan Radio sebagai perlakuan kebersamaan dengan orang-orang Islam pada waktu Jumat. Perempuan-perempuan Non-Muslim (Kristen) juga mengumumkan untuk mengenakan selendang dan tutup kepala sebagai ekspresi kebersamaan. Semoga Allah Taala menerima kebaikan-kebaikan mereka tersebut dan menganugerahkan taufik juga kepada mereka untuk mengenal kebenaran dan perkara yang hak.

Banyak orang Islam di sana yang disyahidkan di dalam masjid oleh pembunuh yang zalim tersebut. Seorang perempuan diwawancarai di Televisi dan memperlihatkan kesabaran yang luar biasa. Suami dan putranya yang berusia 21 tahun wafat dalam kejadian itu yang mana mereka telah mengorbankan jiwanya demi untuk menyelamatkan orang lain. Walhasil, demi kebaikan dan maksud yang baik ia telah mengorbankan nyawa. Semoga Allah Taala memperlakukan mereka dengan kasih sayang-Nya.

Peristiwa itu ialah suatu peristiwa yang amat patut disesalkan sedangkan orang-orang Islam di sana telah memperlihatkan kesabaran dan semangat penuh. Inilah yang dapat diharapkan dari seorang Muslim. Inilah ekspresi yang harus diutarakan oleh seorang Muslim.

Namun, beberapa kelompok garis keras mengumumkan akan menuntut balas padahal ini perkara yang amat salah. Dengan melakukan demikian, permusuhan akan terus sengit. Semoga kelompok-kelompok garis keras dalam Islam berakhir dan ajaran Islam yang hakiki nan indah menyebar di dunia. Semoga Allah Taala juga menganugerahkan taufik kepada orang-orang Islam supaya mayoritas mereka, bahkan keseluruhannya menerima Imam Zaman dan supaya mereka bersatu dan ajaran Islam yang hakiki nan indah dapat disebarkan di dunia.

Selain itu, setelah salat, saya juga akan memimpin salat jenazah gaib. Pertama adalah jenazah Maulana Khurshid Ahmad Anwar Sahib, Wakilul Mal Tahrik Jadid Qadian. Pada tanggal 19 Maret, beliau wafat dalam usia 73 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Dengan karunia Allah Taala, beliau adalah seorang mushi. Beliau menderita sakit akibat kanker lama sekali. Akan tetapi, beliau menghadapi penyakit tersebut dengan begitu sabar, tabah dan semangat. Beliau menahan penyakit tersebut. Meskipun menderita sakit keras, beliau tidak pernah lengah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban utama beliau. Beliau rutin datang ke kantor, bahkan berusaha untuk melaksanakan wakafnya hingga napas terakhir dalam corak yang sangat bagus sejauh dapat dilakukan, bahkan hak yang mesti ditunaikan, saya anggap hak tersebut telah beliau tunaikan.

Almarhum adalah putra dari Bpk. Abdul Azim, seorang darwesy Qadian dan ibu Raisah Begum. Ayah Almarhum berasal dari Pindi Pathiyan. Di dalam keluarga mereka, ayah Almarhum adalah yang mendapatkan taufik untuk menerima Ahmadiyah paling pertama. Setelah baiat, kakek beliau sangat menentang beliau dan mengecam beliau. Kemudian, beliau hijrah ke Qadian dan mukim di Qadian secara permanen.

Pada masa kanak-kanak, Almarhum sempat bergaul dengan para sahabat terkemuka dan para darwesy Qadian di lingkungan Qadian. Beliau lulus ujian Matrikulasi (SMP) dari Ta’limul Islam School Qadian. Kemudian, beliau masuk ke dalam Madrasah Ahmadiyah. Pada tahun 1967, beliau lulus ujian Maulwi Fazil (HA) dari Madrasah Ahmadiyah Qadian. Di Madrasah Ahmadiyah Qadian juga beliau pertama kali ditetapkan sebagai guru. Setelah itu, pada tahun 1982, beliau ditetapkan sebagai manager surat kabar Badar. Dalam waktu yang cukup lama, beliau juga sebagai editor surat kabar Badar. Pada tahun 1989, beliau mendapatkan taufik untuk berkhidmat sebagai Nazim Irsyad Waqfi Jadid Qadian. Demikian pula, beliau juga mendapatkan taufik untuk berkhidmat sebagai Naib Nazir Isyaat Sadr Majelis Khuddamul Ahmadiyah India, Naib Nazir Baitul Mal Amad.

