Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 28)

Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 162, Khulafa’ur Rasyidin Seri 04, Hadhrat ‘Abdullah Abu Bakr ibn ‘Utsman Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu, Seri 28)

  • Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz melanjutkan uraian tentang sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hadhrat Abu Bakr ibn Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu.Berbagai peristiwa yang terjadi di masa penuh berkah dari Khilafat beliau, khususnya pergerakan untuk menghadapi permusuhan pihak pembenci Islam.
  • Uraian mengenai kemenangan-kemenangan pasukan Muslim dalam peperangan menghadapi kekaisaran Iran (Persia), kaum Kristen Arab, kaum Badui Arab, dan kekaisaran Romawi di masa Khilafat Hadhrat Abu Bakr ash-Shiddiq (ra).
  • Pembahasan berdasarkan rujukan Kitab-Kitab Sejarah di kalangan umat Islam seperti Tarikh ath-Thabari dan lain-lain.
  • Peranan panglima Khalid bin Walid dan para komandan kolega beliau.
  • Sejarah menjadi saksi bahwa tidak ada jenderal besar dan bertalenta yang dapat menunjukkan stabilitas dan integritas serta kesetiaan dan ketulusan sedemikian rupa kecuali mendapatkan pengaruh dari kualitas pribadi dan karakter tinggi seorang kepala negara.
  • Perang al-Hirah melawan Persia.
  • Perang Anbaar atau Dzaatul ‘Uyuun melawan Persia.
  • Perang ‘Ainut Tamr.
  • Perang Daumatul Jandal dan bantuan pihak Kristen Arab pendukung kekaisaran Iran dalam menghadapi pihak Muslim.
  • Perang Hashid dan Khanafis.
  • Perang Mushayyakh.
  • Insiden Tsani dan Zumail.
  • Perang Firaadh.
  • Komentar dan penilaian para Sejarawan.
  • Hudhur (atba) akan terus menyebutkan lebih lanjut berbagai kejadian dalam masa Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu di khotbah-khotbah mendatang.
  • Menyambut Jalsah Salanah Britania Raya dan gerakan doa untuk para peserta dan panitia Jalsah.

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 29 Juli 2022 (Wafa 1401 Hijriyah Syamsiyah/ Dzulhijjah 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم

[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]

(آمين)

Di dalam khotbah-khotbah sebelumnya telah dibahas mengenai ekspedisi-ekspedisi (pergerakan-pergerakan rombongan pasukan Muslim) yang dilakukan di masa Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu. Hari ini saya akan membahas beberapa pertempuran yang tersisa yang terjadi di bawah kepemimpinan Hadhrat Khalid bin Walid (خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ) radhiyAllahu ta’ala ‘anhu. Tema berkenaan dengan pertempuran-pertempuran ini mungkin akan selesai pada hari ini, jadi mungkin khotbah hari ini sedikit lebih lama.

Berkenaan dengan pertempuran Hirah (معركة الحيرة), diriwayatkan bahwa pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 12 Hijriah tatkala Hadhrat Khalid (ra) berangkat dari Amghisia (أمغيشيا) ke Hirah.[1]

Hirah (الحيرة), yang terletak di dekat Sungai al-Furaat atau Efrat (الفرات), adalah pusat kuno orang-orang Arab Kristen. Penguasa Hirah pada waktu itu adalah orang Iran. Penguasa Hirah telah memperkirakan bahwa selanjutnya pasukan Hadhrat Khalid akan menuju ke arahnya sehingga dia mulai melakukan persiapan-persiapan perang melawan Hadhrat Khalid (ra) dan dia juga berasumsi bahwa Hadhrat Khalid (ra) akan mengambil jalur sungai untuk datang ke sana dan menggunakan perahu. Dia memerintahkan putranya untuk membendung sungai Efrat sehingga perahu-perahu Hadhrat Khalid (ra) akan terjebak di lumpur [dikarenakan dampak pembendungan sungai di tempat dekat hulu maka tempat sungai yang Hadhrat Khalid lewati airnya menyusut]. Dia (penguasa Hirah) sendiri akan mengikuti Khalid dan menempatkan pasukannya di luar Hirah.

Ketika Hadhrat Khalid (ra) berangkat dari Amghishia dan pasukan dibawa dengan perahu-perahu bersama barang-barang dan harta ghanimah, Hadhrat Khalid (ra) berada dalam masalah besar. Perahu-perahu itu kandas karena kekurangan air. Para nelayan mengatakan, “Orang-orang Persia telah membuka kanal-kanal yang membuat seluruh air Sungai Efrat mengalir ke saluran-saluran lain sehingga dampaknya aliran air tidak mengalir ke sini. Selama kanal-kanal itu tidak ditutup, kita di sini tidak akan teraliri air.” Atas hal itu, Hadhrat Khalid segera menyiapkan pasukan berkuda dan maju ke arah putra penguasa tersebut.

Dalam perjalanan, Hadhrat Khalid (ra) secara kebetulan bertemu dengan sebagian tentara musuh di tepi sungai Atiq (العتيق). Hadhrat Khalid (ra) menyerang mereka secara tiba-tiba saat mereka sama sekali lengah. Hadhrat Khalid (ra) menghabisi mereka semua. Kemudian beliau maju dan melihat bahwa putra penguasa Hirah sedang mengawasi pekerjaan pengalihan aliran sungai. Beliau menyerangnya secara tiba-tiba dan membunuhnya beserta pasukannya dan membuat air mengalir kembali di sungai dengan menghancurkan bendungan. Beliau sendiri lalu berdiri di sana dan mengawasi pekerjaan hingga kapal-kapal melanjutkan kembali perjalanan mereka.

Setelah itu, Hadhrat Khalid (ra) mengumpulkan semua komandannya dan sampai di Khawarnaq. Khawarnaq (الْخَوَرْنَقَ) adalah sebuah benteng di dekat Hirah. Namun, ketika penguasa Hirah mengetahui bahwa Ardasyir (أَرْدَشِيرَ) telah meninggal dan putranya sendiri juga terbunuh dalam pertempuran, maka dia melarikan diri melintasi Efrat tanpa melakukan perlawanan.

Namun, meskipun penguasa mereka melarikan diri, orang-orang Hirah tidak berkecil hati dan menutup benteng. Ada empat benteng di sana dan mereka mengurung diri di keempat benteng dan mulai bersiap untuk pertempuran.

Tertulis bahwa Hadhrat Khalid bin Walid (ra) melakukan pengepungan benteng dengan cara sebagai berikut. Dhirar bin Azwar (ضِرَارُ بْنُ الأَزْوَرِ) ditugaskan untuk mengepung Qashr Abyad (القصر الأبيض) – benteng putih – yang mana Iyas bin Qabisah Tho’i (إِيَاسُ بْنُ قُبَيْصَةَ الطَّائِيُّ) berlindung di dalamnya. Dhirar bin al-Khaththab (ضِرَارُ بْنُ الْخَطَّابِ) ditugaskan untuk mengepung Qasr Adsiyyin (قَصْرَ الْعَدْسِيِّينَ) yang mana ‘Adi bin ‘Adi al-‘Ibaadi (عَدِيُّ بْنُ عَدِيٍّ العبادي) berlindung di dalamnya. Dhirar bin Muqarin (ضِرَارُ بْنُ مُقَرِّنٍ الْمُزَنِيُّ) ditugaskan untuk mengepung Qasr Bani Mazin (قَصْرَ بَنِي مَازِنٍ), yang di dalamnya Ibnu Akkal (ابْنُ أَكَّالٍ) berlindung. Mutsanna bin Haritsah ditugaskan untuk mengepung Qasr Ibnu Baqilah (قَصْرَ ابْنِ بقيله), yang di dalamnya berlindung ‘Amru bin Abdul Masih (عمرو ابن عَبْدِ الْمَسِيحِ).

Hadhrat Khalid (ra) memberikan perintah kepada para pimpinan pasukannya bahwa mereka harus terlebih dahulu mengajak orang-orang ini masuk Islam, jika mereka menerima Islam, maka terimalah keislaman mereka, dan jika mereka menolak, maka beri mereka jeda satu hari. Beliau memerintahkan kepada mereka untuk tidak memberikan kesempatan kepada musuh, melainkan memerangi mereka dan tidak menghentikan kaum Muslimin dari memerangi musuh.

Musuh melakukan perlawanan dan mulai melempari umat Islam dengan batu. Umat Islam menghujani mereka dengan panah dan menghancurkan mereka dan menaklukkan istana dan benteng.

Para pendeta yang ada di sana berseru, “Wahai para penghuni Istana! Kami tidak mendapati orang lain untuk berperang selain kalian.” Para pendeta berusaha menyemangati mereka.

Orang-orang Istana berseru, “Wahai orang-orang Arab! Kami telah menerima salah satu dari tiga syarat kalian. Oleh karena itu hentikanlah [perlawanan].” Di sana, ketika mereka melihat bahwa orang-orang Islam unggul, mereka mengemukakan gagasan untuk membuka benteng dengan berbagai persyaratan. Para kepala istana-istana tersebut keluar.

Kemudian Hadhrat Khalid (ra) bertemu dengan orang-orang istana secara terpisah dan menegur mereka atas tindakan mereka. [2] Beliau berkata, وَيْحَكُمْ! مَا أَنْتُمْ! أَعَرَبٌ؟ فَمَا تَنْقِمُونَ مِنَ الْعَرَبِ! أَوْ عَجَمٌ؟ فَمَا تَنْقِمُونَ مِنَ الإِنْصَافِ وَالْعَدْلِ!  “Celakalah kalian! Kalian menganggap diri kalian ini apa hingga kalian melawan kami? Jika kalian adalah orang Arab, mengapa kalian rela berperang melawan bangsa sendiri? Jika kalian adalah orang non-Arab, apakah kalian pikir kalian akan menang melawan suatu kaum yang tidak ada bandingannya dalam hal keadilan dan kejujuran?”

Para pemimpin tersebut setuju untuk membayar jizyah. Hadhrat Khalid (ra) berharap bahwa orang-orang Arab Irak ini akan masuk Islam, tetapi beliau terkejut ketika mereka bersikeras untuk tetap menjadi orang Kristen.

Bagaimanapun, Hadhrat Khalid (ra) menulis perjanjian antara orang-orang Hirah dengan kaum Muslimin, yaitu: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذَا مَا عَاهَدَ عَلَيْهِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ عَدِيًّا وَعَمْرًا ابْنَيْ عَدِيٍّ، وَعَمْرَو بْنَ عَبْدِ الْمَسِيحِ وَإِيَاسَ بْنِ قَبِيصَةَ وَحيريَّ بْنِ أَكَّالٍ، وَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ: جبرى -وَهُمْ نُقَبَاءُ أَهْلِ الْحِيرَةِ، وَرَضِيَ بِذَلِكَ أَهْلُ الْحِيرَةِ، وَأَمَرُوهُمْ بِهِ- عَاهَدَهُمْ عَلَى تِسْعِينَ وَمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَمٍ، تُقْبَلُ فِي كُلِّ سَنَةٍ جَزَاءً عَنْ أَيْدِيهِمْ فِي الدُّنْيَا، رُهْبَانِهِمْ وَقِسِّيسِهِمْ، إِلا مَنْ كَانَ مِنْهُمْ عَلَى غَيْرِ ذِي يَدٍ، حَبِيسًا عَنِ الدُّنْيَا، تَارِكًا لَهَا -وَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ: إِلا مَنْ كَانَ غَيْرَ ذِي يَدٍ حَبِيسًا عَنِ الدُّنْيَا، تَارِكًا لَهَا- أَوْ سَائِحًا تَارِكًا لِلدُّنْيَا، وَعَلَى الْمَنْعَةِ، فَإِنْ لَمْ يَمْنَعْهُمْ فَلا شَيْءَ عَلَيْهِمْ حَتَّى يَمْنَعَهُمْ، وَإِنْ غَدَرُوا بِفِعْلٍ أَوْ بِقَوْلٍ فَالذِّمَّةُ مِنْهُمْ بَرِيئَةٌ وَكَتَبَ فِي شَهْرِ رَبِيعٍ الأَوَّلِ مِنْ سَنَةِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ، وَدَفَعَ الْكِتَابَ إِلَيْهِمْ. “Bismillaahirrahmaanirrahiim. Ini adalah perjanjian yang dibuat Khalid bin Walid dengan ‘Adi dan ‘Amru yang keduanya ialah putra-putra ‘Adi, ‘Amru bin Abdul Masih, Iyas bin Qabishah dan Hairi bin ‘Akkal. Mereka adalah para pemimpin penduduk Hirah, dan penduduk Hirah menyetujui perjanjian ini dan menjadikan mereka refresentatifnya. Kesepakatan telah dibuat dengan mereka senilai 190.000 dirham yang akan dipungut dari mereka setiap tahun untuk perlindungan mereka. Yakni, jizyah ini dikenakan dan akan dipungut dari mereka yang memiliki harta kekayaan duniawi, sekalipun ia seorang rahib ataupun pendeta, untuk melindungi penduduk setempat . Tetapi mereka yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan duniawi mendapat pengecualian. Dasar dari perjanjian ini adalah untuk proteksi (perlindungan). Jika umat Islam gagal memberikan perlindungan kepada mereka, maka tidak ada jizyah untuk mereka hingga mereka, yakni pihak penguasa dapat memberikan perlindungan kepada mereka. Jika rakyat Hirah melanggar kesepakatan ini baik lewat aksi maupun perkataan, maka perjanjian ini akan gugur. Perjanjian ini ditulis pada bulan Rabi’ul Awal 12 Hijriah.”

