Peristiwa dalam Kehidupan Hazrat Rasulullah saw. – Perang Khandaq

perang parit

Peristiwa dalam Kehidupan Hazrat Rasulullah saw. – Perang Khandaq

Khotbah Jumat Sayyidinā Amīrul Mu’minīn, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalīfatul Masīḥ al-Khāmis (ayyadahullāhu Ta’ālā binashrihil ‘azīz) pada 6 September 2024 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)

Hari ini saya akan membahas tentang Perang Khandaq atau Perang Ahzab yang terjadi pada tahun 5 Hijriah, bertepatan dengan bulan Februari dan Maret 627 M. Perang Ahzab disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَآءَتۡکُمۡ جُنُوۡدٌ فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ رِیۡحًا وَّجُنُوۡدًا لَّمۡ تَرَوۡہَا ؕ وَکَانَ اللّٰہُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرًا ۚ﴿۱۰﴾ اِذۡ جَآءُوۡکُمۡ مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ وَمِنۡ اَسۡفَلَ مِنۡکُمۡ وَاِذۡ زَاغَتِ الۡاَبۡصَارُ وَبَلَغَتِ الۡقُلُوۡبُ الۡحَنَاجِرَ وَتَظُنُّوۡنَ بِاللّٰہِ الظُّنُوۡنَا ﴿۱۱﴾ ہُنَالِکَ ابۡتُلِیَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَزُلۡزِلُوۡا زِلۡزَالًا شَدِیۡدًا ﴿۱۲﴾ وَاِذۡ یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَالَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا اللّٰہُ وَرَسُوۡلُہٗۤ اِلَّا غُرُوۡرًا ﴿۱۳﴾ وَاِذۡ قَالَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡہُمۡ یٰۤاَہۡلَ یَثۡرِبَ لَا مُقَامَ لَکُمۡ فَارۡجِعُوۡا ۚ وَیَسۡتَاۡذِنُ فَرِیۡقٌ مِّنۡہُمُ النَّبِیَّ یَقُوۡلُوۡنَ اِنَّ بُیُوۡتَنَا عَوۡرَۃٌ ؕۛ وَمَا ہِیَ بِعَوۡرَۃٍ ۚۛ اِنۡ یُّرِیۡدُوۡنَ اِلَّا فِرَارًا ﴿۱۴﴾  وَلَوۡ دُخِلَتۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ اَقۡطَارِہَا ثُمَّ سُئِلُوا الۡفِتۡنَۃَ لَاٰتَوۡہَا وَمَا تَلَبَّثُوۡا بِہَاۤ اِلَّا یَسِیۡرًا ﴿۱۵﴾ وَلَقَدۡ کَانُوۡا عَاہَدُوا اللّٰہَ مِنۡ قَبۡلُ لَا یُوَلُّوۡنَ الۡاَدۡبَارَ ؕ وَکَانَ عَہۡدُ اللّٰہِ مَسۡـُٔوۡلًا ﴿۱۶﴾ قُلۡ لَّنۡ یَّنۡفَعَکُمُ الۡفِرَارُ اِنۡ فَرَرۡتُمۡ مِّنَ الۡمَوۡتِ اَوِ الۡقَتۡلِ وَاِذًا لَّا تُمَتَّعُوۡنَ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿۱۷﴾ قُلۡ مَنۡ ذَا الَّذِیۡ یَعۡصِمُکُمۡ مِّنَ اللّٰہِ اِنۡ اَرَادَ بِکُمۡ سُوۡٓءًا اَوۡ اَرَادَ بِکُمۡ رَحۡمَۃً ؕ وَلَا یَجِدُوۡنَ لَہُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَلِیًّا وَّلَا نَصِیۡرًا ﴿۱۸﴾ قَدۡ یَعۡلَمُ اللّٰہُ الۡمُعَوِّقِیۡنَ مِنۡکُمۡ وَالۡقَآئِلِیۡنَ لِاِخۡوَانِہِمۡ ہَلُمَّ اِلَیۡنَا ۚ وَلَا یَاۡتُوۡنَ الۡبَاۡسَ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿ۙ۱۹﴾ اَشِحَّۃً عَلَیۡکُمۡ ۚۖ فَاِذَا جَآءَ الۡخَوۡفُ رَاَیۡتَہُمۡ یَنۡظُرُوۡنَ اِلَیۡکَ تَدُوۡرُ اَعۡیُنُہُمۡ کَالَّذِیۡ یُغۡشٰی عَلَیۡہِ مِنَ الۡمَوۡتِ ۚ فَاِذَا ذَہَبَ الۡخَوۡفُ سَلَقُوۡکُمۡ بِاَلۡسِنَۃٍ حِدَادٍ اَشِحَّۃً عَلَی الۡخَیۡرِ ؕ اُولٰٓئِکَ لَمۡ یُؤۡمِنُوۡا فَاَحۡبَطَ اللّٰہُ اَعۡمَالَہُمۡ ؕ وَکَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿۲۰﴾ یَحۡسَبُوۡنَ الۡاَحۡزَابَ لَمۡ یَذۡہَبُوۡا ۚ وَاِنۡ یَّاۡتِ الۡاَحۡزَابُ یَوَدُّوۡا لَوۡ اَنَّہُمۡ بَادُوۡنَ فِی الۡاَعۡرَابِ یَسۡاَلُوۡنَ عَنۡ اَنۡۢبَآئِکُمۡ ؕ وَلَوۡ کَانُوۡا فِیۡکُمۡ مَّا قٰتَلُوۡۤا اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿٪۲۱﴾ لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَالۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَذَکَرَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ۲۲﴾ وَلَمَّا رَاَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡاَحۡزَابَ ۙ قَالُوۡا ہٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ وَرَسُوۡلُہٗ وَصَدَقَ اللّٰہُ وَرَسُوۡلُہٗ ۫ وَمَا زَادَہُمۡ اِلَّاۤ اِیۡمَانًا وَّتَسۡلِیۡمًا ﴿ؕ۲۳﴾ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ رِجَالٌ صَدَقُوۡا مَا عَاہَدُوا اللّٰہَ عَلَیۡہِ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ قَضٰی نَحۡبَہٗ وَمِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّنۡتَظِرُ ۫ۖ وَمَا بَدَّلُوۡا تَبۡدِیۡلًا ﴿ۙ۲۴﴾ لِّیَجۡزِیَ اللّٰہُ الصّٰدِقِیۡنَ بِصِدۡقِہِمۡ وَیُعَذِّبَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ اِنۡ شَآءَ اَوۡ یَتُوۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿ۚ۲۵﴾ وَرَدَّ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِغَیۡظِہِمۡ لَمۡ یَنَالُوۡا خَیۡرًا ؕ وَکَفَی اللّٰہُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الۡقِتَالَ ؕ وَکَانَ اللّٰہُ قَوِیًّا عَزِیۡزًا ﴿ۚ۲۶﴾