Pada tahun 2006, saya menetapkan beliau sebagai Wakilul Mal Tahrik Jadid dan beliau terus melaksanakan pengkhidmatan ini dalam corak yang amat baik dengan jabatan itu hingga wafat. Begitu juga, beliau sebagai sadr (ketua) dan member (anggota) beberapa komite penting markas. Dalam pribadi beliau terdapat keahlian dalam pengelolaan yang sangat baik dan beliau melaksanakan kewajibannya dengan senang hati dan kerja keras.

Beliau mengokohkan posisi India dalam candah Tahrik Jadid. Beliau telah berusaha keras. Tadinya India sangat terbelakang dalam total pengumpulan chandah itu dan dengan karunia Allah, beliau memajukannya dari segi pengorbanan-pengorbanan. Beliau adalah sosok yang mempunyai rasa simpati mendalam terhadap uang jemaat dan mengeluarkannya dengan penuh hati-hati. Beliau juga sangat baik dalam skill (ketrampilan) ilmiah. Artikel-artikel yang beliau tulis sangat indah. Beliau mendapat taufik untuk menjadi editor sukses suratkabar Badar Qadian hingga bertahun-tahun. Editorial-editorial beliau dalam suratkabar Badar penuh dengan pengetahuan-pengetahuan agama dan tercantum kefasihan dan artikulasi yang baik dari bahasa Urdu.

Dulu biasa ada perlombaan di Haidarabad Dekan. Sebuah organisasi Ta’mir Millat biasa mengadakan perlombaan tentang sirah (riwayat hidup) RasuluLlah saw. Di sana juga, suatu kali beliau menulis artikel dan mendapat penghargaan pertama. Itu terjadi 40 tahun silam ketika beliau masih muda.

Almarhum adalah wujud yang memiliki banyak kelebihan. Beliau mempunyai sifat rendah hati, penjamu tamu dan pekerja keras. Sebelum jalsah salanah, beliau mempersiapkan kedatangan tamu-tamu dengan penuh cinta. Meskipun sarana prasarana terbatas, beliau mengatur penjamuan tamu dengan sangat baik. Beliau memiliki banyak gagasan. Beliau simpati terhadap orang-orang miskin. Beliau sangat taat kepada atasannya. Mempunyai ikatan yang dalam terhadap khilafat. Masa pengkhidmatan beliau kira-kira 52 tahun. Beliau memiliki 4 anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Seorang putra tinggal di sini dan seorang putri tinggal di Amerika dan yang lain di Qadian.

Menantu beliau, Khalid Ahmad Aladin Sahib menulis, “Pada hari-hari sakitnya beliau, saya pernah menyarankan kepada beliau untuk istirahat, namun beliau senantiasa menjawab, ‘Saya ingin hadir di hadapan Allah Taala dalam berkhidmat hingga akhir hayat.’  Beliau telah tunaikan janji ini.”

Naib Sadr Majelis Tahrik Jadid beliau menulis, “Saya punya ikatan dengan beliau semenjak masa sekolah. Pada berbagai kesempatan, saya mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan beliau. Pada saat beliau ditetapkan sebagai Naib Nazir Baitul Mal Amad, saat itu beliau bekerja sama dengan saya hingga masa yang lama dengan sangat bagus. Beliau sangat taat, rajin dan jujur. Beliau sangat memperhatikan dan mempunyai pengetahuan mendalam tentang urusan keuangan. Ketika menjadi Wakilul Maal, anggaran tahrik jadid diserahkan kepada beliau. Pada saat baru penunjukkan itu, anggarannya baru beberapa ratus ribu tapi dengan karunia Allah Taala berubah menjadi puluhan juta. Semoga Allah Taala meninggikan derajat beliau dan menganugerahkan taufik kepada putra putri beliau untuk meneruskan kebaikan-kebaikan beliau.”

