Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz menguraikan sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Penjelasan lanjutan mengenai Hadhrat Abu Bakr (ra) dalam memerdekakan budak-budak Muslim yang disiksa majikan Musyrik dari pihak Quraisy Makkah.
Satu riwayat berkenaan ayahanda Hadhrat Abu Bakr, Abu Quhafah, berkata kepada putranya agar membebaskan para budak dari kalangan laki-laki yang kuat saja. Jawaban putranya.
Ahli tafsir seperti Allamah al-Qurtubi, Allamah al-Alusi dan yang lainnya mengatakan bahwa amal perbuatan Hadhrat Abu Bakr (ra) inilah yang menjadi latar belakang diturunkannya ayat-ayat Al-Quran di Surah al-Lail.
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) atau Hadhrat Khalifatul Masih II (ra) menjelaskan mengenai salah satu budak yang dibebaskan Hadhrat Abu Bakr (ra), Hadhrat Khabbab bin al-Aratt (ra).
Hijrah ke Habsyah (Abessinia di Afrika). Hijrah gelombang pertama dan riwayat dalam Shahih al-Bukhari mengenai keinginan Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk berhijrah ke Habsyah yang sudah dilakukan namun dicegah di perjalanan oleh tokoh Quraisy yang baik.
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dan penjelasannya mengenai riwayat diatas.
Pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum Muslim dan dua keluarga besar Nabi (saw), Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Kesetiaan Hadhrat Abu Bakr (ra) kepada Nabi (saw) di masa sulit ini.
Hadhrat Mirza Basyir Ahmad menulis dalam kitab Sirat Khatamun Nabiyyin mengenai hal tersebut.
Terjadinya perang antara kekaisaran Romawi dan kekaisaran Persia. Nubuatan kemenangan Romawi setelah mengalami kekalahan dan mengenai syarat taruhan yang siap akan diberikan Hadhrat Abu Bakr (ra) kepada kaum Quraisy yang menantang taruhan perihal perang tersebut.
Satu riwayat di Shahih Bukhari, disebutkan tentang keempat nubuatan Rasulullah (saw) yang telah sempurna dengan sangat luar biasa yang diantara nubuatan tersebut adalah nubuatan kemenangan Romawi
Syarh (komentar) atas Hadits tersebut oleh Allamah Badruddin ‘Aini dalam Kitab ‘Umdatul Qari.
Hadhrat Mirza Basyir Ahmad menulis dalam kitab Sirat Khatamun Nabiyyin mengenai peperangan bangsa Romawi dan bangsa Persia serta kaitannya dengan telah kalahnya Romawi dan nubuatan kemenangan akan berada di pihak Romawi dalam kaitannya perang melawan Persia.
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) atau Hadhrat Khalifatul Masih II (ra) menjelaskan mengenai hal tersebut.
Penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah mengenai Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu yang menyetujui tantangan pihak Quraisy Makkah soal taruhan pihak Romawi akan mengalahkan pihak Persia. Tafsiran atas bidh’i siniin (beberapa tahun) yang lebih tepat sesuai idiom bahasa Arab ialah dalam jangka waktu 3 sampai 9 tahun.
Riwayat-riwayat mengenai Hadhrat Abu Bakr (ra) mendampingi Nabi Muhammad (saw) dalam bertabligh kepada kabilah-kabilah dari luar Makkah yang datang berhaji ke Makkah. Riwayat Hadhrat ‘Ali (ra) tentang hal itu.
Himbauan doa untuk Jemaat di Afghanistan dan di Pakistan.
Shalat jenazah gaib empat Almarhum dan satu Almarhumah.
Hudhur (atba) akan terus menyebutkan lebih lanjut berbagai kejadian dalam masa Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu di khotbah-khotbah mendatang.
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 17 Desember 2021 (10 Fatah 1400 Hijriyah Syamsiyah/13 Jumadil Awwal 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم
]بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ[، آمين .
Saya masih melanjutkan penjelasan mengenai Hadhrat Abu Bakr (ra) dalam memerdekakan budak. Terdapat beberapa riwayat tambahan mengenai itu. Hadhrat Abu Bakr memerdekakan Nahdiyah dan putrinya. Keduanya merupakan budak milik seorang wanita dari Banu Abdud Daar. Suatu hari Hadhrat Abu Bakr lewat di dekat kedua budak tersebut yang tengah diperintah oleh majikan wanitanya untuk menggiling gandum. Majikannya berkata, “Demi Tuhan! Saya tidak akan pernah memerdekakan kalian atau atas nama siapapun dia bersumpah.”
Hadhrat Abu Bakr berkata, “Wahai Ummi Fulan! Batalkan sumpahmu.”
Majikan itu berkata kepada Abu Bakr, “Pergi saja pergi, kamu juga-lah yang merusak mereka, jika memang kamu begitu peduli, merdekakan saja mereka berdua.”
Hadhrat Abu Bakr berkata, “Berapa yang harus saya bayar untuk menebus mereka?”
Majikan itu menjawab, “Sekian rupiah.”
Hadhrat Abu Bakr berkata, “Saya telah membeli keduanya dan sekarang mereka telah bebas.”
Beliau berkata kepada kedua bekas budak itu, “Kembalikan lagi gandumnya kepada majikan kalian.”
Kedua budak itu berkata, “Wahai Abu Bakr! Bukankah kami sudah bebas dari pekerjaan ini dan harus mengembalikan lagi gandum ini?” Maksudnya, “Haruskah kami melakukan tugas yang diberikan kepada kami untuk menggiling gandum?
Hadhrat Abu Bakr bersabda, “Baiklah, jika kalian ingin melakukannya silahkan saja.”
Suatu hari Hadhrat Abu Bakr melewati seorang budak wanita Banu Mamal. Banu Mamal adalah salah satu kabilah Banu Adi Bin Ka’b. Budak wanita itu adalah seorang Muslimah (wanita pemeluk Islam). ‘Umar bin Al-Khaththab sebelum masuk Islam biasa menyiksa budak tersebut agar keluar dari Islam. Hadhrat Umar biasa memukulinya hingga ketika telah lelah, mengatakan, aku menghentikan pukulanku hanya karena aku sudah Lelah. Wanita itu menjawab, “Allah pun akan memperlakukanmu sama seperti ini.” Hadhrat Abu Bakr pun membeli budak wanita tersebut dan memerdekakannya.[1]
Dalam satu riwayat, ayahanda Hadhrat Abu Bakr, Abu Quhafah, berkata kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), “Wahai putraku! Aku perhatikan kamu sering memerdekakan orang-orang yang lemah. Jika kamu ingin melakukan itu, merdekakan jugalah pria-pria tangguh supaya kelak akan melindungi dan selalu menyertaimu.” Perawi berkata bahwa Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata, “Wahai ayahku tercinta, saya hanya mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala.”[2]
Sebagian ahli tafsir seperti Allamah al-Qurtubi, Allamah al-Alusi dan yang lainnya mengatakan bahwa amal perbuatan Hadhrat Abu Bakr (ra) inilah yang menjadi latar belakang diturunkannya ayat-ayat Al-Quran berikut oleh Allah Ta’ala. Ayat-ayatnya sebagai berikut, “فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَٱتَّقَىٰ fa ammā man a’ṭā wattaqā 6. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, وَصَدَّقَ بِٱلْحُسْنَىٰ wa ṣaddaqa bil-ḥusnā 7. dan membenarkan kebaikan, فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْيُسْرَىٰ fa sanuyassiruhụ lil-yusrā 8. maka Kami kelak akan memudahkan kepadanya untuk mencapai kemudahan. وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغْنَىٰ wa ammā mam bakhila wastagnā 9. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan tidak peduli, وَكَذَّبَ بِٱلْحُسْنَىٰ wa każżaba bil-ḥusnā 10. serta mendustakan apa yang baik, فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْعُسْرَىٰ fa sanuyassiruhụ lil-‘usrā 11. Maka Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kesukaran. وَمَا يُغْنِى عَنْهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ wa mā yugnī ‘an-hu māluhū iżā taraddā 12. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ inna ‘alainā lal-hudā 13. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk, وَإِنَّ لَنَا لَلْءَاخِرَةَ وَٱلْأُولَىٰ wa inna lanā lal-ākhirata wal-ụlā 14. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah alam akhirat dan alam dunia. فَأَنذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ fa anżartukum nāran talaẓẓā 15. Maka, Aku memperingatkan kamu tentang api yang menyala-nyala. لَا يَصْلَىٰهَآ إِلَّا ٱلْأَشْقَى lā yaṣlāhā illal-asyqā 16. Tidak ada seorang pun memasukinya selain orang yang paling celaka, ٱلَّذِى كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ allażī każżaba wa tawallā 17. Yaitu orang yang mendustakan dan berpaling. وَسَيُجَنَّبُهَا ٱلْأَتْقَى wa sayujannabuhal-atqā 18. Dan orang yang paling bertakwa pasti akan dijauhkan darinya, ٱلَّذِى يُؤْتِى مَالَهُۥ يَتَزَكَّىٰ allażī yu`tī mālahụ yatazakkā 19. Yaitu orang yang memberikan hartanya supaya ia memperoleh kesucian, وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُۥ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَىٰٓ wa mā li`aḥadin ‘indahụ min ni’matin tujzā 20. Ia berbuat kebaikan bukan karena ada seseorang yang telah memberikan suatu jasa kebaikan kepadanya yang harus dibalasnya, إِلَّا ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِ ٱلْأَعْلَىٰ illabtigā`a waj-hi rabbihil-a’lā 21. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ wa lasaufa yarḍā 22. Dan sungguh Dia (Tuhan) akan ridha kepadanya (orang yang berbuat kebaikan itu).”[3] (Surah al-Lail, 92:6-22, bismillahir rahmanir rahim ayat pertama)
Diantara budak belian yang dimerdekakan oleh Hadhrat Abu Bakr adalah Hadhrat Khabbab Bin Arat. Dalam menjelaskan berkenaan dengan Hadhrat Khabbab Bin Aratt, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Ada seorang sahabat yang sebelumnya merupakan budak. Suatu Ketika ia membuka pakaian untuk mandi dan ada orang di dekat beliau. Orang itu melihat kulit pada bagian punggung beliau begitu kasar dan layaknya kulit kerbau. Melihat kondisi demikian, orang keheranan dan berkata, ‘Sejak kapan Anda sakit begini? Kulit punggung Anda begitu kasar layaknya kulit hewan.’
Mendengar itu Hadhrat Khabbab tertawa dan berkata, ‘Ini bukan penyakit. Ketika kami masuk Islam, majikan kami memutuskan untuk menghukum kami sehingga kami dibaringkan di bawah terik panas matahari lalu mulai memukuli kami. Ia mengatakan, ‘Katakanlah bahwa kamu tidak beriman kepada Muhammad (saw).’
Sebagai jawabannya saya ucapkan kalimah Syahadat. Hal ini membuatnya terus memukuli saya. Jika amarahnya tidak reda, ia mulai menyeret kami diatas batu-batu kecil.”
(Pada kebiasaan kami [berbahasa Urdu] batu-batu kecil itu disebut kankar [kerikil])
“Tradisi di Arab pada masa itu untuk melindungi rumah-rumah setengah permanen dari air ialah dengan menaburkan batu-batu kerikil di sekitar rumah. Itu merupakan kerikil yang keras dan tajam. Orang-orang biasanya menaburkannya di sekitar dinding rumah supaya aliran air tidak merusak bangunan rumah.
Sahabat tersebut berkata, ‘Jika kami mengatakan bahwa kami tidak mau mengingkari Islam, mereka memukuli kami hingga mereka lelah. Selanjutnya mengikat kaki kami untuk diseret diatas batu kerikil tersebut. Apa yang kamu lihat ini adalah akibat dari siksaan itu.’