“Hai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika laskar-laskar persekutuan datang menyerangmu maka Kami pun mengirimkan kepada mereka angin taufan dan laskar-laskar Kami yang kamu tidak melihatnya. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

“Ketika mereka datang menyerangmu dari atasmu dan dari bawahmu, dan ketika penglihatanmu melantur dan hatimu sampai tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah bermacam-macam sangkaan,”

“Di sanalah orang-orang mukmin diuji dan mereka digoncangkan dengan suatu goncangan yang sangat keras.”

“Dan ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit berkata, “Tidaklah Allah dan Rasul-Nya menjanjikan kepada kami kecuali tipu-daya belaka!

“Dan ketika segolongan dari mereka yang munafik berkata,“Wahai orang-orang Yatsrib! Kamu tidak akan dapat bertahan terhadap serangan musuh, maka kembalilah kamu!” Dan segolongan dari mereka meminta izin kepada Nabi seraya berkata, “Sesungguhnya rumah kami terbuka,”padahal rumah mereka tidak terbuka, tidak lain yang mereka inginkan hanyalah melarikan diri.”

“Dan seandainya musuh memasuki kota Medinah dari seluruh penjurunya kemudian mereka diminta bergabung dalam kerusuhan melawan kaum Muslimin niscaya mereka akan melakukannya, dan mereka tidak akan tinggal di Medinah kecuali sebentar saja.”

“Dan sungguh, mereka sebelumnya telah mengikat janji dengan Allah, mereka tidak akan memalingkan punggung mereka. Dan perjanjian mereka dengan Allah pasti akan diminta pertanggungjawaban.”

“Katakanlah, ”Lari sekali-kali tidak akan bermanfaat bagi kamu jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika demikian kamu tidak akan diberi kesenangan kecuali sedikit.”

“Katakanlah, ”Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari Allah jika Dia berkehendak menimpakan keburukan kepada kamu, atau jika Dia berkehendak memberi rahmat kepada kamu?”Dan mereka tidak akan mendapatkan bagi mereka pelindung dan tidak pula penolong selain Allah.”

“Sungguh Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi dari antara kamu dan yang berkata kepada saudara-saudara mereka, “Datanglah kepada kami”, dan mereka tidak datang untuk berperang kecuali sebentar.”

“Mereka kikir terhadapmu, lalu apabila datang bahaya, engkau melihat mereka memandang kepada engkau dengan mata yang terbalik-balik seperti orang pingsan karena dihampiri kematian.Tetapi apabila bahaya telah hilang mereka menyerang engkau dengan lidah yang tajam karena mereka tamak terhadap kebaikan yakni harta yang datang kepada engkau. Mereka itu tidak pernah beriman, maka Allah menghapuskan amal mereka, dan yang demikian itu sangat mudah bagi Allah.”

“Mereka mengira laskar-laskar persekutuan itu belum pergi, dan jika laskar-laskar persekutuan itu datang lagi mereka menginginkan seandainya mereka berada di antara orang-orang Arab penghuni gurun pasir sambIl menanyakan berita tentang kamu. Dan seandainya mereka berada di antara kamu mereka sama sekali tidak akan ikut berperang kecuali sebentar.”

“Sungguh bagi kamu dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang terbaik untuk orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan Hari Akhir, dan yang banyak mengingat Allah.”

Terkait:   Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: Keistimewaan Yang Khas dan Unggul dari Al-Qur'an

“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat laskar-laskar persekutuan, mereka berkata, “Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Dan hal itu tidak menambah mereka kecuali keimanan dan kepatuhan.”

“Di antara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang telah menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah,maka sebagian dari mereka telah memenuhi nadzarnya, mati syahid, dan di antara mereka ada yang masih menunggu, dan mereka tidak merubah janjinya sedikit pun.”

“Supaya Allah memberikan balasan orang-orang yang benar karena kebenaran mereka dan menghukum orang-orang munafik,jika Dia menghendaki, atau memberi ampunan kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

“Dan Allah telah mengembalikan orang-orang yang ingkar dalam kemarahan mereka dan mereka tidak memperoleh kebaikan apa pun. Dan Allah mencukupi orang-orang mukmin dalam perang itu. Dan Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (Al-Ahzab: 10-26)

Ini adalah terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an tadi. Mengenai sebab penamaan perang ini, yakni bagaimana perang diberi nama; perang ini disebut juga Perang Khandaq karena bertentangan dengan kebiasaan Arab pada umumnya, ini adalah pertama kalinya umat Islam berperang secara bertahan dengan menggali parit. Perang ini disebut juga Perang Ahzab. Al-Qur’an telah memberikan nama ini. Ahzab adalah bentuk jamak dari hizb yang berarti kelompok atau golongan. Karena dalam perang ini berbagai kelompok dan golongan Arab bersatu untuk menyerang umat Islam, maka perang ini disebut Perang Ahzab.