Jenazah kedua adalah Tahir Husain Munsyi Sahib, Naib Amir Fiji yang wafat pada tanggal 5 Maret dalam usia 72 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Beliau adalah pengkhidmat lama jemaat Fiji. Beliau mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai naib Amir dengan masa yang lama. Beliau adalah insan yang sangat baik, rajin berdoa, mukhlis dan setia. Dengan karunia Allah Taala, beliau adalah mushi. Beliau telah melunasi bagian jaidadnya selama masih hidup. Beliau meninggalkan seorang putra dan seorang putri. Keduanya belum Ahmadi. Dengan karunia Allah Taala, beliau telah tersohor dalam pengkhidmatan di bidang pendidikan di Fiji. Beliau pernah menjadi principal college (kepala sekolah).

Di dalam Ministry of Education (kementrian pendidikan), beliau sebagai Principal (Kepala) Secondary School dan Officer Education. Setelah itu, beliau meningkat menjadi deputy director of education. Beliau pensiun pada tahun 1999 pada pos tersebut. Kemudian, beliau dipekerjakan kembali oleh pemerintah dan dijadikan sebagai anggota public accounts committee yang berlangsung cukup lama. Kemudian, setelah sakit, beliau berhenti.

Tentang baiatnya beliau, Hamid Husain Sahib (ketua Jemaat Nasarbangga menceritakan, “Ketika Munsyi Sahib ditempatkan bertugas pertama kali di sekolah dasar Nasarbangga pada tahun 1968, saat itu saya sebagai sekretaris sekolah. Oleh karena itu, saya berkawan dengan beliau. Banyak waktu kita lewati bersama. Meskipun saat itu beliau menjadi penentang jemaat, beliau mau mendengarkan perihal Ahmadiyah dari berbagai segi dan berdebat juga. Ketika itu beliau termasuk kaum Sunni, latar belakang beliau (Munsyi Sahib). Setiap kali beliau memanggil maulwinya (kyainya) untuk berdebat melawan para Ahmadi, Maulwi tersebut menolak sehingga beliau amat sesalkan. Setelah itu, Allah Taala menurunkan karunia besar kepada beliau dan menganugerahkan taufik kepada beliau untuk menerima Imam Zaman.”

Hamid Husain Sahib menceritakan bagaimana Almarhum mendapatkan taufik untuk membalas kebaikan, “Suatu kali Munsyi Sahib kembali dari Qadian, kemudian mengatakan kepada saya, ‘Saya (Munsyi Sahib) telah banyak berdoa untuk kamu di baitud dua sehingga Allah Taala telah menganugerahkan taufik kepada saya melalui beliau sampai kedudukan ini, yakni menerima Ahmadiyah.’”

Ketika beliau pergi ke baitud dua, kemudian terus berdoa bagi Hamid Husain Sahib karena orang inilah yang telah berbuat banyak jasa kepadanya yang membuatnya mampu menerima Ahmadiyah. Hanya seorang Ahmadi-lah yang dapat berfikir untuk mendoakan orang yang pernah berbuat baik padanya dalam corak seperti itu. Pada masa Hadhrat Khalifatul Masih IV rh, beliau ditetapkan sebagai naib Amir Fiji.

Naim Iqbal Sahib, seorang mubalig menulis, “Almarhum adalah wujud yang amat setia. Beliau mempunyai ikatan setia terhadap khilafat. Beliau juga mendorong orang lain untuk menghormati dan menaati khilafat. Beliau setiap saat memperlihatkan teladan mulia. Ketika ada pertentangan tentang suatu masalah, tetapi ketika beliau tahu bahwa Khalifatul Masih telah mengutarakan pendapat tentang hal tersebut, beliau langsung meninggalkan pendapatnya sendiri.”

Jenazah ketiga adalah Musa Siskoo Sahib, seorang penduduk Mali. Beliau wafat pada tanggal 15 Februari. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Beliau adalah komandan brigadir di dalam ketentaraanr. Beliau mengenal Ahmadiyah lewat sebuah majalah Jemaat yang melaluinya beliau secara kontinyu kontak mubalig di daerah Waskaso. Pada bulan November 2012, beliau mendapat taufik untuk menerima Ahmadiyah. Pada tahun 2013, beliau ditetapkan sebagai direktur di stasiun radio Jemaat di kota Waskaso dan di tahun itu juga beliau ditetapkan sebagai ketua jemaat.