Alhasil, mereka dianiaya selama bertahun-tahun. Akhirnya Hadhrat Abu Bakr (ra) tidak bisa tahan lagi kemudian menjual sebagian besar harta kekayaan beliau untuk memerdekakan budak-budak tersebut.”[4]
Berkenaan dengan Hadhrat Abu Bakr (ra) memerdekakan budak-budak, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Budak-budak yang beriman kepada Hadhrat Rasulullah (saw), berasal dari berbagai bangsa. Diantaranya ada yang berasal dari Habsyah (Ethiopia, Afrika) seperti Hadhrat Bilal. Ada juga Suhaib dari Romawi. Ada juga dari antara pengikut Nasrani yakni Jubair dan Suhaib. Ada juga dari antara kaum Musyrik seperti Bilal dan Ammar. Hadhrat Bilal biasa dibaringkan diatas pasir panas kemudian diletakkan batu atau para pamuda diatas dadanya. Ketika melihat penganiayaan tersebut Hadhrat Abu Bakr (ra) menebus mereka dari majikannya lalu memerdekakannya.”[5]
Berkenaan dengan keinginan Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk Hijrah ke Habsyah diriwayatkan, لما رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم ما نزل بالمسلمين من توالي الأذى عليهم من كفار قريش مع عدم قدرته على انقاذهم مما هم فيه، قال لهم: تفرقوا في الأرض فإن الله تعالى سيجمعكم قالوا: إلى أين نذهب؟ قال: هاهنا وأشار بيده إلى جهة أرض الحبشة “Ketika jumlah umat Islam semakin meningkat dan Islam semakin jelas keberadaannya maka kaum Kuffar Quraisy semakin gencar dalam melakukan penganiayaan dan penyiksaan terhadap umat Muslim yang beriman dari antara kabilah kabilah mereka. Tujuan mereka ialah untuk memalingkan umat Islam dari agamanya.
Melihat hal itu, Hadhrat Rasulullah (saw) bersabda kepada orang-orang Mukmin, ‘Kalian menyebarlah di muka bumi. Pasti Allah Ta’ala akan menyatukan kalian.’
Para Sahabat bertanya, ‘Kemana kami harus pergi?’
Beliau bersabda, ‘Ke arah itu!’ Beliau sambil mengarahkan tangan ke arah negeri Habsyah.”[6]
Hijrah tersebut terjadi pada bulan Rajab, tahun ke-5 Nabawi. Atas petunjuk Rasulullah (saw) tersebut, 11 pria dan 4 wanita berhijrah ke Habsyah.[7]
Setelah umat Islam hijrah ke Habsyah, Hadhrat Abu Bakr ra pun mendapatkan penganiayaan sehingga beliau pun bermaksud untuk berangkat ke Habsyah. Berkenaan dengan ini terdapat Riwayat dalam sahih Bukhari. Hadhrat Aisyah ra meriwayatkan, لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَىَّ قَطُّ إِلاَّ وَهُمَا يَدِينَانِ الدِّينَ، وَلَمْ يَمُرَّ عَلَيْنَا يَوْمٌ إِلاَّ يَأْتِينَا فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم طَرَفَىِ النَّهَارِ بُكْرَةً وَعَشِيَّةً، فَلَمَّا ابْتُلِيَ الْمُسْلِمُونُ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ مُهَاجِرًا نَحْوَ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، حَتَّى بَلَغَ بَرْكَ الْغِمَادِ لَقِيَهُ ابْنُ الدَّغِنَةِ وَهْوَ سَيِّدُ الْقَارَةِ. فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ يَا أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَخْرَجَنِي قَوْمِي، فَأُرِيدُ أَنْ أَسِيحَ فِي الأَرْضِ وَأَعْبُدَ رَبِّي. قَالَ ابْنُ الدَّغِنَةِ فَإِنَّ مِثْلَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ لاَ يَخْرُجُ وَلاَ يُخْرَجُ، إِنَّكَ تَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ، فَأَنَا لَكَ جَارٌ، ارْجِعْ وَاعْبُدْ رَبَّكَ بِبَلَدِكَ. فَرَجَعَ وَارْتَحَلَ مَعَهُ ابْنُ الدَّغِنَةِ، فَطَافَ ابْنُ الدَّغِنَةِ عَشِيَّةً فِي أَشْرَافِ قُرَيْشٍ، فَقَالَ لَهُمْ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ لاَ يَخْرُجُ مِثْلُهُ وَلاَ يُخْرَجُ، أَتُخْرِجُونَ رَجُلاً يَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَيَصِلُ الرَّحِمَ، وَيَحْمِلُ الْكَلَّ، وَيَقْرِي الضَّيْفَ، وَيُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَلَمْ تُكَذِّبْ قُرَيْشٌ بِجِوَارِ ابْنِ الدَّغِنَةِ، وَقَالُوا لاِبْنِ الدَّغِنَةِ مُرْ أَبَا بَكْرٍ فَلْيَعْبُدْ رَبَّهُ فِي دَارِهِ، فَلْيُصَلِّ فِيهَا وَلْيَقْرَأْ مَا شَاءَ، وَلاَ يُؤْذِينَا بِذَلِكَ، وَلاَ يَسْتَعْلِنْ بِهِ، فَإِنَّا نَخْشَى أَنْ يَفْتِنَ نِسَاءَنَا وَأَبْنَاءَنَا. فَقَالَ ذَلِكَ ابْنُ الدَّغِنَةِ لأَبِي بَكْرٍ، فَلَبِثَ أَبُو بَكْرٍ بِذَلِكَ يَعْبُدُ رَبَّهُ فِي دَارِهِ، وَلاَ يَسْتَعْلِنُ بِصَلاَتِهِ، وَلاَ يَقْرَأُ فِي غَيْرِ دَارِهِ، ثُمَّ بَدَا لأَبِي بَكْرٍ فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ دَارِهِ وَكَانَ يُصَلِّي فِيهِ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ، فَيَنْقَذِفُ عَلَيْهِ نِسَاءُ الْمُشْرِكِينَ وَأَبْنَاؤُهُمْ، وَهُمْ يَعْجَبُونَ مِنْهُ، وَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَجُلاً بَكَّاءً، لاَ يَمْلِكُ عَيْنَيْهِ إِذَا قَرَأَ الْقُرْآنَ، وَأَفْزَعَ ذَلِكَ أَشْرَافَ قُرَيْشٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَأَرْسَلُوا إِلَى ابْنِ الدَّغِنَةِ، فَقَدِمَ عَلَيْهِمْ. فَقَالُوا إِنَّا كُنَّا أَجَرْنَا أَبَا بَكْرٍ بِجِوَارِكَ، عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي دَارِهِ، فَقَدْ جَاوَزَ ذَلِكَ، فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ دَارِهِ، فَأَعْلَنَ بِالصَّلاَةِ وَالْقِرَاءَةِ فِيهِ، وَإِنَّا قَدْ خَشِينَا أَنْ يَفْتِنَ نِسَاءَنَا وَأَبْنَاءَنَا فَانْهَهُ، فَإِنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي دَارِهِ فَعَلَ، وَإِنْ أَبَى إِلاَّ أَنْ يُعْلِنَ بِذَلِكَ فَسَلْهُ أَنْ يَرُدَّ إِلَيْكَ ذِمَّتَكَ، فَإِنَّا قَدْ كَرِهْنَا أَنْ نُخْفِرَكَ، وَلَسْنَا مُقِرِّينَ لأَبِي بَكْرٍ الاِسْتِعْلاَنَ. قَالَتْ عَائِشَةُ فَأَتَى ابْنُ الدَّغِنَةِ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ قَدْ عَلِمْتَ الَّذِي عَاقَدْتُ لَكَ عَلَيْهِ، فَإِمَّا أَنْ تَقْتَصِرَ عَلَى ذَلِكَ، وَإِمَّا أَنْ تَرْجِعَ إِلَىَّ ذِمَّتِي، فَإِنِّي لاَ أُحِبُّ أَنْ تَسْمَعَ الْعَرَبُ أَنِّي أُخْفِرْتُ فِي رَجُلٍ عَقَدْتُ لَهُ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ فَإِنِّي أَرُدُّ إِلَيْكَ جِوَارَكَ وَأَرْضَى بِجِوَارِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. “Ketika umat Islam mendapatkan perlakuan aniaya, Hadhrat Abu Bakr (ra) berangkat ke Habsyah untuk tujuan Hijrah. Ketika sampai di daerah Barkul Ghimaad – sebuah kota di Yaman yang berjarak 5 malam perjalanan dari Makkah di seberang lautan – Hadhrat Abu Bakr (ra) berjumpa dengan Ibnu Daghinah, pemimpin Kabilah Qaarah. Ia bertanya: Wahai Abu Bakr, hendak pergi kemana?
Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata, ‘Kaum saya telah mengusir saya sehingga saya ingin menyebar di bumi untuk terus beribadah kepada Tuhanku.’
Ibnu Daghinah berkata, ‘Orang seperti Anda tidak keluar dari negeri dengan sendirinya dan juga tidak boleh diusir dari negerinya. Anda memiliki banyak kelebihan yang telah sirna dari manusia. Anda melakukan silaturahmi, menanggung derita orang yang lemah, mengkhidmati tamu dan membantu orang yang terkena musibah.’”
Di dalam versi penerjemahan lain atas kalimat ini diterjemahkan juga, “Anda menyokong mereka yang tidak punya apa-apa, memperlakukan baik kepada kerabat dan mengurusi orang-orang yang memprihatinkan.”
“Selanjutnya ia berkata, ‘Saya penjamin perlindungan Anda. Saya akan berikan Anda jaminan perlindungan. Silahkan kembali dan beribadahlah di negeri Anda sendiri.’
Kemudian, Ibnu Daghinah menemani beliau (ra) ke Makkah. Mereka menjumpai para tokoh Quraisy dan berkata, ‘Abu Bakr adalah manusia yang seharusnya tidak keluar dari tanah airnya dan tidak juga boleh diusir. Apakah kalian mengusir orang yang melakukan banyak kebaikan yang telah sirna dari manusia? Ia biasa menjalin persaudaraan, menanggung derita orang yang lemah, mengkhidmati tamu, dan membantu orang yang terkena musibah.’
Para tokoh Quraisy menyetujui jaminan perlindungan dari Ibnu Daghinah dan memberikan keamanan kepada Hadhrat Abu Bakr (ra). Mereka berkata kepada Ibnu Daghinah, ‘Katakan kepada Abu Bakr agar beribadah di rumahnya saja, lakukan shalat atau ibadah lainnya di dalam rumah, janganlah melukai perasaan kami dengan ibadah dan tilawat Al Quran dengan suara yang tinggi, karena kami khawatir jangan sampai dia dapat menyesatkan para wanita dan anak-anak kami.’
Ibnu Daghinah menyampaikannya kepada Hadhrat Abu Bakr (ra). Hadhrat Abu Bakr (ra) mulai melakukan ibadahnya di dalam rumahnya, tidak melakukan shalat dan tilawat di tempat lain selain di rumah.
Setelah waktu berlalu, Hadhrat Abu Bakr (ra) berpikir untuk membangun masjid di pekarangan rumah sendiri untuk ibadah. Beliau melakukan shalat dan tilawat Al Quran di dalam masjid tersebut. biasanya para wanita dan anak-anak Quraisy datang mendengarkannya dan merasa takjub. Maksudnya, mereka merasa takjub ketika melihat Hadhrat Abu Bakr (ra) karena beliau adalah pribadi yang mudah menangis (ketika ibadah). Ketika menilawatkan Al Quran, beliau tidak bisa menahan tetesan air mata.
Keadaan tersebut membuat para tokoh Quraisy gelisah. Akhirnya mereka memanggil Ibnu Daghinah dan berkata, ‘Kami telah memberi keamanan kepada Abu Bakr (ra) dengan syarat akan beribadah di dalam rumahnya sendiri, namun ia tidak mengindahkan syarat tersebut, malah membangun masjid di pekarangan rumahnya dan mulai melakukan shalat dan tilawat secara terang terangan. Kami khawatir, jangan sampai dia akan menjerumuskan wanita dan anak anak kami kedalam ujian. Temuilah Abu Bakr (ra), jika ia setuju untuk melakukan ibadah di dalam rumahnya, silahkan saja jika tidak, jika tetap bersikeras untuk tetap beribadah secara terang-terangan maka katakan padanya bahwa Anda akan menarik kembali jaminan perlindungan darinya, karena kami sangat geram jika jaminan yang Anda berikan dilanggar dan kami tidak akan pernah mengijinkan Abu Bakr (ra) untuk beribadah secara terang-terangan.’”
