Refleksi Seorang Muslim Tentang Penganiayaan terhadap kaum Atheis

Oleh: Uzair Ahmed, Republik Ceko
Penerjemah: Mln. Dildaar Ahmad Dartono

Hari ini, beberapa Atheis di seluruh dunia memperingati #AtheistDay – hari yang ditujukan untuk membahas hak asasi manusia yang mendasar untuk memiliki hati nurani dan ekspresi tentang identitas mereka tanpa takut akan penganiayaan, kebencian, dan di beberapa tempat di dunia, jauh lebih buruk. Keinginan untuk menjalani hidup secara autentik [asli menurut hati nurani dan pendapat pribadi tanpa tekanan pihak lain] begitu universal sehingga bagi banyak orang, sulit untuk membayangkan bagaimana seseorang bisa hidup tanpa itu di abad ke -21.

Namun, sekilas pandang pada keadaan kebebasan hati nurani di banyak bagian dunia menyingkapkan mengapa banyak ateis merasa perlu untuk berbicara secara terbuka dan tegas menentang penindasan hati nurani. Dan sebagai seorang Muslim Ahmadi, meskipun saya mungkin tidak sependapat dengan ateis tentang Tuhan, saya berdiri bersama mereka dengan teguh dan bangga dalam hal ini.

Salah satu poin penting yang disoroti oleh kaum ateis saat ini (yang sangat menyakitkan bagi saya sebagai seorang Muslim) adalah keadaan menyedihkan dari hak asasi manusia. di beberapa negara mayoritas Muslim di dunia dewasa ini yang telah memberlakukan undang-undang yang sangat membatasi dan menganiaya ekspresi ateisme.

Terkait:   Makna Keselamatan Menurut Islam

Saat saya menelusuri feed Twitter saya hari ini, saya melihat bahwa sejumlah tweet yang membingungkan (tetapi sama sekali tidak mengejutkan) yang mengungkapkan pentingnya hari ini berasal dari Pakistan. Banyak dari akun ini disembunyikan di balik kedok nama samaran, sebuah pencerahan lain tentang ketakutan yang sangat hebat yang dilakukan Pakistan terhadap keyakinan warganya.

Saya tahu ini karena saya lahir di sana. Saya dapat membuktikan secara langsung bahwa para ateis yang merasa terkekang dan dibungkam di Pakistan tidak hanya benar tentang suasana penganiayaan yang akan datang, tetapi juga menjalani hidup mereka dalam ketakutan yang sangat nyata akan kerusakan pada jiwa dan harta benda. Mungkin komentar paling membingungkan yang pernah saya dengar berulang kali dari beberapa bagian masyarakat Pakistan yang paling fanatik adalah bahwa “ateisme bahkan tidak ada di Pakistan”. Yang lain akan memberi tahu Anda bahwa meskipun mereka tidak cukup naif untuk mengatakan ini, para ateis seharusnya menjalani hidup mereka dengan tenang tanpa mengungkapkan keyakinan mereka.

Ironi tragis yang menjadi akar ideologi ini adalah rasa tidak aman yang mendalam terhadap keyakinan seseorang. Mereka yang beriman yang menganiaya orang-orang yang berbeda pandangan karena keyakinan mereka mungkin mengklaim bahwa mereka menganut Tuhan Yang Mahakuasa, namun apa yang mereka tunjukkan dengan membungkam dan menganiaya suara sesama manusia sebenarnya adalah bahwa Tuhan mereka sangat lemah, ia tidak memiliki cara apa pun untuk membuktikan keberadaannya selain dengan memaksa orang-orang untuk bungkam tentang keprihatinan mereka yang sebenarnya terhadap agama.

Terkait:   Benarkah Rasulullah Membantai Tawanan Qurays?

Sebagai seorang Muslim Ahmadi, saya sepenuhnya menolak semua gagasan tentang penindasan intelektual terhadap hati nurani. Saya percaya pada Tuhan yang menghargai pikiran dan perasaan semua manusia sebagai sesuatu yang sangat sakral dan tidak dapat diganggu gugat, baik mereka percaya kepada-Nya atau tidak. Saya berusaha untuk menegakkan prinsip yang menentukan dalam Islam bahwa “tidak ada paksaan dalam agama.” ,” dan saya mendukung saudara-saudari ateis saya dalam kemanusiaan yang telah mengalami penindasan dalam bentuk apa pun karena keyakinan mereka.

Secara kebetulan, tanggal 23 Maret juga menandai hari berdirinya Jemaat Muslim Ahmadiyah, yang berupaya keras untuk mempromosikan dialog terbuka dan kebebasan hati nurani bagi semua orang dan juga bagi mereka yang tidak beragama. Lebih dari 100 tahun yang lalu, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian (as) yang mengaku sebagai Mesias (al-Masih) yang dijanjikan untuk akhir zaman oleh semua agama besar, dengan tegas mencela semua bentuk ekstremisme agama dan memperjuangkan dialog yang terbuka dan damai. Kami telah berjuang dalam pertempuran ini untuk perdamaian menggunakan kekuatan pena sejak saat itu.

Terkait:   Istighfar Adalah Suatu Olah Ruhani

Faktanya adalah bahwa teman-teman Atheis kita di seluruh dunia adalah pertama mereka ialah manusia dan ateis ialah hal kedua. Kita akan selalu mencintai mereka atas dasar kemanusiaan dan sebagai ciptaan Tuhan. Kita akan selalu berdialog dengan penuh rasa hormat dengan mereka yang ingin membahas perbedaan pendapat dengan penuh rasa hormat. Tuhan dan agama kita mengajarkan kita bahwa mencintai manusia dan mencintai Tuhan adalah dua cabang dari pohon yang sama, jadi terlepas dari apakah kita setuju dengan mereka tentang Tuhan atau tidak, pada akhirnya kita semua adalah Manusia.

Tentang Penulis: Uzair Ahmed adalah mahasiswa kedokteran di Republik Ceko, tempat ia juga menjabat sebagai Sekretaris Nasional Bidang Hubungan Luar (Kharijiyah) untuk Komunitas Muslim Ahmadiyah serta Presiden Nasional Cabang Pemuda (Majlis Khuddamul Ahmadiyyah). Ia adalah anggota resmi tim ‘The Existence Project’ .

Sumber: Review of Religions

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.