Naskah ini diserahkan kepada orang-orang Hirah. Ketika penduduk Sawad (أَهْلُ السَّوَادِ) murtad setelah kewafatan Hadhrat Abu Bakr (ra), mereka tidak menghormati perjanjian ini dan tidak mematuhi perjanjian ini dan mereka menjadi kafir bersama orang-orang yang lainnya dan mereka dikuasai oleh Persia.

Ketika Hadhrat Mutsanna (ra) menaklukkan Hirah untuk kedua kalinya pada masa kekhalifahan Hadhrat Umar (ra), mereka mengajukan perjanjian tersebut, namun Hadhrat Mutsanna (ra) tidak menerimanya dan memberlakukan syarat lain pada mereka. Kemudian ketika Hadhrat Mutsanna (ra) dikalahkan di beberapa tempat, beliau terpaksa mundur dalam pertempuran sedangkan orang-orang tersebut kembali kafir bersama yang lainnya. Mereka membantu para pemberontak dan tidak menghormati perjanjian dan tidak mematuhi perjanjian tersebut.

Kemudian ketika Hadhrat Sa’d (ra) menaklukkan Hirah, orang-orang ini menghendaki penyelesaian dengan berlandaskan perjanjian sebelumnya. Hadhrat Sa’d (ra) pun meminta mereka untuk mengajukan salah satu dari dua perjanjian tersebut. Namun, mereka tidak dapat mengajukannya. Atas hal itu, Hadhrat Sa’d (ra) mengenakan Kharaj (pajak tanah) kepada mereka dan setelah menyelidiki kemampuan finansial mereka, beliau menetapkan kharaj sebesar 400.000, selain mutiara.

Ketika Hirah ditaklukkan, Hadhrat Khalid (ra) melaksanakan shalat kemenangan (Shalat al-Fath) yang terdiri dari 8 raka’at dengan satu salam. Artinya, beliau melaksanakan delapan raka’at sekaligus. Setelah selesai, beliau mengatakan, لَمَّا فَتَحَ خَالِدٌ الْحِيرَةَ صَلَّى صَلاةَ الْفَتْحِ ثَمَانِي رَكَعَاتٍ لا يُسَلِّمُ فِيهِنَّ، ثُمَّ انْصَرَفَ، وَقَالَ: لَقَدْ قَاتَلْتُ يَوْمَ مُؤْتَةَ فَانْقَطَعَ فِي يدي تسعه أَسْيَافٍ، وَمَا لَقِيتُ قَوْمًا كَقَوْمٍ لَقِيتُهُمْ مِنْ أَهْلِ فَارِسَ، وَمَا لَقِيتُ مِنْ أَهْلِ فَارِسَ قَوْمًا كَأَهْلِ أُلَيْسَ!  “Ketika saya bertempur dalam perang Mu-tah, saat itu sembilan pedang patah di tangan saya. Saya belum pernah berperang dengan suatu kaum, seperti saya berperang dengan kaum ini yang termasuk orang-orang Persia dan saya tidak pernah berperang dengan orang-orang Persia seperti ketika saya berperang dengan penduduk Ulais.”[3]

Kemudian tertulis bahwa mereka mengirimkan hadiah-hadiah kepada Hadhrat Khalid (ra), namun Hadhrat Khalid (ra) mengirimkan hadiah-hadiah tersebut kepada Hadhrat Abu Bakr (ra) bersama kabar suka kemenangan. Hadhrat Abu Bakr (ra) juga mengajarkan standar keadilan dan kejujuran yang tinggi dengan menerima semua hadiah tersebut sebagai jizyah dan menulis kepada Hadhrat Khalid (ra), أَنِ احْسِبْ لَهُمْ هَدِيَّتَهُمْ مِنَ الْجَزَاءِ، إِلا أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَزَاءِ، وَخُذْ بَقِيَّةَ مَا عَلَيْهِمْ فَقُوِّ بِهَا أَصْحَابَكَ “Jika hadiah ini dimasukkan dalam jizyah maka itu baik. Jika tidak, masukkanlah ini sebagai jizyah dan pungutlah jumlah sisa kekurangannya.” Maksudnya, beliau tidak menerima itu sebagai hadiah, melainkan sebagai jizyah.[4]

Kaum Muslimin bermuamalah dengan penduduk asli Hirah dengan penuh kemurahan hati. Melihat perlakuan tersebut, para tuan tanah dan para bangsawan di wilayah sekitar juga bersedia membayar jizyah dan menerima kekuasaan kaum Muslimin.[5]

Kemenangan di Hirah terbukti sangat penting secara militer. Hal ini meningkatkan harapan untuk menaklukkan Persia di mata kaum Muslimin karena kota itu sangat penting secara geografis dan kesusastraan bagi Irak dan Kekaisaran Persia. Panglima besar pasukan Islam menetapkannya sebagai pusat dan markasnya, yang dari sana perintah-perintah yang berkaitan dengan pertahanan dan pengorganisasian diberikan kepada pasukan Islam dan dijadikan pusat siasat dan perencanaan yang berkaitan dengan pengaturan urusan para tawanan. Dari sana, Hadhrat Khalid (ra) menunjuk pejabat di berbagai provinsi untuk mengumpulkan pajak tanah dan jizyah dan demikian juga menunjuk para amir di perbatasan supaya bisa memberikan perlindungan dari musuh. Beliau sendiri tinggal di Hirah untuk memulihkan keamanan dan stabilitas.

Berita mengenai beliau sampai kepada para tuan tanah dan kepala suku. Mereka datang untuk melakukan perjanjian damai dengan beliau. Ketika mereka melihat bahwa umat Islam terus meraih kemenangan, maka mereka mengajukan perdamaian. Tidak ada seorang pun di Sawad, Irak dan sekitarnya yang tidak berdamai atau membuat perjanjian dengan kaum Muslimin.[6]

Hadhrat Khalid (ra) tinggal di Hirah selama satu tahun dan sebelum berangkat ke Syam, beliau melakukan kunjungan ke wilayah atas maupun bawah dari Hirah, sedangkan orang-orang Persia terus menobatkan dan menggulingkan raja-raja.[7] Dengan kata lain, apa yang telah dilakukan orang-orang Persia dibandingkan dengan apa yang telah beliau lakukan? Mereka di sana hanya sekedar menobatkan dan memakzulkan raja. Ketika kondisi di Irak menjadi kondusif dan kekuasaan Persia di wilayah Arab antara Hirah dan Tigris tidak lagi mengancam dari belakang, Hadhrat Khalid (ra) memutuskan untuk menyerang Iran secara langsung.

Sementara itu, pemerintahan Iran mengalami gangguan karena kematian Kisra Ardashir. Perselisihan yang sengit terjadi di antara mereka mengenai pemilihan penggantinya. Memanfaatkan momen ini, Hadhrat Khalid (ra) menulis surat kepada para raja dan pejabat mereka. Beliau menulis kepada para raja tersebut: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ إِلَى مُلُوكِ فَارِسَ، أَمَّا بَعْدُ، فَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي حَلَّ نِظَامَكُمْ، وَوَهَنَ كَيْدَكُمْ، وَفَرَّقَ كَلِمَتَكُمْ، وَلَوْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ بِكُمْ كَانَ شَرًّا لَكُمْ، فَادْخُلُوا فِي أَمْرِنَا نَدَعْكُمْ وَأَرْضَكُمْ، وَنُجَوِّزْكُمْ إِلَى غَيْرِكُمْ، وَإِلا كَانَ ذَلِكَ وَأَنْتُمْ كَارِهُونَ عَلَى غَلَبٍ، عَلَى أَيْدِي قَوْمٍ يُحِبُّونَ الْمَوْتَ كَمَا تُحِبُّونَ الْحَيَاةَ “Teruntuk para Raja Persia, dari Khalid bin Walid. Ammaa ba’du. Segala puji bagi Allah yang telah menghancurkan tatanan kalian. Dia telah menggagalkan rencana-rencana kalian, menciptakan perselisihan di antara kalian, melemahkan kekuatan kalian, merampas kekayaan kalian dan meremukkan dominasi serta kehormatan kalian.

Oleh karena itu, ketika kalian menerima surat ini dari saya, terimalah Islam dan kalian akan aman dan tenteram atau hendaknya setuju untuk membayar Jizyah dengan membuat perjanjian. Jika kalian tidak menerima Islam, buatlah perjanjian damai dan hendaknya setuju untuk membayar jizyah, dan jika kalian melakukannya, kami akan meninggalkan kalian dan wilayah kalian dan pergi ke sisi lain. Jika tidak, demi Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, saya akan datang kepada kalian dengan pasukan yang mencintai kematian seperti kalian mencintai kehidupan dan memiliki keinginan untuk akhirat seperti yang kalian miliki untuk dunia ini.”

Kemudian beliau menulis kepada para pejabat dan bangsawan Iran: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ إِلَى مَرَازِبَةِ فَارِسَ، أَمَّا بَعْدُ فَأَسْلِمُوا تَسْلَمُوا، وَإِلا فَاعْتَقِدُوا مِنِّي الذِّمَّةَ، وَأَدُّوا الْجِزْيَةَ، وَإِلا فَقَدْ جِئْتُكُمْ بِقَوْمٍ يُحِبُّونَ الْمَوْتَ، كَمَا تُحِبُّونَ شُرْبَ الْخَمْرِ “Teruntuk para bangsawan Persia, dari Khalid bin Walid. Surat ini dari Khalid bin Walid untuk para pejabat dan bangsawan Persia. Terimalah Islam, maka kalian akan aman, atau bayarlah jizyah, kami akan bertanggung jawab atas keselamatan kalian. Jika tidak, ingatlah bahwa aku telah datang kepada kalian dengan orang-orang yang begitu tertarik dengan kematian sebagaimana kalian begitu tertarik dengan mabuk-mabukkan.”[8]

Penaklukan Hirah memenuhi sebagian dari keinginan Hadhrat Abu Bakr untuk menaklukkan Irak dan menjadikannya di bawah kekuasan pemerintahan Islam, yang merupakan awal dari serangan langsung ke Iran. Hadhrat Khalid (ra) melakukan tugasnya dengan baik dalam hal ini dan sampai ke Hirah dalam waktu yang singkat karena ekspedisinya melawan Irak dimulai dengan Pertempuran Kazimah pada bulan Muharram 12 Hijriah dan penaklukkan Hirah terjadi pada tahun yang sama, yakni pada bulan Rabi’ul Awwal 12 Hijriah.

