Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 21)

Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 155, Khulafa’ur Rasyidin Seri 04, Hadhrat ‘Abdullah Abu Bakr ibn ‘Utsman Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu, Seri 21)

  • Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz menguraikan sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hadhrat Abu Bakr ibn Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu.
  • Sebab-sebab perang Yamamah dan rincian keadaan dan peristiwanya. Penjelasan mengenai bagaimana di perang ini kaum Muslimin mengakhiri fitnah kaum Murtadin dan bagaimana peristiwa menyegarkan keimanan tentang kesyahidan dan keberanian kaum Muslimin.
  • Kisah kekalahan telak pasukan Muslimin oleh pasukan Musailamah al-Kadzdzaab pada awal-awal perang dan beberapa kisah kesyahidan beberapa Sahabat.
  • Kisah seorang Sahabiyah bernama Hadhrat Ummu ‘Umarah yang merupakan pahlawan pemberani dari kalangan perempuan Muslim. Beliau ikut serta dalam perang Uhud dan perang Yamamah. Keberanian tanpa gentar diperlihatkan Hadhrat Abu Aqil.
  • Rukya (mimpi) yang disaksikan Khalifah Abu Bakr (ra) terkait perang Yamamah.
  • Akhir perang Yamamah setelah tewasnya pemimpin kaum Banu Hanifah, Musailamah al-Kadzdzaab.
  • Jumlah korban tewas di kalangan para murtadin dan kaum munafik.
  • Jumlah para syuhada di kalangan kaum Muslimin yang mana dari kalangan mereka terdapat sejumlah 700 penghapal al-Qur’an. Hal ini membuat dimulainya kebijakan mengumpulkan naskah al-Qur’an.
  • Kutipan dari Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bahwa perang menghadapi para pendakwa kenabian ialah karena mereka sebelumnya telah membunuh para Sahabat dan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Islam.
  • Kutipan dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang menyebutkan bagaimana janji Khilafat tergenapi dalam diri Hadhrat Abu Bakr (ra) dengan seluruh tuntutan dan tanda-tandanya.

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 10 Juni 2022 (Ihsan 1401 Hijriyah Syamsiyah/Dzulqa’idah 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم

[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]

(آمين)

Sebelumnya dalam pembahasan riwayat Hadhrat Abu Bakr (ra) tengah saya bahas berkenaan dengan Perang Yamamah. Banyak rincian yang telah dibahas mengenai hal ini. Hadhrat Abu Sa’id Khudri (ra) meriwayatkan, “Saya mendengar ‘Abbad bin Bisyr mengatakan, ‘Wahai Abu Sai’d! Ketika kami selesai dari Buzakhah, pada malam itu saya melihat di dalam mimpi seolah-olah langit dibukakan kemudian ditutup untuk saya. Arti dari mimpi ini adalah kesyahidan.’”

Abu Sa’id meriwayatkan, “Saya mengatakan, ‘Insya Allah, apa pun yang terjadi, itulah yang terbaik.” Beliau meriwayatkan, “Pada hari perang Yamamah saya melihat beliau dan beliau memanggil kaum Anshar sembari berseru, ‘Datanglah kepada kami.’ Mendengar seruan itu 400 orang berbalik kembali. Bara’ bin Malik (ra), Abu Dujanah (ra) dan ‘Abbad bin Bisyr (ra) menjadi yang terdepan di antara mereka hingga mereka semua sampai di depan pintu kebun. Setelah kesyahidan ‘Abbad bin Bisyr, saya melihat pada wajah beliau begitu banyak goresan pedang. Saya mengenali beliau dari satu tanda yang terdapat pada tubuh beliau.”

Kemudian terdapat riwayat mengenai Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra). Ummu ‘Umarah (ra) merupakan salah satu sahabat wanita yang sangat pemberani dalam sejarah Islam. Nama beliau adalah Nusaibah binti Ka’b (أم عبد الله بن زيد، وهى أم عمارة، نسيبة بنت كعب). Beliau juga ikut serta dalam perang Uhud dan bertempur dengan gagah berani. Ketika umat Islam meraih kemenangan, beliau mengisi kantung air dan memberi minum orang-orang, namun ketika mengalami kekalahan, beliau sampai ke dekat Hadhrat Rasulullah (saw) dan memberikan perlindungan. Ketika orang-orang kafir maju ke arah Rasulullah (saw), Ummu ‘Umarah (ra) menghalangi mereka dengan panah dan pedang. Di kemudian hari Hadhrat Rasulullah (saw) sendiri bersabda, “Saya melihat beliau bertempur di kanan dan kiri saya pada perang Uhud.”

Ketika Ibnu Qamiah sampai ke dekat Hadhrat Rasulullah (saw), Ummu ‘Umarah (ra) maju menghalanginya. Serangannya mengakibatkan luka yang dalam pada pundak Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra). Beliau juga menebaskan pedangnya, namun ia mengenakan dua lapis baju besi, sehingga tidak berhasil.

Bagaimanapun, ini adalah kedudukan Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) dari sisi sejarah. Beliau meriwayatkan bahwa putra beliau, Abdullah telah membunuh Musailamah Al-Kadzdzaab. Pada hari tersebut Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) sendiri pun ikut serta dalam perang Yamamah dan dalam perang tersebut satu tangan beliau terpotong. Penyebab Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) ikut serta dalam perang tersebut dijelaskan sebagai berikut, “Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) wafat, putra Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) yang bernama Habib bin Zaid tengah menyertai Hadhrat Amru bin ‘Ash (ra) sedang berada di ‘Umaan dan ketika kabar kewafatan ini sampai kepada Hadhrat ‘Amru (ra) maka mereka kembali dari ‘Umaan [ke Madinah]. Di tengah perjalanan mereka bertemu Musailamah. Saat itu Hadhrat ‘Amru bin ‘Ash (ra) sudah berjalan jauh di depan mereka. Habib bin Zaid dan Abdullah bin Wahab berjalan di belakang. Musailamah menangkap mereka berdua dan mengatakan, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?’

Abdullah bin Wahab menjawab, ‘Ya.’

Musailamah memerintahkan untuk mengikatnya dengan rantai besi. Ia tidak mempercayainya dan berpemikiran mungkin ia mengatakan ini untuk menyelamatkan diri.

Bagaimanapun, selanjutnya ditanyakan kepada Habib bin Zaid, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?’, tanya Musailamah.

Beliau menjawab, ‘Saya tidak mendengar.’

Kemudian ia mengatakan, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?’

Beliau menjawab, ‘Ya.’

Musailamah memberikan perintah berkenaan dengan beliau, lalu beliau dimutilasi dan setiap kali ditanyakan kepada beliau, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?’, beliau menjawab, ‘Saya tidak dapat mendengar.’ Ketika Musailamah bertanya, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah (saw) adalah Rasul Allah?’, beliau menjawab, ‘Ya.’

Hingga Musailamah memotong anggota tubuh beliau satu per satu. Tangan beliau dipotong dari sendi bahu. Ia memotong kaki beliau dari lutut hingga bagian atas. Lalu Ia membakar beliau. Sepanjang peristiwa ini berlangsung, beliau tidak mundur dari pendiriannya, demikian juga Musailamah, hingga beliau mati syahid dalam api.”

Menurut sebuah riwayat lainnya, ketika Hadhrat Habib (ra) pergi kepada Musailamah dengan membawa surat, pada saat itu lah ia mensyahidkan Hadhrat Habib dengan cara memotong satu persatu anggota tubuh beliau, lalu membakar beliau di dalam api.

Ketika Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) mendapatkan kabar kesyahidan putranya, beliau bersumpah bahwa beliau sendiri akan menghadapi Musailamah dan membunuhnya atau beliau sendiri menjadi syahid di jalan Allah Ta’ala. Ketika Hadhrat Khalid bin Walid (ra) sedang mempersiapkan pasukan untuk menyerang Yamamah, Ummu ‘Umarah (ra) datang ke hadapan Hadhrat Abu Bakr Shiddiq (ra) dan memohon izin kepada beliau untuk turut serta dalam pertempuran. Hadhrat Abu Bakr (ra) bersabda, “Tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi wanita seperti Anda untuk berangkat ke medan perang. Berangkatlah dengan membawa nama Allah.”

