Pidato Seratus Tahun Khilafah Ahmadiyah oleh Hazrat Khalifatul Masih V

pidato seratus tahun khilafah ahmadiyah

Pidato Hazrat Mirza Masroor Ahmad pada 27 Mei 2008 di Excel Centre

Pada hari ini, dengan karunia Allah Ta’ala, bertepatan dengan tergenapinya seratus tahun Khilafah Ahmadiyah, kita berkumpul di sini untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah Ta’ala, dan melalui MTA, Jemaat di seluruh dunia berpartisipasi dalam perayaan ini.

Pada kesempatan yang penting ini, pertama-tama saya mengucapkan Mubarak kepada Anda dan segenap para Ahmadi di seluruh dunia. Hari ini, kita menyaksikan semarak persatuan sesuai dengan nubuatan Nabi Muhammad (saw) disebabkan karena kita telah bergabung dalam jemaat hamba sejatinya, Almasih dan Mahdi.

Hari ini, sebagai buah dari nikmat Allah Ta’ala yang Dia curahkan dan akan terus dilimpahkan sesuai dengan janji-Nya kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as), kita juga menyaksikan pemandangan desa ini (Qadian).

Tidak ada layar di depan Anda sekarang, tapi saya bisa melihatnya terpantul ke layar TV di dekat podium: desa tersebut nampak di depan kita saat ini, sebuah dusun kecil yang tidak dikenal oleh siapa pun. Hari ini, tidak hanya seluruh dunia mengenal dusun Almasih Muhammadi. Bahkan mereka juga dapat melihat jalan-jalan dan gang-gang serta menara putihnya yang didirikan sebagai pengumuman dan simbol kedatangannya.

Hari ini, sesuai dengan janji yang disampaikan oleh Allah Ta’ala kepada Almasih yang dikasihi-Nya, kitapun tengah menyaksikan dalam perayaan ini sebuah transformasi tanah yang tandus menjadi kota hijau subur, penuh bunga dan buah-buahan; tentu itu adalah salah satu pencapaian terbesar yang dilakukan oleh Putra Yang Dijanjikan (Muslih Mau’ud) seorang Ulul Azmi – dan pemandangan Rabwah ini juga ada di hadapan kita hari ini.

Jadi gambar-gambar ini diawali dari Timur ke Barat dan kemudian sesuai dengan janji-janji Allah Allah Ta’ala sebagai manifestasi kekuatan abadi-Nya bersama dengan suara disertai gambar Khalifah, kita menyaksikan dan mendengarkan berkah Allah turun seperti hujan di Timur dan di Barat, di Utara dan di Selatan, di Eropa dan di Amerika, dan juga di Asia dan juga di Afrika.

Semua ini menarik perhatian setiap Ahmadi bahwa Allah Ta’ala telah menepati janji-Nya dan akan terus melakukannya. Dia telah menyebarkan tabligh Hazrat Masih Mau’ud as hingga ke pelosok bumi dan terus melakukannya.

Berkat terbentuknya Khilafah dan pertolongan Ilahi, kita telah menyaksikan kemajuan dalam sejarah jemaat dan juga hari ini: seratus tahun ihsan Allah Allah Ta’ala diberikan kepada Khilafah Ahmadiyah ini memperkuat dan mengilhami iman kita. Bukankah semua ini menuntut kita untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala dan menunjukan rasa terima kasih itu kepada-Nya? Dan tentu perayaan pada hari inipun merupakan bentuk rasa syukur itu.

Hari Allah ta’ala menunjukkan kepada kita babak baru dalam sejarah Islam melalui jemaat hamba sejati Rasulullah (saw). Oleh karena itu, jika kita yang ada di sini ataupun di negara lain, merayakan acara ini dengan didasari niat ini atau karena rasa syukur atas karunia ini, maka kegiatan ini bukan hanya dibolehkan tetapi sangat bersesuaian dengan perintah Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

 وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhan engkau, maka hendaknya zahirkanlah”

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Kerendahan hati dan ketulusan merupakan prasyarat wajib untuk menjadi hamba Allah, namun menurut ayat Al-Qur’an: وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ menzahirkan berkah Ilahi juga mutlak diperlukan.”

Kemudian beliau as lebih lanjut bersabda:

“Hamba yang lemah ini, berdasarkan ayat berikut: وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ tidak ada salahnya menyatakan bahwa Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, berkat karunia dan kemurahan-Nya telah menganugerahkan kepadaku bagian yang cukup banyak dalam berbagai hal dan Dia tidak mengutus hamba yang lemah ini dengan tangan kosong, tidak pula Dia mengutusnya tanpa tanda-tanda. Sebaliknya ini adalah semua tanda yang telah diwujudkan dan akan terus tergenapi. Dan sebelum Allah Ta’ala meneguhkan dalil-dalil-Nya dengan meyakinkan, semua tanda-tanda ini akan terus tergenapi.”

Kemudian beliau bersabda:

“Ingatlah bahwa manusia harus berkomitmen untuk berdoa setiap saat dan dalam setiap kondisi, dan harus mengamalkan ayat وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ‘Nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala harus dizahirkan’. Dengan begitu dapat meningkatkan rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Dan dapat menimbulkan gejolak semangat untuk taat dan setia kepada-Nya. Maksud Tahdits tidak hanya manusia mengungkapkan secara basa-basi saja, tetapi dampaknya harus dirasakan secara fisik. “

Karunia-karunia yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala ini terus mengalir secara terus menerus tanpa hambatan, dan telah dijanjikan akan terus mengalir di masa depan juga. Sebagai hamba Allah yang bersyukur, sudah sepatutnya kita mensyukuri nikmat ini, agar tidak ada pengurangan dalam keberkatan karunia ini; bahkan tiap harinya menampilkan kemuliaan yang baru.

Seperti yang disabdakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as, kerendahan hati dan ketulusan merupakan prasyarat utama. Setiap Ahmadi harus selalu memperhatikan syarat yang penting ini; semakin kita bersujud di hadapan Allah Ta’ala, semakin kita menunjukkan kerendahan hati yang tidak hanya secara lahiriah tetapi dari lubuk hati kita yang terdalam, menapaki jalan ketakwaan, maka kita akan terus mendapatkan karunia-karunia Allah Ta’ala.

Hari yang kita rayakan dengan pengaturan penuh atas genapnya seratus tahun Khilafat Ahmadiyah, dan semua yang kita peringati secara umum setiap tahun, harus mengingatkan kita untuk menapaki jalan takwa, dengan menerapkan kerendahan hati dan berusaha mengikuti semua yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala.

Tujuan kita hari ini bukan hanya untuk melantunkan nazm, atau memasang balon atau mengatur beragam acara yang semarak atau menikmati makanan atau hidangan yang enak. Program yang sedang berlangsung sekarang atau yang belum berlangsung di berbagai Jemaat, bukan hanya untuk perayaan semata; Tentu itu juga salah satu tujuannya, sesuai dengan apa yang saya katakan bahwa ini merupakan penzahiran rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah Ta’ala. Namun penzahiran ini harus mengarahkan niat kita menuju jalan ketakwaan. Jika hanya gegap gempita, tangisan lahiriah, atau pamer, atau berlomba-lomba satu sama lain dalam menzahirkan hal yang bersifat keduniawian, kita patut malu dengan amalan seperti itu. Sama halnya dengan Kembali dari Jalsah tanpa menciptakan perubahan suci, atau apapun amalan yang tidak benar yang dilakukan tanpa meraih keridhaan Allah Ta’ala.

Jadi hari ini adalah hari untuk membuat janji baru; hari ini adalah hari untuk memahami sejarah kita. Ini juga merupakan hari untuk mengingatkan kita pada masa ketika anggota Jemaat mengalami pergolakan yang dahsyat.

Kewafatan Hazrat Masih Mau’ud (as) dan Kegembiraan Para Penentang

Seratus tahun yang lalu, sehari sebelum hari ini, sebuah peristiwa terjadi yang mengguncang Jemaat. Saat itu tanggal 26 Mei 1908, ketika kekasih Allah, Hadhrat Masih Mau’ud as, wafat. Allah Ta’ala telah mengabarkan hal ini sebelumnya, dan beliau as pun telah menyampaikannya di hadapan anggota Jemaat.

Jadi, dalam Risalah Al-Wasiyyat beliau telah menarik perhatian jemaat dengan sangat jelas, beliau memberikan nasihat khusus untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, dan memberikan ketentraman kepada jemaat dengan mengatakan, janganlah berpikir bahwa setelah kepergianku dukungan Allah akan diangkat darinya, melainkan janji Allah Ta’ala akan terus tergenapi bahkan setelah kepergianku; Alhasil, merupakan hukum Ilahi bahwa setiap orang yang datang ke dunia ini pada akhirnya akan meninggal. Semua Nabi, sesuai dengan hukum ini, telah meninggal dan telah menjadi penghuni surga abadi Tuhan mereka yang membuat mereka penuh ghairat dan berkeinginan kuat untuk pergi ke sana.

Nampak kepada kita bahwa setiap detik kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as juga menginginkan kehidupan yang abadi. Ketika beliau wafat, para Ahmadi tidak percaya bahwa beliau telah meninggal dunia, alhasil, ketika menyadari bahwa itu adalah hakikat, dan Hadhrat Masih Mau’ud sendiri telah mempersiapkan Jemaat untuk itu; ilham-ilham pun turun yang kaitannya dengan kewafatan beliau. Pada 20 Mei 1908 beliau mendapatkan ilham yang artinya:

“Waktu keberangkatan sudah dekat. Ya, waktu keberangkatan telah tiba dan kematian sudah dekat…”

Ketika anggota Jemaat menyadari bahwa ini benar, perawi menyatakan bahwa pada waktu shalat Maghrib, atap Masjid Mubarak di Qadian tampak seperti hari pembalasan karena ratapan dan tangisan mereka.