Kemudian setelah itu terdapat perang Anbar (معركة الأنبار) atau Dzaat al-’Uyuun (معركة ذات العيون) yang terjadi pada tahun 12 Hijriah. Pasukan Iran berkemah di Anbar dan ‘Ain al-Tamr, sangat dekat dengan Hirah. Anbar juga merupakan sebuah kota di dekat Balakh. Tertulis berkenaan dengan alasan penamaan Anbar bahwa, dalam bahasa Arab, Anbar berarti gudang biji-bijian dan barang-barang, dan kota ini disebut Anbar karena ada banyak makanan dan minuman di sana. ‘Ain al-Tamr adalah sebuah kota di sebelah barat Kufah dekat Anbar.

Tertulis bahwa kehadiran pasukan Iran di tempat-tempat ini telah menciptakan ancaman serius bagi pasukan Islam. Dalam situasi demikian, jika Hadhrat Khalid bin Walid (ra) tetap duduk diam di Hirah dan tidak keluar mengambil tindakan terhadap pasukan Iran, maka ada kekhawatiran bahwa umat Islam akan kehilangan wilayah Hirah, yang telah ditaklukkan oleh umat Islam dengan melalui banyak kesulitan. Oleh karena itu, Hadhrat Khalid Bin Walid (ra) memerintahkan pasukan untuk bersiap-siap bertempur.[9]

Ketika situasi telah terkendali dan perdamaian dipulihkan di Hirah dan sekitarnya, Hadhrat Khalid (ra) menunjuk Hadhrat Qa’qaa’ bin Amru Tamimi (الْقَعْقَاعِ بْنِ عَمْرٍو التميمي) (ra) sebagai wakilnya di Hirah dan pergi untuk membantu Hadhrat ‘Iyaadh bin Ghanam (عِيَاضَ بْنَ غَنْمٍ) (ra). Hadhrat ‘Iyaadh bin Ghanam (ra) dikirim oleh Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq (ra) untuk menaklukkan Irak dari utara dan memerintahkannya untuk bergabung dengan Hadhrat Khalid bin Walid (ra).[10]

Komandan tentara Anbar adalah Shirazadz (شِيرَزَاذُ), pemimpin Sawad. Dia adalah orang yang sangat cerdas dan terhormat di masanya dan seorang non-Arab yang sangat disegani di kalangan orang Arab maupun non-Arab. Sawad juga merupakan nama sebuah tempat yang terkenal di Mada’in. Bagaimanapun, tertulis bahwa penduduk Anbar menutup benteng dan mereka menggali parit di sekitar benteng yang diisi air dan parit ini sangat dekat dengan dinding benteng. Jika ada pasukan Islam yang dekat dengannya, pasukan lawan yang ditempatkan di dinding benteng akan memaksa orang-orang Islam untuk mundur dengan serangan panah yang hebat. Mereka berada dalam kondisi demikian ketika Hadhrat Khalid tiba di sana dengan bagian depan pasukannya.

Terkait:   Khotbah Idul Fitri, Bagaimana Meraih Ied Hakiki?

Hadhrat Khalid (ra) berpatroli di sekitar parit, memeriksa pengaturan pertahanan benteng dan membuat suatu rencana dengan ketajaman firasat yang dianugerahkan Allah. Hadhrat Khalid (ra) menemui pasukan pemanahnya dan memilih seribu pemanah yang merupakan penembak jitu yang sangat baik dan memberi instruksi kepada mereka dan berkata, إِنِّي أَرَى أَقْوَامًا لا عِلْمَ لَهُمْ بِالْحَرْبِ، فَارْمُوا عُيُونَهُمْ وَلا تَوَخُّوا غَيْرَهَا “Saya melihat bahwa orang-orang ini sama sekali tidak memahami prinsip-prinsip perang. Arahkan panah kalian hanya ke mata-mata mereka dan jangan mengenai mereka di tempat lain.” Maka pasukan pemanah ini menembakkan panah bersama-sama dan setelah itu melakukan hal yang sama beberapa kali, yang hasilnya sekitar seribu mata menjadi buta pada hari itu. Itulah sebabnya perang ini juga dikenal sebagai Dzaat-ul-‘Uyuun, yang berarti perang mata.

Timbul keributan di kalangan musuh bahwa orang-orang Anbar kehilangan mata mereka, tetapi penguasa Anbar menolak untuk menyerah tanpa syarat. Hadhrat Khalid bin Walid (ra) mengambil beberapa unta yang lesu dan lemah dari pasukannya dan datang ke titik tersempit dari parit, kemudian menyembelih unta dan memasukkannya ke dalam parit, yang mengisinya sehingga terbentuk jembatan dengan hewan-hewan ini. Sekarang kaum Muslimin dan musyrik saling berhadapan di parit. Melihat ini, musuh mundur dan menutup benteng. Lalu penguasa Anbar, Shirazadz, kemudian mengirim pesan kepada Hadhrat Khalid bin Walid (ra) untuk berdamai dan meminta agar diizinkan untuk pergi dari sana dengan pasukan berkuda yang tidak membawa barang-barang, dan sebagainya dan sampai ke tempat tinggalnya. Hadhrat Khalid Bin Walid (ra) menyetujuinya.[11]

Perlu juga diperhatikan dalam hal ini bahwa sejarawan dan penulis biografi yang menjatuhkan tuduhan kepada Hadhrat Khalid bahwa beliau melakukan kekejaman dan kebiadaban serta melakukan banyak pembunuhan, dalam hal ini patut direnungkan oleh mereka bahwa kendati kemenangan yang telah beliau raih atas musuh meskipun melalui peperangan yang sangat sengit dan ajakan perdamaian yang berkali-kali ditolak, maka ketika musuh meminta izin untuk pergi dari tempat itu beliau pun mengizinkan mereka pergi dengan membawa perbekalan untuk 3 hari lamanya, dan beliau tidak menimpakan kesulitan apapun kepada mereka.

Alhasil, ini merupakan dalil atas tuduhan yang ditimpakan kepada Hadhrat Khalid bahwa beliau telah melakukan kezaliman.

Tatkala Shirazadz menyelamatkan diri dan sampai kepada Bahman Jazwiyah (بهمنَ جَاذُوَيْهِ), Bahman pun dilapori terkait peristiwa ini, Bahman menyalahkan Shirazadz. Atas hal ini Syirahzaz berkata, إِنِّي كُنْتُ فِي قَوْمٍ لَيْسَتْ لَهُمْ عُقُولٌ، وَأَصْلُهُمْ مِنَ الْعَرَبِ “Saya sebelumnya ada diantara orang-orang yang bodoh dan merupakan keturunan Arab” (Yang ia maksud bukanlah mengisyaratkan kepada kaum Muslim, tetapi kabilah-kabilah Arab yang tinggal di Anbar, dimana mereka tidak mengetahui apapun). Shirazadz berkata, فَسَمِعْتُهُمْ مَقْدَمَهُمْ عَلَيْنَا يَقْضُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ، وَقَلَّمَا قَضَى قَوْمٌ عَلَى أَنْفُسِهِمْ قَضَاءً إِلا وَجَبَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ قاتلهم الجند، فَفَقَئُوا فِيهِمْ وَفِي أَهْلِ الأَرْضِ أَلْفَ عَيْنٍ، فَعَرَفْتُ أَنَّ الْمُسَالَمَةَ أَسْلَمُ “Saya mendengar bahwa pasukan Muslim menyerang kami tanpa mereka menghiraukan jiwa mereka. Kapan saja ada kaum yang menghadapi kami tanpa mereka menghiraukan jiwanya, dan kapanpun ada suatu kaum yang berupaya tanpa menghiraukan jiwa mereka, maka kemenangan adalah pasti bagi mereka. Maka dari itu tatkala pasukan kami menghadapi mereka, mereka lantas menghabisi 1000 prajurit benteng dan infantri kami. Dari ini saya menyadari bahwa berdamai dengan mereka adalah lebih baik.”

Tatkala Hadhrat Khalid bin Walid dan segenap Muslim telah tenang dengan keadaan di Anbar, sedangkan penduduk Anbar pun telah tidak merasa takut dan mulai keluar, saat itu Hadhrat Khalid bin Walid melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui baca tulis bahasa Arab. Hadhrat Khalid pun bertanya kepada mereka, مَا أَنْتُمْ؟ “Siapakah Anda semua?”

Mereka menjawab, قَوْمٌ مِنَ الْعَرَبِ، نَزَلْنَا إِلَى قَوْمٍ مِنَ الْعَرَبِ قَبْلَنَا -فَكَانَتْ أَوَائِلَهُمْ نَزَلُوهَا أَيَّامَ بُخْتَنَصَّرَ حِينَ أَبَاحَ الْعَرَبُ، ثُمَّ لَمْ تَزَلْ عَنْهَا “Kami adalah bangsa Arab. Kami pindah dan tinggal di dekat kaum Arab yang sebelumnya telah tinggal di sini. Mereka datang di masa Bukhtanashshar (Raja Nebukadnezzar)[12], tatkala ia memberi izin bagi bangsa Arab sehingga mereka pun tinggal di sini.”

Hadhrat Khalid bertanya, مِمَّنْ تَعَلَّمْتُمُ الْكِتَابَ؟ “Dari mana Anda belajar menulis?”

Mereka berkata, تَعَلَّمْنَا الْخَطَّ مِنْ إِيَادٍ “Kami belajar dari kabilah Arab Banu Iyad.”

Setelah itu Hadhrat Khalid bin Walid pun mengadakan perdamaian dengan orang-orang yang ada di sekitar Anbar.[13]

Kemudian Perang Ainut Tamr (معركة عين التَّمْرِ) yang juga terjadi di tahun 12 Hijriah. Tertera sebagai berikut: Ketika Hadhrat Khalid selesai dari penaklukan Anbar dan wilayah tersebut sepenuhnya ada di bawah kendali beliau, selanjutnya beliau bergerak ke wilayah Ainut Tamr yang berada dekat dengannya. Tempat ini berada di tepi gurun antara Irak dan gurun Syam. Jarak dari Anbar hingga sampai ke Ainut Tamr adalah 3 hari.

Pemimpin Iran di sana adalah Mihran bin Bahram (مِهْرَانُ بْنُ بَهْرَامَ). Ia ada di sana bersama satu pasukan asing yang besar. Selain pasukan Iran, ada juga berbagai kabilah badui Arab di sana yang dipimpin oleh ‘Aqqah bin Abi ‘Aqqah (عَقَّةُ بْنُ أَبِي عَقَّةَ). Tatkala mereka semua mendengar tentang Hadhrat Khalid, ‘Aqqah lalu berkata kepada Mihran, إِنَّ الْعَرَبَ أَعْلَمُ بِقِتَالِ الْعَرَبِ، فَدَعْنَا وَخَالِدًا “Hanya orang-orang Arab-lah yang lebih paham bagaimana berperang melawan orang-orang Arab lainnya. Jadi, biarkan kami menghadapi Khalid.” (ia beranggapan akan perang menghadapinya dan lebih mengetahui darinya).

Mihran berkata, صَدَقْتَ، لَعَمْرِي لأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِقِتَالِ الْعَرَبِ، وَإِنَّكُمْ لَمِثْلُنَا فِي قِتَالِ الْعَجَمِ فَخَدَعَهُ وَاتَّقَى بِهِ، دُونَكُمُوهُمْ وَإِنِ احْتَجْتُمْ إِلَيْنَا أَعَنَّاكُمْ “Kalian benar bahwa kalianlah yang lebih mahir untuk bertempur melawan orang-orang Arab, sementara kami mahir melawan orang-orang ‘Ajam (maksudnya bukan Arab).”

Demikianlah Mihran pun menipu ‘Aqqah dan dengan cara ini ia menyelamatkan diri dan berkata, “Berperanglah kalian melawannya. Jika kalian membutuhkan kami, kami akan membantu kalian.”