Dalam pertempuran tersebut seorang putra beliau lainnya juga ikut serta. Ummu ‘Umarah (ra) meriwayatkan, “Ketika kami tiba di Yamamah, telah terjadi pertempuran sengit. Kaum Anshar memanggil bantuan dan umat Islam tiba untuk membantu. Ketika kami tiba di depan kebun, orang-orang telah berkerumun di pintu kebun dan musuh kami berada di satu sisi kebun dan pada sisi di mana Musailamah ada di sana. Kami memasuki kebun dengan paksa dan bertempur dengan mereka hingga beberapa lama. Demi Allah! Saya belum pernah melihat yang lebih tangguh daripada mereka dan saya mengincar musuh Allah, Musailamah. Saya berjanji kepada Allah, jika saya melihatnya, maka saya tidak akan melepaskannya. Saya yang membunuhnya atau saya sendiri yang akan terbunuh. Orang-orang saling menyerang satu sama lain, pedang-pedang mereka saling beradu, seolah-olah mereka menjadi tuli dan tidak ada suara yang terdengar kecuali suara tebasan pedang mereka sendiri. Hingga saya melihat musuh Allah Ta’ala. Saya menyerangnya. Seseorang menghadang saya. Ia menebas tangan saya dan memotongnya. Demi Allah! Saya tidak goyah hingga saya sampai kepada orang yang keji tersebut dan ia tergeletak di tanah. Saya melihat melihat putra saya, Abdullah di sana. Ia telah membunuh Musailamah.”[1]

Dalam suatu riwayat lain dikatakan bahwa Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) meriwayatkan, “Putra saya tengah membersihkan pedangnya dengan pakaiannya. Saya bertanya, ‘Apakah engkau telah membunuh Musailamah?’

Ia berkata, “Ya! Wahai ibundaku.’”

Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) menuturkan, “Saya bersujud syukur di hadapan Allah Ta’ala karena Dia telah memotong akar para musuh. Ketika pertempuran selesai dan saya kembali ke rumah saya, Hadhrat Khalid bin Walid (ra) datang kepada saya dengan membawa seorang Tabib berkebangsaan Arab. Ia mengobati saya dengan minyak mendidih. Demi Allah! Obat ini lebih menyakitkan bagi saya dibandingkan ketika terpotongnya tangan saya. Hadhrat Khalid (ra) sangat memperhatikan saya dan memperlakukan kami dengan baik. Beliau selalu mengingat hak kami dan memperhatikan wasiyat yang disampaikan oleh Hadhrat Rasulullah (saw) berkenaan dengan kami.”

‘Abbad meriwayatkan, “Saya berkata, ‘Wahai nenekku! Apakah pada pertempuran Yamamah banyak orang Islam yang terluka?’

Beliau menjawab, ‘Ya! Wahai putraku. Musuh Allah terbunuh dan semua kaum Muslimin terluka. Saya melihat dua saudara laki-laki saya terluka tanpa tanda kehidupan pada mereka. Orang-orang tinggal di Yamamah selama 15 hari. Pertempuran berakhir. Sedikit sekali dari kalangan Anshar dan Muhajirin yang shalat bersama Hadhrat Khalid (ra) disebabkan luka-luka yang mereka derita.’

Hadhrat Ummu Ammarah menuturkan, “Saya mengetahui di hari tersebut Banu Tha’i sangat diuji. Pada hari itu saya mendengar ‘Adi bin Hatim berseru, ‘Bersabarlah! Bersabarlah! Ayah ibuku berkorban untukmu’ dan putra saya Zaid bertempur dengan gagah berani pada hari itu.”[2]

Terdapat juga dalam sebuah riwayat lain bahwa Hadhrat Ummu ‘Umarah (ra) terluka pada hari Yamamah. Beliau menderita 12 luka yang disebabkan pedang dan tombak. Selain itu satu tangan beliau terputus. Hadhrat Abu Bakr (ra) datang untuk melihat keadaan beliau.

Ka’b bin Ajrah (كعب بن عجرة) bertempur dengan hebat pada hari itu. Pada hari itu orang-orang [Muslim] menderita kekalahan telak. Setelah mengalami kekalahan, mereka melarikan diri dan membelah bagian terakhir dari pasukan. Ka’b berseru, يا للأنصار ، يا للأنصار الله ورسوله “Wahai Anshar! Wahai Anshar! Kemarilah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya!” Seraya mengatakan ini beliau sampai kepada Muhkam bin Thufail (حْكَمُ بْنُ الطُّفَيْلِ) [pihak musuh umat Islam saat itu]. Muhkam menebas beliau dan memotong tangan kiri beliau. Demi Allah! Meskipun demikian Ka’b tidak goyah dan terus menyerang dengan tangan kanan selagi darah mengalir dari tangan kiri, hingga beliau sampai ke kebun dan masuk ke dalamnya.

Hajib bin Zaid (حاجب بن زيد بن تميم الأشهلى) berseru kepada orang-orang dari kalangan Aus [sebagian dari Anshar), يا للأشهل “Wahai keturunan Asyhal!”

Tsabit bin Hadzaal (ثابت ابن هذال) berkata, ناد يا للأنصار ، فإنه جماع لنا ولك “Katakanlah, ‘Wahai Anshar!’ Karena, kalimat itu mencakup pasukan kami dan kalian.” Beliau berseru, “Wahai Anshar! Wahai Anshar!”, hingga Banu Hanifah [pihak musuh] mengerubuti beliau. Orang-orang tercerai-berai. Beliau berhasil membunuh dua orang musuh dan beliau pun syahid. Umair bin Aus (عمير بن أوس) mengambil alih posisi beliau. Para musuh menyerang beliau dan beliau pun syahid.[3]

 Kemudian berkenaan dengan Abu ‘Aqil (أبو عقيل الأزرقى). Abu ‘Aqil berasal dari kalangan Anshar. Pada hari Yamamah beliau yang pertama berangkat untuk berperang. Beliau terkena sebuah panah yang menembus pundak hingga ke jantung. Beliau mencabut panah tersebut. Beliau menjadi lemah disebabkan luka tersebut. Beliau mendengar Ma’n bin ‘Adi (معن بن عدى) berkata, يا للأنصار ، الله الله والكرة على عدوكم “Wahai Anshar! Kembalilah untuk menyerang musuh!”

Abu ‘Amru (أبو عمرو) menuturkan, “Abu ‘Aqil bangkit untuk pergi kepada kaumnya. Saya bertanya, ‘Abu ‘Aqil! Apa yang hendak anda lakukan? Anda sekarang tidak mampu untuk berperang. Anda telah sangat lemah.’

Beliau menjawab, ‘Orang yang berseru telah memanggil nama saya.’

Saya mengatakan, ‘Beliau hanya memanggil kaum Anshar dan yang beliau maksud bukan yang terluka.’

Abu ‘Aqil menjawab, ‘Saya berasal dari kalangan Anshar dan saya pasti akan menjawab seruan itu, sekalipun yang lain memperlihatkan kelemahan.’”

Ibnu Umar menuturkan, “Abu ‘Aqil bangkit dengan bersemangat dan membawa pedang terhunus di tangan kanannya, kemudian berseru, ‘Wahai Anshar! Kembalilah dan seranglah seperti pada hari Hunain.’ Mereka semua bersatu dan tameng umat Islam terbentuk di hadapan musuh hingga mereka mendesak musuh ke dalam kebun. Mereka bercampur-baur satu sama lain.” Maksudnya, mereka masuk ke barisan musuhnya. “…lalu terjadilah pertempuran yang sengit dan pedang-pedang saling beradu satu sama lain. Saya melihat Abu ‘Aqil, tangan beliau yang terluka terpotong dari pundak dan tangan beliau tersebut jatuh ke tanah. Beliau menderita 14 luka. Disebabkan luka-luka tersebut beliau mati syahid.”

Ibnu Umar menuturkan, “Saya menghampiri Abu ‘Aqil, maka saya melihat beliau sedang tergeletak di tanah dan menarik nafas terakhir. Saya berkata, ‘Wahai Abu ‘Aqil!’