Namun di sisi lain, perbuatan memalukan para penentang sampai pada puncaknya. Di dekat gedung Ahmadiyah di Lahore, tempat dimana jasad beberkat beliau dibaringkan, para penentang di kota mengumpulkan orang-orang gelandangan dan anak jalanan, mereka meneriakkan slogan-slogan kegembiraan dan menyanyikan lagu-lagu; kata-kata kotor dan tidak tahu malu yang ditunjukkan oleh orang-orang pada saat itu telah sampai pada puncaknya.

Perbuatan seperti itu bisa saja dilakukan oleh orang-orang bodoh; namun beberapa wartawan surat kabar yang berpikiran sempit dan murahan juga menunjukkan kefanatikan mereka dengan menunjukkan kegembiraan dan menulis dalam surat kabar bahwa setela kewafatan Mirza sahib jemaat ini sekarang akan berakhir, naudzu billah min dzalik. Tetapi orang-orang bodoh yang bermulut kotor itu tidak tahu bahwa ini hanyalah kesalahan di pihak mereka; itu hanyalah keinginan rendah dari serangga-serangga bumi.

Adalah kebodohan orang-orang yang kehilangan pengetahuan tentang ghairat kecintaan yang ditunjukkan oleh Allah untuk orang-orang pilihan-Nya. Akal mereka tertutup dan mata mereka buta. Mereka tidak tahu bahwa orang yang meninggal pada hari itu merupakan penggenapan nubuatan Majikannya dan wujud yang dipatuhinya, Hazrat Muhammad (saw) 14 abad yang lalu. Beliau telah mendirikan jemaat orang-orang beriman yang berkenaan dengannya Allah Ta’ala telah berfirman dengan jelas: Aku akan mengubah ketakutan mereka menjadi keadaan damai. Dan Dia akan menganugerahkan mereka dengan dukungan dan bantuan-Nya.

Allah Taala telah memberikan kabar gembira kepada para mukmin sejati melalui Rasulullah (saw) bahwa paska kepergian Al Masih dan Mahdi dari dunia ini, kegembiraan para penentang hanya akan bersifat sementara. Selanjutnya, Allah akan menyelimuti hamba-hamba Almasih-Nya dengan karunia dan Rahmat-Nya.

Dalam sebuah hadis yang mencakup periode beliau sendiri hingga akhir zaman, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menyatakan – dan ini telah diriwayatkan oleh Hazrat Hudhaifah (ra) yang meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

“Kenabian akan tetap ada di antara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian Dia akan mengakhirinya dan mengikutinya dengan Khilafat di atas sistem kenabian selama dia kehendaki dan kemudian mengakhirinya. Kemudian sesuai dengan takdir-Nya akan berdiri kerajaan-kerajaan monarki yang tiran, sebagai akibatnya orang-orang akan berkecil hati dan akan sangat sedih. Ketika era ini berakhir, sesuai dengan ketetapan Allah yang lain, kerajaan monarki kejam lain yang lebih besar akan menyusul (sampai Rahmat Tuhan datang). Dan ini akan mengakhiri periode kezaliman tersebut. Kemudian akan muncul Khilafat di atas sistem kenabian.’ Setelah mengatakan itu, Nabi Suci tidak berkata apa-apa lagi.”

Dengan Kata-kata penghiburan ini, yang beliau sampaikan kepada orang-orang yang beriman yang akan bergabung dengan jemaat kekasih sejati Rasulullah (saw) bahwa rahmat Allah Ta’ala akan mengalir deras bagi para pengikut Almasih dan Mahdi; meskipun lawan menyombongkan diri, terlepas dari semua terompet kegembiraan yang mereka tiup, Khilafat abadi di bawah sistem kenabian ini telah terjalin dengan orang-orang yang beriman kepada Almasih itu, Khilafat yang akan terus membawa kabar damai kapan pun muncul ketakutan yang mencekam. Dan ini merupakan ketetapan Allah Ta’ala yang tidak dapat diubah. Sebenarnya itu adalah takdir orang-orang mukmin sejati. Takdir ini tidak dapat diubah oleh segelintir penjahat atau orang-orang yang berpikiran sempit atau mereka yang terlalu memikirkan diri sendiri.

Lebih lanjut menguraikan masalah ini, Hadhrat Masih Mau’ud as dengan sangat jelas menyatakan dalam buku beliau, Al Wasiyat, dan telah meyakinkan Jemaat, bahwa beliau as mengetahui bahwa merupakan kebiasaan dari para penentang para nabi yakni setelah kewafatan para nabi, mereka berpikir bahwa sekarang semuanya akan selesai dan berakhir.  Para penentang dan orang-orang munafik menunggu-nunggu untuk melihat bagaimana Jemaat ini hancur.

Tetapi Allah, yang mengutus nabi-Nya, menunjukkan takdir-Nya. Tuhan yang telah mengutus nabi yang paling mulia, Khatamun Nabiyyin, yaitu Nabi Suci Muhammad (saw) ke dunia. Dia juga telah mengumumkan bahwa hukum syariat beliau saw akan abadi dan tidak pernah berakhir, meskipun akan muncul beberapa cobaan bagi para pengikutnya setelah kewafatan beliau saw, seperti yang terlihat dari hadits. Tetapi pada akhirnya, setelah kedatangan Al-Masih Muhammad, periode baru kemenangan Islam akan dimulai dan akan berlanjut hingga hari kiamat. Meskipun akan ada penentangan, namun itu akan menghilang seperti debu jalanan.

Karena itu, berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari Allah Ta’ala ini, Hadhrat Masih Mau’ud as meyakinkan kita bahwa ketika lawan mengejek dan mencemooh, Anda tidak perlu khawatir.

Oleh karena itu, dalam memberikan jaminan ini kepada Jemaat, beliau mengatakan dalam Risalah Al-Wasiyyat:

“Ini merupakan sunnah Ilahi dan sejak Dia menciptakan manusia di bumi, Dia selalu menunjukkan kebiasaan Ilahi ini yakni Dia menolong para Nabi (as) dan Rasul-Nya  dan memberi mereka kesuksesan dan keunggulan, sebagaimana Dia berfirman:

كَتَبَ اللَّهُ لأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي

Dan yang dimaksud dengan keunggulan di sini adalah bahwa sebagaimana para Rasul dan Nabi menginginkan agar Hujjah Tuhan ditegakkan di bumi dan tidak ada yang dapat menentangnya, maka pada gilirannya, Tuhan menzahirkan kebenaran mereka dengan tanda-tanda yang kuat. Dan kebenaran yang ingin mereka sebarkan di dunia, Tuhan membiarkan mereka menabur benih itu [kebenaran], tetapi Dia tidak membiarkannya berbuah penuh di tangan para nabi.

“Sebaliknya, Dia mewafatkan mereka pada saat yang tampaknya menandakan kegagalan dan dengan demikian memberikan kesempatan bagi lawan untuk menertawakan, mengejek, mengolok, dan mencela para Nabi (as). Dan setelah mereka selesai mencela, Tuhan menampilkan tangan lain dari kudrat-Nya dan menciptakan sarana yang dengan perantaraannya tujuan yang sampai batas tertentu masih belum lengkap, dapat direalisasikan sepenuhnya.”

“Demikianlah Dia mewujudkan dua jenis Kekuatan. (1) Pertama Dia menunjukkan Tangan Kekuasaan-Nya di tangan para Nabi-Nya sendiri. (2) Kedua, ketika meninggalnya seorang Nabi (as), kesulitan dan masalah muncul dan para musuh merasa lebih kuat dan berpikir bahwa segala sesuatunya kacau dan yakin bahwa sekarang Jemaat ini akan punah dan bahkan anggota Jemaat ‘juga berada dalam kebingungan dan punggung mereka patah, dan bahkan beberapa orang yang malang memilih jalan yang mengarah pada kemurtadan, barulah Tuhan, untuk kedua kalinya, menunjukkan Kuasa-Nya lalu menopang jemaat yang tengah terguncang itu.”

“Jadi orang yang tetap teguh sampai akhir menyaksikan mukjizat Tuhan ini. Inilah yang terjadi pada masa Hazrat Abu Bakar Siddiq(ra), ketika kewafatan Nabi Suci (saw) dianggap terlalu dini dan banyak orang Badui yang bodoh menjadi murtad. Para sahabat Nabi (saw), juga dilanda kesedihan, menjadi seperti orang-orang yang kehilangan akal sehat. Kemudian Allah membangkitkan Abu Bakar Siddiq (ra) dan menunjukkan untuk kedua kalinya manifestasi Kekuasaan-Nya dan menyelamatkan kembali Islam, tepat ketika nampak akan jatuh dengan memenuhi janji yang disebutkan dalam ayat:

Dan pasti Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mereka.” (QS An-Nur [24]: 56)

“Jadi saudara-saudaraku yang tercinta! Merupakan Sunnatullah sejak dahulu kala, bahwa Allah Ta’ala menunjukkan dua kudrat-Nya untuk mengakhiri dua kesenangan palsu para penentang, tidaklah mungkin sekarang Tuhan harus melepaskan Sunnah-Nya yang sudah berlangsung sejak dulu ini. Jadi jangan bersedih hati atas apa yang telah saya katakan kepada Anda; juga janganlah hatimu tertekan. Karena penting bagi kalian untuk menyaksikan kudrat kedua juga, dan Kedatangannya lebih baik bagi kalian karena itu abadi yang mata rantainya tidak akan berakhir hingga hari kiamat. Dan Manifestasi kedua itu tidak bisa datang sebelum saya pergi. Tetapi ketika saya pergi, Tuhan akan mengirimkan Kudrat kedua tersebut kepada kalian yang akan selalu tinggal bersama Anda seperti yang dijanjikan Tuhan dalam buku Barahin Ahmadiyah. Dan janji ini bukanlah berkenaan dengan pribadi saya. Melainkan janji itu mengacu pada Anda, seperti yang Allah firmankan: Aku akan membuat Jemaat pengikut engkau ini, menang di atas orang lain hingga hari kiamat. Dengan demikian tidak dapat dihindari bahwa kalian akan melihat hari perpisahan denganku, sehingga setelah hari itu, akan datang hari yang merupakan hari janji abadi.”