Tatkala ‘Aqqah pergi untuk menyerang Hadhrat Khalid, orang-orang ‘Ajam (maksudnya bukan Arab) lantas melontarkan kata yang sangat keras kepada Mihran mengenai ‘Aqqah, مَا حَمَلَكَ عَلَى أَنْ تَقُولَ هَذَا الْقَوْلَ لِهَذَا الْكَلْبِ! “Apa yang membuatmu cenderung untuk mengatakan hal ini kepadanya (‘Aqqah)?”

Mihran menjawab, دَعُونِي فَإِنِّي لَمْ أَرُدَّ إِلا مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَشَرٌّ لَهُمْ، إِنَّهُ قَدْ جَاءَكُمْ مَنْ قَتْلَ مُلُوكَكُمْ، وَفَلَّ حَدَّكُمْ، فَاتَّقَيْتُهُ بِهِمْ، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ عَلَى خَالِدٍ فَهِيَ لَكُمْ، وَإِنْ كَانَتِ الأُخْرَى لَمْ تَبْلُغُوا مِنْهُمْ حَتَّى يَهِنُوا، فَنُقَاتِلَهُمْ وَنَحْنُ أَقْوِيَاءُ وَهُمْ مُضْعَفُونَ “Biarkanlah aku, aku menginginkan apa yang baik bagimu dan buruk bagi kaum Muslim. Sesungguhnya tengah datang di hadapanmu seorang yang bahkan telah membunuh raja-rajamu. (ia mengatakan tentang Hadhrat Khalid bin Walid). Ia adalah panglima perang yang sangat luar biasa dan ia akan melumat habis kebesaranmu. Maka dari itu, saya [sebenarnya] telah menjadikan ‘Aqqah sebagai tameng untuk menghadapinya. Jika mereka menang dalam menghadapi Khalid, kemenangan itu akan menjadi milikmu, tetapi jika yang terjadi adalah sebaliknya maka kalian tidak akan pergi untuk menghadapi kaum Muslim karena keadaan mereka telah menjadi lemah. Maka kami akan perang menghadapi mereka karena kami kuat sementara mereka adalah lemah.” Mendengar ini, ia pun mengakui keunggulan pendapat Mihran ini.

Mihran tetap tinggal di Ainut Tamr, sementara ‘Aqqah bersiap-siap untuk bergerak menghadapi Hadhrat Khalid.[14] Saat ‘Aqqah tengah mengatur barisan pasukannya, Hadhrat Khalid dengan segera menyerangnya dan lantas menangkapnya sehingga pasukannya pun menelan kekalahan tanpa ada pertempuran, lalu mereka melarikan diri dan kebanyakan mereka ditawan.

Tatkala kabar ini sampai pada Mihran, ia pun melarikan diri dengan membawa laskarnya dan meninggalkan benteng. Tatkala musuh yang telah menelan kekalahan itu tiba di benteng untuk mencari perlindungan, Hadhrat Khalid mengepung mereka sehingga mereka pun meminta perlindungan Hadhrat Khalid, tetapi beliau menolaknya. Mereka menerima keputusan beliau seraya meletakkan senjata, kemudian beliau menjadikan mereka sebagai tawanan. ‘Aqqah dan orang-orang yang ikut bersamanya di dalam perang melawan kaum Muslim, beliau perintahkan agar dibunuh. Adapun mereka yang ada di benteng, beliau menawannya. Harta yang ada di dalamnya beliau ambil sebagai ghanimah (rampasan perang).

Hadhrat Khalid mendapati 40 pemuda di dalam gereja mereka yang mana kaum kristen menjadikannya sebagai tawanan. Sebagian besar pemuda itu berasal dari Arab.

Keberadaan mereka adalah penting dalam sejarah Islam karena dari anak keturunan mereka lahir tokoh-tokoh besar yang dalam masa itu atau setelahnya mereka menorehkan karya-karya besar. Diantara mereka adalah Sirin ayahanda Muhamad bin Sirin (سِيرِينُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ سِيرِينَ), Nushair yang merupakan ayahanda Musa bin Nushair (نُصَيْرٌ أَبُو مُوسَى بْنُ نُصَيْرٍ), dan budak yang telah dimerdekakan Hadhrat ‘Utsman yaitu Humran (حُمْرَانُ).[15]

Sirin adalah penduduk Iraq. Dia menjadi tawanan di perang Ainut Tamr lalu menjadi hamba sahaya Hadhrat Anas bin Malik. Dia adalah sosok yang sangat hebat. Dia mendapat kebebasan setelah surat menyurat dengan Hadhrat Anas. Putranya bernama Muhammad bin Sirin, sosok tabi’in yang masyhur dan merupakan imam dalam ilmu tafsir, hadits, fiqih, dan ta’bir mimpi. Muhammad bin Sirin adalah putranya. [Ayahnya] telah ditawan di peperangan dan kemudian meraih kebebasan.

Kemudian ada Nushair. Beliau adalah ayahanda Musa bin Nushair. Ia termasuk dalam tawanan Banu Umayyah. Seseorang dari Banu Umayyah telah membebaskannya. Beliau menjadi masyhur karena putranya yaitu Musa. Musa bin Nushair meraih kemasyhuran di daerah utara Afrika. Beliau bersama Tariq bin Ziyad telah berjasa sangat besar dalam menegakkan pemerintahan Islam di Spanyol.

Kemudian Hamran bin Aban (حُمْرَانُ بن أبان) pun termasuk diantara tawanan di perang Ainut Tamr. Ia adalah seorang Yahudi yang lalu memeluk Islam. Hadhrat ‘Utsman lalu memerdekakannya. Beliau memiliki kedekatan yang khas dengan Hadhrat ‘Utsman. Pada tahun 41 Hijriah, beliau menjadi gubernur di Basrah selama beberapa waktu kemudian nama beliau masyhur di masa pemerintahan Banu Umayyah.

Hadhrat Khalid mengirim kabar suka kemenangan dan harta khumus ke hadapan Hadhrat Abu Bakr.[16]

Setelah kemenangan di Anbar dan Ainut Tamr, Hadhrat Khalid lalu memberi bagian khumus (1/5) kepada Walid bin ‘Uqbah kemudian menyuruhnya untuk mengirimnya ke hadapan Hadhrat Abu Bakr (ra) di Madinah sembari menyampaikan kabar suka kemenangan. Setiba di Madinah, ia (Walid) menyampaikan segenap peristiwa kepada Hudhur (Yang mulia Khalifah) dan menuturkan bahwa alasan Khalid tidak mengindahkan perintah beliau dan meninggalkan Hirah serta bertempur di Anbar dan Ainut Tamr adalah karena Hadhrat Khalid telah tinggal selama 1 tahun lamanya di sana (di Hirah). (Hadhrat Abu Bakr telah memberinya petunjuk untuk menunggu di Hirah. Namun, beliau (Hadhrat Khalid) melakukan tindakan yang beliau anggap sesuai dengan keadaan saat itu [yaitu pergi dari Hirah untuk berperang di Anbar dan Ainut Tamr]. Saat itu Hadhrat Khalid tidak mengetahui terkait bilamana (kapan tepatnya) ‘Iyaadh selesai dari urusan di Daumatul Jandal dan tiba di Hirah untuk membantu Hadhrat Khalid. Saat itu telah terlambat dan ‘Iyaadh belum tiba di sana.

Hadhrat Abu Bakr (ra) pun kecewa dengan sikap lamban dan malas ‘Iyaadh dan beliau beranggapan bahwa moral (semangat juang) kaum Muslim turun karena itu. Apabila pihak musuh saat itu kemudian mengetahui berita-berita tentang pergerakan-pergerakan aktif Hadhrat Khalid tersebut, yaitu apa yang telah beliau lakukan di Irak, maka mereka (pihak musuh umat Islam) pasti akan mengambil keuntungan dari kelemahan ‘Iyaadh dan akan menimpakan kekalahan telak bagi kaum Muslimin.[17]

Kemudian terkait Perang Daumatul Jandal, perang ini pun terjadi pada tahun ke-12 Hijriah. Daumatul Jandal adalah satu kota yang terletak di jarak 5 malam perjalanan dari Damaskus dan 15 malam dari Madinah. (Yakni sesuai jarak perjalanan pada masa itu). Ini adalah kota di Syam yang berada paling dekat dengan Madinah.

Hadhrat ‘Iyaadh bin Ghanam yang diutus oleh Hadhrat Abu Bakr (ra) ke Duma, ia harus menghadapi perlawanan-perlawanan dari musuh sampai waktu yang lama sehingga ia tidak sanggup menjumpai Hadhrat Khalid. Tatkala Hadhrat Khalid memberangkatkan Walid bin Uqbah untuk menyampaikan berita kemenangan di Ainut Tamr kepada Hadhrat Abu Bakr, Hadhrat Abu Bakr merasa khawatir mengenai ‘Iyaadh. Maka dari itu, beliau mengutus Walid bin Uqbah untuk membantu ‘Iyaadh.[18]

Tatkala Walid bin Uqbah sampai ke Hadhrat ‘Iyaadh, ia melihat bahwa Hadhrat ‘Iyaadh telah mengepung musuh, namun musuh lantas mengepung mereka dan menutup jalan mereka. Walid bin ‘Uqbah berkata kepada Hadhrat ‘Iyaadh, إِنَّ بَعْضَ الرَّأْيِ خَيْرٌ مِنْ جَيْشٍ كَثِيفٍ “Terkadang, akal lebih ampuh untuk menghadapi musuh yang berjumlah besar. اكْتُبْ إِلَى خَالِدٍ يُمِدُّكَ بِجَيْشٍ مِنْ عِنْدِهِ Kirimlah utusan ke Hadhrat Khalid untuk meminta bantuan pasukan kepadanya.”

Bagi Hadhrat ‘Iyaadh, tidak ada lagi asa (harapan) selain menerima usulan Walid, karena ia pun telah 1 tahun lamanya berada di Daumatul Jandal dan hingga saat itu tidak ada tanda-tanda kemenangan bagi Islam. Hadhrat ‘Iyaadh pun menerima usulannya, dan ketika utusan mereka untuk meminta bantuan tiba di hadapan Hadhrat Khalid, saat itu Ainut Tamr telah ditaklukkan. Mereka memberi satu surat singkat untuk Hadhrat ‘Iyaadh dan segera mengirim kembali utusan itu dengan harapan agar kekhawatiran mereka berkurang. Isi surat itu adalah: مِنْ خَالِدٍ إِلَى عِيَاضٍ، إِيَّاكَ أُرِيدُ لَبِّثْ قَلِيلًا تَأْتِكَ الْحَلَائِبُ … يَحْمِلْنَ آسَادًا عَلَيْهَا الْقَاشِبُ “Tunggulah beberapa waktu. Kini tengah dikirim untuk Anda pasukan kavaleri yang ditunggangi oleh singa-singa dengan pedang mengkilat tajam dan laskar berjumlah banyak.”[19]

Terkait keberangkatan Hadhrat Khalid bin Walid ke Daumatul Jandal tertera: Tatkala Hadhrat Khalid selesai dengan penaklukan Ainut Tamr, beliau lalu mengangkat Uwaim bin Kahil (عويم بْن الكاهل الأسلمي) dari mereka sebagai Pemimpin [bagi mereka yang berada di ‘Ainut Tamr). Beliau sendiri membawa pasukan beliau yang berada di Ainut Tamr untuk pergi menuju Daumatul Jandal. Jarak 300 mil ditempuh oleh Hadhrat Khalid bin Walid dalam waktu yang kurang dari 10 hari. Tatkala penduduk Daumah mendapatkan berita kedatangan Hadhrat Khalid, mereka lalu meminta bantuan dari kabilah-kabilah sekutu mereka. Kabilah-kabilah ini bersatu bersama kabilah lainnya dan tiba di Daumatul Jandal. Jumlah mereka saat itu bertambah beberapa kali lipat dibandingkan 1 tahun sebelumnya tatkala Hadhrat ‘Iyaadh tiba di sana untuk menaklukkan mereka.