Terkait:   Riwayat Umar bin Khattab (Seri 14)

Beliau dengan suara bergetar menjawab, ‘Labbaik (Siap!).’

Kemudian, beliau berkata, ‘Siapa yang kalah?’

Dengan suara tinggi saya mengatakan, ‘Kabar suka! Musuh Allah, Musailamah telah terbunuh.’ Sambil mengucapkan alhamdulillah beliau mengangkat jari beliau ke arah langit dan menghembuskan nafas terakhirnya.”

Ibnu Umar menuturkan, “Saya menceritakan seluruh peristiwa ini kepada ayah saya, Hadhrat Umar (ra), beliau bersabda, رحمه الله، مازال يسأل الشهادة ويطلبها، وإن كان ما علمت لمن خيار أصحاب نبينا صلى الله عليه وسلم، وقديمى إسلامهم ‘Semoga Allah mengasihinya. Beliau selalu mendambakan kesyahidan. Sepengetahuan saya, beliau termasuk Sahabat terpilih Rasulullah (saw) dan yang paling awal menerima Islam dari antara mereka.’”[4]

Mujja’ah bin Murarah adalah pemimpin Banu Hanifah. Sebelumnya telah dikisahkan mengenainya. Suatu hari ia menceritakan mengenai Ma’n bin ‘Adi, “Beliau pada masa Rasulullah (saw) biasa datang kepada saya, disebabkan pertemanan yang terjalin sejak lama diantara kami.”

Mujjaa’ah menuturkan bahwa ketika perang Yamamah telah usai ia datang bersama kafilah untuk menghadap Hadhrat Abu Bakr yang saat itu Hadhrat Abu Bakr tengah pergi bersama para sahabat beliau untuk berziarah di makam para syuhada, “Saya pun saat itu ikut bersama beliau hingga Hadhrat Abu Bakr bersama para sahabatnya telah berziarah di 70 makam para sahabat. Lalu saya mengucapkan, ‘Wahai Khalifah Rasul, saya tidak pernah melihat ada orang-orang yang lebih tegar di hadapan kilatan pedang dari pada para sahabat yang ikut serta di Perang Yamamah, dan tidak pula ada yang lebih dahsyat dalam menerjang dari pada mereka. Diantara mereka, saya melihat ada satu orang (semoga Allah mengasihinya) yang merupakan teman saya.’

Hadhrat Abu Bakr bersabda, ‘Apakah Anda kenal Ma’n bin ‘Adi?’

Saya menjawab, ‘Ya’, dan Hadhrat Abu Bakr mengetahui persahabatan saya dengannya.

Beliau bersabda, ‘Semoga Allah mengasihinya. Anda telah menyebutkan perihal seorang yang saleh.’

Saya berkata, ‘Wahai Khalifah Rasul, hingga saat ini pun saya seolah masih tengah melihatnya, yaitu kejadian tatkala saya tengah terikat di kemah Khalid bin Walid. Saat itu barisan pasukan Muslim tengah lemah dan keadaan sedemikian genting hingga saya pun berpikir bahwa kini barisan mereka tidak akan dapat bersatu kembali dan saya khawatir akan hal ini.’

Hadhrat Abu Bakr bersabda, ‘Apakah benar saat itu Anda sungguh tidak rela?’ (karena memang dahulu orang ini telah murtad sehingga ia pun [harus] ditawan).

Alhasil, Mujjaa’ah bin Murarah (مُجَّاعَة بن مرارة) menuturkan: lalu saya berkata, ‘Demi Allah, saya sungguh tidak rela.’

Hadhrat Abu Bakr bersabda, ‘Atas hal ini saya hanya menyanjung nama Allah.’”

Mujjaa’ah berkata, “Saya melihat Ma’n bin ‘Adi yang tengah berbalik menyerang seraya mengenakan kain merah di kepalanya. Pedang terletak di bahunya dan darah menetes darinya. Ia menyeru, ‘Wahai Ansar, Seranglah dengan sekuat tenaga.’”

Mujjaa’ah menuturkan, “Pasukan Ansar lalu berbalik menyerang dengan sedemikian dahsyatnya hingga memukul mundur barisan musuh. Saat itu saya menyusuri medan bersama Khalid bin Walid. Saya mengenal siapa saja yang terbunuh dari pihak Banu Hanifah. Saya pun menyaksikan kaum Ansar yang tengah jatuh disyahidkan.” Mendengar hal ini, Hadhrat Abu Bakr menangis hingga rambut beliau pun basah karena air mata.[5]

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Khudri, “Tatkala tiba waktu Zhuhur, saya masuk ke kebun itu dan tengah terjadi pertempuran sengit. Hadhrat Khalid bin Walid memerintahkan kepada Muazin untuk mengumandangkan azan zuhur dari atas dinding kebun. Segenap orang gelisah karena pertempuran yang masih berlangsung hingga perang pun berakhir setelah shalat Ashar lalu Hadhrat Khalid mengimami shalat Zhuhur dan Ashar. Kemudian beliau mengirim orang-orang untuk membawa dan memberi air kepada korban-korban pertempuran. Saya berkeliling bersama mereka. Saat itu saya melihat Abu ‘Aqil yang terkena 15 luka. Beliau meminta air kepada saya dan saya pun memberinya air. Air mengucur keluar dari tempat semua lukanya sehingga beliau pun mati syahid. Saya pun bertemu Bisyr bin Abdullah dan beliau tengah duduk di tempatnya. Beliau meminta air kepada saya dan saya pun memberinya air lalu beliau pun mati syahid.”[6]

Diriwayatkan dari Mahmud bin Lubaid, “Tatkala Hadhrat Khalid memerangi musuh di Yamamah, saat itu pun banyak kaum Muslim yang mati syahid, hingga sebagian besar sahabat Rasul pun mati syahid, sementara kaum Muslim yang tetap hidup menderita banyak luka.[7]

Tatkala Hadhrat Khalid mendapat kabar kematian Musailamah, saat itu dibawakan Mujjaa’ah dengan terikat rantai supaya ia dapat mengenali Musailamah. Ia terus memandang ke arah mayat-mayat, namun ia belum dapat menemukan Musailamah. Lalu ia masuk ke dalam kebun. Di sana ia melihat satu mayat dengan tubuh pendek, warna kulit kekuningan dan hidung yang pesek (رُوَيْجِلٌ أصيفر أخينس – Ruwaijil Usaifir Ukhainas) lalu Mujjaa’ah berkata, ‘Inilah Musailamah dan kini kalian telah terbebas darinya.’

Atas hal ini Hadhrat Khalid bersabda, ‘Inilah orang yang telah menimpakan semuanya pada kalian.’”[8]

Karena Mujjaa’ah adalah tawanan dan ia adalah wakil dan pemimpin Banu Hanifah maka ia pun ingin agar diselamatkan. Kebanyakan prajuritnya telah tewas, namun ia membuat satu rencana, ia menipu pasukannya yang ada di dalam benteng dengan alasan untuk menyelamatkannya, tetapi ia justru melakukan perjanjian damai dengan Hadhrat Khalid bin Walid. Ia berkata kepada Hadhrat Khalid, ‘Orang-orang di sini yang tengah bertempur denganmu hanyalah mereka yang tidak ahli, sementara di dalam benteng terisi dengan banyak prajurit siap tempur. Hadhrat Khalid berkata, “Celakalah dirimu yang mengatakan hal ini”.

Atas hal ini Mujjaa’ah berkata, “Demi Tuhan, apa yang saya katakan ini adalah benar. Kini, kemarilah dan adakanlah perdamaian dengan kaum saya yang berada di bawah saya”. (sebenarnya ia mengucapkan ini sebagai tipuan. Hal ini kelak akan dijelaskan lebih lanjut).

Hadhrat Khalid yang telah melihat sedemikian rupa kerugian nyawa yang diderita kaum Muslim di dalam perang yang dahsyat ini maka beliau menganggap bahwa dikarenakan pemimpin Banu Hanifah dan gembong pemberontakan (باغی سرغنہ – baghi sarghanah) beserta teman-temannya telah terbunuh maka lebih baik supaya tidak ada korban jiwa lagi dari kalangan Muslim. Atas dasar itu, Hadhrat Khalid setuju dengan ajakan perdamaian itu.