Terkait:   Menghilangkan Kesalahpahaman tentang Khilafah

“Tuhan kita adalah Tuhan yang menepati janji, Setia dan Tuhan Yang Maha Benar. Dia akan menunjukkan kepadamu semua yang telah Dia janjikan. Meskipun hari-hari ini adalah hari-hari terakhir dunia dan ada banyak bencana yang menunggu, namun dunia ini perlu terus ada hingga tiba saat tergenapinya  semua hal yang telah dinubuatkan Tuhan.”

“Saya datang dari Tuhan dalam corak kudrat dan aku adalah personifikasi dari Kuasa-Nya. Dan paska kepergiaan saya akan ada beberapa orang lain yang akan menjadi manifestasi dari kudrat kedua [Tuhan]. Jadi sambil menungguh manifestasi kudrat kedua, Anda semua harus menyibukkan diri dalam berdoa. “

Ayat tentang Kedatangan Khilafat dan Syarat-syaratnya

Sebagian kutipannya telah saya bacakan tadi. Ayat selengkapnya adalah sebagai berikut, yang mana kita menyebutnya sebagai Ayat istikhlaf 

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia pasti akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Diaridhai bagi mereka; dan pasti Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang durhaka (QS An-Nur [24]: 56)

Ayat ini mengandung kabar agung yang menggembirakan bagi orang-orang yang beriman dan merupakan pelipur lara; seberapapun banyaknya kita panjatkan rasa syukur kepada Tuhan, itu tidak akan cukup. Tapi hal ini merupakan hal yang harus diperhatikan. Allah Ta’ala berfirman: Inilah janji-Ku kepada orang-orang yang beriman, yang teguh imannya, yang mendirikan shalat, yang menunaikan zakat, dan yang menaati semua perintah Allah.

Allah Ta’ala telah memperjelas makna ‘iman’ di berbagai tempat, yang paling utama adalah beriman pada yang gaib. Jika keyakinan ini utuh, maka manusia akan dianggap sebagai hamba sejati Allah Ta’ala. Segala kasih sayangnya hanya untuk keridhaan Allah Ta’ala.

Kemudian hati orang-orang mukmin yang demikian akan dipenuhi rasa kagum dan takut kepada Allah, dan mereka akan berjalan di jalan takwa. Mereka akan mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya dengan penghambaan total. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, selaras dengan keimanannya mereka akan beramal shaleh, karena shalat saja tidak cukup, puasa saja tidak cukup, membayar zakat saja tidak cukup, haji saja tidak cukup; melainkan penting untuk memperhatikan amal saleh yang disebutkan dalam Al-Qur’an oleh Allah Ta’ala.

Pada hakikatnya, iman dan amal shaleh merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa iman, amalan bukanlah apa-apa. Dan tanpa amalan saleh, keimanan pun tidak lengkap. Oleh karena itu, Allah Ta’ala ingin membangun suatu masyarakat melalui ikatan dengan Khilafat, yang memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, sehubungan dengan iman dan amalan saleh:

“Di dalam AL-Qur’an Allah Ta’ala telah menyebutkan perbuatan baik bersamaan dengan iman. Amal saleh adalah amal yang tidak ada cela sedikitpun.  Ingatlah bahwa amalan manusia senantiasa berada di bawah ancaman pencuri, siapakah pencuri itu? Perbuatan ria, ketika seseorang melakukan sesuatu untuk pamer. Dengan ujub atau kesombongan diri, yaitu merasa bangga dengan perbuatannya sendiri dan juga dengan berbagai jenis perbuatan jahat dan dosa yang dilakukan, segala amalnya akan menjadi rusak. Amal Saleh adalah sesuatu yang di dalamnya tidak terpikir sedikitpun ada keburukan, memuji diri sendiri, pamer, sombong, atau merampas hak orang lain. Sebagaimana amalan saleh membawa keselamatan di akhirat, demikian pula seseorang akan terlindungi di kehidupan ini. Jika ada satu orang dalam rumah tangga yang melakukan amalan saleh, maka seluruh rumah tangga akan diselamatkan. Ingatlah bahwa sebelum kalian melakukan amalan saleh, maka hanya keimanan belaka tidak berarti apa apa.”

Lalu beliau bersabda:

“Amal saleh bukanlah hal yang sesuai dengan keinginan dan tekad kita sendiri. [yaitu amal saleh bukanlah perbuatan yang dilakukan menurut keinginan sendiri. Amal Saleh tidak boleh ditafsirkan sendiri].  Sebenarnya amalan saleh adalah perbuatan yang tidak ada kerusakan dalam bentuk apa pun. Kata Shalih merupakan antonim dari Fasaad (kekacauan).”

“Misalnya, makanan itu akan disebut sehat (Tayyib) jika ia tidak mentah, tidak gosong, tidak basi atau bermutu rendah – makanan itu harus cepat dimakan – demikian pula, tidak boleh ada kerusakan dalam amalan saleh, yaitu, mereka harus sesuai dengan hukum Allah dan juga sunnah Nabi (saw). Selain itu, tidak boleh ada kemalasan, mengharapkan pujian atau pamer, atau keegoisan. Ketika suatu perbuatan adalah seperti itu, maka ia disebut amal saleh. Seperti falsafah batu (yaitu batu yang sangat langka) maka ia sangat berharga. Perbuatan seperti inilah yang harus dilakukan oleh seorang mukmin sejati.”

Demikianlah Allah Ta’ala berfirman bahwa orang-orang yang menciptakan kondisi ini, Allah berjanji bahwa mereka akan terus mendapatkan berkah Khilafat. Mereka akan menjadi orang-orang yang akan menjaga Khilafat, dan Khilafat akan melindungi mereka; dan pemandangan berkah dan perlindungan ini akan terlihat jika mereka berpegang teguh pada agama Allah, yaitu janji ini bukan untuk mereka yang ingin mengikuti kehendak mereka sendiri.

Saat ini di kalangan umat Islam, seberapa besar upaya yang dilakukan untuk menegakkan Khilafat, tetapi hal itu tidak pernah membuahkan hasil dan tidak akan pernah berhasil. Hal itu karena, bukannya karena kehendak Allah, mereka ingin memperkenalkan agama sesuai pilihan mereka sendiri. Bukannya menaati Khilafat yang diutus Allah, mereka ingin mendirikan Khilafah buatan manusia.

Meski mereka menyadari bahwa mereka melakukan kesalahan, namun mereka tetap mengingkari keputusan Allah Ta’ala. Namun, dalam ayat Istikhlaf, ketentraman yang diberikan Allah kepada Jemaat telah dijelaskan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as.

Hari ini, sejarah Jemaat Ahmadiyah, khususnya sejarah seratus tahun Khilafat Ahmadiyah, telah memberikan pemahaman tentang arti sebenarnya dari Ayat Istikhlaaf. Begitu juga, hampir setiap Ahmadi telah diberkati dengan nikmat Allah. Hari ini, permasalahan ini sangat jelas bagi setiap Ahmadi dan harus seterusnya seperti itu, bahwa hanya orang-orang yang memenuhi syarat untuk berkah ini yang akan berusaha menyempurnakan iman mereka dan melakukan amal saleh.

Hari ini, orang lain bakan telah mengakui secara terbuka, setelah melihat pemandangan ini – dan memang mereka terpaksa melakukannya – bahwa jika ada orang yang ingin melihat kondisi ketakutan berubah menjadi ketentraman, mereka harus melihatnya di Jemaat Ahmadiyah. Betapa beruntungnya kita! Setelah bergabung dengan jemaat Hadhrat Masih Mau’ud as, kita telah memenuhi syarat untuk mendapatkan berkah ini.

Jadi, ayat ini dikenal sebagai Ayat Istikhlaaf, yang sebagiannya telah kita dengarkan dalam kutipan dari Hadhrat Masih Mau’ud (as), menarik perhatian kita pada iman dan amalan saleh, seperti yang dinyatakan sebelumnya.

Seperti yang saya katakan, orang lain berusaha menegakkan Khilafat di antara mereka sendiri, dan mereka merasa membutuhkannya, tetapi tidak dapat didirikan di antara mereka karena mereka ingin mendefinisikannya sesuai dengan keinginan mereka sendiri; bukannya Khilafat Allah, mereka ingin memaksakan Khilafat mereka sendiri. Jadi bagaimana mungkin keadaan ketakutan mereka berubah menjadi damai dan aman? Bagaimana mungkin lembaga Khilafat ditegakkan di antara mereka, padahal ini adalah karunia Allah Ta’ala yang ditetapkan oleh-Nya?

Di mana Allah Ta’ala mengubah ketakutan menjadi damai, Dia menghilangkan semua jenis ketakutan dari hati Khalifah yang ditunjuk-Nya dan memberinya kekuatan untuk menghadapi keadaan takut. Dia memberikan ketentraman dalam setiap situasi sulit dengan karunia-Nya agar Khalifah memberikan ketentraman kepada para pengikutnya.

Jadi, dapatkah upaya duniawi cocok dengan rancangan Ilahi? Allah Ta’ala menyatakan dalam ayat ini, bahwa Dia akan mengubah ketakutan Anda menjadi kedamaian dan keamanan. Allah Ta’ala memberikan penghiburan bahwa Dia akan mengubah ketakutan Anda menjadi keamanan, bahwa Dia akan membimbing Khalifah; perhatiannya akan terus tertuju pada ibadah, dan dia tidak akan menjadikan ketakutan dan ketertarikan duniawi sebagai sekutu bagi Allah Ta’ala. Dia tidak akan mengingkari nikmat Allah Ta’ala. Jika kondisi itu dilakukan oleh Khalifah karena kelemahan manusiawi maka Allah Ta’ala sendiri yang akan membimbing Khalifah. Allah Ta’ala melalui karunia-Nya dan karena pilihan-Nya sendiri dalam setiap keadaan, akan memberikan hasil yang lebih baik.