Hadhrat Aisyah berkata, “Ibnu Raghinah datang menemui Abu Bakr (ra), dan berkata, ‘Anda mengetahui syarat yang diberikan atas jaminan perlindungan yang saya berikan demi anda. Untuk itu mohon Anda tetap mematuhi syarat tersebut untuk berada dalam batas batas, jika tidak mohon kembalikan lagi jaminan saya. Karena saya tidak suka jika penduduk Arab mengetahui bahwa saya melanggar perjanjian kepada orang yang saya jamin.’
Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata, ‘Saya akan mengembalikan lagi jaminan perlindungan Anda kepada anda. Perlindungan Allah sematalah yang saya ridhai.’”[8]
Berkenaan dengan masjid yang dibangun oleh Abu Bakr (ra) di pekarangan rumahnya, tertulis dalam Syarh Sahih Bukari, Umdatul Qari bahwa masjid tersebut luasnya hingga dinding-dinding rumah beliau dan ini merupakan masjid pertama yang dibangun dalam Islam.[9]
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Manusia seperti Hadhrat Abu Bakr (ra) yang mana seluruh Makkah pernah mendapatkan kebaikan beliau. Harta yang dihasilkan dari nafkahnya dibelanjakan oleh beliau untuk memerdekakan para budak. Suatu hari beliau tengah dalam perjalanan meninggalkan Makkah.
Ada seorang tokoh yang berjumpa dengan beliau di jalan. Ia bertanya, ‘Abu Bakr (ra)! Hendak kemana anda?’
Beliau berkata, ‘Sekarang saya sudah tidak aman lagi hidup di kota ini. Saya hendak pergi ke tempat lain.’
Tokoh itu berkata, ‘Orang baik seperti anda, jika pergi meninggalkan kota, maka kota tersebut akan binasa. Aku akan memberikan perlindungan padamu, janganlah meninggalkan kota.’
Beliau pun kembali lagi ke Makkah dalam perlindungan tokoh tersebut. Ketika beliau bangun pada waktu subuh lalu membaca Quran, para wanita (musyrik) dan anak-anak menempelkan telinganya di dinding untuk mendengarkan lantunan tilawat Al Quran karena beliau membacanya dengan sangat syahdu dan penu haru. Sebagaimana Al Quran merupakan Bahasa Arab sehingga dapat difahami oleh pria, wanita dan anak anak dan membuat mereka sangat terkesan. Ketika kabar tersebut menyebar, menimbulkan kegemparan di Makkah. Sehingga mereka khawatir jangan sampai orang-orang Quraisy Makkah akan meninggalkan agamanya (lalu masuk Islam) disebabkan karena terkesan akan tilawat Al-Quran oleh Hadhrat Abu Bakr (ra).” (Begitu jugalah yang menimpa para Ahmadi saat ini di beberapa negara. Khususnya di Pakistan yakni terlihat orang-orang Ahmadi membaca Al Quran, beribadah shalat, mereka khawatir umatnya akan meninggalkan keyakinannya, untuk itu mereka menetapkan hukuman keras jika mengetahui ada Ahmadi yang shalat dan membaca Al Quran.)
Tertulis, “Akhirnya orang-orang pergi menemui tokoh tadi dan berkata, ‘Kenapa kamu memberikan jaminan perlindungan kepada Abu Bakr (ra)?’
Tokoh itu berkata kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), ‘Mohon Anda jangan biasakan membaca Al Quran, karena hal tersebut memancing amarah penduduk Makkah.’
Hadhrat Abu Bakr (ra) menjawab, ‘Silahkan Anda tarik kembali jaminan perlindungan dari saya, saya tidak akan dapat menghentikan rutinitas saya ini.’”
Dengan demikian, tokoh tadi menarik kembali jaminan perlindungannya.
Di daerah Syi’b Abi Thalib pun Hadhrat Abu Bakr (ra) menyertai Hadhrat Rasulullah (saw). Quraisy Makkah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan penyebaran pesan Tauhid. Namun Ketika mereka terpaksa menyaksikan kegagalan dari berbagai arah, lantas mereka memutuskan untuk memutus hubungan dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib sebagai bentuk reaksi.
Sebagaimana berkenaan dengan ini Hadhrat Mirza Basyir Ahmad menulis dalam kitab Sirat Khatamun Nabiyyin sbb: “Kaum Quraisy bermusyawarah sebagai bentuk langkah nyata lalu memutuskan untuk melakukan penghentian segala jenis hubungan dengan Rasulullah (saw) dan seluruh anggota Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Apabila mereka (kedua klan ini) tidak menarik perlindungan mereka kepada Hadhrat Rasulullah (saw) maka mereka akan diasingkan di satu tempat dan akan dibinasakan. Maka dari itu, pada bulan Muharram tahun ke-7 kenabian[10], ditulislah satu perjanjian diantara kaum Quraisy bahwa siapapun dari mereka tidak akan ada yang menjalin hubungan dengan keluarga Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Tidak akan ada yang menjual apapun kepada mereka, dan tidak akan ada yang membeli dari mereka. Tidak akan ada yang memberikan bahan makanan dan minuman kepada mereka dan tidak akan ada yang menjalin hubungan apapun dengan mereka.” (Ini jugalah perlakuan yang dialami dewasa ini oleh sebagian Ahmadi di beberapa tempat). Kemudian tertera: [ini berlaku] selama keluarga itu tidak memisahkan diri dengan Muhammad (saw) dan menyerahkan beliau kepada Quraisy.[11] Perjanjian ini yang telah disusun oleh suku Quraisy, yang di dalamnya pun termasuk kabilah-kabilah Banu Kinanah, dan segenap pemimpin besar pun menandatanginya, kemudian menjadi satu perjanjian penting bersama dan diletakkan di dinding Ka’bah.
Maka dari itu, Hadhrat Rasulullah (saw) dan semua keluarga Banu Hasyim dan Banu Mutalib, baik itu Muslim maupun kafir – kecuali paman Rasulullah (saw) yang karena semangat permusuhannya sehingga ia [yaitu Abu Lahab bin ‘Abdul Muthallib] tetap berpihak kepada Quraisy – diboikot di Syi’bu Abi Talib (lembah Abu Thalib), sebuah lembah di perbukitan milik keluarga Banu Hasyim sehingga dengan ini maka terputuslah sama sekali kedua kabilah besar dari Quraisy ini dengan peradaban di Makkah.[12] Saat itu hanya ada beberapa orang Muslim di Makkah yang memihak beliau.”[13]
Di masa yang sangat sulit itu, Hadhrat Abu Bakr (ra) pun tidak meninggalkan Rasulullah (saw). Hadhrat Syah Waliyullah (rahmatullahi ‘alaihi) bersabda, “Tatkala suku Quraisy telah bersepakat untuk menganiaya Hadhrat Rasulullah (saw) dan mereka menyusun satu naskah perjanjian, maka di masa itu Hadhrat Siddiq senantiasa ada bersama Rasulullah (saw). Alhasil, untuk peristiwa itu, Abu Thalib menulis syair berikut, هُمُ رَجَعُوا سَهْلَ ابْنُ بَيْضَاءَ رَاضِيًا فَسُرَّ أَبوُ بَكْرِ بِهَا وَمُحَمَّدُ humu raja’uu, Sahl abnu Baidhaa-a raadhiyan, fasurra Abu Bakri bihaa wa Muhammadu – ‘Mereka pulang. Sahl bin Bayda pun senang. Abu Bakr gembira atas hal itu, begitu pula Muhammad.’”[14]
Itu maksudnya, ketika Quraisy Makkah pada akhirnya mengakhiri pemboikotan ini, maka saat itu, Abu Talib seraya menuturkan syair (salah satunya dengan syair tersebut) ia berkata bahwa tatkala pemboikotan itu berakhir, maka Rasulullah (saw) dan Abu Bakr pun bergembira.
Mengenai nubuatan kemenangan Romawi dan mengenai syarat taruhan yang siap akan diberikan Hadhrat Abu Bakr, tertera sebuah riwayat dari Hadhrat Ibnu Abbas, فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى : ( الم * غُلِبَتِ الرُّومُ * فِي أَدْنَى الأَرْضِ ) قَالَ غُلِبَتْ وَغَلَبَتْ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ أَهْلُ فَارِسَ عَلَى الرُّومِ لأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ أَوْثَانٍ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ لأَنَّهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ فَذَكَرُوهُ لأَبِي بَكْرٍ فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ” أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ ” . فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لَهُمْ فَقَالُوا اجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ أَجَلاً فَإِنْ ظَهَرْنَا كَانَ لَنَا كَذَا وَكَذَا وَإِنْ ظَهَرْتُمْ كَانَ لَكُمْ كَذَا وَكَذَا فَجَعَلَ أَجَلَ خَمْسِ سِنِينَ فَلَمْ يَظْهَرُوا فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ” أَلاَ جَعَلْتَهُ إِلَى دُونِ – قَالَ أُرَاهُ الْعَشْرِ ” . قَالَ سَعِيدٌ وَالْبِضْعُ مَا دُونَ الْعَشْرِ قَالَ ثُمَّ ظَهَرَتِ الرُّومُ بَعْدُ . قَالَ فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى : ( الم * غُلِبَتِ الرُّومُ ) إِلَى قَوْلِهِ : (يفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ * بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ) “Mengenai firman Allah Ta’ala ‘bangsa Romawi telah dikalahkan’”, beliau berkata, “Kaum Musyrik menghendaki supaya bangsa Persia unggul atas bangsa Romawi karena bangsa itu adalah penyembah berhala seperti mereka, sementara kaum Muslim menghendaki agar bangsa Romawi unggul atas bangsa Persia karena mereka adalah golongan Ahli Kitab. Hal ini dikabarkan kepada Hadhrat Abu Bakr dan Hadhrat Abu Bakr menyampaikannya dari Rasulullah (saw) dimana beliau (saw) bersabda, ‘Mereka (Romawi) pasti akan menang.’ Hadhrat Abu Bakr (ra) menyampaikan sabda beliau (saw) itu kepada kaum musyrik dimana mereka berkata, ‘Tentukanlah suatu kurun waktu antara kami dan engkau.’ (yakni antara Hadhrat Abu Bakr dengan kaum musyrik) Jika kami menang, maka hal-hal inilah yang akan kami dapatkan dan jika Anda menang, maka hal-hal inilah yang akan Anda dapatkan” (yakni ada syarat taruhan untuknya).
Hadhrat Abu Bakr menyepakati waktu 5 tahun, namun mereka (kerajaan Romawi) belum juga menang. Beliau menyampaikan hal ini kepada Rasulullah (saw) dan beliau bersabda, ‘Mengapa Anda tidak menyebut waktu yang lebih banyak?’”
Perawi menuturkan: “Saya beranggapan bahwa yang dimaksud beliau (saw) adalah 10 tahun.”[15] Ini adalah Tirimizi di riwayat tentang tafsir.
Di dalam satu riwayat di Shahih Bukhari, disebutkan tentang keempat nubuatan Rasulullah (saw) yang telah sempurna dengan sangat luar biasa yang diantara nubuatan tersebut adalah nubuatan kemenangan Romawi. عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمَّا رَأَى مِنَ النَّاسِ إِدْبَارًا قَالَ ” اللَّهُمَّ سَبْعٌ كَسَبْعِ يُوسُفَ “. فَأَخَذَتْهُمْ سَنَةٌ حَصَّتْ كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى أَكَلُوا الْجُلُودَ وَالْمَيْتَةَ وَالْجِيَفَ، وَيَنْظُرَ أَحَدُهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَرَى الدُّخَانَ مِنَ الْجُوعِ، Masruq meriwayatkan bahwa ia bersama Hadhrat Abdullah bin Mas’ud tatkala eliau berkata, “Ketika Nabi (saw) melihat ketidaktaatan pada diri orang-orang, maka beliau bersabda, ‘Ya Allah, turunkanlah kemarau 7 tahun lamanya seperti halnya Engkau telah menurunkan kemarau 7 tahun di masa Nabi Yusuf.’ Maka turunlah kemarau atas mereka yang menghabisi segalanya hingga pada akhirnya mereka pun memakan kulit dan bangkai yang telah bau dan membusuk. Diantara mereka yang menengadah ke langit, hanya asap yang tampak pada mereka disebabkan lapar yang sangat.”