Setelah berdiri stasiun radio di daerah Waskaso, muncul penentangan luar biasa. Saat itu beliau menghadapi keadaan dengan begitu hikmat dan sabar serta tabah dan mengeluarkan solusi terhadap semua masalah. Beliau kontak dengan pihak terkait kemudian memperkenalkan jemaat kepada mereka. Selain itu, sejak tahun 2016 beliau mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai sekretaris ummur kharijiah (urusan luar) dalam kepengurusan nasional. Setelah baiat, beliau mewakafkan diri untuk tugas-tugas jemaat.

Selain salat berjemaah, beliau dawam menunaikan tahajjud. Beliau adalah insan yang sangat mukhlis dan setia. Beliau memiliki kecintaan luar biasa terhadap khilafat. Beliau selalu awal dalam mengucapkan labbaik terhadap setiap instruksi khilafat. Selain meninggalkan dua orang istri, beliau meninggalkan 10 anak perempuan dan 5 anak laki-laki.

Semoga Allah Taala meninggikan derajat semuanya dan menganugerahkan taufik kepada keturunan beliau terhadap kebaikan-kebaikan. Anak keturunan Munsyi Sahib belum menjadi Ahmadi. Semoga Allah Taala menganugerahkan taufik kepada mereka juga supaya mereka menerima Imam Zaman.

[aamiin]

.

Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –

وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penerjemah                : Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK), Mln. Hasyim dan Mln. Agus Mulyana; Editor: Dildaar Ahmad Dartono (Indonesia). Rujukan komparasi pemeriksaan naskah: www.Islamahmadiyya.net (bahasa Arab)


[1] Kitabul Bariyyah, Isytihar Wajibul Izhar, Ruhani Khazain 13, halaman 18

[2] Shahih Muslim, Kitab al-Iman, bab Nuzul Isa ibn Maryam haakiman bi syari’ati Nabiyyina Muhammadin shallAllahu ‘alaihi wa sallam (bab tentang turunnya Isa putra Maryam sebagai hakim dengan syariat Nabi kita, Muhammad saw.) Abu Hurairah meriwayatkan, RasuluLlah saw. bersabda: «وَاللَّهِ لَيَنْزِلَنَّ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَادِلًا فَلَيَكْسِرَنَّ الصَّلِيبَ، وَلَيَقْتُلَنَّ الْخِنْزِيرَ، وَلَيَضَعَنَّ الْجِزْيَةَ، وَلَتُتْرَكَنَّ الْقِلَاصُ فَلَا يُسْعَى عَلَيْهَا، وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ وَالتَّحَاسُدُ، وَلَيَدْعُوَنَّ إِلَى الْمَالِ فَلَا يَقْبَلُهُ أَحَدٌ» ‘Wallaahi! Layanzilanna bnu Maryama hakaman ‘aadilan falyaksirannash shaliiba, walayaqtulannal khinziira, walayadha’annal jizyata, walatutrakannal qilaashu falaa yus’aa ‘alaiiha, walatadzhabannasy syahnaa-u wat tabaaghudhu wat tahaasudu, walayad’uwanna ilal maali falaa yaqbaluhu ahad.’ – “Sungguh, demi Allah! Ibnu Maryam akan turun sebagai hakim yg adil, lalu dia mematahkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah, unta-unta muda akan ditinggalkan dan takkan dibebani diatasnya, tak berusaha mendapatkannya, hilanglah permusuhan, saling melakukan kebencian dan hasad, dan ia akan mengajak untuk menerima harta namun tak ada seorang pun yang menerimanya.”

[3] إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ inna nahnu nazzalnadz dzikra wa inna lahu lahaafizhuun – ‘Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami-lah yang menjaganya’ (Surah al-Hijr ayat 10)

[4] Sunan ad-Daruquthni, bab shifat shalatul khusuf wal kusuf.