Namun demikian, anggota Jemaat juga harus memperhatikan ibadah dan harus berupaya menghindari syirik yang halus sekalipun. Selain itu, mereka harus selalu menjunjung tinggi karunia-Nya dan tetap menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Saya tadi mengatakan bahwa kita harus berusaha sebagai anggota Jemaat untuk menjunjung tinggi karunia-Nya dan tetap menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Ketika hal itu kita lakukan, maka janganlah khawatir,  karena Allah akan berada di depan mereka, di belakang mereka, di kanan dan di kiri mereka dan tidak ada yang dapat mencelakai mereka.

Jadi, kondisi ini telah kita saksikan ketika jemaat yang didirikan Allah ini dikejutkan oleh wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud as yang mengguncang setiap Ahmadi; dan seperti yang telah saya katakan, terompet kegirangan ditiup oleh para penentang dengan alasan bahwa Jemaat Hadhrat Masih Mau’ud (as) ini akan sirna.

Contoh Propaganda Musuh

Saya sampaikan disini contoh-contoh omong kosong dan tidak punya malu dari para penentang supaya generasi baru dan para mubayyin baru juga dapat menyadari bagaimana penentang Jemaat menyebarkan desas-desus.

Sebuah contoh propaganda adalah yang dibuat oleh murid-murid Pir Jama’at ‘Ali Shah, yang menyatakan bahwa sejumlah besar Mirzai (maksudnya orang-orang ahmadi) meninggalkan jemaatnya dan pindah ke pihak mereka – yaitu meninggalkan Ahmadiyah dan bergabung dengan Islam versi mereka – padahal Islam sejati sebenarnya ada di Ahmadiyah. Tetapi bagaimanapun, itulah yang mereka katakan. Bahkan sampai hari ini, para mullah yang menentang kita masih berkeinginan seperti itu, keinginan yang tidak pernah terpenuhi sebelumnya dan juga tidak akan terjadi.

Hari ini dengan menyaksikan kemajuan Jemaat, mereka terperangah; di satu sisi mereka mengklaim bahwa mereka telah mengakhiri Ahmadiyah, tetapi di sisi lain, mereka menekan pemerintah Islam untuk menahan kemajuan Jemaat, dengan mengatakan bahwa jka tidak maka orang-orang Ahmadi akan menyesatkan seluruh umat Islam! Seperti itulah yang mereka nyatakan.

Bagaimana orang-orang ini melampiaskan kemarahan mereka atas wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud as? Silahkan simak satu atau dua contoh lainnya juga.

Maulvi Sanaullah menulis tentang Mirzai (begitulah mereka menyebut Hadhrat Masih Mau’ud as) bahwa semua buku Mirzai tidak boleh dibuang ke laut melainkan ke dalam tungku yang menyala; dan bahkan tidak hanya itu, di masa mendatang tidak ada ada sejarawan Muslim atau non-Muslim yang boleh menyebutkan namanya!

Khawaja Hasan Nizami, yang dianggap sebagai orang yang sangat berhati-hati dan pendiam, menyarankan para ahmadi untuk secara jelas menyangkal klaim Mirza Sahib sebagai Almasih dan Mahdi. Jika tidak maka dikhawatirkan timbul bahaya, yaitu dengan tanpa Mirza Sahib yang arif dan disiplin, Jemaat Ahmadiyah tidak akan mampu menahan penentangan yang ditimbulkan oleh para musuh dan persatuannya akan hancur.

Dia menggunakan kata-kata yang sangat lembut dan menyebutkan nama (Masih Mau’ud as) dengan penuh hormat, tapi itu adalah cerita lama yang sama bahwa para Ahmadi harus melepaskan kesetiaan mereka kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan menyangkal pendakwahannya. Seperti itulah keadaan yang terjadi saat itu.

Orang-orang yang di dalam fitratnya cenderung pada kekacauan terus melakukan caci maki dalam berbagai hal. Orang-orang yang berpikiran bijaksana juga mulai mengeluarkan perasaan mereka. Namun Karena mata mereka diarahkan ke dunia, mereka tidak melihat janji-janji Allah Ta’ala dan mereka tidak dapat memahaminya. Mereka tidak akan pernah bisa memahami ikrar Hadhrat Masih Mau’ud as yang menyatakan, ‘ketika saya pergi, Allah yang akan menunjukkan kepada kalian kudrat atau manifestasi kedua.”

Jadi, dunia menyaksikan betapa agungnya janji-janji Allah yang tergenapi untuk mendukung Hadhrat Masih Mau’ud. Pernyataan-pernyataan mereka yang sombong dan keinginan rendah mereka dilemparkan kembali pada mereka. Literatur yang mereka anjurkan untuk dibakar, sekarang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan telah menjadi sarana untuk membimbing banyak orang yang berfitrat baik. Adapun nama orang yang ingin mereka hapus dari sejarah, saat ini slogan-slogan kemenangannya sedang didengungkan di Eropa, Afrika, Asia dan Amerika. Hari ini, nama, foto dan karya Hadhrat Masih Mau’ud as sedang dibawa angin ke setiap rumah, ke setiap penjuru dunia.

Seandainya orang-orang yang dulu mengatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah tidak akan mampu menahan gejolak dari para penentang, jika pada hari ini mereka masih hidup, mereka akan melihat bahwa, tidak hanya dapat menahan keributan, bahkan nama Ahmadiyah telah mencapai semua kota di dunia.

Selanjutnya, begitu para penentang mendengar nama Ahmadiyah, mereka mencoba melarikan diri untuk menyelamatkan diri mereka di setiap negara di dunia. Ya, dengarkan saja sebanyak apa penistaan dari mereka. Jika mereka memiliki keberanian untuk melakukannya, maka layanan televisi dan radio di setiap negara Muslim, untuk memenuhi persyaratan keadilan, harus mengizinkan dan memfasilitasi Ahmadiyah untuk menampilkan keyakinan mereka di saluran TV nasional mereka.

Pemerintah nasional harus melaksanakan tanggung jawab mereka dan memberikan perlindungan kepada Ahmadiyah. Tidak ada paksaan dalam masalah keyakinan. Masya Allah, setiap orang yang cerdas dan dewasa bisa membedakan yang baik dan yang jahat. Lalu apa yang mereka takutkan? Tidak ada yang bisa memaksa siapa pun untuk menjadi Ahmadi. Lawan-lawan ini terus meneriakkan slogan-slogan untuk menghentikan saluran MTA. Mereka mencoba melakukannya di beberapa tempat, dan meskipun mereka telah melakukan upaya seperti itu, Tuhan menciptakan sarana sedemikian rupa sehingga jika di satu tempat mereka mencoba untuk menghentikannya, maka muncul di tempat lain dengan kemuliaan yang lebih besar. Apa yang telah mereka capai dengan serangan gencar terhadap Jemaat? Hari ini, MTA benar-benar membuat mereka ketakutan. Ini adalah manifestasi dari pemenuhan janji-janji Ilahi. Jika ada yang ingin berperang melawan  Allah Ta’ala silahkan saja. Mereka telah melihat hasil dari upaya tersebut sebelumnya, silahkan mencoba sekali lagi hari ini!

Alhasil, setelah wafatnya Hadhrat Masih Mau’ud (as), mereka melakukan upaya keras untuk mencabut pohon Ahmadiyah. Namun, Allah Ta’ala mengungkapkan kepada Hadhrat Masih Mau’ud as:

“Aku telah menanam untukmu (pohon) Rahmat dan Kekuatan-Ku dengan tanganku sendiri.’

Adalah suatu kebodohan dari pihak penentang yang berpikir bahwa pohon Ahmadiyah baru tumbuh dan setelah Hadhrat Masih Mau’ud (as) ia akan akan sirna, naudzubillah. Allah Ta’ala berfirman, Aku telah menanam pohon itu dengan rahmat dan kekuatan-Ku, yang ditakdirkan untuk tumbuh dan berkembang, yang akarnya tertanam kuat di bumi dan cabang-cabangnya mencapai langit.

Kabar Suka Datangnya Qudrat Kedua

Setelah mendapatkan isyarat dari Allah Ta’ala, Hazrat Masih Mau’ud (as) memberikan kabar suka akan datangnya kudrat kedua dan mengumumkan bahwa (kudrat kedua) itu akan abadi; hal ini sesuai dengan nubuatan tentang suatu pohon yang telah ditanam dengan Karunia Allah Ta’ala, yang akan berbuah lebat dan kokoh. Pohon itu, yang telah ditanam oleh Allah Ta’ala sendiri dengan tangan-Nya, yang akan menganugerahkan perlindungan bagi segenap jiwa-jiwa suci yang ada di seluruh dunia di bawah naungannya, dan yang saat ini pun terus terjadi, tidak akan tergoyahkan oleh ancaman orang-orang yang rendah tersebut. Allah Ta’ala telah berfirman kepada Hazrat Masih Mau’ud (as.):

Terkait:   Khalifah Sebagai Imam

“Aku bersamamu dan bersama segenap orang yang engkau cintai”.

Ilham ini terus sempurna dengan sangat luar biasa di setiap harinya.

(Huzur Anwar bersabda tentang para hadirin di London, Qadian, dan Rabwah yang tengah memekikkan na’rah: Anda memang dapat mengutarakan gejolak semangat dengan na’rah, namun masih banyak yang ingin saya sampaikan, sehingga hendaknya sedikit bersabar dalam memekikkan na’rah. Terutama yang ada di Qadian yang tampak sangat bersemangat)

Khalifatul Masih I

Tadi telah saya sampaikan tentang Ilham Allah Ta’ala yaitu “Aku bersamamu dan bersama segenap orang yang engkau cintai” bahwa ini terus sempurna dengan sangat luar biasa di setiap harinya, dan ini terus terjadi, yang mana penampakan pertamanya adalah di saat kewafatan Hazrat Masih Mau’ud (as.), tatkala Tuhan dalam menurunkan sarana ketenangan hati bagi segenap mukmin, Dia telah menyatukan seluruh jemaat di atas tangan Hazrat Khalifatul Masih Awwal (ra).