Setelah mendapat jaminan keamanan dari Hadhrat Khalid, Mujjaa’ah berkata, “Saya akan bermusyawarah dengan mereka.” Mujjaa’ah pun pergi menuju mereka, sementara ia sendiri mengetahui bahwa yang sebenarnya ada di dalam benteng tiada lain hanyalah para wanita, anak-anak, dan orang-orang yang sudah sangat tua dan lemah. Mujjaa’ah lalu memakaikan baju zirah kepada mereka dan berkata kepada para wanita, “Naiklah ke atas dinding hingga tiba kedatangan saya.” Mujjaa’ah kemudian kembali kepada Hadhrat Khalid dan berkata, “Mereka tidak menerima syarat perdamaian yang saya sampaikan kepada mereka”.

Tatkala Hadhrat Khalid melihat sendiri keadaan di dalam benteng, hanya orang-orang biasa saja yang terlihat. Para wanita tengah duduk di sana seraya mengenakan baju zirah. Perang ini pun telah menimpakan kerugian pada kaum Muslim, dan pertempuran berlangsung sangat lama. Maka dari itu kaum Muslim menghendaki agar mereka [segera] meraih kemenangan lalu pulang, karena mereka tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Maka dari itu, Hadhrat Khalid melakukan perdamaian dengan syarat-syarat yang cukup lunak, yakni emas, perunggu, senjata, dan setengah dari tawanan perang. Tertera juga [di tempat lain] bahwa syarat perdamaian adalah 1/4 darinya. Tatkala pintu-pintu benteng telah terbuka, di dalamnya hanya para wanita, anak-anak, dan orang-orang tua. Atas hal ini, Hadhrat Khalid berkata kepada Mujja’ah, “Terkutuklah Anda! Anda telah menipu saya.”

Mujja’ah berkata, “Ini adalah orang-orang suku saya. Penting bagi saya menyelamatkan mereka. Selain hal ini, apa lagi yang dapat saya lakukan?”

Setelah ini, surat dari Hadhrat Abu Bakr telah tiba pada Hadhrat Khalid yang berisi perintah agar mereka yang dewasa dibunuh. Namun, surat ini tiba saat Hadhrat Khalid telah melakukan perdamaian dengan orang-orang tersebut sehingga beliau mematuhi perjanjian ini dan tidak melanggarnya. Beliau telah memastikan keselamatan jiwa mereka pada [perjanjian] ini.[9]

Maka dari itu, Hadhrat Khalid bin Walid mengirimkan satu surat untuk menjelaskan keadaan kaum Muslim dan alasan melakukan perdamaian. Setelah membacanya, Hadhrat Abu Bakr pun merasa tenang dan gembira. Tatkala Hadhrat Khalid selesai melakukan perjanjian perdamaian, beliau mengirim perintah terkait benteng yang ada. Maka dari itu, ditetapkanlah beberapa orang untuk di benteng tersebut.

Mujja’ah bersumpah demi Allah bahwa tidak ada lagi satu hal pun yang tersembunyi dari perdamaian yang telah terjadi. Lalu jikalau ada diantara mereka yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi, maka hal ini akan dilaporkan kepada Hadhrat Khalid. Lalu benteng pun dibuka, dan banyak sekali senjata yang didapat, dimana Hadhrat Khalid sendiri pun mengumpulkannya. Dari benteng tersebut banyak juga didapat perbendaharaan dinar dan dirham. Baju-baju zirah dikumpulkan dari mereka. Lalu para tawanan dikeluarkan dan dibagi menjadi 2 bagian. Lalu diadakanlah pembagian harta ghanimah melalui pengundian. Baju-baju besi, rantai, emas, perunggu dan lain sebagainya ditimbang dan dipisahkan bagian untuk khumus-nya. 1/4 bagian dari khumus dibagikan ke segenap pasukan [secara merata]. Para prajurit berkuda mendapat 2 [per 5] bagian darinya, sementara para pemilik kuda mendapatkan 1 bagian darinya. Lalu bagian khumus pun dipisahkan dari semua itu dan harta tersebut dikirimkan ke hadapan Hadhrat Abu Bakr Siddiq.[10]

Setelah itu, Banu Hanifah berkumpul untuk berbaiat dan menyatakan ketiadaan hubungan mereka dengan kenabian Musailamah. Semua orang ini dibawa ke dekat Hadhrat Khalid bin Walid untuk melakukan baiat dan menyatakan kembali keislaman mereka. Hadhrat Khalid bin Walid lalu memberangkatkan satu kelompok dari mereka ke hadapan Hadhrat Abu Bakr Siddiq di Madinah Munawwarah. Tatkala mereka tiba dan menemui Hadhrat Abu Bakr, Hadhrat Abu Bakr menyampaikan rasa sangat heran beliau kepada mereka, “Pada akhirnya, bagaimana bisa Anda sekalian jatuh ke dalam tipuan Musailamah dan menjadi tersesat?”

Mereka menjawab, “Wahai Khalifah Rasul, Anda mengetahui semua keadaan kami. Musailamah tidak dapat memberi keuntungan bagi dirinya, dan tidak pula bagi keluarga dan kaumnya.”[11]

Terdapat satu mimpi Hadhrat Abu Bakr Siddiq, bahwa ketika beliau (ra) mengutus Hadhrat Khalid ke Yamamah, beliau melihat di dalam mimpi bahwa kepada beliau dibawakan banyak kurma dari satu desa bernama Hajar. Beliau memakan satu kurma darinya, namun ternyata itu adalah suatu biji-bijian yang keras. Maksudnya, sesuatu yang tampak seperti kurma itu ternyata bukan kurma tetapi biji-bijian yang keras. Beliau menggigitnya untuk beberapa saat lalu membuangnya. Beliau menyampaikan penjelasan mimpi ini sebagai berikut: Khalid akan menghadapi perlawanan sengit dari penduduk Yamamah dan Allah pasti akan menurunkan kemenangan kepadanya.[12]

Hadhrat Abu Bakr sangat menantikan kabar dari Yamamah, dan kapan saja datang utusan dari Hadhrat Khalid, beliau segera menerima kabar darinya. Suatu hari, Hadhrat Abu Bakr keluar di tengah siang yang terik. Saat itu beliau ingin pergi ke tempat bernama Sarar yang berjarak 3 mil dari Madinah. Bersama beliau ada Hadhrat Umar (عمر بن الخطاب), Hadhrat Sa’id bin Zaid (سعيد بن زيد), Thalhah bin ‘Ubaidullah (طلحة بن عبيد الله) dan suatu kelompok Muhajirin dan Ansar. Beliau bertemu dengan Abu Khaitsamah an-Najari yang dikirim oleh Hadhrat Khalid. Tatkala Hadhrat Abu Bakr melihatnya, beliau bersabda, ما وراءك يا أبا خيثمة؟  “Wahai Abu Khaitsamah, berita apa yang Anda bawa?”

Ia menjawab, خير يا خليفة رسول الله، قد فتح الله علينا اليمامة “Wahai Khalifah Rasul Allah, ada kabar baik. Allah telah menurunkan kemenangan kepada kita di Yamamah.”

Perawi menuturkan bahwa saat itu Hadhrat Abu Bakr bersujud.

Abu Khaitsamah berkata, وهذا كتاب خالد إليك “Ada satu surat dari Khalid untuk Hudhur.”

Hadhrat Abu Bakr dan para sahabat beliau menyanjung Allah dan bersabda, “Sampaikanlah kepada saya bagaimana perang yang terjadi.” Setelah baru saja Abu Khaitsamah menyampaikan kepada beliau tentang apa saja yang dilakukan oleh Hadhrat Khalid, bagaimana beliau mengatur barisan para sahabatnya, bagaimana kaum Muslim mengalami kekalahan dan siapa saja yang telah syahid diantara mereka, Hadhrat Abu Bakr lantas mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun dan memanjatkan doa magfirat untuk mereka.