Latar belakang yang disebutkan adalah bahwa pada bulan Rabiulawal tahun 4 Hijriah, suku Yahudi Bani Nadhir diusir dari Madinah karena melanggar perjanjian serta melakukan pemberontakan dan persekongkolan untuk membunuh Nabi saw.. Hukuman untuk suku pengkhianat dan pemberontak ini sebenarnya jauh lebih berat. Akan tetapi atas permintaan mereka, Rasulullah saw.. dengan sikap pengampun dan belas kasihan, [memutuskan] mengusir mereka. Suku ini kemudian pindah ke Khaibar, yang terletak tidak jauh dari Madinah, dengan membawa semua perlengkapan mereka. Namun, baru saja empat bulan berlalu, orang-orang Yahudi yang tidak tahu berterima kasih dan suka bersekongkol ini membuat rencana yang mengerikan untuk melawan Rasulullah saw. dan Islam, dengan tujuan untuk menghancurkan umat Islam sepenuhnya. Sesuai rencana, pemimpin Bani Nadhir, Huyayy bin Akhtab, yang layak disebut Abu Jahal dari Yahudi karena kesombongan, keangkuhan dan kebenciannya terhadap Islam, pergi ke Makkah bersama para pemimpin utamanya dan bertemu dengan Abu Sufyan dan para pemuka Quraisy lainnya. Ia berkata kepada Quraisy, “Kami bersama kalian. Kami bertekad untuk menghapus nama dan jejak Muhammad saw.. dan para pengikutnya. Kami datang kepada kalian agar kita semua bersama-sama membuat perjanjian melawan Muhammad saw.. dan para pengikutnya.”

Apa lagi yang diinginkan oleh kaum musyrik Quraisy? Mereka sudah sejak awal memiliki niat berdarah ini dan telah melancarkan peperangan seperti Badr dan Uhud, tetapi mereka belum dapat meraih keinginan hati mereka. Luka-luka balas dendam Badar dan penyesalan Uhud kembali segar dalam diri mereka. Abu Sufyan menyambut para pemimpin Bani Nadhir ini dengan berkata, “Kalian telah datang ke rumah kalian sendiri, dan di antara semua orang, kami paling menyukai orang yang membantu kami dalam permusuhan terhadap Muhammad saw.” Setelah mereka berdiskusi, 50 orang Quraisy dan orang-orang Yahudi ini bersumpah sambil memegang kain Kakbah, berjanji untuk saling mendukung dan bersatu melawan Nabi Muhammad saw.., dan bersama-sama akan menghancurkan Nabi Muhammad saw.. dan para pengikut beliau.

Alhasil, setelah Abu Sufyan Membuat rencana besar untuk menyerang Madinah dan menentukan tanggalnya, kelompok Bani Nadhir ini pergi ke suku-suku Arab lainnya yang juga memusuhi kaum Muslimin dan yang pernah melancarkan serangan terhadap kaum Muslimin meskipun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, pertama tama mereka pergi ke suku Bani Gathfan. Ini termasuk dalam satu kabilah yang pemberani di negeri Arab dan terdepan dalam permusuhan terhadap umat Islam. Orang-orang Yahudi memberitahukan adanya pertempuran melawan Rasulullah saw.. dan bersamaan dengan ini mengiming-imingi mereka dengan hasil kebun korma selama satu tahun di Khaibar. Disampaikan juga bahwa kaum Quraisy Makkah pun ada bersama mereka. Atas hal ini Banu Gathfan pun telah berjanji untuk memberikan bantuan dan menjanjikan akan menyiapkan 6000 tentara dari mereka.