Pasukan musuh di Daumatul Jandal terbagi dalam 2 bagian besar.[20] Ada 2 panglima pasukan mereka yaitu Ukaidar bin Abdul Malik (أكيدر بْن عبد الملك) dan Judi bin Rabi’ah (الجودي ابن ربيعة). Tatkala mereka mendapat berita kedatangan Hadhrat Khalid, maka timbul perselisihan antara mereka. Ukaidar berkata, أَنَا أَعْلَمُ النَّاسِ بخالد، لا أحد أيمن طائر مِنْهُ فِي حَرْبٍ وَلَا أَحَدُّ مِنْهُ وَلَا يَرَى وَجْهَ خَالِدٍ قَوْمٌ أَبَدًا، قَلُّوا أَمْ كَثُرُوا إِلَّا انْهَزَمُوا عَنْهُ، فَأَطِيعُونِي وَصَالِحُوا الْقَوْمَ “Saya sangat mengetahui Khalid, dan tidak ada sosok lain yang lebih berhasil dan lebih mahir dalam berperang darinya. Siapa saja kaum yang berhadapan dengannya, baik jumlahnya lebih sedikit atau lebih banyak, pasti akan menelan kekalahan. Kalian terimalah saran saya dan berdamailah dengan mereka”. Tetapi mereka menolaknya. Atas hal ini Ukaidar berkata, “Saya tidak dapat menemani kalian bertempur melawan Khalid. Ketahuilah ini dan pahamilah tugasmu.” Lalu ia beranjak darinya.

Hadhrat Khalid pun mengetahui hal ini. Beliau mengutus Ashim bin Amru (عَاصِمَ بْنَ عَمْرٍو) untuk menahan jalan mereka. Mereka tidak bersedia untuk berdamai dan justru melarikan diri dari sana dan pergi menuju wilayahnya. Asim lalu menangkap Ukaidar. Ukaidar berkata, “Antarkan saya menuju Amir Anda, Khalid.” Tatkala ia sampai di hadapan Hadhrat Khalid, maka ia menyuruh untuk membunuhnya dan menguasai perbendaharaannya.[21]

Dalam hal ini pertanyaan yang timbul adalah apakah dia ditawan atau dibunuh dan apa alasannya. Mengapa setelah Ukaidar ditawan ia lantas dibunuh. Alasannya, Rasulullah (saw) telah memberangkatkan Hadhrat Khalid ke tempat Ukaidar pada peristiwa Perang Tabuk. Beliau saat itu menangkapnya dan membawanya ke hadapan Rasulullah (saw). Saat itu Rasulullah (saw) bersikap ihsan (baik) kepadanya dan membebaskannya serta mengadakan perjanjian dengannya.[22] Namun, kemudian ia melanggarnya dan memberontak melawan pemerintah Madinah.[23]

Tatkala Ukaidar mengetahui kedatangan Hadhrat Khalid ke Daumatul Jandal, ia pun pergi keluar meninggalkan kaumnya. Sebagaimana telah dijelaskan, Hadhrat Khalid menerima kabar ini di perjalanan menuju Daumatul Jandal. Beliau memberangkatkan Ashim bin Amru untuk menangkapnya. Ia menangkapnya. Kemudian, karena pengkhianatan yang sebelumnya telah ia lakukan, Hadhrat Khalid lalu memerintahkan untuk membunuhnya, dan ia pun tewas. Atas sebab inilah Allah Ta’ala menghancurkannya karena pengkhianatan dan pemberontakannya.[24]

Dari beberapa riwayat lain pun diketahui bahwa ia ditawan lalu dibawa ke Madinah, kemudian ia dibebaskan di masa Hadhrat Umar lalu dari Madinah ia pergi ke Iraq. Ia tinggal selama 2 bulan di Ainut Tamr lalu tinggal di sana hingga akhir [hidupnya].[25] Ini adalah 2 (dua) jenis riwayat tentangnya.

Terkait pertempuran dengan musuh di Daumah, tertera: Hadhrat Khalid bergerak maju dan tiba di Daumah. Hadhrat Khalid lalu menjadikan Daumah berada diantara pasukannya dan pasukan Hadhrat ‘Iyaadh. Kaum Kristen Arab yang datang untuk menolong penduduk Daumah berada di sekitar benteng karena tidak ada tempat bagi mereka di dalam benteng. Ketika Hadhrat Khalid usai mengatur barisan pasukan beliau, para pemimpin Daumah keluar dari benteng dan menyerang Hadhrat Khalid. Terjadi pertempuran yang sengit antara keduanya. Pada akhirnya, Hadhrat Khalid dan Hadhrat ‘Iyaadh mengalahkan musuh mereka. Hadhrat Khalid menangkap seorang pemimpin mereka yaitu Judi (الْجُودِيَّ), sementara Hadhrat Aqra’ bin Habis (الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ) menangkap Wadi’ah (وَدِيعَةَ) yang merupakan pemimpin kabilah Kalb. Adapun yang lain mundur dan menutup benteng, tetapi tidak ada cukup ruang di benteng. Ketika benteng penuh, mereka yang ada di dalam menutup gerbang benteng dan membiarkan banyak orang berada di luar sehingga mereka yang ada di luar pun kesana-kemari dalam kebingungan. Asim bin Amru berkata, “Wahai Banu Tamim, tolonglah kabilah Kalb sekutumu dan lindungilah mereka, karena kamu tidak akan pernah mendapat kesempatan seperti ini untuk membantu mereka lagi.” Mendengarnya, Banu Tamim lalu membantunya. Di hari itu, nyawa Kabilah Kalb terselamatkan karena perlindungan Banu Asim.

Hadhrat Khalid mengejar orang-orang yang mundur menuju benteng sehingga banyak yang terbunuh dan membuat pintu benteng terhalang tubuh mereka. Kemudian Judi dan para tawanan lainnya pun dibunuh. Hanya tawanan kabilah Kalb yang selamat karena Asim, Aqra’ dan Banu Tamim telah menyatakan untuk melindungi mereka. Kemudian Hadhrat Khalid terus mengitari gerbang benteng hingga meruntuhkannya. Kaum Muslimin masuk ke benteng dan menghabisi para tentara perang musuh lalu menawan mereka yang berusia belia.[26] Setelah kemenangan, Hadhrat Khalid memerintahkan Aqra’ bin Jalis untuk kembali ke Anbar sementara beliau bermukim di Daumatul Jandal.[27]

Dengan kemenangan di Daumatul Jandal ini, kaum Muslimin kini telah meraih tujuan penting mereka dari segi militer, karena Daumatul Jandal terletak di persimpangan jalan dari tiga jurusan. Di selatan adalah jalan menuju semenanjung Arab, di arah timur laut adalah Iraq, dan di arah barat laut adalah Syam. Secara alami, kota ini patut menjadi perhatian dan pengaturan Hadhrat Abu Bakr serta para prajurit beliau, yaitu siapa saja yang menyerang dari arah Iraq dan bergerak dari perbatasan Syam. Inilah sebab mengapa Hadhrat ‘Iyaadh tidak dapat leluasa bergerak bahkan terdesak di Daumatul Jandal sehingga beliau pun [harus] menunggu datangnya Hadhrat Khalid. Jika Daumatul Jandal tidak jatuh di bawah kendali kaum Muslimin, maka ini adalah berbahaya bagi pasukan Muslim di Iraq.[28]

Terkait:   Jalsah Salanah Jerman – Memenuhi Tujuan yang Digariskan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s.

Kemudian tentang Perang Hashid dan Khanafis (معركة حصيد وخنافس). Al-Hashid adalah satu lembah kecil yang berada diantara Kufah dan Syam. Khanafis adalah satu tempat yang terletak di arah Iraq di dekat Anbar.

Tertera bahwa saat itu Hadhrat Khalid bin Walid tengah bermukim di Daumatul Jandal, dan orang-orang bukan Arab sibuk mengatur rencana jahat melawan beliau yaitu Hadhrat Khalid dan kaum Muslimin. Dalam gejolak balas dendam untuk Aqqah, orang-orang Arab al-Jazirah (semenanjung) bersekongkol dengan non Arab. Dari Baghdad (بَغْدَادَ), Zarmahar (زرمهرُ) bersama Rauzbah (رَوْزبَهْ) bergerak menuju Anbar dan keduanya berjanji untuk bertemu di Al-Hashid dan Khanafis.

Tatkala Hadhrat Qa’qa’ bin ‘Amru (الْقَعْقَاعُ ابن عَمْرٍو) yang merupakan wakil Hadhrat Khalid Bin Walid di Hirah mendengar kabar ini, beliau lalu memerintahkan A’bada bin Fadaki as-Sa’di (أَعْبَدَ بْنَ فَدكيٍّ السَّعْدِيَّ) untuk menuju Al-Hashid, dan memberangkatkan Urwah bin Ja’di al-Bariqi (عُرْوَةَ بْنَ الْجَعْدِ الْبَارِقِيَّ) menuju Khanafis.

Tatkala Hadhrat Khalid bin Walid kembali ke Hirah dari Daumah, beliau pun menerima kabar ini. Saat itu Hadhrat Khalid berkeinginan untuk bergerak menaklukkan Madain, tetapi setiba di sana [Hirah] dan mengetahui peristiwa itu maka beliau mengutus Hadhrat Qa’qa’ bin ‘Amru dan Abu Laila (أَبُو لَيْلَى بْنُ فَدكِيٍّ) untuk menghadapi Rauzbah dan Zarmehar.

Kemudian datang surat dari Imriul Qais al-Kalbi (امْرِئِ الْقَيْسِ الْكَلْبِيِّ،) kepada Hadhrat Khalid bin Walid. Beliau merupakan ‘Amil (petugas pemungut zakat, sedekah, infaq) yang diangkat Rasulullah (saw) untuk Kabilah Qudha’ah dan Kalb. Di masa Khilafat Hadhrat Abu Bakr, beliau tetap teguh dalam Islam. Datang surat dari beliau bahwa Hudzail bin ‘Imran (الْهُذَيْلَ بْنَ عِمْرَانَ) dan Rabi’ah bin Bujair (رَبِيعَةُ بْنُ بُجَيْرٍ) telah mengumpulkan pasukan masing-masing di Mushayyakh dan Tsani serta Bisyr. Mereka ini tengah pergi menuju Rauzbah dan Zarmehar demi membalas dendam untuk Aqqah.

Saat mengetahui hal ini, Hadhrat Khalid bin Walid segera mengangkat Hadhrat ‘Iyaadh bin Ghanam sebagai wakil beliau di Hirah sementara beliau bergerak maju. Untuk menuju Khanafis, beliau mengambil jalan yang sebelumnya dilalui oleh Qa’qa’ dan Abu Laila. Beliau bertemu mereka berdua di Ainut-Tamr. Setelah datang ke sini, beliau menjadikan Hadhrat Qaqa’a sebagai komandan tentara dan mengutus beliau ke Al-Hashid dan mengutus Abu Laila ke Khanafis dan memerintahkan mereka berdua untuk mengepung musuh dan penghasut mereka. Beliau memerintahkan, زجياهم ليجتمعوا ومن استثارهم، وَإِلا فَوَاقِعَاهُمْ فَأَبَيَا إِلا الْمَقَامِ “Buatlah mereka berkumpul di satu tempat [dorong mereka sehingga mereka dapat dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang meminta bantuan mereka untuk membalas dendam] dan jika mereka tidak berkumpul, serang mereka dalam keadaan itu.”[29]

Ketika Hadhrat Qaqa’a melihat bahwa Zarmehar dan Rauzbah tidak bergerak, beliau lalu maju ke arah Al-Hashid. Kepala tentara Arab dan non Arab di pihak ini adalah Rauzbah. Ketika melihat Qaqa’a datang ke arahnya, dia pun meminta bantuan kepada Zarmahar. Zarmahar menunjuk seorang wakil atas pasukannya dan dirinya sendiri datang membantu Rauzbah. Kedua belah pihak bertempur di Al-Hashid. Pertempuran sengit terjadi. Mereka telah membunuh sejumlah besar bukan Arab. Qaqaa membunuh Zarmehar dan Rauzbah juga terbunuh. Banyak harta rampasan jatuh ke tangan umat Islam dalam perang ini. Para buronan Al-Hashid berkumpul di Khanafis.[30]

Tertulis tentang pertempuran Khanafis bahwa Abu Laila pergi menuju Khanafis dengan pasukannya dan bala bantuan yang datang kepadanya. Pasukan Al-Hashid yang kalah menghadap wakil Zamhar. Ketika dia mendengar tentang kedatangan kaum Muslim, dia meninggalkan Khanafis dan lari ke Mushayyakh. Komandan di sana adalah Hudhail, untuk memenangkan Khanafis, Abu Laila tidak menghadapi masalah apapun. Informasi dari semua kemenangan ini disampaikan ke hadapan Hadhrat Khalid bin Walid.[31]

Perang Mushayyakh (معركة المُصَيَّخِ). Ketika Hadhrat Khalid bin Walid diberitahu tentang kaburnya orang-orang Al-Hashid dan Khanafis, beliau menulis surat kepada Hadhrat Qa’qaa, Abu Laila, A’baad dan ‘Urwah di mana beliau berjanji untuk menemui mereka di Mushayyakh dengan menetapkan satu malam pada suatu waktu. Mushayyakh terletak di antara Hauran (حوران) dan Qald (قلد). Hauran juga merupakan daerah yang luas di dekat Damaskus di mana terdapat banyak pemukiman dan ladang.