Ini adalah tentang 4 (empat) nubuatan yang salah satunya adalah peristiwa berikut: فَأَتَاهُ أَبُو سُفْيَانَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّكَ تَأْمُرُ بِطَاعَةِ اللَّهِ وَبِصِلَةِ الرَّحِمِ وَإِنَّ قَوْمَكَ قَدْ هَلَكُوا، فَادْعُ اللَّهَ لَهُمْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى {فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ} إِلَى قَوْلِهِ {عَائِدُونَ * يَوْمَ نَبْطِشُ الْبَطْشَةَ الْكُبْرَى} فَالْبَطْشَةُ يَوْمَ بَدْرٍ، وَقَدْ مَضَتِ الدُّخَانُ وَالْبَطْشَةُ وَاللِّزَامُ وَآيَةُ الرُّومِ “Abu Sufyan datang kepada beliau (saw) dan ia berkata, ‘Muhammad (saw), Anda menyuruh manusia agar patuh kepada Allah Ta’ala dan menjalin belas kasih kepada sesama. Namun, kini lihatlah kaum Anda tengah hancur. Berdoalah kepada Allah untuk mereka.’
Allah Ta’ala berfirman, فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاء بِدُخَانٍ مُّبِينٍ ﴿﴾ يَغْشَى النَّاسَ هَذَا عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿﴾ رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ ﴿﴾ أَنَّى لَهُمُ الذِّكْرَى وَقَدْ جَاءهُمْ رَسُولٌ مُّبِينٌ ﴿﴾ ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَّجْنُونٌ ﴿﴾ إِنَّا كَاشِفُو الْعَذَابِ قَلِيلًا إِنَّكُمْ عَائِدُونَ ﴿﴾ يَوْمَ نَبْطِشُ الْبَطْشَةَ الْكُبْرَى إِنَّا مُنتَقِمُونَ ﴿﴾ ‘Tunggulah hari tatkala langit akan menurunkan asap yang nyata’ hingga ayat ‘Kalian pasti akan kembali ke dalam hal-hal tersebut [menolak Nabi (saw)] di waktu Kami akan menghukum kalian dengan cengkeraman keras.’ (Surah ad-Dukhan, 40: 11-17) Alhasil, cengkeraman besar telah terjadi di hari Badr. Telah terjadi pula nubuatan tentang azab asap, cengkeraman keras, tentang al-Lizam dan tentang nubuatan kemenangan Romawi, semuanya telah terpenuhi.”[16] Ini adalah riwayat Bukhari.
Di dalam syarh (komentar) atas Hadits tersebut, Allamah Badruddin ‘Aini menyebutkan tentang nubuatan kemenangan Romawi, beliau menulis, أن المسلمين حين اقتتلت فارس والروم كانوا يحبون ظهور الروم على فارس لأنهم أهل كتاب وكل كفار قريش يحبون ظهور فارس لأنهم مجوس وكفار قريش عبدة أوثان فتخاطر أبو بكر وأبو جهل في ذلك أي أخرجا شيئا وجعلوا بينهم مدة بضع سنين فقال إن البضع قد يكون إلى تسع أو قال إلى سبع فزده في المدة أو في الخطار ففعل فغلبت الروم فقال تعالى آلم غلبت الروم ( الروم) يعني المدة الأولى قبل الخطاب ثم قال وهم من بعد غلبهم سيغلبون في بضع سنين ( الروم) إلى قوله يفرح المؤمنون بنصر الله ( الروم) يعني بغلبة الروم فارسا وربما أخذوا من الخطار وقال الشعبي كان القمار في ذلك الوقت حلالا والله تعالى أعلم “Ketika terjadi pertempuran antara bangsa Persia dan bangsa Romawi, kaum Muslim menghendaki agar bangsa Romawi menang atas bangsa Persia, disebabkan bangsa Romawi adalah Ahli Kitab, sementara itu kaum kafir menghendaki kemenangan untuk bangsa Persia, karena bangsa tersebut beragama Majusi dan sama seperti kaum kafir yang juga beribadah kepada berhala.
Maka ditetapkanlah syarat akan hal tersebut antara Hadhrat Abu Bakr dan Abu Jahl, yakni mereka telah menentukan suatu periode tertentu untuk imbalan tertentu. Atas hal ini Rasulullah (saw) bersabda, “tentang kata بِضْعِ سِنِيْنَ , ini menunjukkan pada waktu 9 atau 7 tahun. Maka dari itu tambahkanlah masa waktunya”. kemudian Hadhrat Abu Bakr pun melaksanakannya. Alhasil, bangsa Romawi pun meraih kemenangan. Allah Ta’ala berfirman ,الۤمّۤ ۚ ﴿﴾ غُلِبَتِ الرُّوْمُ ۙ ﴿﴾ فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَ ۙ ﴿﴾ فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ە ۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُ ۗوَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ ﴿﴾ بِنَصْرِ اللّٰهِ ۗيَنْصُرُ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ ﴿﴾ Terjemahnya adalah : انا اللہ اعلم (makna الٰمٓ ) yaitu Akulah Allah yang paling mengetahui. Bangsa Romawi telah dikalahkan. Di negeri terdekat, dan mereka setelah kekalahannya itu pasti akan menang. Pada masa 3 hingga 9 tahun lamanya. Hanya peraturan Allah lah yang berlaku, baik sebelum ini dan selanjutnya. Dan di hari itu kaum mukmin akan sangat senang dengan kemenangan-kemenangannya, yang akan terjadi karena pertolongan Allah. Sya’bi menuturkan bahwa pada saat itu menyertakan syarat taruhan adalah halal.”[17]
Hadhrat Mirza Basyir Ahmad Sahib terkait hal ini menuturkan, “Sebelum Islam dan di masa permulaan Islam, ada dua kekaisaran yang sangat kuat dan memiliki kekuasaan yang sangat luas di dunia beradab saat itu, yaitu kekaisaran Persia dan Kerajaan Romawi. Keduanya berada dekat dengan Arabia. Kekaisaran Persia berada di timur laut Arab dan Kerajaan Romawi berada di barat laut Arab. Karena kedua kerajaan tersebut berbatasan secara langsung satu sama lain, terkadang terjadi pertempuran antara keduanya. Di masa yang tengah kita singgung tersebut, kedua kerajaan itu telah saling perang.” (Di saat nubuatan dalam ayat Surah ar-Rum itu turun) “Ketika itu kekaisaran Persia telah mengalahkan kerajaan Romawi. Ada banyak daerah penting yang telah direbut oleh mereka dan mereka (Persia) terus menekan kerajaan Romawi.[18]
Quraisy Makkah adalah penyembah berhala dan bangsa Persia pun memeluk agama yang lebih dekat dengan mereka sehingga Quraisy Makkah sangat gembira dengan kemenangan bangsa tersebut. Sementara itu, kaum Muslim menaruh simpati terhadap kerajaan Romawi, karena kerajaan Romawi adalah beragama Kristen; dan kaum Kristen – karena mereka adalah Ahli Kitab dan percaya kepada Nabi Isa – sangat memiliki kedekatan dengan kaum Muslim dibandingkan dengan orang-orang Majusi yang menyembah api dan musyrik.
Pada keadaan seperti itu, Rasulullah (saw) setelah mendapatkan kabar dari Allah Ta’ala, beliau menubuatkan sebagaimana yang disebutkan dalam Surah ar-Rum, ‘Memang saat ini Romawi tengah dikalahkan oleh Persia, namun dalam kurun waktu beberapa tahun, mereka akan unggul atas bangsa Persia, dan saat itu kaum Muslim akan bergembira.’[19]
Mendengar nubuatan ini, kaum Muslim, khususnya Hadhrat Abu Bakr (ra) yang juga telah disebutkan, mengumumkan secara luas di Makkah yaitu, ‘Tuhan kami telah mengabarkan bahwa dalam waktu dekat bangsa Romawi akan menang atas Persia.’
Kaum Quraisy menjawab, ‘Jika yakin nubuatan itu benar, maka kemarilah untuk memberi pertaruhan.’ Ini dikarenakan saat itu belum dilarang oleh Islam untuk memberi pertaruhan.
Hadhrat Abu Bakr menyetujuinya dan terjadi kesepakatan antara Hadhrat Abu Bakr dan para pemimpin Quraisy dengan syarat taruhan bagi siapa saja yang menanggung kekalahan harus memberi beberapa unta dan ditetapkan batas waktu 6 tahun lamanya. Namun tatkala Rasulullah (saw) mengetahuinya, beliau bersabda, ‘Memberi tenggang waktu 6 tahun lamanya adalah kesalahan. Allah Ta’ala terkait masa tersebut telah menyebutkan kata بِضْعِ سِنِيْنَ yang menurut istilah Arab adalah untuk 3 hingga 9.’[20]
Ini adalah peristiwa di masa Rasulullah (saw) tinggal di Makkah dan belum hijrah. Setelah itu, pada masa yang telah ditentukan tersebut, terjadi peperangan yang secara tiba-tiba membalikkan keadaan. Bangsa Romawi mengalahkan Persia dan dalam waktu yang tidak lama, segenap daerah pun dapat mereka rebut kembali. Ini adalah peristiwa yang terjadi setelah Hijrah.”[21] Setelah peristiwa Hijrah [setelah tahun 622], barulah bangsa Romawi mengalami kemenangan.
Tentang hal ini, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Saat itu Rasulullah (saw) tengah berada di Makkah, sementara di luar telah terkenal kabar bahwa bangsa Persia telah mengalahkan bangsa Romawi. Atas hal itu, orang-orang Makkah merasa sangat senang karena mereka pun musyrik seperti halnya bangsa Iran juga musyrik. Mereka menganggap kemenangan bangsa Persia atas Romawi adalah satu pertanda baik yang bermakna orang-orang Makkah pun akan menang atas Muhammad (Rasulullah [saw]). (ini adalah pertanda baik menurut mereka). Namun bagi Rasulullah (saw), Tuhan-lah yang telah mengabarkan غُلِبَتِ الرُّوْمُ ۙ ﴿﴾ فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَ ۙ ﴿﴾ فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ۗ ﴿﴾ ‘Tidak diragukan lagi bahwa kerajaan Romawi telah menanggung kekalahan di daerah Syam, namun janganlah kalian menganggap kekalahan itu adalah final. Setelah dikalahkan, dalam waktu 9 tahun mereka akan meraih kemenangan.’
Dengan diumumkannya nubuatan ini, orang-orang Makkah pun menertawakannya sehingga beberapa pemuka kafir Makkah pun dengan syarat taruhan hingga 100 unta mereka berkata kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), bahwa jika dari kekalahan tersebut bangsa Romawi dapat meraih kemenangan, maka mereka akan memberi 100 unta sebagai gantinya, dan jika tidak, maka Hadhrat Abu Bakr harus memberi mereka 100 unta. Secara lahiriah, nubuatan tersebut semakin jauh dari kemungkinan untuk terpenuhi. Setelah kekalahan di Syam, laskar Romawi terus menerus mengalami berbagai kekalahan dan terus berangsur mundur hingga bala tentara Persia pun telah sampai di tepi Laut Marmara. Konstantinopel telah sama sekali terputus dengan wilayah-wilayah kerajaannya di Asia, dan kerajaan Romawi yang besar telah menjadi sebatas kerajaan kecil saja.