Abu Khaitsamah lebih lanjut menyampaikan, يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم، أتينا من قبل الأعراب، انهزموا بنا وعودونا ما لم نكن نحسن، حتى أظفرنا الله بعد “Wahai Khalifah Rasul (saw), kami adalah orang-orang Badui. Mereka telah mengalahkan kami dan mereka telah memperlakukan kami dengan sesuatu yang tidak kami anggap baik. Setelah itu, Allah menurunkan kemenangan kepada kami.”

Hadhrat Abu Bakr bersabda, كرهت رؤيا رأيتها كراهية شديدة، ووقع فى نفسى أن خالدا سيلقى منهم شدة، وليت خالدا لم يصالحهم، وأنه حملهم على السيف، فما بعد هؤلاء المقتولين يستبقى أهل اليمامة، ولن يزالوا من كذابهم فى بلية إلى يوم القيامة، إلا أن يعصمهم الله “Saya sangat tidak menyukai mimpi yang pernah saya lihat sebelumnya, dan di dalam hati saya timbul pandangan bahwa Khalid pasti akan menghadapi suatu peperangan yang sengit, dan seandainya Khalid tidak melakukan perdamaian dengan mereka, dan mereka diletakkan di bawah naungan kilatan pedang, maka sesungguhnya tidak ada lagi Ahli Yamamah yang berhak untuk hidup setelah kewafatan para syuhada itu.” Hadhrat Abu Bakr bersabda, “Karena Musailamah Al-Kadzdzaab ini, mereka yakni yang berteman dengannya akan terus mendapat cobaan hingga hari kiamat, kecuali orang-orang yang telah Allah selamatkan.” Setelah itu, kafilah warga Yamamah bersama Hadhrat Khalid datang ke hadapan Hadhrat Abu Bakr.[13]

Terkait:   Kegembiraan Sejati dalam Meraih Id Hakiki

Mengenai jumlah yang meninggal, disebutkan bahwa jumlah orang-orang murtad yang tewas adalah 10.000 orang. Di dalam satu riwayat tertera jumlah sebanyak 21.000 orang, dengan jumlah yang disyahidkan di kalangan kaum Muslim adalah 500 hingga 600 orang.[14] Di dalam beberapa riwayat lain tertera bahwa jumlah umat Muslim yang disyahidkan di perang Yamamah adalah sekitar 700, 1200, hingga 1700 orang.[15] Menurut satu riwayat, diantara yang disyahidkan ini terdapat 700 lebih para penghafal Al-Quran.[16]

Diantara para syuhada terdapat para sahabat [Rasul] terkemuka dan para penghafal Al-Quran, dimana mereka memiliki kedudukan yang sangat tinggi diantara segenap kaum Muslim. Kesyahidan mereka adalah suatu kehilangan yang sangat besar, namun adanya pensyahidan para penghafal Al-Quran inilah yang menjadi sebab pengumpulan Al-Quran. Berikut adalah nama sebagian sahabat yang masyhur: Hadhrat Zaid bin Khattab (زيد بن الخطاب), Hadhrat Abu Hudzaifah bin Rabi’ah (أبو حذيفة بن ربيعة), Hadhrat Salim Maula Abu Huzaifah (سالم مولى أبي حذيفة), Hadhrat Khalid bin Usaid (خالد بن أُسيد), Hadhrat Hakam bin Sa’id (حَكم بن سعيد), Hadhrat Thufail bin ‘Amr ad-Dausi (الطفيل بن عمرو الدوسي), Hadhrat Saib bin Awwam (السائب بن العوام) yang merupakan saudara Hadhrat Zubair bin Awwam, Hadhrat Abdullah bin Harits bin Qais (عبد الله بن الحارث بن قيس), Hadhrat Abbad bin Harits (عباد بن الحارث), Hadhrat ‘Abbad bin Bisyr (عباد بن بِشر), Hadhrat Malik bin Aus (مالك بن أوس), Hadhrat Suraqah bin Ka’b (سراقة بن كعب), Hadhrat Ma’n bin ‘Adi (معن بن عدي), Khathiib ‘juru bicara’ Rasul (saw) yang bernama Hadhrat Tsabit bin Qais bin Syammas (خطيبُ رسولِ الله ثابت بن قيس بن شماس), Hadhrat Abu Dujanah (أبو دجانة), Putra dari Abdullah bin Ubai bin Salul sang raisul munafiqin yang adalah seorang mukmin dan sosok yang benar yaitu Hadhrat Abdullah bin Abdullah bin Ubai bin Salul (عبد الله الابنُ المؤمن الصادقُ لعبد الله بنِ أبي بن سلول رئيسِ المنافقين), dan Hadhrat Yazid bin Tsabit al-Khazraji (يزيد بن ثابت الخزرجي), radhiyallahu ta’ala ‘anhum (رضي الله عنهم) – semoga Allah Ta’ala meridai mereka.[17]

Menurut beberapa sejarawan, Perang Yamamah terjadi pada bulan Rabiul Awwal tahun 12 Hijriah, namun ada beberapa yang berpendapat bahwa perang ini terjadi di akhir tahun 11 Hijriah. Dari kedua keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa perang ini dimulai di tahun 11 Hijriah dan berakhir di tahun 12 Hijriah.[18]

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Orang-orang yang mendakwakan (kenabian palsu) dan orang-orang yang diperangi oleh para Sahabat, semuanya memberontak kepada pemerintahan Islam dan menyerukan peperangan pada pemerintahan Islam. Musailamah sendiri pernah menulis pada zaman Rasulullah (saw) dengan mengatakan, ‘Telah diperintahkan kepada saya bahwa setengah negeri Arab adalah bagi kami dan setengahnya lagi adalah untuk Quraisy.’

Setelah kewafatan Rasulullah, ia mengusir gubernur sah di wilayah Hajar dan Yamamah yang bernama Tsumamah bin Utsal lalu dia sendirinya menjabat sebagai gubernur daerah tersebut. Ia juga menyerang umat Islam. Demikian pula ia menawan dua sahabat asal Madinah bernama Habib bin Zaid dan Abdullah bin Wahab dan ingin memaksa mereka untuk meyakini kenabiannya. Abdullah bin Wahab meyakininya karena takut, namun Habib bin Zaid menolak untuk meyakininya. Karena itu, Musailamah memotong-motong anggota tubuh Habib bin Zaid lalu membakarnya.

Demikian pula, di Yaman pun, sebagian dari antara para pejabat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah (saw), mereka dipenjarakan dan sebagiannya lagi diberikan hukuman keras.

Begitu pula, ath-Thabari menulis, “Aswad al-Ansi pun telah menimbulkan pemberontakan. Ia mengganggu para pejabat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah (saw) dan memerintahkan untuk merampas zakat dari mereka. Kemudian, ia juga menyerang pejabat yang ditugaskan oleh Rasulullah (saw) di daerah Shana’a (صنعاء) bernama Syahar bin Badzan (شهرَ بن باذان). Ia membunuh banyak sekali umat Muslim dan merampok mereka. Ia pun membunuh sang gubernur dan setelah membunuhnya menikahi jandanya yang seorang Muslimah. Orang-orang Banu Najraan juga melakukan pemberontakan dan bergabung dengan Aswad Ansi.  Mereka mengusir dua sahabat Amru bin Hazm (عمرو بن حزم) dan Khalid bin Said (خالد بن سعيد) dari daerahnya.

Dari berbagai peristiwa itu jelaslah bahwa perlawanan terhadap para pendakwa kenabian palsu bukan hanya disebabkan mereka menda’wakan sebagai nabi dari kalangan umat Rasulullah dan menda’wakan untuk menyebarkan agama Rasulullah, melainkan para sahabat menyerang mereka karena mereka memansukhkan syariat Islam lalu membuat hukum mereka sendiri dan menyatakan diri sebagai penguasa di daerahnya masing-masing. Mereka tidak hanya menyatakan diri sebagai penguasa daerahnya bahkan membunuh para sahabat.”[19]

Mereka menyerang negeri-negeri Islam dan melakukan pemberontakan pada pemerintahan yang sah serta menyatakan kemerdekaannya.

Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) wafat, setelah itu banyak penduduk pedalaman Arab yang murtad. Keadaan pun memburuk. Keadaan yang rentan tersebut digambarkan oleh Hadhrat Aisyah sbb, ‘Ketika Rasul Allah (saw) telah wafat, beberapa pendakwa kenabian palsu mulai bermunculan, sebagian orang telah meninggalkan shalat dan keadaannya telah berubah sepenuhnya. Dalam keadaan demikian dan dalam bala yang mencekam itu ayah saya menjadi Khalifah dan penerus Rasulullah (saw). Ayah saya sedemikian rupa ditimpa kedukaan sehingga jika kedukaan itu menimpa gunung maka gunung tersebut akan hancur.’

Sekarang renungkanlah, seseorang yang mempunyai tekad kuat dan keberanian serta tidak lantas putus asa ketika ditimpa gunung masalah bukanlah ciri-ciri dari manusia biasa. Istiqamah tersebut menuntut ketulusan dan ash-Shiddiq telah memperlihatkan itu. Tidak mungkin ada orang lain yang dapat bertahan dari marabahaya itu.

Segenap sahabat ada saat itu dan tidak ada yang mengatakan, ‘Khilafat itu adalah hak saya.’ Mereka menyaksikan bahwa api telah menyala, siapa yang melompat untuk berada di dalam api itu. Dalam keadaan demikian Hadhrat Umar menjulurkan tangannya lalu baiat di tangan Hadhrat Abu Bakr (ra) dan semuanya mengikuti satu per satu baiat. Kesiddiqan ash-Shiddiq-lah yang telah mengatasi kegentingan itu dan membinasakan para pengacau itu.

Musailamah diikuti oleh 100 ribu orang dan ia mengajarkan ibahiyyah.” Ibahiyyah adalah menganggap apa-apa sebagai sesuatu yang mubah dalam syariat, maksudnya jaiz atau halal [serba boleh]. “Orang-orang mengikuti Musailamah dikarenakan ia menghalalkan banyak hal.” Maksudnya, sesuatu yang salah pun dihalalkannya (Hal ini telah diterangkan sebelumnya). Alhasil, orang-orang mengikuti keyakinannya setelah melihat banyak hal yang dihalalkan olehnya. Namun, Allah Ta’ala memberikan bukti penyertaan-Nya dengan ash-Shiddiq dan memberikan kemudahan kepada beliau dalam segala kesulitan itu.”[20]

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda lebih lanjut, فإن وقت خلافته كان وقت الخوف والمصائب كما لا يخفى على أهل التحقيق. فإن رسول الله  لما تُوفّي نزلت المصائب على الإسلام والمسلمين، وارتد كثير من المنافقين، وتطاولت ألسنة المرتدين، وادعى النبوة نفرٌ من المفترين، واجتمع عليهم كثير من أهل البادية، حتى لحق بمسيلمة قريبٌ من مائة ألف من الجهَلة الفجَرة، وهاجت الفتن وكثرت المحن، وأحاطت البلايا قريبا وبعيدا، وزُلزل المؤمنون زلزالا شديدا. هنالك ابتُلِيت كل نفس من الناس، وظهرت حالات مُخوفة مدهشة الحواسّ، وكان المؤمنون مضطرين كأن جَمْرًا أُضرمت في قلوبهم أو ذُبحوا بالسكّين. وكانوا يبكون تارة من فراق خير البرية، وأخرى من فتن ظهرت كالنيران المحرقة، ولم يكن أثرًا من أمن، وغلبت المفتتنون كخضراءِ دِمْنٍ، فزاد المؤمنون خوفًا وفزعًا، وملئت القلوب دهشا وجزعا. ففي ذلك الأوان جُعِل أبو بكر  حاكم الزمان وخليفة خاتم النبيين. فغلب عليه همٌّ وغمٌّ من أطوار رآها، ومن آثار شاهدها في المنافقين والكافرين والمرتدين، وكان يبكي كمرابيع الربيع، وتجري عبراته كالينابيع، ويسأل الله خير الإسلام والمسلمين “Hal ini tidak tersembunyi dari para peneliti bahwa masa kekhalifahan beliau adalah masa yang penuh ketakutan dan kesulitan-kesulitan. Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) wafat, berbagai macam musibah menerpa Islam dan umat Islam. Banyak orang munafik yang menjadi murtad dan orang-orang murtad ini menjadi sedemikian lancang dan sekelompok pembuat fitnah mendakwakan kenabian dan sebagian besar orang Badui berkumpul di sekeliling mereka, sampai-sampai seratus ribu orang jahil dan jahat didapati bersama-sama dengan Musailamah al-Kadz-dzab. Fitnah kekacauan bergejolak dan musibah-musibah semakin meningkat. Bala bencana mengepung dari berbagai penjuru dan suatu guncangan yang dahsyat menerpa orang-orang mukmin. Pada masa itu semua orang diuji dan situasi-situasi yang mengerikan dan menakutkan muncul. Orang-orang mukmin sedemikian rupa tidak berdaya, hingga seolah-olah bara api dinyalakan di hati mereka atau mereka disembelih dengan pisau. Terkadang mereka menangis karena perpisahan dengan Sang Makhluk Terbaik (saw) dan terkadang karena api fitnah yang menyala-nyala. Tidak ada tanda-tanda perdamaian. Para pembuat onar menyebarluas layaknya rerumputan yang tumbuh subur di tumpukan kotoran. Rasa takut dan kekhawatiran orang-orang mukmin terus meningkat dan hati diliputi kengerian dan kegelisahan. Di masa seperti itu Hadhrat Abu Bakr (ra) diangkat sebagai pemimpin saat itu dan Khalifah Hadhrat Khaatamun Nabiyyiin (saw). Dengan menyaksikan sikap dan perilaku orang-orang munafik, kafir dan murtad itu, beliau (ra) tenggelam dalam kedukaan dan kesedihan. Beliau (ra) menangis sedemikian rupa layaknya hujan yang turun terus menerus di musim penghujan dan air mata beliau mengalir bagaikan aliran mata air dan beliau (ra) memanjatkan doa untuk kebaikan Islam dan kaum Muslimin.

وعن عائشة رضي الله عنها قالت: لما جُعل أبي خليفة وفوّض الله إليه الإمارة، فرأى بمجرد الاستخلاف تموُّجَ الفتن من كل الأطراف، ومَوْرَ المتنبئين الكاذبين، وبغاوة المرتدين المنافقين. فصُبّت عليه مصائب لو صُبّت على الجبال لانهدت وسقطت وانكسرت في الحال، ولكنه أُعطي صبرا كالمرسلين،  Diriwayatkan oleh Hadhrat Aisyah (ra) yang bersabda: “Ketika ayah saya diangkat menjadi Khalifah dan Allah Ta’ala menyerahkan kepemimpinan kepada beliau, maka sejak awal kekhalifahan pun beliau (ra) menyaksikan berbagai macam gelombang fitnah, aktifitas-aktifitas para pendakwa kenabian palsu serta pemberontakan orang-orang munafik dan murtad. Begitu banyak musibah menimpa beliau (ra) sehingga jika itu menimpa gunung-gunung, maka seketika akan runtuh dan hancur berkeping-keping. Namun beliau (ra) dianugerahi kesabaran layaknya para Rasul.”