Hadhrat Khalid bin Walid meninggalkan Mushayyakh dari Ain al-Tamr dan pada malam yang ditentukan, sesuai waktu yang ditentukan, Hadhrat Khalid bin Walid dan para komandannya menyerang Mushayyakh sekaligus. Dari tiga sisi mereka menyerang Hudzail (الهذيل) beserta pasukannya dan semua pengungsi lalu Hudzail melarikan diri dengan beberapa orang untuk menyelamatkan diri.[32]

Selama pertempuran ini, dua Muslim terbunuh di tangan tentara Islam yang tinggal di Mushayyakh dan yang juga memiliki surat perdamaian yang diberikan oleh Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq. Ketika Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq diberitahu terbunuhnya mereka, beliau membayar kompensasi atas hal itu.

Hadhrat Umar bersikeras mengusulkan agar Hadhrat Khalid bin Walid harus dihukum atas tindakannya. Hadhrat Umar memiliki tabiat yang keras. Yakni mengapa dia membunuh kaum Muslimin, tetapi Hadhrat Abu Bakr mengatakan bahwa bagi kaum Muslim yang tinggal bersama musuh di negeri musuh, memghadapi situasi seperti itu, bukan masalah besar. Hadhrat Abu Bakr (ra) memerintahkan untuk membesarkan dan merawat anak-anak korban.[33]

Insiden Tsani dan Zumail (مشهد الثنى والزميل). Zumail adalah sebuah tempat, disebut juga Bisyr, berdekatan dengan daerah Tsani. Rabi’a bin Bajir membawa pasukannya dan turun ke Sani dan Bishr dengan diliputi gejolak api balas dendam untuk ‘Aqqah yang tewas dalam Pertempuran Ain al-Tamr, dan Hadhrat Khalid memimpin pertempuran Mushayyakh dan mengutus Qaqaa’ dan Abu Laila ke bagian depan. Suatu malam telah ditetapkan dan diputuskan bahwa mereka semua akan menyerang musuh dari tiga arah yang berbeda menuju Mushayyakh.

Setelah itu, Hadhrat Khalid datang ke Zumail dengan berjalan kaki dari Mushayyakh melalui berbagai tempat. Hadhrat Khalid mulai dari Sani, di mana kedua sahabatnya juga bergabung dengannya. Mereka bertiga menyerang tentara Rabi’ah dari ketiga sisi pada malam hari dan orang-orang yang berkumpul untuk berperang dengan gagahnya. Mereka memusnahkan musuh sedemikian rupa sehingga tidak ada yang bisa melarikan diri dan melaporkan berita apa pun. Para Wanita mereka ditangkap, khumus Baitul Maal dikirim ke hadapan Hadhrat Abu Bakr dan harta ghanimah selebihnya dibagikan di antara tentara Muslim.

Hudzail, yang dikalahkan dalam pertempuran Mushayyakh dan menyelamatkan dirinya, bergabung dengan tentara Rabi’a bin Bajir seperti yang dijanjikan. Sekarang dia melarikan diri dan berlindung pada Zamail bin Uttab. Atab tinggal di Bishr dengan pasukan yang besar. Sebelum berita berakhirnya Rabi’ah sampai kepadanya, Hadhrat Khalid menyerangnya dari tiga penjuru. Banyak yang terbunuh dalam pertempuran itu. Hadhrat Khalid membagikan harta ghanimah di antara kaum Muslim dan mengirim Khums ke hadapan Hadhrat Abu Bakr. Hadhrat Khalid berbalik ke arah Rizab, sebuah tempat dekat Bishr. Komandan di sana adalah Hilal bin Aqa. Ketika pasukannya diberitahu tentang kedatangan Hadhrat Khalid, mereka berpisah darinya. Hilal terpaksa melarikan diri dari sana dan kaum Muslim merebut Rudhab (الرضاب) tanpa kesulitan.[34]

Kemudian berkenaan dengan perang Firaadh (معركة الفِراض) terdapat keterangan bahwa Firaadh adalah nama tempat antara Bashrah dan Yamamah.[35] Di sini merupakan tempat bertemunya jalur menuju Syam, Irak dan Al-Jazirah. Pertempuran ini terjadi antara kaum Muslim dan Romawi di tempat Firaadh pada tahun 12 H. Oleh karena itu, perang ini dikenal sebagai Perang Firaadh. Hadhrat Khalid bin Walid setelah menaklukan Rudhab (الرضاب) lalu berangkat ke Firaadh. Selama perjalanan ini Hadhrat Khalid menghadapi banyak pertempuran. Di sini, Hadhrat Khalid tidak bisa berpuasa bahkan selama Ramadhan.[36]

“Berita tentang serangan mendadak Khalid dan perlawanan suku-suku terhadap beliau telah menyebar ke seluruh Irak dan semua suku penduduk gurun ketakutan. Mereka menganggap kedamaiannya hanya dengan menyerahkan diri dan patuh kepada umat Islam.

Hadhrat Khalid bin Walid bersama pasukannya mulai bergerak maju menuju wilayah utara di sepanjang sungai Efrat dan di mana pun penduduk mendapati beliau, memilih untuk berdamai dan setuju untuk mematuhinya, akhirnya beliau sampai di Firaadh di mana yang merupakan tempat bertemunya perbatasan Irak dan Al-Jazirah. Firaadh terletak di ujung utara Irak dan Suriah.

Seandainya nasib baik ‘Iyaadh bin Ghanam menyertai dan telah menaklukkan Daumah al-Jandal sejak awal, Khalid mungkin tidak akan sampai di sana karena kehendak Hadhrat Abu Bakr bukanlah untuk menaklukkan seluruh Irak dan Suriah. Beliau hanya menginginkan perdamaian dan keamanan dibangun di perbatasan kedua negara yang bertemu dengan Arabia sehingga Iran dan Romawi tidak dapat menyerang Arabia dari sisi ini, tetapi Allah berkehendak agar kedua kerajaan ini berada dibwah kekuasaan Muslim sepenuhnya. Untuk itu, Allah Ta’ala menciptakan satu sarana dimana Hadhrat Khalid pergi ke ujung utara untuk menaklukkan suku-suku Irak dan dengan demikian membuka jalan bagi kaum Muslim untuk menyerang Suriah dari sisi atas.

Terbukanya jalan untuk menyerang Romawi dari perbatasan Iran merupakan suatu mukjizat yang bahkan tidak bisa terbayangkan oleh Hadhrat Abu Bakr (ra) dan prestasi ini dicapai oleh seseorang yang teladannya benar-benar tidak dapat ditiru oleh seseorang kecuali ada lagi orang seperti beliau yang dapat dilahirkan oleh wanita Arab dan non Arab, sebagaimana yang dikatakan Hadhrat Abu Bakr.

Khalid harus tinggal di Firaadh selama sebulan penuh. Di sini juga beliau menunjukkan keberanian, tekad dan kemandirian yang mana menjadi teladan. Mereka dikelilingi oleh musuh di semua sisi. Di sisi timur terdapat orang-orang Iran yang haus akan darah beliau. Di sisi barat, ada orang Romawi yang percaya bahwa jika kekuatan Khalid tidak dihancurkan saat itu, maka banjir ini tidak akan berhenti. Satu-satunya penghalang antara Romawi dan Muslim adalah Sungai Efrat.

Selain mereka, ada suku-suku Badui di sekelilingnya, yang mana Khalid telah menyalakan api balas dendam yang tidak ada habisnya di dalam hati mereka karena telah membunuh para pemimpin besar mereka.

Khalid bukannya tidak menyadari situasi kritis ini. Jika beliau menghendaki, bisa kembali ke Hirah dan meningkatkan kekuatannya kemudian berangkat menghadapi pasukan Romawi. Namun, beliau tidak melakukannya karena tidak mungkin dan mustahil bagi Khalid untuk bersabar menghadapi musuh yang berada di depannya. Seperti itulah sifat beliau. Di mata beliau, apakah orang Iran atau Badui, semuanya dapat ditaklukkan. Beliau tidak pernah memikirkan bagaimana hebatnya suatu laskar baik itu sebelumnya maupun di masa depan sehingga beliau melakukan persiapan tempur dengan sangat tenang.

Sementara itu, pasukan Romawi belum melakukan kontak dengan Khalid dan tidak menyadari intensitas serangannya. Ketika pasukan Islam berkumpul di Firaadh dan berkemah di depan mereka selama hampir sebulan, mereka menjadi bersemangat dan meminta bantuan dari pos Iran di dekat mereka. Orang-orang Iran dengan senang hati membantu orang-orang Romawi karena kaum Muslim telah mempermalukan mereka, menjatuhkan kejayaan mereka dan menghancur leburkan ketakabburan mereka. Selain orang-orang Iran, suku Arab Taghlib, Iyaad dan Nimr juga memberikan dukungan penuh kepada Romawi karena mereka tidak melupakan pembunuhan para pemimpin dan bangsawan mereka. Untuk itu, pasukan besar Romawi, Iran, dan suku Arab berangkat untuk memerangi Muslim. Saat mencapai sungai Efrat, mereka mengirim pesan kepada umat Islam, ‘Apakah kalian akan menyeberangi sungai lalu menghadapi kami atau kami yang akan menyeberangi sungai untuk menghadapi kalian?’

Hadhrat Khalid menjawab, ‘Datanglah kalian kepada kami, karena kalianlah yang datang untuk berperang, maka datanglah ke sini.’

Kemudian tentara musuh menyeberangi sungai dan mulai turun ke seberang.

Sementara itu, Hadhrat Khalid bin Walid mengorganisir pasukannya dengan baik dan teratur dan membuat mereka sepenuhnya siap untuk melawan musuh. Ketika tiba saatnya pertempuran dimulai, komandan tentara Romawi memerintahkan tentara untuk memisahkan semua suku untuk melihat kelompok mana yang telah melakukan prestasi luar biasa, kemudian seluruh tentara terpisah pisah dan hanya bersama para pemimpin masing-masing.

Ketika pertempuran dimulai, Hadhrat Khalid bin Walid memerintahkan pasukannya untuk mengepung musuh dari semua sisi dan membuat mereka berkumpul di satu tempat lalu melakukan serangan berturut-turut sedemikian rupa sehingga tidak ada kesempatan untuk pulih. Demikianlah pasukan Islam mengepung tentara Romawi, mengumpulkan mereka di satu tempat dan mulai menyerang mereka dengan dahsyat.