Namun, kalam Tuhan pasti akan sempurna dan inilah yang terjadi. Dalam keputusasaan mereka, Raja Romawi pun berangkat dari Konstantinopel bersama bala tentaranya untuk melakukan serangan terakhir. Mereka melakukan pertempuran yang menentukan melawan pasukan Persia di pantai Asia kecil. Pasukan Romawi, meskipun kurang dari segi jumlah dan peralatan, namun sesuai dengan nubuatan Al-Quran Karim, mereka pun meraih kemenangan atas pasukan Persia, dan laskar Persia melarikan diri sedemikian rupa hingga tidak ada lagi jejak mereka di luar perbatasan Persia. Lalu kerajaan Romawi pun kembali menguasai wilayah mereka di Asia dan Afrika yang sebelumnya telah ditaklukkan [Persia].”[22]
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Tatkala Abu Bakr Siddiq (ra) memberikan syarat taruhan kepada Abu Jahl dan nubuatan Al-Quran itu dijadikan dasar untuk syarat tersebut yaitu: الۤمّۤ ۚ ۔ غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ ۔ فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ ۔ فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ lalu beliau (ra) tetapkan 3 (tiga) tahun sebagai batas waktu kejadiannya maka Rasulullah (saw) dengan memperhatikan nubuatan tersebut segera berpikir jauh ke depan dan bersabda kepada Abu Bakr Siddiq agar berupaya meralat syarat itu dan beliau (saw) bersabda, ‘Kata بِضْعِ سِنِيْنَ (beberapa tahun) mengandung suatu jumlah dan kebanyakan mengarah hingga waktu 9 tahun’.”[23]
Kemudian, di masa Rasulullah (saw) tampil di hadapan segenap kabilah (yakni ketika beliau hendak menyampaikan penda’waan beliau), Hadhrat Abu Bakr pun ada bersama beliau. Tatkala Allah Ta’ala telah berkehendak mengunggulkan agama-Nya dan menurunkan kehormatan dan kemuliaan kepada nabi-Nya, serta memenuhi janji-janji-Nya, Rasulullah (saw), di hari-hari haji, beliau keluar dan bertemu dengan golongan Ansar dari kabilah Aus dan Khazraj. Beliau (saw) senantiasa tampil di hari-hari haji, sebagaimana pada setiap tahunnya di hari-hari haji pun beliau melakukan ini. Maka dari itu, di dalam satu riwayat tertera bahwa Hadhrat Ali bin Abi Talib menjelaskan, لما أمر الله نبيه أن يعرض نفسه على قبائل العرب خرج وأنا معه وأبو بكر إلى منى حتى دفعنا إلى مجلس من مجالس العرب وتقدم أبو بكر– وكان نسابة – فقال من القوم ؟ فقالوا من ربيعة . فقال من أي ربيعة أنتم ؟ قالوا من ذهل ، فذكروا حديثا طويلا في مراجعتهم وتوقفهم أخيرا عن الإجابة . قال ثم دفعنا إلى مجلس الأوس والخزرج وهم الذين سماهم رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ الأنصار لكونهم أجابوه إلى إيوائه ونصره ، قال فما نهضوا حتى بايعوا رسول الله ، صلى الله عليه وسلم “Tatkala Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya (saw) agar beliau tampil di hadapan kabilah-kabilah Arab, maka saya dan Hadhrat Abu Bakr pergi ke Mina bersama Rasulullah (saw), hingga kami pun tiba di suatu majlis orang-orang Arab. Hadhrat Abu Bakr maju ke depan. Beliau mahir dalam perkara kekerabatan.
Beliau bertanya, ‘Dari kaum mana Anda berasal?’
Mereka menjawab, ‘Dari Kabilah Rabi’ah.’
Hadhrat Abu Bakr bertanya, ‘Rabi’ah dari bagian mana?’
Mereka menjawab, ‘Dari Dzahl.’
Kemudian, Hadhrat Ali berkata, ‘Kami datang dari pertemuan orang-orang Aus dan Khazraj dan merekalah yang telah disebut sebagai ‘Ansar’ oleh Rasulullah (saw) karena mereka telah bersedia untuk melindungi dan menolong beliau (saw).’ Hadhrat Ali berkata, ‘Kami tidak akan beranjak hingga mereka berbaiat kepada Nabi (saw).’”[24]
Di dalam riwayat lain tertera: عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : ” لَمَّا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى نَبِيَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنْ يَعْرِضَ نَفْسَهُ عَلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ خَرَجَ ، وَأَنَا مَعَهُ وَأَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ , فَانْتَهَيْنَا إِلَى مَجْلِسٍ عَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَالْوَقَارُ ، وَلَهُمْ أَقْدَارٌ وَهَيْئَاتٌ ، فَقَالَ لَهُمْ أَبُو بَكْرٍ : مِمَّنِ الْقَوْمُ ؟ قَالُوا : نَحْنُ بَنُو شَيْبَانَ بْنِ ثَعْلَبَةَ ، فَالْتَفَتَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَ لَهُ : بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي , لَيْسَ بَعْدَ هَؤُلَاءِ مِنْ عِزٍّ فِي قَوْمِهِمْ ، وَكَانَ فِي الْقَوْمِ مَفْرُوقُ بْنُ عَمْرٍو ، وَالْمُثَنَّى بْنُ حَارِثَةَ ، وَهَانِئُ بْنُ قُبَيْصَةَ ، وَالنُّعْمَانُ بْنُ شَرِيكٍ ، فَتَلَا عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ } الْآيَةَ ، فَقَالَ مَفْرُوقٌ : مَا هَذَا مِنْ كَلَامِ أَهْلِ الْأَرْضِ ، وَلَوْ كَانَ مِنْ كَلَامِهِمْ لَعَرَفْنَاهُ ، فَتَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ } الْآيَةَ ، فَقَالَ مَفْرُوقٌ : دَعَوْتَ وَاللَّهِ يَا قُرَشِيُّ إِلَى مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ , وَمَحَاسِنِ الْأَفْعَالِ ، وَلَقَدْ أَفِكَ قَوْمٌ كَذَّبُوكَ وَظَاهَرُوا عَلَيْكَ ، وَقَالَ الْمُثَنَّى : قَدْ سَمِعْتُ مَقَالَتَكَ ، وَاسْتَحْسَنْتُ قَوْلَكَ يَا أَخَا قُرَيْشٍ ، وَأَعْجَبَنِي مَا تَكَلَّمْتَ بِهِ ، وَلَكِنْ عَلَيْنَا عَهْدٌ مِنْ كِسْرَى أَلَّا نُحْدِثَ حَدَثًا ، وَلَا نُؤْوِي مُحْدِثًا ، وَلَعَلَّ هَذَا الْأَمْرَ الَّذِي تَدْعُونَا إِلَيْهِ مِمَّا يَكْرَهُهُ الْمُلُوكُ ، إِنْ أَرَدْتَ أَنْ نَنْصُرَكَ وَنَمْنَعَكَ مِمَّا يَلِي بِلَادَ الْعَرَبِ فَعَلْنَا ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا أَسَأْتُمُ الرَّدَّ إِذْ أَفْصَحْتُمْ بِالصِّدْقِ ، إِنَّهُ لَا يَقُومُ بِدِينِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ حَاطَهُ مِنْ جَمِيعِ جَوَانِبِهِ ” ، ثُمَّ نَهَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَابِضًا عَلَى يَدِ أَبِي بَكْرٍ “
Hadhrat Ali (ra) bersabda, “Tatkala Allah Ta’ala memerintahkan Nabi (saw) agar beliau tampil di hadapan kabilah-kabilah Arab, maka beliau (saw) pun keluar. Saya dan Hadhrat Abu Bakr pun ada bersama beliau. Kami tiba di satu majlis yang di dalamnya terdapat kemapanan dan kewibawaan. Mereka adalah orang-orang yang tinggi dan terpandang. Hadhrat Abu Bakr bertanya kepada mereka, “Dari kabilah mana Anda berasal?”
Mereka menjawab, “Kami dari Banu Syaiban bin Tsa’labah”.
Hadhrat Abu Bakr menoleh ke arah Rasulullah (saw) dan berkata, “Ayah ibuku berkorban kepada Tuan. Di dalam kaum mereka, tidak ada lagi yang lebih mulia dari mereka. Diantara mereka ada Mafruq bin Amr, Mutsanna’ bin Haritsah, Hani bin Qubaishah dan Nu’man bin Syarik.’
Rasulullah (saw) menilawatkan ayat ini di hadapan mereka, ۞ قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ () yang terjemahannya adalah: ‘Katakanlah, “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kamu atasmu; Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik itu yang nampak atau pun yang tersembunyi, janganlah membunuh jiwa yang Allah telah larang kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia telah memerintahkan kepadamu mengenai hal itu supaya kamu mengerti.’ (Surah al-An’am, 6:152)
Atas hal itu Mafruq berkata, “Ini bukanlah kalam penduduk bumi, jika ini adalah kalam mereka, maka kami pasti mengetahuinya.” Kemudian Rasulullah (saw) menilawatkan ayat berikut, إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ artinya, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada orang lain, dan memberi seperti kepada kerabat sendiri; dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan pemberontakan. Dia memberimu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran.’ (Surah an-Nahl, 16:91)
Setelah mendengar kalam ini, Mafruq berkata, “Wahai saudara Quraisy! Demi Allah, Anda telah menyeru kepada akhlak yang luhur dan perbuatan-perbuatan yang baik. Sungguh sangat dusta kaum yang telah mendustakan Anda (saw) dan saling bahu-membahu dalam menentang Anda (saw).”
Mutsanna’ berkata, “Kami telah mendengar perkataan anda, wahai saudara Quraisy-ku! Anda telah membicarakan hal yang terbaik dan perkara-perkara yang Anda sampaikan telah membuat saya takjub, namun kami memiliki satu perjanjian dengan Kisra bahwa, kami tidak akan melakukan sesuatu yang baru dan kami tidak akan memberikan perlindungan kepada siapa pun yang melakukan sesuatu yang baru. Dan kemungkinan hal yang terhadapnya Anda menyeru kami, ini juga termasuk di antara hal-hal yang tidak disukai oleh raja. Jika Anda menginginkan supaya kami membantu Anda dalam menghadapi orang-orang di daerah sekitar Arab dan melindungi anda, kami akan melakukannya.”
Atas hal itu Rasulullah (saw) bersabda kepada mereka, “Tidak ada yang salah dengan jawaban kalian karena kalian telah mengemukakan kebenaran dengan jelas. Hanya mereka yang dilindungi Allah dari setiap sisi yang dapat berdiri teguh di atas agama Allah.” Kemudian Rasulullah (saw) memegang tangan Hadhrat Abu Bakr (ra) dan bangkit lalu pergi.[25]
Terdapat satu riwayat, beliau (saw) bersabda, أرأيتم إن لم تلبثوا إلا يسيرا حتى يمنحكم الله بلادهم وأموالهم ويفرشكم بناتهم أتسبحون الله وتقدسونه؟ “Bagaimana menurut kalian, jika dalam kurun waktu yang tidak lama lagi Allah Ta’ala akan menjadikan kalian pewaris tanah dan negeri Kisra dan wanita-wanita mereka kalian kuasai. Apakah kalian akan bertasbih dan menyanjung kesucian Allah?”
Mendengar ini ia berkata, اللهم وإن ذلك لك يا أخا قريش “Ya Tuhanku! Kami siap”, maksudnya, “Kami bersumpah”.[26]
Lihatlah bagaimana kekuasaan Allah Ta’ala, sabda Hadhrat Rasulullah (saw) ini sempurna kata demi kata dan Mutsanna yang ketika itu sangat terpesona dengan kekuatan Kisra sehingga merasa ragu untuk menerima Islam karena takut dengan kemarahan Kisra, tidak lama setelah itu di masa Kekhalifahan Hadhrat Abu Bakr (ra), beliau lah, yakni Mutsanna’ bin Haritsah yang menjadi panglima pasukan Islam yang melawan sosok Kisra yang sama. Beliau-lah yang telah meraih kemenangan atas para pendukung Kisra dan menjadi penggenapan dari kabar suka-kabar suka Hadhrat Rasulullah (saw).[27]
Demikian juga, terdapat riwayat berkenaan dengan satu kesempatan haji bahwa ketika Kabilah Bakr bin Wail datang ke Makkah untuk haji maka Hadhrat Rasulullah (saw) bersabda kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), “Pergilah kepada mereka dan perkenalkan saya kepada mereka”, yakni bertabligh dan menyampaikan pendakwaan beliau (saw). Hadhrat Abu Bakr (ra) datang kepada mereka dan memperkenalkan Yang Mulia Nabi (saw) kepada mereka lalu beliau (saw) menyampaikan Islam kepada mereka.[28]
Selebihnya insya Allah akan disampaikan pada kesempatan yang akan datang.