“إِنَّ لِمَهْدِينَا آيَتَيْنِ لَمْ تَكُونَا مُنْذُ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، تَنْكَسِفُ الْقَمَرُ لأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَتَنْكَسِفُ الشَّمْسُ فِى النِّصْفِ مِنْهُ، وَلَمْ تَكُونَا مُنْذُ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ. “Untuk Mahdi kami akan terdapat dua tanda, semenjak Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi kedua tanda ini tidak pernah timbul di dalam waktu seorang Utusan atau Rasul Allah mana pun. Salah satu diantaranya adalah di zaman Mahdi Mau’ud gerhana bulan akan terjadi pada awal bulan Ramadhan, yakni tanggal 13; selanjutnya ialah gerhana matahari pada pertengahan diantara hari-hari biasa terjadinya gerhana, yakni pada tanggal 28 di dalam bulan Ramadhan itu juga dan peristiwa seperti itu semenjak dunia diciptakan di zaman seorang Nabi atau Rasul manapun tidak pernah terjadi, hanyalah ditetapkan di waktu datangnya Imam Mahdi.”

[5] Shahih Muslim, Kitab tentang Haji (كتاب الحج), (باب صِيَانَةِ الْمَدِينَةِ مِنْ دُخُولِ الطَّاعُونِ وَالدَّجَّالِ إِلَيْهَا). Abu Hurairah meriwayatkan Nabi saw bersabda, ” يَأْتِي الْمَسِيحُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ ، وَهِمَّتُهُ الْمَدِينَةُ حَتَّى يَنْزِلَ دُبُرَ أُحُدٍ ، ثُمَّ تَصْرِفُ الْمَلائِكَةُ وَجْهَهُ قِبَلَ الشَّامِ وَهُنَالِكَ يَهْلِكُ “Al-Masih ad-Dajjal akan datang dari arah Timur….”; Jami’ Tirmidzi dengan Syarahnya Tuhfatul Ahwadzi, Bab Maa Saa-a min Aina Yakhruju Ad-Dajjal 6: 495: عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( الدَّجَّالُ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضٍ بِالْمَشْرِقِ يُقَالُ لَهَا خُرَاسَانُ يَتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ )) Dajjal akan keluar dari bumi ini di bagian timur yang bernama Khurasan…”

[6] Anjaam-e-Atham, Ruhani Khazain jilid 11, h. 324-327 (انجام آتھم۔ روحانی خزائن جلد۱۱ صفحہ ۳۲۴ تا ۳۲۸): در أربعين آمده است كه خروج مهدي از قريه كدعه باشد; dan Jawahirul Asrar (جواهر الاسرار). Nama desa Imam Mahdi di beberapa Kitab memang beda-beda. Ada yang menyebut Karimah, Kar’ah, Qarjah dst. Jawahirul Asrar ditulis dalam bahasa Parsi (Persia, Iran) karya Sheikh Hamza Bin Ali Malik ath-Thusi (جمال الدين، وقيل فخر الدين، وقيل نور الدين حمزة بن علي، وقيل عبد الملك بن مالك الهاشمي البيهقي الاسفرايني الطوسي، المشتهر في شعره بآذري) Penulis Jawahirul Asrar ini, dikenal juga dengan sebutan Āzari (Ādari) Tusi, Nuruddin (or Fakhruddin) ESFARĀYENĪ BAYHAQĪ, penyair Sufi Syiah yang hidup pada 784-866 H atau 1382-1462 di Esfarāyen yang sekarang termasuk Provinsi Khorasan Utara, Iran. Ia dua kali berhaji ke Makkah. Dia pernah tinggal di Kesultanan Bahmani (Persia Syiah) di Dekkan, India Tengah yang memisahkan diri dari Kesultanan Delhi. Ia juga murid Shah Neʿmatallāh Walīy. Hujajul Kiramah (حجج الکرامہ صفحہ ۳۵۸) karya Nawab Shiddiq Hasan Khan (نواب صدیق حسن خان صاحب): مہدی کدعہ نامی گاؤں میں پیدا ہوگا

[7] Malfuzhat

[8] Malfuzhat

[9] Malfuzhat

[10] Tafsir Kabir jilid 6, h. 487.

[11] Khuthubaat-e-Mahmud, jilid 13, h. 416-418, khotbah jumat 8-4-1932

[12] Al-Hakam, 10-09-1901, h. 1-2; Malfuzhat jilid 1, h. 208, edisi 1985, terbitan UK

[13] Selandia Baru 13 jam lebih cepat dibanding Inggris. Jadi, hari Jumat jam dua siang di Selandia Baru sama dengan jam 1 dini hari di Inggris. Di Indonesia, jam 8 atau 9 pagi.

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.