Saat itu orang luar jemaat berpikir bahwa bagaimana bisa sosok tua berusia 80 ini dapat menopang jemaat ini?

Satu surat kabar, Curzon Gazzette menulis:

“Kini, apa lagi yang tersisa bagi golongan Mirzai, kepalanya telah terputus. Seseorang yang kini menjadi pemimpinnya, tidak akan dapat melakukan apapun, kecuali bahwa ia akan memperdengarkan Al-Quran kepada engkau di dalam suatu masjid…’ (Tarikh-i-Ahmadiyyat, Jilid III, halaman 221)

Tetapi yang telah dijalankan oleh sosok yang menurut mereka ia tidak akan dapat berbuat sesuatu, sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu, yang menurut mereka memang tidak penting, yakni menjelaskan hakikat-hakikat dan makrifat-makrifat Al-Quran Karim.

Sesungguhnya, inilah tugas hakiki itu, yang karenanya Allah Ta’ala seraya mengabulkan doa Nabi Ibrahim (as.), yaitu membangkitkan Yang Mulia Rasulullah (saw.). Dan inilah tugas, yang demi mewujudkannya Allah Ta’ala membangkitkan Masih Mau’ud (as.) di kaum Akhorin. Dan sungguh inilah tugas, yang karenanya Allah Ta’ala membentuk nizam khilafat di dalam Jemaat ini. Namun bagaimana bisa mata duniawi sanggup memahami maksud yang agung ini?

Alhasil, atas hal ini Hazrat Khalifatul Masih Awwal bersabda:

“Semoga inilah yang terjadi, yakni saya akan senantiasa mengajarkan Al-Quran kepada Anda sekalian”.

Akan tetapi para penentang, dan sebagian yang di dalam hatinya ada kedengkian, mereka menganggap bahwa Hazrat Khalifatul Masih Awwal adalah seorang yang sudah tua dan lemah, sehingga bagaimana sanggup beliau mengawasi jemaat ini?

Musuh menganggap bahwa jemaat ini akan perlahan-lahan berakhir karena kelemahan beliau dalam pengaturan jemaat.

Dan golongan munafik, yang mana mereka menganggap diri mereka sebagai pilar jemaat, mereka menganggap bahwa Anjuman adalah penerus dan wakil hakiki Hazrat Masih Mau’ud (as). Maka (mereka beralasan) semua pekerjaan harus dipecayakan kepada mereka.

Hazrat Khalifatul Masih Awwal (ra) dengan sedemikian kuat telah menekan kedua macam fitnah dan serangan tersebut, dimana ini hanya sanggup dilaksanakan oleh Khilafat pemberian Allah Ta’ala ini. Beliau, di dalam pidato pertama setelah diangkat sebagai khalifah, bersabda di bagian akhir:

“Sekarang, ke arah manapun jiwa Anda sekalian tertuju, Anda harus menjalankan petunjuk-petunjuk saya. Dan jika Anda menerima hal ini, maka saya, suka atau tidak suka, akan memikul segenap beban ini. 10 syarat baiat yang telah ditetapkan oleh Masih Mau’ud (as.) akan senantiasa berlaku. Secara khusus saya akan menekankan pada pengajaran Al-Quran, pengaturan zakat, pelatihan murabbi, dan segala hal yang hendak Allah Ta’ala turunkan ke dalam kalbu saya waktu demi waktu. Kemudian dalam hal pengajaran keagamaan, pengajaran di madrasah keagamaan harus sesuai dengan kehendak dan keinginan saya, dan saya memikul tanggung jawab ini hanya demi Allah, sebagaimana Dia telah berfirman,

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ

Ingatlah bahwa segala kebaikan ada di dalam persatuan. Jemaat yang tidak memiliki pemimpin adalah mati.” (QS Ali Imran: 104)

Keinginan orang luar yang menghendaki agar jemaat ini bubar tidak terwujud, dan tidak akan dapat terpenuhi. Namun bahaya dari dalam yang timbul dari sebagian orang yang munafik, atau dari orang yang telah dimanfaatkan oleh mereka, terus timbul. Dan kapanpun Hazrat Khalifatul Masih Awwal (ra) mengetahuinya, beliau terus menanganinya dengan penuh hikmah dan tegas.

Di satu kesempatan, di Masjid Mubarak beliau menyampaikan pidato dengan sangat luar biasa. Beliau bersabda, 

“Kalian telah sedemikian rupa menimpakan kesedihan kepada saya karena perbuatan kalian, hingga saya pun tidak dapat berdiri pada bagian masjid yang kalian bangun, tetapi di bagian yang dibanung oleh Hazrat Masih Mau’ud (as) sendiri.

(Sebagian bangunan Masjid Mubarak merupakan perluasan kemudian. Bagian awal dibangun di masa Hazrat Masih Mauud (as). Beliau berdiri di bagian yang didirikan oleh Hazrat Masih Mau’ud (as). Adapun bagian selanjutnya merupakan perluasan yang dibangun dengan candah anggota Jemaat)

Beliau bersabda: “Anda telah sedemikian rupa memberi kesedihan kepada saya hingga saya pun tidak sanggup berdiri di bagian yang telah dibangun oleh Anda. Tetapi saya berdiri di Masjid Mirza saya”.

Lalu bersabda,

“Saya telah memutuskan bahwa keduanya, baik Jemaat dan Anjuman, harus taat pada Khalifah, dan keduanya merupakan khadim. Anjuman adalah penasihat, dan keberadaannya adalah perlu bagi khalifah”.

Demikian pula beliau bersabda,

“Siapa saja yang menulis bahwa tugas Khalifah adalah hanya menerima baiat, dan pimpinan tertinggi adalah Anjuman, dia harus bertaubat. Allah telah mengabarkan kepadaku bahwa jika ada seorang diantara jemaat engkau yang meninggalkan engkau dan murtad, maka sebagai gantinya Aku akan memberikan satu Jemaat untuk engkau…”

Kemudian beliau bersabda,

“Dikatakan juga bahwa tugas Khalifah hanyalah memimpin shalat, menshalatkan jenazah, melangsungkan pernikahan atau mengambil baiat. Untuk pekerjaan-pekerjaan ini, seorang mullah pun dapat melakukannya. Untuk melakukan ini, tidak diperlukan Khalifah untuk hal ini, dan ini adalah suatu corak baiat yang sedikitpun saya tidak memperdulikannya. Baiat yang sesungguhnya adalah baiat yang di dalamnya ada ketaatan yang sempurna, dimana tidak ada satu pun perintah dari Khalifah yang diingkari.”

Alhasil, ini adalah pidato Khalifah Pertama yang sangat luar biasa, dimana perawi menceritakan bahwa ribuan orang yang berkumpul dari berbagai jemaat, dan orang-orang yang tengah berupaya menanamkan pengaruh mereka untuk menentang khilafat, lantas menangis dengan sedemikian sedu sedan, dan mereka menangis sejadi jadinya di lantai masjid laksana yang menggelepar tanpa adanya air. 

Alhasil inilah penjelmaan pertama di dalam Jemaat Ahmadiyah dalam hal mengubah keadaan takut menjadi damai yang mana hal ini pun zahir pada anggota jemaat, dan hal ini tampak secara luar biasa di dalam wujud Khalifah pada masanya. Tanpa ada suatu ketakutan dan kekhawatiran, Hazrat Khalifah Awwal menyatakan: Jika ada yang memilih murtad, silahkan saja. Allah Ta’ala akan menganugerahkan satu jemaat bagi saya sebagai penggantinya. Tatkala ada satu orang yang pergi, maka saya akan mendapat satu jemaat.

Alhasil, melalui seruan beliau ini, terjadi pembaharuan di dalam anggota jemaat yang mukhlis, dan keimanan mereka menjadi semakin bertambah. Dengan ini pun golongan munafik menjadi surut untuk suatu masa, dan jemaat terus menerus menapaki jenjang-jenjang kemajuan.

Kemudian pada akhirnya, sesuai dengan ayat  کل من علیھا فان [Setiap yang ada di dalamnya akan meninggal dunia], pada tanggal 13 Maret 1914, beliau berjumpa dengan Wujud Kekasih Hakiki beliau.

Saat itu di dalam jemaat muncul keadaan seperti malapetaka.  Para petinggi Anjuman, yang sempat diam karena sosok Hazrat Khalifatul Masih Awwal (ra.) mereka pada akhirnya mengangkat kepala mereka dan berupaya agar segala wewenang diberikan kepada Anjuman dan bukan kepada khilafat. Dan Anjuman menjadi lembaga yang mengendalikan segenap perkara.

Akibat kewafatan Hazrat Khalifatul Masih Awwal, segenap ahmadi yang mukhlis menjadi  sangat berduka. Mereka khusyuk berdoa demi turunnya kudrat yang baru. Para petinggi Anjuman, yang mana mereka menganggap diri mereka paling tinggi, mereka tengah sibuk dalam rencana buruk mereka. Mereka pun berupaya meyakinkan Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) supaya setuju bahwa tidak boleh ada Khalifah Jemaat, dan mereka harus bergantung pada Anjuman, dan inilah telah dikatakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as.

Namun Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) bersabda,

“Di dalam jemaat ini harus ada wujud Khalifah, dan tidak dapat bertumpu pada Anjuman, inilah yang disabdakan oleh Hazrat Masih Mau’ud (as).”

Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad bersabda kepada mereka,

“Kepada siapa Anda sekalian akan baiat, saya dan keluarga besar saya akan baiat kepadanya dengan sepenuh hati. Anda janganlah takut kepadaku, karena saya sama sekali tidak berangan angan untuk menjadi khalifah”.