Sekarang saya ingin menghimbau untuk berdoa bagi para Ahmadi di Afganistan. Mereka melewati banyak kesulitan. Terjadi penangkapan terhadap beberapa orang. Para wanita dan anak-anak sangat khawatir di rumah mereka. Para laki-laki yang berada di luar yang tidak ditangkap, mereka menjadi tunawisma, karena ada resiko mereka akan ditangkap. Semoga Allah Ta’ala menciptakan kemudahan-kemudahan bagi mereka dan mengeluarkan mereka dari kesulitan ini.
Kemudian berdoalah juga untuk pada Ahmadi di Pakistan. Di sana juga secara umum situasinya buruk. Ada saja kejadian orang-orang menyakiti para Ahmadi.
Demikian juga berdoalah secara kolektif, semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada dunia untuk mengenali Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan mengakhiri setiap kejahatan. Dan semoga dunia mengenali hakikat penciptaan mereka.
Selanjutnya, saya akan sampaikan riwayat beberapa Almarhum yang setelah ini saya akan pimpin shalat jenazah ghaibnya. Yang pertama, Al-Haj Abdurrahman Ennin Sahib, mantan Sekretaris Umur Ammah dan Officer Jalsah Salanah Ghana. Beliau penduduk asli Ghana. Beliau wafat di usia 81 tahun. اِنَّا لِلّٰہِ وَاِنَّآ اِلَیْہِ رَاجِعُوْنَ Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Kedua orang tua beliau adalah Ahmadi. Kedua orang tua beliau telah menerima Ahmadiyah. Beliau meraih pendidikan tinggi dari Mesir dan kemudian setelah meraih pendidikan tinggi dari Mesir beliau mulai bekerja dan setelah pulang ke Ghana, beliau bekerja di beberapa perusahaan besar sebagai Manajer. Kemudian beliau juga untuk beberapa waktu bekerja di Nigeria. Lalu beliau mendirikan perusahaannya sendiri yang mana beliau sebagai Direktur Utamanya.
Beliau seorang yang baik dan mukhlis. Beliau selalu mendapat taufik untuk berkhidmat kepada Jemaat dengan penuh keteladanan. Sepanjang hidupnya beliau mengutamakan kepentingan dan pekerjaan Jemaat di atas kepentingan pribadi beliau. Beliau mendapatkan taufik berkhidmat pada berbagai jabatan kepengurusan. Beliau selalu menganggap bahwa ketaatan pada Amir Jemaat dan mengucapkan labbaik pada setiap perintahnya adalah sebuah kehormatan bagi beliau. Seringkali beliau datang pagi-pagi ke kantor misi untuk menemui Bapak Amir dan mencari tahu jika ada pekerjaan Jemaat, maka pertama beliau akan menyelesaikannya terlebih dahulu, barulah kemudian berangkat untuk bekerja.
Beliau menjabat sebagai Amir Daerah di Greater Accra Region untuk waktu yang lama. Kemudian dari tahun 1989 hingga 1998 beliau menjadi Sadr Majlis Anshorullah. Kemudian beliau bekerja sebagai Sekretaris Umur Ammah untuk waktu yang lama. Kemudian beliau mendapatkan taufik bekerja sebagai Officer Jalsah Salanah dan pada saat kewafatan beliau tengah mendapatkan taufik berkhidmat pada jabatan sebagai Komisaris Nasional.
Beliau selalu siap setiap saat untuk membantu siapapun. Beliau seorang yang sangat dermawan. Rasa simpati beliau tidak terbatas pada keluarga beliau, bahkan kedermawanan beliau selain kepada kaum kerabat, meluas hingga para anggota Jemaat dan setiap orang tanpa membeda-bedakan agama. Beliau seorang yang setia pada Jemaat dan seorang tentara Khilafat yang berjiwa pengorbanan tinggi. Beliau senantiasa mengutamakan kepentingan Jemaat di atas segala hal lainnya dan tidak pernah mempedulikan penentangan. Beliau rajin tahajud dan melaksanakan tahajud secara dawam. Di mana pun dan kapan pun beliau senantiasa disiplin dalam hal ini. Beliau seorang Mushi dan sangat dawam dalam candah. Di antara yang ditinggalkan, selain istri beliau, juga 5 putra dan 5 putri.
Mubaligh Ghana, Hafiz Mubasyir Ahmad Sahib menulis, “Beliau sangat bijaksana, beliau berbicara singkat dan logis serta sampai pada kedalaman persoalan. Dalam kesempatan rapat Amilah suatu kali semua orang menyampaikan pendapatnya mengenai suatu permasalahan sehingga membuat pembahasan menjadi panjang. Beliau hanya diam menyimak. Ketika tiba giliran beliau, maka beliau berkata, ‘Mengenai hal ini telah ada keputusan dari Khalifah-e-waqt, oleh karena itu kita tidak perlu lagi berdebat, karena ketika telah ada keputusan dari Khalifah-e-waqt, maka kemudian hendaknya jangan ada yang memberikan pendapat, melainkan hendaknya mengamalkannya persis seperti itu.’” Allah Ta’ala telah menganugerahkan seorang yang mukhlis seperti ini di tempat yang jauh sekalipun.
Jenazah selanjutnya, Izyab Ali Muhammad Al-Jibali Sahib wafat beberapa hari yang lalu. اِنَّا لِلّٰہِ وَاِنَّآ اِلَیْہِ رَاجِعُوْنَ Innalillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Beliau berasal dari Jemaat Yordania.
Amir Jemaat Yordania menulis, “Beliau baiat pada 2010. Beliau adalah Ahmadi satu-satunya di daerahnya dan sesuai dengan tradisi di sini, karena beliau dan istri menganut agama yang sama, istri beliau pun menjadi Ahmadi.” Beliau menuturkan, “Keimanan Almarhum pada Hadhrat Masih Mau’ud (as), Ahmadiyah dan Khilafat begitu kokoh layaknya gunung. Meskipun menghadapi penentangan dari pihak keluarga dan para penentang lainnya dikarenakan menerima Ahmadiyah, Almarhum memperlihatkan teladan dalam hal keteguhan. Beliau memiliki ghairat kecintaan yang luar biasa kepada Ahmadiyah dan Khilafat dan membelanya dengan sekuat tenaga. Almarhum memiliki kegemaran dalam mempelajari ilmu dan bertabligh. Terkadang pada malam hari beliau menelepon untuk menanyakan suatu permasalahan. Demikian juga beliau mengadakan pertemuan-pertemuan tabligh bersama para penentang dan sanak saudara di rumah beliau.
Almarhum sakit diabetes dan sangat menderita disebabkan karenanya dan ini merupakan penyakit yang mematikan. Beberapa sanak saudara beliau mengatakan mengenai pernyakit beliau ini, ‘Kondisimu ini disebabkan Ahmadiyah. Tinggalkanlah Ahmadiyah, maka kami pada hari kiamat akan memberikan kesaksian yang memihak kepadamu.’ Atas hal ini dengan penuh ghairat beliau berdoa, ‘Ya Allah! Wafatkanlah aku dalam keadaan sebagai Muslim Ahmadi.’”
Jenazah selanjutnya, yang terhormat Din Muhammad Sahid Sahib, pensiunan Mubaligh. Belakangan ini beliau menetap di Kanada. Beliau wafat beberapa hari yang lalu di usia 92 tahun. اِنَّا لِلّٰہِ وَاِنَّآ اِلَیْہِ رَاجِعُوْنَ Innaalillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun.
Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui ayahanda beliau yang mendapatkan taufik baiat pada tahun 1938. Pada 1940 ayahanda beliau membawa beliau menghadiri Jalsah Salanah Qadian, di mana ayahanda beliau terkesan dengan lingkungan pendidikan dan suasana keagamaan di Qadian dan Almarhum sendiri memiliki kesenangan belajar. Melihat hal ini ayahanda Almarhum meninggalkan Almarhum di Qadian pada usia 12 tahun di bawah pengawasan Hadhrat Mir Muhammad Ishaq Sahib (ra) dan kemudian di sana beliau menempuh pendidikan. Pada 1953 beliau meraih gelar syahid dari Jamiah Ahmadiyah.
Beliau bekerja sebagai Mubaligh di berbagai kota di Pakistan. Selama 3-4 tahun beliau mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Missionary in Charge di Kepulauan Fiji. Di Rabwah beliau juga mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Press Secretary untuk waktu yang lama. Beliau selain menulis 4 buku, juga menulis banyak artikel-artikel keilmuan. Beliau sangat hobi bertabligh. Beliau selalu berusaha mencari-cari jalan-jalan pertablighan yang baru. Dengan karunia Allah, beliau seorang Mushi. Di antara yang ditinggalkan, selain dua putra juga 3 putri.
Jenazah berikutnya, yang terhormat Mia Rafiq Ahmad Sahib yang merupakan karyawan kantor Jalsah Salanah. Beliau wafat beberapa hari yang lalu pada usia (ستاسی) 87 tahun. اِنَّا لِلّٰہِ وَاِنَّآ اِلَیْہِ رَاجِعُوْنَ Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Ayahanda beliau bernama Almarhum Basyir Ahmad Sahib. Sebelum berdirinya Pakistan, beliau telah hijrah dari Qadian ke Quetta dan ayahanda beliau mendapatkan taufik sebagai Amir Jemaat Quetta.
Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga Mia Rafiq Sahib melalui kakek beliau Hadhrat Dokter Abdullah Sahib, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as). Pada 1960 Mia Rafiq Sahib meraih BSC di bidang Teknik Mesin dari Engineering College Lahore. Setelah itu beliau bekerja di berbagai departemen.
Kemudian beliau pergi ke Tanzania. Beliau melewati kurang lebih 10-15 tahun di Tanzania. Selain bekerja di sebuah perusahaan, di sana beliau juga mengajar. Di Tanzania beliau juga mendapat taufik berkhidmat sebagai Sekretaris Maal. Pada 1986 beliau mulai berkhidmat di kantor Jalsah Salanah sebagai waqaf arzi dan pada 1987 mulai bekerja sebagai karyawan reguler di kantor Jalsah Salanah. Pada 1989 beliau menjadi waqaf zindegi dan mulai berkhidmat di kantor Jalsah Salanah Rabwah sebagai Nazim Technical Umur di departemen Teknis dan hingga akhir hayatnya beliau menjalankan pengkhidmatan ini. Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsalits (rh) mengatur perjodohan beliau dan Hadhrat Maulana Abul ‘Atha Sahib memimpin pernikahan beliau. Allah Ta’ala menganugerahkan kepada beliau 3 putra dan 1 putri.
Putra beliau menuturkan, “Jika di suatu tempat diperbincangkan hal-hal yang keliru mengenai Jemaat, maka beliau segera menghentikan dan melarangnya. Beliau sangat mencintai Khilafat. Suatu kali di rumah beliau, seorang tamu mengatakan, ‘Tempat tinggal yang Anda dapatkan dari Jemaat sangat kecil. Jika Anda meminta, maka Anda akan mendapatkan yang besar.’
Beliau mengatakan, ‘Jika Jemaat menempatkan saya di tenda sekalipun, saya akan siap untuk menempatinya. Saya tidak akan menuntut.’
Kemudian putra beliau menulis, ‘Setelah kewafatan ayahanda, kami mengetahui keistimewaan beliau bahwa beliau biasa membantu beberapa orang-orang miskin secara diam-diam.’”
Putra bungsu beliau menuturkan, “Beliau rajin tahajud, mencintai Al-Qur’an, berhati lembut, berbicara dengan kasih sayang, amanah, jujur dan masih banyak lagi keistimewaan lainnya. Ayahanda memiliki semangat yang luar biasa dalam ketaatan dan kesetiaan pada khilafat serta menjalankan waqaf. Saya melihat ini dalam diri beliau. Beliau sosok yang sangat baik, melaksanakan setiap tugas dengan penuh kerendahan hati dan menunaikan hak baiatnya dengan penuh kesetiaan. Demikian juga beliau selalu berusaha untuk bagaimana caranya menghemat uang Jemaat dan bagaimana caranya dengan pengeluaran yang minimal dapat meraih manfaat yang maksimal. Beliau mendesain beberapa mesin pembuat roti dan banyak berperan dalam pekerjaan ini di Rabwah.”