Setelah itu, kelompok Yahudi ini pergi menuju Banu Sulaim. Ini adalah suatu suku yang juga telah bertekad untuk menyerang kaum Muslimin, namun telah mengalami kegagalan. Ketika suku ini mengetahui bahwa ada suatu pasukan persekutuan yang besar yang hendak menyerang, maka dengan senang hati suku Banu Sulaim pun memberikan dukungannya. Demikian Juga, suku Banu Fuzarah, melalui pemimpinnya yaitu Uyainah, ikut serta untuk berperang melawan Rasulullah saw. Uyainah mengajak suku sekutunya yakni Banu Asad untuk ikut serta. Maka dari itu, pemimpin suku Banu Asad, Tulaihah Asadi pun memenuhi ajakan ini. Lalu suku Banu Murrah dan Banu Asyja’ pun menambah kekuatan pasukan besar ini. Ini semua adalah suku-suku yang keberaniannya masyhur di penjuru Arab.

Dalam menuliskan rinciannya, Hazrat Mirza Bashir Ahmad r.a. menulis:

Meskipun Quraisy Makkah dan suku-suku Ghatafan dan Sulaim dari Najd sejak sebelumnya sudah haus akan darah umat Islam dan senantiasa memikirkan untuk menyerang Madinah, mereka belum menyatukan kekuatan mereka melawan Islam di satu medan perang. Namun, ketika orang-orang dari suku Yahudi Bani Nadhir diusir dari Madinah karena pengkhianatan dan hasutan mereka, maka para pemimpin mereka lantas melupakan perlakuan baik bahkan ihsan ini, dan mengusulkan untuk mengumpulkan semua kekuatan Arab yang terpencar untuk berusaha menghancurkan Islam. Dan karena orang-orang Yahudi sangat cerdik dan ahli dalam pekerjaan persekongkolan semacam ini, maka upaya jahat mereka pun berbuah hasil dan suku-suku Arab bersatu untuk turun ke medan perang melawan umat Islam.

Terkait:   Riwayat ‘Umar Bin Khattab Ra (Seri 17)

Di antara para pemimpin Yahudi, Sallam bin Abil-Huqaiq, Huyayy bin Akhtab, dan Kinanah bin ar-Rabi’ berperan khusus dalam penghasutan ini. Jadi, para penghasut ini meninggalkan tempat tinggal baru mereka di Khaibar dan berkeliling ke suku-suku di Hijaz dan Najd. Pertama-tama, mereka tiba di Makkah dan bersekutu dengan Quraisy. Untuk menyenangkan para pemimpin Quraisy, mereka bahkan tidak ragu untuk mengatakan bahwa agama Quraisy yang berupa syirik dan penyembahan berhala lebih baik daripada agama umat Islam. Ini yang mereka katakan.

Setelah itu, mereka pergi ke Najd dan mengajak suku Ghatafan untuk bergabung dengan mereka, serta mempersiapkan cabang-cabang suku ini seperti Fazarah, Murrah, dan Asyja’ untuk bergabung. Kemudian, atas hasutan Quraisy dan Ghatafan, suku-suku Bani Sulaim dan Bani Asad juga bergabung dalam persekutuan untuk memerangi Islam. Di sisi lain, orang-orang Yahudi juga mengirim pesan kepada sekutu mereka, suku Bani Sa’d, untuk meminta bantuan.

Selain persekutuan yang kuat ini, Quraisy juga mengajak banyak orang dari suku-suku di sekitar mereka yang merupakan pengikut mereka. Setelah persiapan penuh, suku-suku yang haus darah dari padang pasir Arab ini bergerak seperti banjir besar menuju Madinah dengan niat untuk menghancurkan umat Islam. Mereka bertekad untuk tidak kembali sampai mereka menghapus Islam dari muka bumi.

Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menjelaskan tentang hal ini:

Dua suku Yahudi yang diusir dari Madinah karena sikap permusuhan, kerusuhan, pembunuhan, dan rencana-rencana pembunuhan, sebagian dari suku Bani Nadhir pindah ke arah Syam dan sebagian lainnya pindah ke utara Madinah ke sebuah kota bernama Khaibar. Khaibar adalah pusat Yahudi yang sangat besar di Arab dan merupakan kota berbenteng. Di sini, Bani Nadhir mulai menyebarkan hasutan melawan umat Islam di kalangan orang-orang Arab.