Meski demikian, orang-orang yang menganggap diri mereka cendekiawan dan paling pandai, tetap tegak di dalam pendirian mereka bahwa Anjuman lah yang paling berhak memimpin.

Khalifatul Masih II

Pada akhirnya, tatkala mereka tidak bergeming dalam sikap keras kepala, maka sejumlah besar jemaat berkumpul di Masjid Nur, dan pada tanggal 14 Maret 1914, terpilihlah khilafah yang kedua. Dan di tengah sebanyak 2000 jemaat, seruan “Hazrat Mia Sahib”, “Hazrat Mia Sahib”, yakni seruan Hazrat Mirza Mahmud Ahmad Sahib-lah yang muncul; dan segenap orang, dengan berdesak-desakan satu sama lain, dengan tidak sabar lagi mereka berupaya untuk baiat di tangan Hazrat Sahibzada Mirza Mahmud Ahmad.

Mereka yang menjelaskan suasana saat itu menulis bahwa saat itu seolah-olah para malaikat tengah masuk ke dalam kalbu segenap orang untuk menarik mereka menuju pemilihan khilafat milik Allah Ta’ala itu. Pada akhirnya, dengan melihat pemandangan ini, golongan orang yang mengingkari khilafat, yang memiliki Anjuman dan perbendaharaannya, mereka beranjak dari sana; dan sungguh Allah Ta’ala, sesuai dengan janji-Nya, menganugerahkan keteguhan kepada jemaat melalui Khilafat Ahmadiyah. Dan Dia telah mengubah ketakutan mereka menjadi kedamaian.

Dan pada masa kekhilafatan Putra Ulul Azmi dari Hazrat Masih Mau’ud (as), dan sosok Muslih Mau’ud ‘Pembaharu yang dijanjikan’, yang terbentang selama 52 tahun, segenap jemaat menyaksikan kemajuan demi kemajuan yang tidaklah mungkin tanpa dukungan pertolongan khas dari Allah Ta’ala.

Adapun orang-orang yang pergi dengan mengosongkan perbendaharaan jemaat, dan menyatakan bahwa Qadian akan ada di bawah pemerintahan Kristen, dan mereka masih hidup hari ini, silakan mereka melihat bahwa bukannya Qadian akan dipimpin oleh pemerintahan Kristen, tetapi sosok Putra yang Dijanjikan dan Ulul Azmi ini telah menghimpun ribuan orang-orang Kristen di bawah bendera Masih Muhammadi [as.]

Kemudian ketika muncul pemberontakan golongan Ahrar. Tatkala mereka memproklamirkan menghancurkan Qadian sehancur-hancurnya, maka Hazrat Muslih Mau’ud (ra) memulai gerakan Tahrik Jadid, dan meletakkan pondasi penyebaran jaringan untuk misi tablig jemaat ke seluruh penjuru dunia.

Kemudian, segenap Tafsir Al-Quran dan literatur-literatur lainnya yang sarat dengan ilmu dan wawasannya yang mendalam, juga menjadi saksi tergenapinya nubuatan bahwa ‘sosok itu akan dipenuhi oleh Ilmu zahir dan batin’. Dan semua itu telah tersebar di dunia.

Lalu datang masa hijrah. Maka sosok Ulul Azmi ini telah sedemikian rupa membimbing jemaat, dimana para anggota jemaat pun dapat pindah dan menetap ke Pakistan dengan kerugian yang seminimal mungkin. Meskipun dengan segenap keadaan yang sulit, beliau meninggalkan putra-putranya dan para ahmadi yang rela berkorban di Qadian, yang mana mereka telah berupaya menjaga Syiar-syiar Allah di Qadian dengan cara bagaimanapun juga.

Lalu melihat perlu adanya suatu pusat Jemaat Ahmadiyah di Pakistan, beliau dengan petunjuk dan firasat yang agung, telah menjadikan suatu permukiman yang tandus dan gersang itu menjadi kota yang penuh kehijauan, sebagaimana saat ini pun pemandangannya tengah kita saksikan.

Alhasil, beliaulah pemuda berusia 25 tahun, yang di hadapan beliau adalah para ulama besar dan terkemuka. Tatkala beliau telah meraih dukungan dari Allah Ta’ala, tatkalah pandangan intikhab ‘pemilihan’ Allah Ta’ala telah tertuju pada beliau, tatkala beliau telah menjadi tempat penzahiran Kudrat Kedua sesuai dengan janji-janji Allah Ta’ala, maka seperti halnya sesosok jenderal yang berhasil, beliau tampil di segala medan; dan terus mengubah keadaan para pengikut beliau dan segenap hamba dari Masih Muhammadi dari ketakutan menuju kedamaian dengan dukungan dan pertolongan Allah Ta’ala.

Khalifatul Masih III

Pada akhirnya, sesuai dengan Takdir Ilahi, ketika beliau meninggal pada bulan November 1965, maka Allah Ta’ala pun memperlihatkan penjelmaan penzahiran ketiga dari Kudrat Kedua.

Masa 52 tahun kekhalifahan yang kedua adalah masa yang sungguh panjang, dimana banyak keturunan yang meraih keberkatan darinya. Pada masa itu, di setiap ahmadi telah tertanam suatu hubungan yang mendalam dengan beliau. Kewafatan beliau telah menjadi suatu kesedihan mendalam dimana jemaat tidak akan sanggup menghadapinya. Namun tatkala janji Allah Ta’ala telah ada, maka dengan segera Allah Ta’ala mengubah rasa takut tersebut dengan kedamaian. Maka dari itu inilah pemandangan yang telah kita saksikan di masa khilafat yang ketiga. Di setiap langkah terdapat kemajuan jemaat; dibukanya berbagai sekolah dan rumah sakit di Afrika, kemajuan-kemajuan di medan pertabligan.

Kemudian keadaan di tahun 1974 yang sangat berat bagi jemaat Pakistan, bahkan keberadaan wujud Khalifah masa itu di Pakistan telah menjadikan segenap jemaat di seluruh dunia menjadi sangat khawatir. Namun jemaat telah keluar dari keadaan yang sangat menakutkan tersebut dengan berhasil dibawah naungan khilafat, dan jemaat terus menapaki jalan-jalan kemajuan.

Khalifatul Masih IV

Lalu tiba tahun 1982, tatkala Hazrat Khalifatul Masih Ketiga (rh) pun meninggalkan kita. Maka kemudian Allah Ta’ala pun menganugerahkan sandaran kepada jemaat-Nya, dan berlangsunglah pemilihan khilafat yang keempat.

Di masa beliau, kemajuan jemaat telah masuk ke dalam era yang baru. Musuh terperangah melihat kemajuan jemaat, dan telah berupaya untuk menggoyangkan khilafat. Mereka telah mengerahkan segenap upaya mereka untuk memusnahkan pemimpin jemaat ini, namun Allah Ta’ala seraya memenuhi janji-janji-Nya, telah menolong para kekasih Hazrat Masih Mau’ud (as), dan membawa Hazrat Khalifatul Masih Ar-Rabi’ (rh) hingga kemari (di London) dengan penuh mukjizat, seraya memusnahkan segenap rencana musuh. Lalu musuh yang sedari awal ingin memusnahkan kepala jemaat ini, Allah Ta’ala telah sedemikian rupa memusnahkannya hingga tidak ada satu bagian pun tubuhnya yang tersisa.

Kemudian setiba disini, mulailah suatu era baru tablig Islam. MTA berdiri, dan tablig Hazrat Masih Mau’ud (as) pun telah tersebar ke segenap pelosok dunia dengan suatu keagungan yang baru. Janji Tuhan kita yang telah diberikan kepada Hazrat Masih Mauud (as) telah sempurna dengan sangat luar biasa. Musuh yang telah berupaya untuk mematahkan bagian khilafat dengan memasukkan tangannya, namun rencana Allah Ta’ala adalah menyampaikan pesan beliau hingga ke rumah-rumah manusia, dimana tidak ada suatu batas geografis pun yang dapat menghalanginya.

Jika saya menyebutkan kemajuan-kemajuan jemaat tersebut, maka hal ini tidak akan dapat selesai meski hingga berjam-jam lamanya. Hal ini telah disampaikan di dalam pidato-pidato di berbagai Jalsah, dan Insya Allah untuk selanjutnya pun akan terus disampaikan. Demikianlah, masa khilafat keempat yang penuh keemasan, yang telah memperlihatkan jalan-jalan baru bagi jemaat, terus berlangsung sesuai dengan kehendak Ilahi hingga April 2003.

Dengan wafatnya beliau, jemaat yang dalam suasana ketakutan itu kembali jatuh bersujud di hadapan Allah Ta’ala. Karena inilah sesungguhnya yang diperintahkan kepada seorang mukmin, dan inilah yang menjadi kemuliaan seorang mukmin, bahwa kapanpun ia tertimpa kesukaran, ia akan bersujud di hadapan Allah Ta’ala.

Bagaimanapun juga, masa untuk terpenuhinya janji-janji Ilahi itu adalah untuk selamanya. Allah Ta’ala pun telah meyakinkannya untuk kita. Yaitu, Allah Ta’ala telah menganugerahkan kedamaian setelah adanya ketakutan, sebagaimana di peristiwa setelah kewafatan Hazrat Masih Mau’ud (as), lalu beliau bersabda bahwa ‘janji itu bukanlah tentang diriku, tetapi adalah janji tentang dirimu’. Lalu sabda beliau (as.) yaitu, ‘Allah Ta’ala memperlihatkan dua corak Kudrat-Nya, supaya Dia menggagalkan kegembiraan-kegembiraan semu para penentang’.

Terkait:   Pentingnya Khilafah

Alhasil, sesudah khilafat keempat Allah Ta’ala kembali menganugerahkan sarana kedamaian bagi jemaat. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Hazrat Masih Mau’ud (as) bahwa Kudrat Kedua itu adalah untuk selamanya, maka pemandangannya itu telah kembali disaksikan oleh seluruh dunia melalui MTA.