Orang Romawi dan sekutu mereka berpikir bahwa mereka akan dapat memperpanjang perang dengan cara memisahkan laskar-laskar mereka untuk melawan kaum Muslim, sehingga ketika kaum Muslim kelelahan, mereka akan menyerangnya dengan kekuatan penuh dan mengalahkan pasukan Muslim sepenuhnya. Namun, strategi tersebut terbukti gagal dan malah menjadi bumerang bagi mereka. Ketika kaum Muslim membuat mereka berkumpul di satu tempat dan mulai menyerang mereka, mereka tidak dapat bertahan dan segera mereka dikalahkan lalu melarikan diri dari medan perang, tetapi kaum Muslim pun tidak akan melepaskan mereka begitu saja. Pasukan Muslim terus mengejar membunuh mereka hingga jauh. Semua sejarawan sepakat bahwa seratus ribu orang musuh terbunuh yang ada dalam pertempuran ini [oleh pasukan Muslim], baik di medan perang maupun dalam pengejaran setelahnya.

Setelah kemenangan, Hadhrat Khalid tinggal di Firaadh selama sepuluh hari dan pada tanggal 25 Dzulqa’dah tahun ke-12 Hijriah, beliau memerintahkan pasukannya untuk berangkat kembali ke Hirah.”[37]

Seorang penulis mengomentari perang ini, menulis, “Pada masa kekhalifahan Hadhrat Abu Bakr, umat Islam menghadapi kedua negara adidaya Roma dan Iran dan tentara Arab untuk pertama kalinya. Namun demikian, umat Islam meraih kemenangan besar dan tidak diragukan lagi pertempuran ini adalah salah satu pertempuran yang paling bersejarah dan menentukan. Meskipun tidak mencapai ketenaran seperti yang dicapai oleh pertempuran besar lainnya, namun dengan perantaraannya dapat menghancurkan kekuatan intern orang-orang kafir, apakah mereka berasal dari Iran, Roma, Arab atau Irak. Pertempuran yang dipimpin Khalid ‘Pedang Allah’ di Irak merupakan mata rantai terakhir. Setelah pertempuran ini, kejayaan Iran menjadi luluh lantah. Kemudian setelah itu, mereka tidak bisa mendapatkan kekuatan tempur yang ditakuti oleh kaum Muslim.”[38]

Seorang sejarawan telah menggambarkan pentingnya Pertempuran Firaadh, “Kemenangan kaum Muslim di Ulais sedemikian rupa sehingga membuat tentara Iran hancur setelahnya. Hadhrat Khalid bin Walid tetap melakukan pergerakan dan menaklukkan Amghisha, Hira, Anbar, Ain Al-Tamr dan Duma Al-Jandal sehingga akhirnya sampai di Firaadh. Firaadh adalah kota yang terletak di pesisir Sungai Efrat, sangat dekat dengan perbatasan Kekaisaran Romawi. Di sini, pasukan gabungan Romawi, Iran, dan suku-suku Kristen berperang melawan Muslim, tetapi Hadhrat Khalid bin Walid bahkan mengalahkan kelompok besar bangsa bangsa kafir tersebut.

Penakluk Arab, Sayyidna Khalid bin Walid, menaklukkan Irak dalam kurun waktu satu tahun dua bulan. Dia memiliki total 10.000 tentara bersamanya dan hampir sebanyak itu pulalah prajurit yang menyertai komandan Islam lainnya. Prestasi luar biasa yang dicapai oleh pasukan kecil selama periode tersebut, yang mana tidak ada bandingannya dalam sejarah. Hadhrat Khalid Bin Walid berpartisipasi dalam setiap pertempuran, beliau tidak pernah menghadapi kekalahan. Beliau diberi gelar Saifullah, yang berarti pedang Allah, oleh Yang Mulia Nabi Saw dan memenuhi tuntutan julukan tersebut dengan baik. Kemudian Beliau mengatur wilayah yang ditaklukkan dengan sangat baik sehingga orang-orang mulai lebih memilih pemerintah Arab daripada pemerintah Iran.

Alhasil, kemenangan terakhir bangsa Arab adalah kemenangan di daerah Firaadh. Hadhrat Khalid tinggal di Firaadh selama sepuluh hari. Kemudian beliau membawa serta setengah prajurit dan berangkat ke Syam.”

Mari kita lihat kemenangan di Irak. Berkenaan dengan ini tertulis, “Invasi ke Irak merupakan tanda keberhasilan besar. Di sana, kaum Muslimin menimpakan kekalahan yang telak secara berturut-turut pada pasukan Persia, yang notabene jauh lebih kuat dari mereka dari sisi jumlah dan persenjataan. Perlu diingat bahwa tentara Persia adalah tentara perang paling mematikan pada masanya.

Ini adalah pencapaian besar pada masa Hadhrat Abu Bakr yang mana tidak ditemukan bandingannya dalam sejarah. Tidak diragukan bahwa Khalid bin Walid dan para sahabat dan jenderalnya berperan penting dalam semua keberhasilan di bidang militer, tetapi faktanya tidak dapat disangkal bahwa kemenangan dan pencapaian ini berada di bawah naungan seorang tokoh besar seperti Hadhrat Abu Bakr.

Sejarah menjadi saksi bahwa tidak ada jenderal besar dan bertalenta yang dapat menunjukkan stabilitas dan integritas serta kesetiaan dan ketulusan seperti itu kecuali mendapatkan pengaruh dari kualitas pribadi dan karakter tinggi seorang kepala negara. Contoh pribadi dalam pengaturan yang baik dan keteguhan yang ditunjukkan oleh Hadhrat Abu Bakr dari mulai peperangan dalam menghadapi para pengingkar, murtad dan pemberontakan hingga ketika penaklukan Irak itu semua telah menghidupkan gejolak hati umat Islam untuk mempersembahkan pengorbanan terbesar.

Di satu sisi semua perintah dan instruksi beliau penuh dengan kelengkapan, pemahaman dan firasat sedangkan di sisi lain karakter pribadi beliau jauh lebih menonjol daripada itu semua. Apakah ada seorang pemimpin yang bisa memberikan bukti dalam menampilkan kemandirian dan kekuatan tekad lebih dari itu, dimana dari awal sampai akhir tidak pernah terjadi di mana beliau mengubah perintah dan peraturan yang dikeluarkan oleh beliau sendiri karena tunduk pada prestise pribadi atau tekanan suatu individu.

Tidak hanya itu, contoh itikad baik dan kepercayaan yang diberikan oleh Hadhrat Abu Bakr untuk mempertahankan standar yang tinggi atas kinerja bawahan untuk meningkatkan semangat pengorbanan diri dan pengorbanan tidak ada tandingannya. Apakah ada bawahan yang tidak sepenuh hati dalam melakukan upaya apa pun untuk melaksanakan perintah seorang pemimpin yang dirinya sendiri menampilkan contoh nyata akan kesetiaan penuh dan pengorbanan tanpa pamrih demi sabda sabda dan nilai-nilai junjunannya, seperti Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq sendiri.

Kemampuan militer Hadhrat Khalid dengan tepat menempatkan Hadhrat Abu Bakr dalam jajaran jenderal besar dunia. Prinsip-prinsip kebijaksanaan bangsa Arab yang dianut oleh Sayyidina Khalid dalam menghadapi musuh bahkan lebih tepat jika dikatakan prinsip prinsip yang dianut oleh Hadhrat Khalid merupakan babak brilian dalam sejarah militer. Kecakapan berperang kaum Muslim dan pergerakan konstan tentara mereka merupakan sumber daya terpenting bagi Hadhrat Khalid untuk berhasil dalam rencananya yang menuntut keberanian. Kedua hal ini digunakan oleh Hadhrat Khalid dengan sekuat tenaga dan ini hanya mungkin karena beliau tidak pernah menempatkan tentaranya ke dalam kesulitan yang beliau sendiri tidak derita. Sementara khalifah pertama memiliki posisi paling menonjol dalam sejarah Islam, Hadhrat Khalid juga merupakan jenderal pertama terkenal yang menaklukkan wilayah luar dan membentuk kembali peta politik dan agama dunia di bawah kepemimpinan Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq. Sama seperti setiap Muslim di bawah bimbingan politik dan keruhanian Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq dan kepemimpinan militer Hadhrat Khalid menyapu Irak seperti badai dari satu ujung ke ujung lainnya, sekarang seperti itu juga mereka akan menyerang kerajaan lain dan itu adalah Romawi bagian Timur.”[39]

Terkait:   Mencari Ridho Allah Melalui Pengorbanan Keuangan dan Pengumuman Wakaf Jadid Tahun ke-65

Alhasil, inilah sebagian kecil dari masa Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiiq, selebihnya akan menyusul insya Allah. Seperti yang saya telah katakan bahwa khotbah hari ini akan lebih panjang. Rangkaian peperangan telah selesai.

Jumat depan, insya Allah jalsah salanah UK akan dimulai. Berdoalah semoga Allah Ta’ala memberkati jalsah ini dalam segala hal. Begitu juga untuk para peserta jalsah, semoga lancar perjalanannya. Doakan juga untuk para panitia. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik mereka untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan karena jalsah kali ini akan diadakan setelah jeda dua tahun, bahkan tiga tahun. Meskipun tahun lalu ada, tetapi dalam skala yang lebih kecil. terntunya akan menghadapi beberapa kesulitan karena jalsah dalam skala besar. Semoga Allah Ta’ala menghilangkan segala kesulitan dalam hal pengaturan atau kesulitan apapun yang mungkin timbul.[40]

Khotbah II

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Abu al-Nasr dalam karyanya Sayyiduna Siddiq Abu Bakr (ra) – terjemahan bahasa Urdu dari Arab [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner, 2020], p. 672 (ماخوذ از سیرت سیدنا صدیق اکبرؓ از عمر ابو النصر صفحہ672مترجم اردو مشتاق بک کارنر اردو بازار لاہور2020ء) ‘Umar Abu an-Nashr ialah seorang penulis dari negara Lebanon yang hidup pada 1888-1960. Beliau bekerja di kewartawanan di Lebanon, Mesir dan Suriah. Beliau juga menulis buku-buku sastra dan sejarah. Diantara karyanya ialah yang dikutip dalam khotbah ini yaitu Khulafa-u-Muhammad (خلفاء محمد ـ أربعة كتب، 1936م) atau “Para Khalifah Muhammad” yang terdiri dari empat buku membahas empat Khalifah Rasyidin.

[2] Ali Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname – Translated [Khan Garh, Pakistan: Al-Furqan Trust], p. 410 (سیدنا ابوبکرصدیقؓ شخصیت و کارنامے از علی محمد صلابی مترجم اردو صفحہ410فرقان ٹرسٹ مظفرگڑھ); Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 315 (حضرت ابو بکرصدیق از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ315 اسلامی کتب خانہ لاہور) Terjemahan bahasa Indonesianya ialah Abu Bakr as-Siddiq Yang Lembut Hati Sebuah Biografi Dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi oleh Muhammad Husain Haekal Diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah. Judul asli As-Siddiq Abu Bakr, cetakan ke-8, oleh Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D., Penerbit Dar al-Maaref, 119 Corniche, Cairo, Egypt, dan atas persetujuan ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjemah ke dalam bahasa Indonesia. Diterjemahkan oleh Ali Audah. Cetakan pertama, 1995. Cetakan kedua, 2001. Cetakan ketiga, 2003. Diterbitkan oleh PT. Pustako Utera AntarNusa, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450. Tercantum dalam karya Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 315 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ315دار الکتب العلمیۃ بیروت); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 459 (معجم البلدان جلد 2 صفحہ 459).

[3] Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], pp. 316-319

(تاریخ الطبری جلد2 صفحہ316 تا 319 دارالکتب العلمیۃ بیروت), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan The Day of al-Maqr and the Mouth of Furst Baadaqla – peristiwa di hari al-Maqr (حديث يوم المقر وفم فرات بادقلى). Perbandingan terjemahan dengan The History of ath-Thabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, Editorial Board (dewan redaksi) Ihsan Abbas, University of Jordan, Amman (Yordania); C. E. Bosworth, The University of Manchester (Inggris Raya); Franz Rosenthal, Yale University (Amerika Serikat); Everett K. Rowson, The University of Pennsylvania (Amerika Serikat); Ehsan Yar-Shater, Columbia University (General Editor); Editorial Coordinator (Kepala Editor) ialah Estelle Whelan dari Center for Iranian Studies Columbia University (Amerika Serikat); Editor dalam SERIES IN NEAR EASTERN STUDIES ialah Said Amir Arjomand, penerbit State University of New York Press (Penerbitan Universitas New York-Amerika Serikat), 1993. https://www.kalamullah.com/Books/The%20History%20Of%20Tabari/Tabari_Volume_11.pdf

[4] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan The Day of al-Maqr and the Mouth of Furst Baadaqla – peristiwa di hari al-Maqr (حديث يوم المقر وفم فرات بادقلى).