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, حتى جاء نصر الله وقُتل المتنبئون وأُهلك المرتدون، وأُزيل الفتن ودفُع المحن، وقُضي الأمر واستقام أمر الخلافة، ونجّى الله المؤمنين من الآفة، وبدّل من بعد خوفهم أمنا، ومكّن لهم دينهم وأقام على الحق زمنا وسود وجوه المفسدين، وأنجز وعده ونصر عبده الصدّيق، وأباد الطواغيت والغرانيق، وألقى الرعب في قلوب الكفار، فانهزموا ورجعوا وتابوا وكان هذا وعد من الله القهار، وهو أصدق الصادقين “Hingga pertolongan Allah tiba dan para Nabi palsu terbunuh dan orang-orang murtad dibinasakan. Kekacauan diatasi, musibah-musibah dihilangkan, perkara-perkara diputuskan dan perkara Khilafat menjadi stabil. Allah Ta’ala menyelamatkan orang-orang mukmin dari bala bencana dan merubah keadaan ketakutan mereka dengan keamanan dan menganugerahkan keteguhan pada agama mereka dan menegakkan satu dunia pada kebenaran dan menghitamkan wajah para pembuat kerusuhan dan memenuhi janji-Nya dan menolong hamba-Nya yakni Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra), dan menghancurkan para pemimpin pemberontakan dan berhala-berhala, dan menanamkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa gentar sedemikian rupa sehingga mereka mundur, lalu akhirnya rujuk kembali dan bertaubat, dan ini adalah janji Tuhan Yang Maha Perkasa dan Dialah yang paling menepati janji dari semua yang menepati janji. Alhasil, renungkanlah! Bagaimana janji Khilafat tergenapi dalam diri Hadhrat Abu Bakr (ra) dengan seluruh tuntutan dan tanda-tandanya.”[21]

Selanjutnya dijelaskan berkenaan dengan Hadhrat Khalid bahwa setelah selesai dalam misinya di Yamamah dan masih berada di sana, Hadhrat Abu Bakr (ra) menulis surat kepada beliau agar berangkat ke Iraq.[22]

Di dalam satu riwayat dikatakan, Hadhrat Al-’Alaa bin Hadhrami meminta bantuan bala tentara kepada Hadhrat Abu Bakr (ra) lalu Hadhrat Abu Bakr (ra) menulis surat kepada Khalid bin Walid dan memerintahkannya agar dari Yamamah segera menuju Al-’Alaa untuk membantunya. Hadhrat Khalid pun tiba untuk membantunya dan bersama-sama memerangi Hutham [tokoh kaum murtad] hingga ia terbunuh lalu mengepung wilayah Khut. Khut merupakan daerah kabilah Abdu Qais di Bahrain dan di sana terdapat banyak kurma. Setelah itu Hadhrat Abu Bakr (ra) memerintahkan beliau untuk berangkat ke Iraq dari Bahrain.[23]

Muncul pertanyaan berkenaan dengan pernikahan Hadhrat Khalid dengan putri Mujja’ah bin Murarah. Mengenai hal ini tertulis dalam buku-buku Tarikh dan Sirat bahwa setelah berakhirnya perang Yamamah dan setelah dilakukan perjanjian damai dengan orang-orang yang selamat dari antara Banu Hanifah, dijelaskan perihal pernikahan Hadhrat Khalid.

Para sejarawan mengatakan bahwa setelah mendapatkan kabar pernikahan tersebut, Hadhrat Abu Bakr (ra) marah terhadap Hadhrat Khalid. Namun, ketika Hadhrat Khalid menyampaikan klarifikasi dengan perantaraan surat, api amarah beliau menjadi dingin.

Berdasarkan keterangan lengkap, setelah dilakukan perjanjian damai, Khalid (ra) menyampaikan permintaan kepada Mujja’ah agar menikahkan putrinya dengannya. Mujja’ah mengetahui kisah istri Malik bin Nuwairah bernama Laila Ummu Tamim dan kemarahan Hadhrat Abu Bakr atas pernikahan Hadhrat Khalid, untuk itu Mujja’ah mengatakan, “Tunggu dulu, anda akan membuat pinggang saya patah dan anda sendiri tidak akan terhindar dari murka Hadhrat Abu Bakr (ra).”

Terkait:   Kehidupan Hadhrat Rasulullah SAW (VII): Peristiwa di Dalam Perang Badar

Namun Hadhrat Khalid (ra) mengatakan, “Kalau begitu nikahkan saya dengan putri anda.” Kemudian, Mujja’ah menikahkan putrinya dengan beliau (ra).[24]

Hadhrat Abu Bakr (ra) selalu menunggu kabar yang datang dari Yamamah. Beliau selalu menunggu kedatangan pembawa kabar utusan Hadhrat Khalid. Suatu hari Hadhrat Abu Bakr (ra) tengah berada di suatu tempat Bersama satu kelompok Muhajirin dan Anshar. Saat itu beliau bertemu dengan kurir utusan Hadhrat Khalid bernama Abu Khaitsimah (ra). Hadhrat Abu Bakr (ra) melihatnya lalu bertanya kepada sang kurir: Bagaimana kabar di sana?

Beliau menjawab: Baik baik saja. Wahai Khalifah Rasul! Allah Ta’ala telah menganugerahkan kemenangan kepada kami atas Yamamah. Silahkan baca, ini adalah surat dari Khalid (ra).

Hadhrat Abu Bakr (ra) langsung melakukan sujud Syukur dan bersabda: Jelaskan kepada saya keadaan peperangan, bagaimana? Berkenaan dengan hal ini sebelum ini telah dijelaskan.

Selanjutnya, Abu Khaitsimah menjelaskan kisah rinci peperangan yang terjadi yakni apa saja yang dilakukan oleh Khalid (ra), bagaimana beliau mengatur pasukan, siapa saja sahabat yang syahid, bagaimana kita terpaksa mengalami kerugian yang ditimpakan oleh musuh dan apa yang kita alami benar benar diluar perkiraan kita.

Selanjutnya dijelaskan juga perihal pernikahan Hadhrat Khalid. Hadhrat Abu Bakr (ra) menulis surat kepada beliau, لعمري يا بن أم خالد ، إنك لفارغ تنكح النساء وبفناء بيتك دم ألف ومائتى رجل من المسلمين لم يجفف بعد ! ”Wahai Ibnu Ummu Khalid (anak ibunya Khalid)! Engkau ini bagaimana? Menikahi wanita, sementara bercak darah 1200 pasukan Muslim masih belum kering di pelataran rumahmu.”[25] ثم خدعك مجاعة عن رأيك فصالحك على قومه، ولقد أمكن الله منهم، فى كلام غير هذا ذكره وثيمة فى الردة Terlebih lagi, Mujja’ah telah menipumu lalu membuat perjanjian damai denganmu, padahal Allah Ta’ala memberikan kuasa penuh padamu atas mereka.”[26]

Disebabkan oleh janji damai dengan Mujja’ah dan menikahi putrinya, Khalid mendapatkan teguran dari Khalifah Rasul, Abu Bakr (ra). Kemudian Hadhrat Khalid mengirim surat balasan kehadapan Hadhrat Abu Bakr (ra). Di dalam surat tersebut beliau menyampaikan klarifikasi dan pembelaan atas hal itu. Hadhrat Khalid menulis: أما بعد، فلعمرى ما تزوجت النساء حتى تم لى السرور، وقرت بى الدار، وما تزوجت إلا إلى امرئ لو أعملت إليه من المدينة خاطبا لم أبل، دع أنى استشرت خطبتى إليه من تحت قدمى، فإن كنت كرهت لى ذلك لدين أو دنيا اعتبتك، وأما حسن عزائى على قتلى المسلمين، فو الله لو كان الحزن يبقى حيا أو يرد ميتا لأبقى حزنى الحى ورد الميت، ولقد أقحمت فى طلب الشهادة حتى يئست من الحياة، وأيقنت بالموت، وأما خدعة مجاعة إياى عن رأيى، فإنى لم أخط رأى يومى، ولم يكن لى علم بالغيب، وقد صنع الله للمسلمين خيرا، أورثهم الأرض، وجعل لهم عاقبة المتقين Amma Ba’du! Demi agama! Saya belum berani melakukan pernikahan sebelum suasana bahagia dan kestabilan tercipta sepenuhnya. Saya menikahi putri seseorang yang jika saya kirim pesan dari Madinah, ia tidak akan menolaknya. Mohon maaf, saya memilih untuk mengirim pesan dari tempat saya.