Kemudian beliau menulis, “Saya melihat beliau senatiasa sabar dan tabah di masa-masa sulit. Saya seringkali melihat beliau membaca Al-Qur’an di masa-masa sulit. Pada saat sakit dan sebelum kewafatan pun beliau tidak mempedulikan rasa sakitnya. Beliau melakukan setiap pekerjaan dengan amanah dan penuh semangat.” Sebelumnya juga telah disebutkan.
Jenazah selanjutnya, yang terhormat Qanita Zafar Sahibah, istri dari yang terhormat Ihsan Zafar Sahib, mantan Amir Jemaat Amerika. Beliau wafat beberapa hari yang lalu dalam kecelakaan mobil. اِنَّا لِلّٰہِ وَاِنَّآ اِلَیْہِ رَاجِعُوْنَ Innaalillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Beliau lahir pada 1941. Ayahanda beliau adalah Choudry Azam Ali Sahib, pensiunan hakim. Kakek beliau adalah Choudry Faqir Muhammad Sahib yang tak lama setelah partisi mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Nazir Umur ‘Ammah. Beliau sosok yang memiliki banyak keistimewaan dan seorang wanita yang penuh sopan santun. Beliau senantiasa menjalin hubungan kesetiaan dengan Khilafat dan beliau juga sering mengungkapkannya. Almarhumah sangat mencintai Al-Qur’an, sangat mencintai Hadhrat Rasulullah (saw) dan Hadhrat Masih Mau’ud (as). Beliau juga berusaha menimbulkan kecintaan ini dalam diri anak-anak beliau. Dengan karunia Allah Ta’ala beliau seorang Mushiah. Di antara yang ditinggalkan, selain suami juga dua orang putri. Beliau juga mempunyai seorang putra yang wafat beberapa tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan dan beliau dengan sabar menghadapi musibah tersebut.
In’amul Haq Kautsar Sahib, Mubaligh Australia menulis bahwa ketika beliau di Amerika, Almarhumah sangat menyukai kelas-kelas Al-Quran Karim, beliau hadir dengan dawam dan menempuh perjalanan yang jauh untuk hadir. Beliau adalah seorang Dokter PHD, namun karakter beliau sangat sederhana. Beliau sama sekali tidak membanggakan diri atau pamer. Beliau sangat memperhatikan orang-orang miskin dan membutuhkan. Beliau memperlakukan mubaligh layaknya seorang ibu yang penuh kasih sayang dan bersikap sangat takzim dan hormat.
Beliau melaksanakan semua tugas-tugasnya dengan penuh kerendahan hati. Beliau seringkali mengatakan kepada para anggota Lajnah Imaillah, “Letakkanlah sepatu pada tempatnya”, dan jika ada yang tidak meletakkan pada tempatnya maka beliau sendiri akan mengambilnya dan meletakkannya. Selain itu beliau juga mengerjakan tugas kebersihan masjid dan sebagainya dengan penuh kerendahan hati. Beliau sama sekali tidak memiliki sifat takabur atau riya (show off atau pamer). Beliau mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Beliau berperilaku sangat baik. Tidak pernah marah pada siapapun. Beliau bersikap sangat baik kepada setiap orang. Beliau mengatakan labbaik (siap!) kepada setiap seruan Khilafat.
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan maghfiroh dan rahmat kepada semua Almarhum, meninggikan derajat mereka dan memberikan taufik kepada anak keturunan mereka untuk mengikuti jejak langkah mereka.[29]
Khotbah II
الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (نام کتاب : السيرة النبوية – ط مكتبة محمد علي صبيح وأولاده نویسنده : ابن هشام الحميري جلد : 1 صفحه : 211): وأعتق النهدية وبنتها، وكانتا لامرأة من بنى عبد الدار، فمر بهما، وقد بعثهما سيدتهما بطحين لها، وهي تقول: والله لا أعتقكما أبدا! فقال أبو بكررضي الله عنه : حل يا أم فلان ، فقالت : حل ، أنت أفسدتهما فأعتقهما ، قال فبكم هما ؟ قالت : بكذا وكذا ، قال : قد أخذتهما وهما حرتان ، أرجعا إليها طحينها ، قالتا : أو نفرغ منه يا أبا بكر ثم نرده إليها ؟ قال : وذلك إن شئتما ومر بجارية بنى مؤمل ، حي من بنى عدى بن كعب ، وكانت مسلمة ، وعمر بن الخطاب يعذبها لتترك الاسلام ، وهو يومئذ مشرك ، وهو يضربها ، حتى إذا مل قال : إني أعتذر إليك ، إني لم أتركك إلا ملالة ، فتقول : كذلك فعل الله بك ، فابتاعها أبو بكر ، فأعتقها . Tercantum juga dalam (البداية والنهاية – ابن كثير – ج ٩ – الصفحة ٧٥) dan ar-Riyadh an-Nadhirah (الرياض النضرة في مناقب العشرة) karya (المحب الطبري) bab (ذكر من أعتقه أبو بكر ممن كان يعذب في الله عز وجل).
[2] Makarimul Akhlaq karya Ibnu Abid Dunya (مكارم الأخلاق – ابن أبي الدنيا – الصفحة ١٢٥): عن عامر بن عبد الله بن الزبير عن بعض أهله قال قال أبو قحافة لابنه أبي بكر رضي الله تعالى عنه يا بني إني أراك تعتق رقابا ضعافا فلو أنك إذ ما فعلت فعلت أعتقت رجالا جلداء يمنعونك ويقومون دونك قال فقال أبو بكر رضي الله تعالى عنه يا أبه إنما أريد ما أريد قال فيتحدث ما نزلت هؤلاء الآيات إلا فيه وفيما قال لأبيه فأما من أعطى واتقى وصدق بالحسنى إلى آخر السورة . As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (نام کتاب : السيرة النبوية – ط مكتبة محمد علي صبيح وأولاده نویسنده : ابن هشام الحميري جلد : 1 صفحه : 211) atau buku yang sama h. 235 terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, 2001 (السیرة النبویة لابن ہشام صفحہ 236ذکر عدوان المشرکین علی المستضعفین … دار الکتب العلمیة بیروت 2001ء): قال ابن إسحاق : وحدثني محمد بن عبد الله بن أبي عتيق عن عامر ابن عبد الله بن الزبير ، عن بعض أهله قال : قال أبو قحافة لأبي بكر : يا بنى ، إني أراك تعتق رقابا ضعافا ، فلو أنك إذا فعلت [ ما فعلت ] أعتقت رجالا جلدا يمنعونك ويقومون دونك ؟ قال : فقال أبو بكر رضي الله عنه : يا أبت ، إني إنما أريد ما أريد [ يعنى ] الله [ عز وجل ] قال : فيتحدث أنه ما نزل هؤلاء الآيات إلا فيه ، وفيما قال له أبوه : { فأما من أعطى واتقى وصدق بالحسنى } إلى قوله تعالى : { وما لأحد عنده من نعمة تجزى * إلا ابتغاء وجه ربه الأعلى * ولسوف يرضى – 5 إلى 21 من سورة الليل } .
[3] Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (ماخوذازسیدناابوبکرصدیقؓ، شخصیت اورکارنامے، اردوترجمہ صفحہ74); Tafsir al-Qur’an karya Imam al-Alusi, bahasan juz ke-30 surah al-Lail (تفسير الآلوسي – الآلوسي – ج ٣٠ – الصفحة ١٤٨): عن عامر بن عبد الله بن الزبير عن أبيه قال قال أبو قحافة لأبي بكر رضي الله تعالى عنه أراك تعتق رقابا ضعافا فلو أنك إذ فعلت ما فعلت أعتقت رجالا جلدا يمنعونك ويقيمون دونك فقال يا أبه إنما أريد ما أريد فنزلت فأما من أعطى واتقى إلي وما لأحد عنده من نعمة تجزي وأخرج ابن أبي حاتم وأبو الشيخ وابن عساكر عن ابن مسعود قال أن أبا بكر اشترى بلالا من أمية بن خلف ببردة وعشرة أواق فاعتقه فأنزل الله تعالى والليل إذا يغشى إلى قوله سبحانه أن سعيكم لشتى . Tafsir al-Qur’an karya Imam al-Qurthubi, bahasan juz ke-30 surah al-Lail (تفسير القرطبي), (سورة الليل), jilid 2, halaman 3330, penerbit Dar Ibni Hazm, Beirut, 2004 (الجامع لاحکام القرآن لامام القرطبی جلد2 صفحہ3330 سورۃ اللیل دار ابن حزم بیروت 2004ء): قوله تعالى فأما من أعطى واتقى الأولى : قوله تعالى : فأما من أعطى واتقى قال ابن مسعود : يعني أبا بكر – رضي الله عنه – وقاله عامة المفسرين . فروي عن عامر بن عبد الله بن الزبير قال : كان أبو بكر يعتق على الإسلام عجائز ونساء ، قال : فقال له أبو قحافة : أي بني لو أنك أعتقت رجالا جلدا يمنعونك ويقومون معك ؟ فقال : يا أبت إنما أريد ما أريد .
[4] (خطبات محمود جلد 22 صفحہ546-547خطبہ جمعہ فرمودہ 31 اکتوبر 1941ء)
[5] Debacah Tafsirul Qur’an – Pengantar Mempelajari Al-Qur’an (دیباچہ تفسیر القرآن انوار العلوم جلد 20 صفحہ 193۔194)
[6] Sirah al-Halabiyah (نام کتاب : السيرة الحلبية = إنسان العيون في سيرة الأمين المأمون نویسنده : الحلبي، نور الدين جلد : 1 صفحه : 456) bab hijrah pertama ke negeri Habsyah (باب الهجرة الأولى إلى أرض الحبشة وسبب رجوع من هاجر إليها من المسلمين إلى مكة وإسلام عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه)
[7] Kitab syarh az-Zurqani ‘alal Mawahibil Laduniyyah bin Minah al-Muhammadiyah (شرح الزرقانی علی المواہب اللدنیۃ جلد اول صفحہ 503-504،الہجرۃ الاولیٰ الی الحبشۃ، دارالکتب العلمیۃ بیروت 1996ء). tercantum juga dalam ‘Uyunul Atsar karya Ibnu Sayyidin Naas (نام کتاب : السيرة النبوية ( عيون الأثر ) نویسنده : ابن سيد الناس جلد : 1 صفحه : 151), bahasan Hijrah (ذكر الهجرة إلى أرض الحبشة): وروى الواقدي أن خروجهم إليها في رجب سنة خمس من البعثة، وأن أول من هاجر منهم أحد عشر رجلا وأربع نسوة، وأنهم انتهوا إلى البحر ما بين ماش وراكب، فاستأجروا سفينة بنصف دينار إلى الحبشة . Tercantum juga dalam as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Katsir (السيرة النبوية – ابن كثير – ج ٢ – الصفحة ٣); (ابن كثير، البداية والنهاية، ج 4، ص 165), Majmu’ah Rasail Tajusy Syari’ah al-Azhari (مجموعة رسائل تاج الشريعة الأزهري) karya Tajusy Syari’ah Muhammad Akhtar Ridha Khan (تاج الشريعة الإمام الشيخ محمد أختر رضا خان). Fathul Bari syarh Shahih al-Bukhari (فتح الباري شرح صحيح البخاري) karya Ibnu Hajar (أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي): أي هجرة المسلمين من مكة إلى ارض الحبشة وكان وقوع ذلك مرتين وذكر أهل السير ان الأولى كانت في شهر رجب من سنة خمس من المبعث وان أول من هاجر منهم أحد عشر رجلا وأربع نسوة وقيل وامراتان وقيل كانوا اثني عشر رجلا وقيل عشرة وانهم خرجوا مشاة إلى البحر فاستاجروا سفينة بنصف دينار . Diantara para Sahabat yang tercatat dalam berbagai riwayat yang terkadang beda nama bahwa mereka hijrah ke Habsyah di gelombong pertama ialah [1] Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah; [2] Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabiah, bersama istrinya Sahlah, putri Suhail bin Amr bin Amir bin Luay; [3] Zubair bin Awwam; [4] Abu Sabrah bin Abi Raham bin Abdul Uzza al-Amiri dari bani Amir bin Luay; [5] Suhail bin Baidha’ dari bani al-Harits bin Fihr; [6] Abdullah bin Mas’ud; [7] Amir bin Rabiah al-Unzi sekutu yang melakukan perjanjian dengan bani Ady dan istrinya Laili, putri Abu Hatsmah; [8] Mush’ab bin Umair, pengajar Alquran dan seorang pemuda yang tampan dan beraut indah; [9] Utsman bin Mazh’un; [10] Abdurrahman bin Auf dan [11] Abu Salamah bin ‘Abdul Asad beserta istrinya, Ummu Salamah. Hijrah kedua dipimpin oleh sahabat sekaligus sepupu Rasulullah, yaitu Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu anhu dan diikuti lebih dari 101 orang yang terdiri dari 83 pria dan 18 wanita.