[5] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], pp. 318-319 (حضرت ابو بکرصدیق از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ318-319 اسلامی کتب خانہ لاہور)

[6] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname – Translated [Mazhaffar Garh, Pakistan: Maktabah al-Furqan], p. 412 (سیّدنا ابو بکر صدیقؓ شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد الصلابی مترجم صفحہ412 مکتبہ الفرقان مظفر گڑھ)

[7] Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 321 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ321 دار الکتب العلمیۃ بیروت)

[8]  Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan apa yang terjadi setelah di al-Hirah (خبر ما بعد الحيرة) What Happened after al-Hfrah.

[9] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname – Translated  [Mazhar Garh, Pakistan: Maktabah al-Furqan], p. 413 (ماخوذ از سیّدنا ابو بکر صدیقؓ شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد الصلابی مترجم صفحہ413مکتبہ الفرقان مظفر گڑھ); Muhammad Husain Haikal, Abu Bakr Siddiq Akbar – Translated by Sheikh Muhammad Ahmad Pani Piti [Lahore, Pakistan: Ilm-o-Irfan Publishers, 2004], p. 287 (حضرت ابوبکرؓ صدیق اکبر، صفحہ 287ازہیکل ،مترجم، علم و عرفان پبلشرز 2004ء); Ibn Athir, Al-Kamil fi al-Tarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003], p. 245 (الکامل فی التاریخ جلد 2،صفحہ 245 دار الکتب العلمیۃ بیروت); Munjid Dictionary, under na-ba-ra (ماخوذ از المنجد زیر لفظ نبر); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 1 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 305 (); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 4 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 199 (معجم البلدان جلد1 صفحہ305، جلد 4 صفحہ 199 دار الکتب العلمیۃ بیروت).

[10] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiq ra Shakhsiyyat aur Karname – Translated [Mazhar Garh, Pakistan: Maktabah al-Furqan], p. 416 (سیّدنا ابو بکر صدیقؓ شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد الصلابی مترجم صفحہ 416).

[11] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan al-Anbar atau Dzaatul ‘Uyuun (حديث الأنبار- وهي ذات العيون- وذكر كلواذى).

[12] Ada dua raja dengan nama Nebukadnezzar. Nebukadnezzar I hidup di Mesopotamia sebagai raja Babilonia lama pada 1121–1100 Sebelum Masehi. Raja Babel yang disebutkan dalam Alkitab adalah Nebukadnezar II, raja yang paling lama memerintah dan paling sukses di kerajaan Neo-Babilonia (Babilonia baru). Dia memerintah tahun 605-562 SM (Sebelum Masehi).

[13] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan al-Anbar atau Dzaatul ‘Uyuun (حديث الأنبار- وهي ذات العيون- وذكر كلواذى), Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 322-323 (تاریخ الطبری جلد 2صفحہ 323،322،دارالکتب العلمیۃ بیروت); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 3 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 209 (معجم البلدان جلد3 صفحہ209 دار الکتب العلمیۃ بیروت).

[14] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddiq – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], pp. 288-289 (ماخوذ از حضرت ابوبکرؓ صدیق از محمد حسین ہیکل صفحہ288-289); Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2, Khabr Ain al-Tamr, [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 324 (تاریخ الطبری جلد2 صفحہ324، خبر عین التمر، دارالکتب العلمیۃ بیروت).

[15] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai ‘Ainut Tamr (خبر عين التمر). Muhammad bin Sirin atau Ibnu Sirin ialah seorang Tabi’in terkenal yang menuliskan riwayat-riwayat mengenai Ta-bir Rukya atau ilmu menafsirkan mimpi-mimpi.

[16] Ibn Athir, Al-Kamil fi al-Tarikh, Dhikr Fath Ain al-Tamr, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006], p. 246 (الکامل فی التاریخ جلد2 صفحہ 246، ذکر فتح عین التمر، دارالکتب العلمیۃ بیروت 2006ء); Sheikh Shah Moinuddin Ahmad Nadvi, Siyar al-Sahabah, Vol. 3 [Karachi, Pakistan: Dar al-Ishaat, 2004], pp. 277-278 (سیرالصحابہ جلد 3صفحہ 277-278 دار الاشاعت کراچی); Imam Abu al-Hasan Ahmad bin Yahya al-Buladhari, Futuh al-Buldan – Translated [Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2000], pp. 325-326 (فتوح البلدان مترجم صفحہ 325، 346); Mirat al-Zaman Fi Tawarikh al-Ayan, Part. 6 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 228 (مرآۃ الزمان فی تواریخ الاعیان، جزء 6 صفحہ 228دار الکتب العلمیۃ); Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 3, [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], p. 169, 524 (تاریخ الطبری جلد 3 صفحہ 169، 524 دار الکتب العلمیۃ بیروت).

[17] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddiq – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 325 (حضرت ابوبکر صدیقؓ اکبر از محمد حسین ہیکل صفحہ325 اسلامی کتب خانہ لاہور).

[18] Muhammad Raza, Abu Bakr al-Siddique Awwalu al-Khulafa al-Rashidin, [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, 1950], p. 124 (ابو بکر الصدیق اول الخلفاء الراشدین از محمد رضاصفحہ 124،داراحیاء الکتب العربیہ1950ء)

[19] Ibnu Katsir (ابن كثير) dalam karyanya al-Bidayah wan Nihayah (yang permulaan dan yang kemudian) (كتاب البداية والنهاية), bagian ke-6 (المجلد السادس  سنة ثنتى عشرة من الهجرة النبوية  بعث خالد بن الوليد إلى العراق  خبر دومة الجندل).

[20] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], pp. 290-291 (ماخوذ از حضرت ابوبکر صدیق از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ 290-291); Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987], pp. 324-325 (تاریخ طبری از ابو جعفر محمد بن جریر جلد 2 صفحہ 324-325 دارالکتب العلمیۃ بیروت); Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname – Translated [Muzaffar Garh, Pakistan: Al-Furqan Trust], p. 418 (سیدنا ابوبکرصدیقؓ شخصیت و کارنامے از علی محمد صلابی مترجم اردو صفحہ418فرقان ٹرسٹ مظفرگڑھ).

[21] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai Daumatul Jandal (خبر دومة الجندل). Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987], p. 325 (تاریخ طبری از ابو جعفر محمد بن جریر جلد 2صفحہ325دارالکتب العلمیۃ بیروت).

[22] Khalid Bin Al-Walid: Panglima Yang Tak Terkalahkan oleh Manshur Abdul Hakim.

[23] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 327-328 (حضرت ابو بکرصدیقؓ از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ 327-328 اسلامی کتب خانہ لاہور)

[24] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname – Translated [Muzaffar Garh, Pakistan: Al-Furqan Trust], p. 419 (سیدنا ابو بکر صدیق ؓشخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مترجم صفحہ 419)

[25] Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 327-328 (حضرت ابو بکرصدیقؓ از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ328 اسلامی کتب خانہ لاہور).

[26] Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 325.

[27] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai Daumatul Jandal (خبر دومة الجندل). Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 293 ( حضرت ابو بکرصدیقؓ از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ 293).

[28] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname  [Khan Garh, Pakistan: Al-Furqan Trust], pp. 419-420 (سیدنا ابو بکر صدیق ؓ شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مترجم صفحہ 419-420).

[29] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai Daumatul Jandal (خبر دومة الجندل).

[30] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai al-Hashid (خبر حصيد).

[31] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai al-Khanafis (الخنافس), Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], pp. 325-326 (تاریخ طبری جلد 2 صفحہ 325-326۔ دار الکتب العلمیۃ بیروت); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 307, 446 (معجم البلدان جلد 2 صفحہ 307، 446); Ibn Athir, Al-Kamil fi al-Tarikh, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003], p. 205 (الکامل فی التاریخ جلد 2 صفحہ 205 دار الکتب العلمیۃ بیروت).

[32] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai Mushayyakh Bani al-Barsya (مصيخ بني البرشاء), Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 326 (تاریخ طبری جلد 2 صفحہ 326 دار الکتب العلمیۃ بیروت); Sayyid Fadl al-Rahman, Farhang-e-Sirat [Karachi, Pakistan: Zawwar Academy Publications, 2003], p. 109 (فرہنگ سیرت صفحہ109زوار اکیڈمی کراچی).

[33] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai al-Khanafis (الخنافس), Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 327 (تاریخ طبری جلد 2 صفحہ327۔ دار الکتب العلمیۃ بیروت). Muhammad Husain Haikal, Hazrat Abu Bakr Siddique – Translated [Lahore, Pakistan: Islami Kutub Khanah], p. 311 (حضرت سیدنا ابوبکر صدیقؓ از ہیکل صفحہ 311).

[34] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai insiden Tsani dan Zumail (الثني والزميل). Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], pp. 327-328 (تاریخ الطبری جلد2صفحہ327-328 ، دار الکتب العلمیۃ ، بیروت); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 3 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 307, 170 (معجم البلدان جلد 3صفحہ 170، دارالکتب العلمیۃ بیروت).

[35] Mu’jamul Buldaan.

[36] Tarikh ath-Thabari (كتاب تاريخ الطبري = تاريخ الرسل والملوك، وصلة تاريخ الطبري) karya Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir ath-Thabari (الطبري، أبو جعفر), juz ketiga (الجزء الثالث), tahun ke-12 (سنة اثنتي عشرة من الهجرة), bahasan berita mengenai peristiwa di Firaadh (حديث الفراض).

[37] Muhammad Husain Haikal (محمد حسين هيكل ،الدكتور) dalam karyanya Ash-Shiddiq Abu Bakr (الصديق أبو بكر – رضي الله عنه) yang terjemahan urdunya ialah Hadhrat Sayyiduna Abu Bakr Shiddiq  – Translated [Jhelum, Pakistan: Book Corner Showroom] pp. 312-315 (حضرت سیدنا ابو بکر صدیقؓ از محمد حسین ہیکل مترجم صفحہ312تا 315،بک کارنر شوروم جہلم). Muhammad Ibnu Jarir ath-Thabari dalam karyanya Tarikh ath-Thabari, Vol. 2 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012], p. 328 (تاریخ طبری جلد 2صفحہ 328دارالکتب العلمیۃ بیروت); Yaqut Ibn Abd Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 4 [Beirut, Lebanon: Dar Ihya al-Turath al-Arabi], p. 276 (معجم البلدان جلد 4 صفحہ 276).

[38] Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi, Sayyiduna Abu Bakr Siddiqra Shakhsiyyat aur Karname  [Muzaffar Garh, Pakistan: Al-Furqan Trust], p. 423 (سیدنا ابو بکر صدیقؓ شخصیت و کارنامے ازصلابی صفحہ423).

[39] Umar Abu al-Nasr, Sirat Sayyiduna Siddique Akbarra – Translated, [Lahore, Pakistan: Mushtaq Book Corner, 2020], pp. 679-681 (سیرت سیدنا صدیق اکبرؓ از ابو النصر مترجم صفحہ679-681)

[40] Sumber referensi: Official Urdu transcript published in Al Fazl International, 19 August 2022, pp. 5-11. Translated by The Review of Religions. https://www.alhakam.org/friday-sermon-men-of-excellence-hazrat-abu-bakr-29-july-2022/; https://www.alislam.org/urdu/khutba/2022-07-29/; (الفضل انٹرنیشنل 19؍اگست 2022ءصفحہ5تا11); https://www.alfazl.com/2022/08/14/52690/ www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab). Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.