Jika Hudhur tidak merestui perjodohan ini dari sisi ruhani dan jasmani, maka saya bersedia untuk memenuhi kehendak Hudhur. Sejauh berkenaan dengan bersmpati kepada korban yang tewas dari pihak Muslim, jika kedukaan seseorang dapat membuat seseorang tetap hidup atau dapat menghidupkan kembali yang sudah meninggal, duka nestapa ku dapat membuat seseorang tetap hidup dan menghidupkan kembali yang sudah meninggal. Saya sedemikian rupa melancarkan serangan sehingga menjadi putus asa atas kehidupan dan yakin pada kematian. Selebihnya berkenaan dengan tipudaya Mujja’ah, saya tidak melakukan kekeliruan dalam mengutarakan pendapat, namun saya tidaklah mengetahui perkara yang ghaib, apapun yang telah dilakukan, Allah telah melakukannya demi kebaikan umat Islam dan Dia telah jadikan mereka sebagai pewaris bumi dan akhir baik teruntuk orang-orang bertakwa.”[27]

Ketika Hadhrat Abu Bakr (ra) menerima surat tersebut, amarah beliau mendingin dan satu kelompok Quraisy dan yang membawa surat Hadhrat Khalid, ia pun menyampaikan klarifikasi dari Hadhrat Khalid.

Hadhrat Abu Bakr (ra) bersabda, “Benar apa yang kamu katakan.” Hadhrat Abu Bakr (ra) menerima klarifikasi dan permohonan maaf dari Hadhrat Khalid.[28]

Selebihnya insya Allah akan disampaikan pada kesempatan lain. Kisah berkenaan dengan golongan yang murtad telah rampung.[29]

Khotbah II

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[2] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[3] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[4] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[5] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[6] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[7] Siyaarush Shahaabiyyaat (سیر الصحابیات از سعید انصاری صفحہ 122مشتاق بک کارنر لاہور).

[8] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) terbitan Beirut (الاکتفاء جلد2 جزء1 صفحہ 57 تا 66 عالم الکتب بیروت 1997ء). Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (عَلي محمد محمد الصَّلاَّبي) dalam karyanya Al-Insyirahu wa Raf’udh Dhayyiq fi Sirati Abi Bakr ash-Shiddiq syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu (نام کتاب : الانشراحُ وَرَفعُ الضِّيق في سِيرة أبي بَكْر الصِّديق شخصيته وَعَصره نویسنده : الصلابي، علي محمد), penerbit Darut Tauzi’ wa Nasyr, Kairo-Mesir (دار التوزيع والنشر الإسلامية، القاهرة – مصر), tahun 1423 Hijriyyah atau 2002 (عام النشر: 1423 هـ – 2002 م) atau versi terjemahan Urdunya ialah Syedna Abu Bakr (ra) Siddiq Shakhsiyyat Wa Kaarname, Dr Ali Muhammad al-Sallabi [translation], pp. 349, Maktabat-ul-Furqan, Muzaffargarh, Pakistan (سیدنا ابوبکر صدیق ؓشخصیت اور کارنامے از صلابی صفحہ 349فرقان ٹرسٹ خان گڑھ پاکستان).

[9] Al-Kaamil Fit Taarikh karya Ibnu al-Atsir (الکامل فی التاریخ لابن اثیر جلد2 صفحہ 222-223دارالکتب العلمیۃ بیروت2006ء).

[10] Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) (الاکتفاء جلد2 جزء1 صفحہ70-71 عالم الکتب بیروت 1997ء).

[11] Tercantum dalam Ash-Shiddiq Abu Bakr karya Muhammad Husain Haikal yang terjemahan urdunya ialah Hadhrat Abu Bakr Shiddiq ash-Shiddiq (حضرت ابوبکرؓ صدیق از محمد حسین ہیکل صفحہ 206).

[12] Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) (الاکتفاء جلد2 جزء1 صفحہ72عالم الکتب بیروت 1997ء).

[13] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) terbitan ‘Alamul Kutub, Beirut-Lebanon 1997 (الاکتفاء جلد2 جزء1 صفحہ72-73 عالم الکتب بیروت 1997ء). Farhank Sirat (فرہنگ سیرت صفحہ 172زوار اکیڈیمی کراچی 2004ء).

[14] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[15] Al-Bidaayah wan Nihaayah (البدایہ والنھایہ جلد 3جزء 6 صفحہ321دارالکتب العلمیۃ بیروت 2001ء); Futuuhul Buldaan (فتوح البلدان لامام ابی الحسن احمد بن یحییٰ البلاذری صفحہ 63 دارالکتب العلمیۃ بیروت2000ء).

[16] ‘Umdatul Qaari syarh Shahih al-Bukhari (عمدۃ القاری شرح صحیح بخاری کتاب فضائل القرآن باب جمع القرآن۔ جلد 20 صفحہ23 دارالکتب العلمیۃ 2001ء).

[17] Futuuhul Buldaan (فتوح البلدان صفحہ 124 تا 126 مطبوعہ مؤسسۃ المعارف بیروت 1987ء).

[18] Al-Bidaayah wan Nihaayah (البدایۃ والنھایۃ جلد 3 جزء 6 صفحہ 322 سنہ 11 ہجری دارالکتب العلمیۃ بیروت 2001ء).

[19] Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra) dalam karyanya “Jawaban terhadap Risalah Tn. Maududi mengenai masalah Qadiani”, Anwarul ‘Uluum (مولانا مودودی صاحب کے رسا لہ ’’قادیانی مسئلہ‘‘ کا جواب، انوار العلوم جلد 24صفحہ 12تا 14 ).

[20] Malfuuzhaat (ملفوظات جلد1صفحہ378-379).

[21] Sirrul Khilaafah (سرالخلافۃ اردو ترجمہ صفحہ 47تا 50 شائع کردہ نظارت اشاعت ربوہ) atau Rahasia Khilafat, buku dalam bahasa Arab karya Bani Silsilah Ahmadiyah (Pendiri Ahmadiyah) Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as).

[22] Tarikh ath-Thabari (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ307مطبوعہ دار الکتب العلمیۃ لبنان2012ء).

[23] Tercantum dalam Athlas Hurubir Riddah (أطلس حروب الردة: في عهد الخليفة الراشد أبي بكر الصديق) karya Sami bin ‘Abdullah al-Maghluts (سامي بن عبدالله المغلوث). Futuuhul Buldaan (فتوح البلدان از بلاذری مترجم صفحہ135 مطبوعہ نفیس اکیڈمی کراچی); Mu’jamul Buldaan (معجم البلدان جلد2 صفحہ433).

[24] Muhammad Husain Haikal dalam karyanya Ash-Shiddiq Abu Bakr yang terjemahan urdunya ialah Hadhrat Abu Bakr Shiddiq (حضرت ابوبکرصدیق اکبرؓ از محمد حسین ہیکل مترجم شیخ محمد احمد پانی پتی، صفحہ 41، علم و عرفان پبلشرز لاہور2004ء). Terjemahan bahasa Indonesianya ialah Abu Bakr as-Siddiq Yang Lembut Hati Sebuah Biografi Dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi oleh Muhammad Husain Haekal Diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah, bab Melindungi golongan lemah dengan hartanya. Judul asli As-Siddiq Abu Bakr, cetakan ke-8, oleh Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D., Penerbit Dar al-Maaref, 119 Corniche, Cairo, Egypt, dan atas persetujuan ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjemah ke dalam bahasa Indonesia. Diterjemahkan oleh Ali Audah. Cetakan pertama, 1995. Cetakan kedua, 2001. Cetakan ketiga, 2003. Diterbitkan oleh PT. Pustako Utera AntarNusa, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450.

[25] Tarikh ath-Thabari.

[26] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)): يا خالد بن أم خالد، إنك لفارغ، تنكح النساء، وتعرس بهن، وببابك دماء ألف ومائتين من المسلمين، لم تجف بعد، ثم خدعك مجاعة عن رأيك فصالحك على قومه، ولقد أمكن الله منهم، فى كلام غير هذا ذكره وثيمة فى الردة .

[27] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)).

[28] Tercantum  dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) ‘Alamul Kutub Beirut, 1997 (الاکتفاء جلد2 جزء1 صفحہ69-70 عالم الکتب بیروت 1997ء). Buku berjudul Abu Bakr Shiddiq karya ‘Ali Muhammad Muhammad Ash-Shalabi (سیدنا ابوبکرصدیقؓ ۔ازڈاکٹرعلی محمدصلابی ،اردوترجمہ صفحہ 367، 368).

[29] Sumber referensi: Majalah Al-Fadhl International https://www.alfazl.com/2022/06/26/50240/; www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab) pada link https://www.islamahmadiyya.net/cat.asp?id=116. Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.