Orang-orang Makkah sudah sejak sebelumnya menjadi lawan dan tidak membutuhkan hasutan lebih lanjut. Demikian pula, suku Ghatafan dari Najd, yang memiliki posisi penting di antara suku-suku Arab, juga siap untuk memusuhi Islam karena persahabatan mereka dengan orang-orang Makkah. Sekarang, selain menghasut orang-orang Quraisy dan Ghatafan, orang-orang Yahudi juga mulai menghasut dua suku kuat lainnya, yaitu Bani Sulaim dan Bani Asad untuk melawan umat Islam. Mereka juga mempersiapkan suku Bani Sa’d yang juga sekutu Yahudi, untuk mendukung orang-orang kafir Makkah. Setelah persiapan panjang, maka telah terbentuklah suatu landasan kuat untuk aliansi besar semua suku Arab, yang melibatkan orang-orang Makkah, suku-suku di sekitar Makkah, suku-suku dari Najd dan

daerah-daerah di utara Madinah, serta orang-orang Yahudi. Semua suku ini bersatu untuk membentuk pasukan besar untuk menyerang Madinah.

Mengenai keberangkatan Quraisy dan suku-suku lain untuk perang ini dan jumlah mereka, rincian lebih lanjutnya adalah tertera sebagai berikut:

Quraisy Makkah berangkat dengan pasukan 4000 orang. Mereka dipimpin oleh Abu Sufyan. Panglima pasukan berkuda adalah Khalid bin Walid. Mereka mengikat bendera di Darul-Nadwah, yang merupakan tempat majelis musyawarah kaum Quraisy, dan bendera itu dibawa oleh Utsman bin Thalhah (yang kemudian memeluk Islam). Mereka membawa 300 kuda dan 1500 unta.

700 orang dari Bani Sulaim bergabung dengan Quraisy, dipimpin oleh Abu Sufyan bin Abdusy Syams. Bani Asad berangkat di bawah pimpinan Thulaihah bin Khuwailid. 1000 orang dari Bani Fazarah berangkat di bawah pimpinan Uyainah bin Hishn. 400 orang dari Bani Ashja’ berangkat dengan pemimpin mereka Mas’ud bin Rukhailah. 400 orang dari Bani Murrah berangkat di bawah pimpinan Harits bin Auf Murri.

Dari pihak Bani Ghatafan, ada janji 6000 tentara, dan dari pihak Yahudi, ada pasukan cadangan lebih dari 2000 orang yang siap untuk memberikan pukulan terakhir di belakang pasukan besar ini. Dengan demikian, jumlah total orang dari berbagai suku yang ikut serta dalam perang ini minimal 10.000, dan menurut beberapa riwayat, mendekati 24.000. Semua pasukan ini berada di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, dan ini merupakan suatu pergerakan militer terbesar dalam sejarah Arab sampai saat itu.

Hazrat Mirza Bashir Ahmad r.a. menulis tentang hal ini:

Perkiraan jumlah pasukan besar kaum kafir ini berkisar antara 10.000 hingga 15.000, bahkan menurut beberapa riwayat mencapai 24.000 orang. Bahkan jika kita menerima perkiraan 10.000 sebagai yang benar, untuk zaman itu jumlah ini sangat besar, dan mungkin belum pernah ada jumlah sebesar itu dalam perang antar suku di Arab sebelumnya. Panglima tertinggi seluruh pasukan adalah Abu Sufyan bin Harb. Perbekalan makanan dan peralatan perang juga sangat memadai. Demikianlah pasukan ini mulai bergerak menuju Madinah pada bulan Syawal tahun 5 Hijriah, bertepatan dengan Februari-Maret 627 M.

Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menjelaskan tentang hal ini:

Berbagai sejarawan memperkirakan jumlah pasukan ini antara 10.000 hingga 24.000, tetapi jelas bahwa hasil gabungan seluruh Arab tidak mungkin hanya 10.000 prajurit. Perkiraan 24.000 tampaknya lebih akurat, dan kalaupun tidak, pasukan ini pasti berjumlah setidaknya 18.000-20.000 orang. Madinah adalah satu kota kecil biasa, sementara serangan dari seluruh Arab terhadap kota ini bukanlah suatu serangan yang biasa. Seluruh laki-laki di Madinah, termasuk orang tua, pemuda, dan anak-anak, hanya berjumlah sekitar 3.000 orang. Sebaliknya, pasukan musuh berjumlah antara 20.000 hingga 24.000, dan mereka semua adalah para prajurit terlatih, muda dan mampu berperang. Hal ini dikarenakan bahwa mereka semua yang ada di dalam kota baik anak-anak maupun orang yang tua, mereka dituntut untuk menjaga kota. Akan tetapi jika pertempuran terjadi di tempat yang jauh, maka yang ikut serta di dalamnya hanyalah para pemuda dan orang-orang yang terlatih saja. Oleh karena itu adalah pasti bahwa jumlah prajurit kaum kafir adalah antara 20 ribu hingga 25 ribu orang, dan mereka semua adalah prajurit yang kuat, muda, dan berpengalaman. Sementara itu jumlah kaum laki-laki di madinah, termasuk anak-anak dan orang-orang yang lemah, jika dijumlahkan maka akan hampir berjumlah 3000 orang. Oleh karena itu jelaslah, bahwa jika hal ini dikedepankan, dan jika pasukan muslim di madinah dianggap terdiri dari 3000 orang, maka hendaknya jumlah pasukan musuh dianggap sebanyak 40.000 orang, karena memang tidak ada perbandingan di antara keduanya. Sementara itu, jika seluruh pasukan musuh dianggap berjumlah 20000 orang, maka jumlah prajurit muslim di madinah hendaknya dianggap berjumlah 1500 orang saja, karena di antaranya pun banyak orang-orang yang lemah yang ada di madinah.

Terkait:   Sejarah Perang Yarmuk | Riwayat Umar' bin Khatab (Seri-16)

Alhasil, pasukan kaum kafir terus maju dengan niat berperang mereka, dan ketika berita ini sampai kepada Rasulullah saw., maka saat itu beliau saw. memutuskan untuk menggali parit. Rincian peristiwa ini adalah sebagai berikut:

Bagian pengintai yakni intel milik Rasulullah saw.. mengetahui akan semua keadaan ini, dan Rasulullah saw.. terus mendapatkan berita dari semua penjuru. Ketika kabar tentang rencana mengerikan Quraisy dan Yahudi ini sampai ke Madinah, Nabi Muhammad saw. mengumpulkan para sahabat, memberi tahu mereka tentang niat buruk musuh, dan bermusyawarah apakah harus keluar Madinah untuk menghadapi mereka atau bertahan di dalam kota. Mengingat besarnya jumlah pasukan musuh, sebagian besar berpendapat bahwa lebih baik bertahan di dalam Madinah. Menurut riwayat, Hz. Salman r.a. mengusulkan untuk menggali parit dan berkata, “Wahai Rasulullah, di negeri Persia, ketika kami takut terhadap pasukan berkuda, kami menggali parit di hadapan (jalan) mereka”, (yang dengan ini maka mereka tidak akan mampu untuk menyeberanginya).