Khalifatul Masih V

Di masa permulaan Islam, jika Khilafat Rasyidah berjalan hingga masa yang singatk, dan ada sebanyak empat khilafah, di itu juga merupakan sesuai dengan nubuatan Yang Mulia Rasulullah (saw), sebagaimana diriwayatkan dalam hadits yang telah saya jelaskan, namun setelah kedatangan Hazrat Masih Mau’ud (as), sebuah babak baru akan terbuka dalam sejarah Islam.

Jadi, era kelima dari Kudrat Kedua ini pun merupakan satu babak baru sesuai dengan janji-janji Allah Ta’ala. Ini adalah suatu pukulan keras bagi musuh. Ini merupakan suatu corak dalam memusnahkan kegembiraan-kegembiraan semu musuh. Saat ini, mata musuh tengah melihat kemajuan-kemajuan jemaat dengan tatapan kedengkian yang lebih dari sebelumnya. Hal ini menjadikan mereka melihat dengan segenap penyesalan, karena Jemaat Ahmadiyah di bawah naungan khilafat, terus menapaki kemajuan meskipun dengan segala upaya permusuhan mereka. (Karena gema yang timbul dari na’rae takbir, Huzur bersabda: Delay di TV Rabwah lebih panjang dibandingkan Qadian. Baik, saya akan menunggunya)

Karena mereka ini, para penentang, memandang hal ini dengan penyesalan, bahwa meskipun dengan segenap penentangan mereka, Jemaat Ahmadiyah di bawah naungan khilafat terus menapaki kemajuan. Jemaat ini senantiasa menjadi pewaris dari pernyataan Allah Ta’ala yaitu ‘Aku akan menegakkan khilafat di antara orang-orang yang beriman’. Allah Ta’ala terus menerus menganugerahkan keteguhan pada jemaat ini. Di setiap harinya, akarnya semakin terus menguat. Dengan karunia Allah Ta’ala, setiap ketakutan orang-orang mukmin dilindungi di balik tameng Khilafah.

Terlepas dari semua upaya penentangan, para Ahmadi, terus menyebarkan pesan Hazrat Masih Mau’ud (as) ini ke seluruh pelosok dunia, hanya karena mereka terus berpegang pada tali Allah, dan membawa kembali umat manusia yang tersesat di bawah panji Rasulullah (saw) sehingga mereka dapat mengenal kembali Tuhan Sang Pencipta.

Para penentang pun telah mengakui bahwa tanpa khilafat, persatuan umat muslim tidak mungkin terwujud. Kemajuan Islam dan persatuan Islam tidak mungkin terwujud. Tetapi, karena mata mereka telah tertutupi, mereka tetap mengingkari sosok Khatamul Khulafa yang telah diutus oleh Allah Ta’ala, dan lembaga khilafat yang Allah bentuk sepeninggalnya.

Tentang bagaimana kedengkian mereka atas khilafat, di sini saya sampaikan satu dua contohnya:

Seorang bernama Maulana Abdur Rahman Sahib yang merupakan pemimpin dari Jamiah Ashrafiah Karachi, ia menyatakan:

“Adapun mengenai Nizam Khilafat Islamiyah ‘ala Minhajin Nubuwwah, sesungguhnya tidak ada lagi nizam yang lebih baik dari ini. Karena Allah Tabaraka Wa Ta’ala sendiri yang telah berfirman, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala telah membeli dari orang-orang mukmin yaitu jiwa dan harta mereka dengan ganti berupa surga’. Namun sangat disayangkan bahwa perselisihan yang ada di antara umat muslim tengah sangat tinggi. Berkenaan dengan khilafat ini, Khalifah mana yang akan mereka terima? Jika khalifah akan dipilih dari Makkah Mukarramah, maka yang paling pertama akan menentang adalah Jemaat Barelwi. Dan saya pun telah berdiskusi dengan para sahabat saya dan dapat disimpulkan bahwa nizam khilafat ini tidak mungkin terwujud di Pakistan”.

Lalu ada seorang cendekiawan bernama Humayun Gauhar, di dalam tulisannya pada bulan Desember 2005 yang berjudul “Perjalanan memerlukan permulaan”, ia menulis:

“Sekarang ini kita mendapati diri kita terbelakang, kolot dalam hal norma, dan jatuh di dalam jurang kejahilan. Keburukan-keburukan sosial dan masyarakat tengah mengurung kita. Ketidak-adilan tengah memuncak. Dan pencemaran lingkungan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, kita perlu untuk menarik satu nafas baru yang segar, yang akan dapat memperbaharui umat ini. Untuk hal ini diperlukan semangat dan gelora yang sangat besar. Dan untuknya sangat dibutuhkan keinginan kuat dan keimanan yang teguh. Dan hal ini akan mungkin melalui lembaga seperti halnya khilafat di dalam umat muslim.”

Alhasil, inilah kekecewaan-kekecewaan mereka, dimana mereka pun merasakan ini, namun mereka tidak sanggup mendirikannya.

Pemandangan pemilihan khilafat kelima dan baiat, telah diperlihatkan oleh MTA ke seluruh dunia. Suatu hal dimana mereka telah menyebutkannya dengan kekecewaan, maka dunia telah menyaksikan bagaimana sebuah jemaat tengah bersatu di bawah satu tangan dan memperlihatkan gambaran persatuan. Di antara mereka ada yang secara terang pun mengakui bahwa “kesaksian akan adanya dukungan Allah Ta’ala sungguh ada bersama kalian”. Akan tetapi hal ini bukannya membuat mereka menjadi condong ke arah perbaikan, tetapi mereka menjadi semakin besar dalam kedengkian.

Saat ini di Pakistan, para mullah tengah mengadakan Jalsah-jalsah untuk menentang jemaat, karena mereka sudah tidak dapat menolak persatuan dan kemajuan jemaat. Kini kedengkian dan kebencian ini telah menjadi takdir mereka. Sementara itu angin dukungan dan pertolongan Allah Ta’ala tengah berhembus kuat untuk jemaat. Insya Allah, segenap keinginan dan upaya-upaya mereka akan musnah ditelan angin.

Wahai para musuh Ahmadiyah! Saya sampaikan kepada Anda sekalian dalam kalimat yang sederhana, bahwa jika Anda sekalian sungguh berniat baik dalam mendirikan khilafat, maka datanglah, dan seraya menerima menjadi hamba wujud Masih Muhammadi, jadilah bagian dari nizam khilafatnya yang tengah berlangsung dan abadi ini. Jika tidak, Anda akan terus berupaya hingga kematian menjemput Anda, sementara khilafat tidak akan dapat Anda tegakkan. Keturunan Anda pun, jika mereka terus berjalan sesuai jejak langkah Anda, maka mereka pun tidak akan sanggup untuk mendirikan khilafat. Jika hingga kiamat, keturunan demi keturunan Anda terus melanjutkan usaha demikian ini, mereka tetap tidak akan dapat berhasil. Takutlah kepada Tuhan dan janganlah melakukan perlawanan dengan Tuhan, dan berupayalah untuk meraih sarana demi keberlangsungan Anda dan keturunan Anda.

Adapun hal-hal yang telah saya sampaikan ini tentang (adanya kedengkian) orang lain, hendaknya janganlah ini menjadi sebab kegembiraan bagi kita. Hati segelintir orang yang berbelas kasih seharusnya tidak merasa kasihan pada mereka. Tetapi musuh mencoba untuk menyakiti karena dia terbakar dalam api kecemburuan. Dan mereka menyerang para ahmadi yang lemah (keimanannya). Atas sebab itulah, menjadi kewajiban bagi para ahmadi yang berpegang erat pada khilafat, agar seraya memanjatkan doa-doa demi keberlangsungan dan kokohnya khilafat, mereka pun saling mendoakan para ahmadi, supaya Allah Ta’ala senantiasa menjaga mereka dari keburukan mereka yang berlaku keji dan dari kedengkian mereka yang berlaku dengki.

Era ini, dimana kita tengah memasuki abad baru khilafat di bawah khilafat kelima, Insya Allah Ta’ala merupakan era kemajuan dan kemenangan Ahmadiyah. Saya menaruh keyakinan kepada Anda sekalian, bahwa pintu-pintu Pertolongan demi pertolongan Allah Ta’ala tengah terbuka, dan akan senantiasa terbuka, dimana di setiap harinya terus menampakkan hari-hari kemenangan yang semakin dekat.

Saya saat melihat keadaan diri saya, saya merasa malu. Saya hanya seorang insan yang lemah, tidak berguna, tidak cakap, dan berdosa. Saya tidak mengetahui, atas hikmat apa Allah Ta’ala telah mendudukkan saya pada derajat ini?

Namun saya mengatakan atas dasar pandangan rohani, bahwa Allah Ta’ala akan menganugerahkan pertolongan dan dukungan-Nya yang tidak terhingga untuk era ini dan akan terus membimbing jemaat ini menuju jalan-jalan kemajuan. Insya Allah. Dan tidak ada yang akan sanggup menahan kemajuan Ahmadiyah di era ini, dan untuk selanjutnya pun tidak akan pernah ada yang dapat menahan kemajuan ini. Rangkaian khalifah demi khalifah akan terus berjalan, dan Insya Allah, derap langkah Ahmadiyah akan terus semakin maju. Semenjak 5 tahun lalu, hujan karunia Allah Ta’ala ini terus didengungkan di dalam pidato-pidato Jalsah, dan di masa ini pun Insya Allah akan senantiasa disampaikan.

Alhasil, kemajuan yang telah menjadi hal yang merekat dengan khilafat Ahmadiyah ini, yang mana Hz. Masih Mau’ud (as.) pun telah bersabda tentangnya di dalam risalah Alwasiyat, ini merupakan suatu rangkaian yang tidak akan berakhir. Dan setiap orang yang senantiasa berpegang erat pada khilafat, yang terus berupaya untuk memajukan keimanan dan amal salehnya, Allah Ta’ala akan menganugerahkan kepadanya pemandangan karunia-karunia-Nya yang telah Dia tetapkan bagi setiap ahmadi yang berpegang teguh pada khilafat.