Usulan ini disetujui oleh semua, dan Nabi Muhammad saw. memutuskan untuk bertahan di dalam Madinah dan memerintahkan untuk menggali parit. Beberapa buku sejarah nabi menunjukkan bahwa keputusan menggali parit bukan hanya karena usulan Hz. Salman Farisi r.a., tetapi Allah Taala melalui ilham telah menyampaikan cara ini kepada Nabi Muhammad saw., karena ini adalah suatu cara yang sama sekali baru bagi orang Arab. Mereka (orang-orang arab) tidak mengenal siasat menggali parit pertahanan. Tertulis bahwa ketika Abu Sufyan, yang mabuk kekuasaan, menyerang Madinah dengan pasukan besar, dan ketika dia tidak melihat adanya perlawanan atau pasukan Islam dari penduduk Madinah, dia menjadi sombong karena besarnya jumlah pasukannya, dan dia berpikir bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan penduduk Madinah dari tangannya. Dia berkata bahwa dia akan menghancurkan Madinah sebelum pergi. Ketika dia tidak melihat perlawanan di sepanjang jalan menuju Madinah, kesombongannya semakin bertambah. Namun, ketika dia mendekati Madinah dengan kudanya, dia terkejut melihat parit sepanjang lima kilometer, sedalam delapan hingga sembilan kaki, dan lebar di depannya. Parit ini begitu dalam dan lebar sehingga tidak mungkin dilewati bahkan dengan kuda.

Ketika mereka tidak bisa melewati parit ini, dalam keadaan marah, gelisah, dan kesombongan yang bercampur aduk, dia menulis surat kepada Nabi Muhammad saw. yang berisi: “Demi Lat, Uzza, Asaf, Naila dan Hubal… Aku datang dengan niat tidak akan kembali sampai aku menghapus keberadaan kalian, tetapi aku melihat kalian menghindari pertempuran dengan kami dan menggali parit di sekitar kalian. Andai aku tahu siapa yang mengajari kalian cara ini. Dan jika kami kembali, ingatlah bahwa kami akan mengingatkan kalian kembali tentang hari perang Uhud, di mana kali ini wanita-wanita kalian juga akan disembelih.”

Dalam jawaban atas surat ini, Nabi Muhammad saw. menulis kepada Abu Sufyan: “Suratmu telah diterima. Aku tahu kau selalu sombong melawan Allah. Mengenai seranganmu ke Madinah dengan pasukan besarmu dengan niat menghapus keberadaan kami, ini adalah perintah Allah yang menghalangi niat jahatmu. Allah akan membuat keputusan yang akan membuatmu melupakan nama Lat dan Uzza. Tentang siapa yang mengajariku menggali parit,

فان الله الهمنى ذالك

Allah yang telah menurunkan ilham kepadaku tentang hal itu. Ketika kemarahanmu dan rekan-rekanmu meningkat, Allah memberitahuku tentang ini. Dengarkan, pada akhirnya Allah akan memberi kami kemenangan. Dan wahai orang-orang bodoh Bani Ghalib, ingatlah akan datang hari ketika Lat, Uzza, Asaf, Naila dan Hubal akan dihancurkan berkeping-keping. Pada hari itu aku akan mengingatkanmu tentang semua ini.”

Surat Nabi Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa meskipun Hz. Salman Farisi r.a. mungkin telah memberi saran, keputusan untuk menerapkannya pasti datang melalui ilham kepada Nabi saw.. Wallāhu A’lam (Allah yang Maha Tahu). Bagaimanapun, itu adalah keputusan mereka, tetapi Allah memberitahu Nabi saw. tentang hal ini. Sisa detailnya akan saya jelaskan nanti, insya Allah.

Saat-saat ini, ingatlah para Ahmadi di Pakistan dalam doa-doa Anda sekalian. Para Ahmadi Pakistan sendiri harus menaruh perhatian khas pada doa dan sedekah. Semoga Allah Taala melindungi mereka, menyelamatkan mereka dari kejahatan para penentang, dan membalikkan kejahatan orang-orang yang jahat itu kepada mereka sendiri. Berdoalah juga untuk perbaikan dunia secara umum, semoga Allah Taala menyelamatkan dunia dari fitnah dan kekacauan.1

1 Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd. & Mln. Fazli Umar Faruq, Shd. Editor: Mln. Muhammad Hasyim.

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.