Allah Ta’ala pun akan senantiasa menganugerahkan kepada khilafat Ahmadiyah ini, sosok-sosok yang terus maju dalam keikhlasan dan kesetiaan mereka, sosok-sosok yang bersedia melakukan apapun demi tegak dan terus berdirinya khilafat, sosok-sosok yang Allah Ta’ala sendiri akan memenuhi kalbunya dengan kecintaan kepada khilafat, sebagaimana ini tengah dan telah terjadi. Dan saya setiap harinya terus melihat pemandangan ini di setiap kaum dan negeri.

Baru saja Anda sekalian telah melihat pemandangan lawatan ke Afrika, bahwa bagaimana para ahmadi di sana yang penuh dengan kecintaan.

Semenjak waktu yang lama, Allah Ta’ala telah menurunkan keyakinan kepada saya bahwa di masa ini, Allah Ta’ala sendirilah yang akan terus menyiapkan wujud-wujud yang setia kepada khilafat. Maka dari itu, majulah, dan masuklah setiap Anda sekalian menjadi wujud-wujud yang penuh berkat itu seraya ber-muhasabah atas keadaan iman dan amal saleh Anda, yaitu wujud yang mana Allah Ta’ala sendiri yang akan menjadikan mereka laksana pedang yang terhunus untuk menjaga khilafat.

Beberapa hari yang lalu, ada seorang sahabat yang menulis kepada saya, bahwa tatkala kita tengah berbahagia karena 100 tahun khilafat tengah sempurna, timbul juga pemikiran bahwa kita telah 100 tahun jauh berlalu dari zaman Hazrat Masih Mau’ud (as), dan ini janganlah menjadi alasan timbulnya kelemahan-kelemahan di dalam diri kita. Pemikiran ini sungguh diperkenankan, namun jika kita mengedepankan janji-janji Allah Ta’ala, hadits Yang Mulia Rasulullah (saw), dan petunjuk Hazrat Masih Mau’ud (as), maka seraya berupaya menyerap karunia-karunia Allah Ta’ala, dan dengan senantiasa berpegang erat pada khilafat, kita akan terus menjadi pewaris anugrah-anugrah Allah Ta’ala. Insya Allah.

Saya pun menganggap hal berikut sebagai suatu ketepatan Ilahi, bahwa bersamaan dengan surat tersebut, surat lain diterima dari seorang mubalig kita di Amerika yang menarik perhatian pada ikrar janji yang diambil oleh Hazrat Muslih Mau’ud (ra) dari para khuddam di kesempatan Ijtima Khuddam tahun 1959. Mubalig itu mengatakan bahwa ini merupakan ikrar yang harus diulang oleh Anshor dan terus mengikrarkannya, serta diulang di setiap pertemuan, dan terus diturunkan kepada keturunan-keturunan selanjutnya, hingga kemenangan Islam dan Ahmadiyah tersebar di segenap pelosok dunia.

Saat menerima surat pertama, saya menyadari itu, tetapi perhatian saya semakin meningkat saat menerima surat kedua dan saya menganggap baik usulan ini, agar saya mengulang kembali ikrar ini di kesempatan 100 tahun sempurnanya khilafat Ahmadiyah.

Maka kini, dengan sedikit perubahan, pada kesempatan jubilee 100 tahun ini, saya mengambil ikrar ini dari Anda sekalian, supaya jangan sampai perbedaan masa yang membentang menjadikan amalan-amalan kita menjauh dari ajaran Hazrat Masih Mau’ud (as) dan perintah serta nasihat Allah. Tetapi justru setiap harinya kita menjadi orang-orang yang menghargai janji-janji Allah Ta’ala. Maka atas dasar ini, kini saya akan mengambil janji. Saya memohon kepada Anda sekalian bahwa siapa saja yang ada disini, mohon agar berdiri; para wanita pun mohon agar berdiri; dan bagi segenap anggota jemaat di seluruh dunia yang hadir, agar mereka pun semua berdiri dan mengulang janji berikut ini:

اشھد ان لا الٰہ الا اللہ وحدہ لا شریک لہ و اشھد انّ محمّدًا عبدہ ورسولہ

Hari ini, atas terpenuhinya 100 tahun Khilafat Ahmadiyah, kami berjanji atas nama Allah Ta’ala, bahwa kami akan terus berjuang hingga saat-saat terakhir hidup kami untuk menyebarkan Islam dan Ahmadiyah, dan kami akan menyampaikan nama Muhammad Rasulullah (sallallahu ‘alaihi wasallam) hingga ke pelosok dunia; dan untuk memenuhi kewajiban suci ini, kami akan senantiasa menyerahkan kehidupan-kehidupan kami demi Tuhan dan Rasul-Nya (sallallahu ‘alaihi wasallam); dan dengan mengerahkan setiap pengorbanan yang sebesar-besarnya, kami akan terus meninggikan bendera Islam di setiap negara di dunia. Kami pun berjanji, bahwa demi menjaga  nizam khilafat, dan demi tegak berdirinya, kami akan terus berjuang sampai nafas penghabisan kami. Dan kami akan terus menekankan kepada  keturunan-keturuan kami agar senantiasa berpegang erat pada khilafat, dan agar meraih keberkatan-keberkatan darinya; supaya khilafat Ahmadiyah terus terjaga hingga hari kiamat, dan supaya penyebaran Islam terus berlangsung hingga hari kiamat dengan perantaraan jemaat Ahmadiyah, dan supaya bendera Yang Mulia Muhammad Rasulullah (saw) terus tinggi berkibar dari seluruh bendera dunia. Wahai Tuhan, anugerahkanlah kepada kami taufik untuk memenuhi janji ini.

Allah humma Amin, Allah humma Amin, Allah humma Amin

Alhasil, Wahai para hamba Masih Muhammadi (saw)! Wahai Anda sekalian, cabang-cabang yang hijau subur dari pohon Masih Mau’ud (as)! Saya berharap agar janji ini akan melahirkan suatu semangat dan gelora baru; akan membangkitkan semangat untuk bersyukur secara lebih banyak dari sebelumnya. Maka dari itu, masuklah menuju abad baru Khilafat Ahmadiyah ini dengan semangat, gelora, dan rasa syukur ini. Semoga hari 27 mei ini menghembuskan suatu roh baru ke dalam jiwa kita. Semoga timbul suatu revolusi yang hingga hari kiamat akan terus ada di dalam keturunan-keturunan kita. Masuknya kita ke dalam era baru ini oleh Allah Ta’ala merupakan suatu penzahiran bahwa kita harus senantiasa menjadi cabang-cabang yang hijau subur dari pohon Hazrat Masih Mau’ud (as.).

Tentang bagaimana kecintaan dan kesan baik Hazrat Masih Mau’ud (as) kepada jemaat beliau, beliau bersabda:

“Apapun kemajuan dan perubahan yang terjadi di jemaat kita ini, hal ini tidak akan ditemukan zaman ini, di jemaat manapun”

Bukankan kesan baik ini mengharuskan kita agar kita semakin berupaya lebih dari sebelumnya untuk melahirkan revolusi di dalam diri kita?. Maka dari itu, untuk memenuhi janji ini, berupayalah untuk terus siap sedia menghadapi setiap pengorbanan. Dengan Ihsan yang Allah Ta’ala telah tampakkan kepada kita dalam corak khilafat ini, maka kita harus berjuang menggapai tingkatan-tingkatan baru dalam kemajuan kerohanian kita. Atas Ihsan Allah Ta’ala ini, kita harus berjuang lebih dari sebelumnya dalam mengemban janji baiat kita. Atas Ihsan Allah Ta’ala ini, kita harus semakin tinggi dalam derajat kesetiaan dan kepatuhan kita terhadap khilafat. Untuk memanjatkan rasa syukur atas Ihsan Allah Ta’ala ini, kita harus terus menyebarkan senandung cinta dan kasih sayang ini kepada segenap kita dan orang-orang selain kita.

Sesungguhnya amalan-amalan baik dan rasa syukur inilah yang hendaknya menjadi perhatian utama kita. Sesungguhnya, mata air cinta dan kasih sayang harus lahir dari hati kita. Sesungguhnya, pengenalan cara-cara yang baru untuk menggambarkan ketulusan dan kesetiaan kita, harus menjadi tujuan hidup kita. Dan jika ini akan terjadi, maka kita akan menjadi orang-orang yang menghargai nikmat-nikmat Allah Ta’ala. Jika ini akan terjadi, maka kita akan terus menjadi orang-orang yang meraih karunia dari karunia-karunia khilafat yang abadi. Dan akan turun hujan-hujan nikmat dan karunia Allah Ta’ala yang tiada henti kepada kita.

Oleh karena itu, Wahai saudara saya yang tercinta, dan yang tercinta dari semua yang saya cinta, bangkitlah saat ini, dan tampillah ke medan lapangan dengan semangat dan gelora baru untuk memenuhi janji ini, dengan jatuh sujud di hadapan Allah Ta’ala dan dengan memohon pertolongan dari-Nya, karena hanya di sini-lah letak kelangsungan hidup Anda semua, kelangsungan hidup keturunan-keturunan Anda, dan kelangsungan hidup umat manusia.

Semoga Allah Ta’ala pun menurunkan taufik kepada Anda sekalian. Semoga Allah Ta’ala pun menurunkan taufik kepada saya, dan semoga kita menjadi orang-orang yang memenuhi janji kita ini. Allahumma Amin.

Sumber: Alislam.org – Ahmadiyya Muslim Khilafat Centenary Jalsa held at Excel Centre

Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi dan Mln. Fazli Umar Faruq

Comments (1)

Tim Ahmadiyah.Id
19/09/2022, 09:01
Luar biasa karya tulis terjemahan yang mengagumkan merasuk hati sanubvari terasa kedekatan dengan AllahSwt Sang Pencipta Langit dan Bumi

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.