[8] Sahih al-Bukhari 3905, Book 63, Hadith 130, Vol. 5, Book 58, Hadith 245, (كتاب مناقب الأنصار) Merits of the Helpers in Madinah (Ansaar) atau keistimewaan para Sahabat Anshar, bab Hijrah Nabi (saw) (باب هِجْرَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ). tercantum juga dalam Sahih al-Bukhari 2297, Kitab Kafalah (صحیح بخاری کتاب الکَفَالۃ بَابُ جِوَارِ أَبِي بَكْرٍ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَقْدِهِ حدیث نمبر 2297); (صحیح البخاری مترجم جلد 4 صفحہ 276 نظارت اشاعت ربوہ); (فرہنگ سیرت صفحہ 57).
[9] ‘Umdatul Qari (عمدۃ القاری جلد 12 صفحہ 185 کتاب الکفالہ باب جوار ابی بکر فی عہد النبیؐ حدیث2297)
[10] Aṭ-Ṭabaqātul-Kubrā, By Muḥammad bin Sa‘d, Volume 1, p. 100, Bābu Dhikri Ḥaṣri Quraisha Rasūlillāhi saw wa Banī Hāshim fish-Sha‘bi, Dārul-Iḥyā’it-Turāthil-‘Arabī, Beirut, Lebanon, First Edition (1996)
[11] As-Sīratun-Nabawiyyah, By Abū Muḥammad ‘Abdul-Malik bin Hishām, p. 256, Bābu Khabriṣ- Ṣaḥīfah, Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (2001); Aṭ-Ṭabaqātul-Kubrā, Volume 1, p. 100, By Ibni Sa‘d, Bābu Dhikri Ḥaṣri Quraisha Rasūlillāhi saw wa Banī Hāshim fish-Sha‘bi, Dārul-Iḥyā’it-Turāthil-‘Arabī, Beirut, Lebanon, First Edition (1996); * Tārīkhuṭ-Ṭabarī, By Abū Ja‘far Muḥammad bin Al-Jarīr Ṭabarī, Volume 2, pp. 236-237, Bābu Dhikril-Khabri ‘ammā kāna min Amri Nabiyyillāhisa ‘inda Ibtidā’illāhi Ta‘ālā……, Dārul-Fikr, Beirut, Lebanon, Second Edition (2002)
[12] Tārīkhuṭ-Ṭabarī, By Abū Ja‘far Muḥammad bin Al-Jarīr Ṭabarī, Volume 2, pp. 236-237, Bābu Dhikril-Khabri ‘ammā kāna min Amri Nabiyyillāhisa ‘inda Ibtidā’illāhi Ta‘ālā……, Dārul-Fikr, Beirut, Lebanon, Second Edition (2002); Aṭ-Ṭabaqātul-Kubrā, By Muḥammad bin Sa‘d, Volume 1, p. 100, Bābu Dhikri Ḥaṣri Quraisha Rasūlillāhi saw wa Banī Hāshim fish-Sha‘bi, Dārul-Iḥyā’it-Turāthil-‘Arabī, Beirut, Lebanon, First Edition (1996); As-Sīratun-Nabawiyyah, By Abū Muḥammad ‘Abdul-Malik bin Hishām, p. 256, Bābu Khabriṣ Ṣaḥīfah, Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (2001)
[13] Seal of the Prophets – Volume I, 230. (سیرت خاتم النبیینؐ از حضرت مرزا بشیر احمد صاحبؓ صفحہ166)
[14] Izalatul Khafa (إزالة الخفاء عن خلافة الخلفاء ج3 ص35-36) atau pada buku yang sama terbitan Qadimi Kutub Khanah Aram Beg, Karachi tercantum pada halaman 39-40 (ازالۃ الاخفاء از حضرت شاہ ولی اللہ اردو ترجمہ اشتیاق احمد دیوبندی جلد3 صفحہ 39-40 قدیمی کتب خانہ آرام باغ کراچی). (سیدنا صدیق اکبرؓ کے شب و روز صفحہ 30). Tercantum juga dalam Kitab as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية (ابن هشام)), yang pertama menjaharkan [membaca nyaring] al-Qur’an (أول من جهر بالقرآن), sajak Abu Thalib (شعر أبي طالب في مدح النفر الذين نقضوا الصحيفة). tercantum juga dalam buku KHADIJAH: Cinta Sejati Rasulullah karya Abdul Mun’im Muhammad Umar, penerjemah Ghozi M, editor Sardjono, Republika Penerbit, Jakarta, cetakan 1, Maret 2017. Ummul Mukminin Khadijah by Abdul Mun’im Muhammad, penerjemah Ghozi M, editor Amal Hayati Zakaria, Grup Buku Karangkraf, Selangor-Malaysia, cetakan 1, 2019. Sahl bin Baidha ialah tokoh Quraisy yang meski bukan atau belum Muslim tapi di Makkah mempelopori agar pemboikotan terhadap umat Muslim dan Bani Hasyim diakhiri.
[15] Jami` at-Tirmidhi 3193, Kitab tentang Tafsir (كتاب تفسير القرآن عن رسول الله صلى الله عليه وسلم), bahasan surah ar-Rum (باب وَمِنْ سُورَةِ الرُّومِ)
[16] Sahih al-Bukhari 1007, Kitab doa meminta hujan (كتاب الاستسقاء), bab doa ‘jadikanlah tahun-tahun mereka seperti tahun-tahun Yusuf’ (باب دُعَاءِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ” اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ “)
[17] ‘Umdatul Qari (عمدة القاري شرح صحيح البخاري), bahasan istisqa (doa meminta hujan, أبواب الاستسقاء), (باب دعاء النبي صلى الله عليه وسلم اجعلها عليهم سنين كسني يوسف) atau buku yang sama pada terbitan Dar Ihya-it Turats al-‘Arabi, 2003 (ماخوذ از عمدة القاری شرح صحیح بخاری جلد 7 صفحہ 46، کتاب الاستسقاء حدیث : 1007 داراحیاء التراث العربی 2003ء).
[18] Chambers’ Encyclopedia, Under the name ‘Heraclius’, p. 321, Vol. 5, Edition (1872). Kemenangan Persia terjadi di bawah Kisra (Maharaja) yang berkuasa sejak 590–628 yaitu Khusrow II (Perwez). Ia memulai invansi pada 602 dan berhasil mencaplok wilayah-wilayah Romawi sebagai berikut: Armenia, kota-kota Dara, Amida dan Edessa di Mesopotamia (Irak), lalu Asia Minor tengah (Turki). Pada invansi kedua di tahun 613, Sharbaraz, jenderal Persia menaklukkan Damaskus dan Yerussalem. Gereja penting di Yerussalem dihancurkan dan Salib Suci dibawa ke Persia.. Selanjutnya, Alexandria (kota penting kedua Romawi dan berada di Mesir) ditaklukan pada 616 dan begitu juga Chalsedon pada 617 oleh Jenderal Shahin dari Persia. Keadaan berbalik di pihak Romawi sejak 623 dimana Kaisar Romawi sendiri bernama Heraklius memimpin penyerangan balik ke pihak Persia. Namun, Maharaja Persia membalas meluncurkan serangan balik hingga mendesak Romawi mencapai dekat ibukota Romawi di Konstantinopel. Pihak Romawi bertahan di bawah Kaisar Heraklius dan kemudian melakukan maneuver yang secara tetap berhasil mengalahkan Persia hingga 70-an mil dekat ibukota Persia pada 628. https://www.britannica.com/biography/Khosrow-II
[19] Surah Ar-Rūm (30:3-7)
[20] In Arabic the word بضع is used to refer to a period between three to nine years. * Aqrabul-Mawāridi Fī Fuṣaḥil-‘Arabiyyati Wash-Shawāridi, By Sa‘īd Al-Khūrī Ash-Shartūnī, Under the root Ba-ḍa-‘a, Dārul-Uswati, Tehran (First Edition)
[21] Sirah Khataman Nabiyyin karya Hadhrat Mirza Basyir Ahmad Shb (ra) halaman 216-217 (ماخوذ از سیرت خاتم النبیین ﷺاز حضرت مرزا بشیر احمد صاحبؓ ایم۔اے صفحہ 216-217) Seal of the Prophets – Volume I, 292 bahasan War between the Roman and Persian Empires and the Prophecy of the Holy Prophet sa. Tercantum dalam Sunan At-Tirmidhī, Kitābut-Tafsīr, Bābu Wa min Sūratir-Rūm, Ḥadīth No. 3193; Tārīkhul-Khamīs, By Ḥusain bin Muḥammad bin Ḥasan Dayār Bakrī, Volume 1, p. 406, Dhikrul-Usārā bi-Badrin, Muwassasatu Sha‘bān, Beirut; Chambers’ Encyclopedia, Under the name ‘Heraclius’, p. 321, Vol. 5, Edition (1872); Chambers’ Encyclopedia, Under ‘Byzantine Empire’, p. 470, Vol. 2, Edition (1872)
[22] Debacah Tafsirul Qur’an – Pengantar Mempelajari Al-Qur’an (دیباچہ تفسیر القرآن۔ انوار العلوم جلد20 صفحہ445)
[23] Izalah Auham (ازالہ اوہام ، روحانی خزائن جلد 3 صفحہ 310-311)
[24] Syarh az-Zurqani (شرح الزرقانی جلد 2 صفحہ72 تا 74، ذکر عرض المصطفیٰ نفسہ علی القبائل…… دارالکتب العلمیۃ بیروت 1996ء). Tuhfatul Ahwadzi (تحفة الأحوذي), Kitab Fadhailil Qur’an (كتاب فضائل القرآن), bab (باب ما جاء كيف كانت قراءة النبي صلى الله عليه وسلم): وقد أخرج الحاكم وأبو نعيم والبيهقي في الدلائل بإسناد حسن “Dikeluarkan oleh al-Hakim, Abu Nu’aim dan al-Baihaqi”. Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi ialah sebuah kitab berisi komentar terhadap kitab Hadits Jami’ut Tirmidzi. Ia ditulis oleh Al-Mubarakfuri., lengkapnya Safiur Rahman bin Abdullah bin Muhammad Akbar bin Muhammad Ali bin Abdul Mumin bin Faqirullah Mubarakfun, Azami. Saifur Rahman lahir pada pertengahan tahun 1942 di Husainabad, sebuah desa berjarak satu mil dari kota industri Mubarakirpur, Kabupaten Azamgarh, Provinsi Utara India. Tercantum juga dalam Fathul Bari (فتح الباري شرح صحيح البخاري), bab Wufudul Anshar (باب وُفُودِ الْأَنْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ وَبَيْعَةِ الْعَقَبَةِ)
[25] Abū Nuʿaym al-Aṣbahānī (d. 1038 CE) – Maʿrifat al-ṣaḥāba (معرفة الصحابة لأبي نعيم الأصبهاني), nama-nama (الأسماء), al-Mutsanna dan Mafruq (الْمُثَنَّى بْنُ حَارِثَةَ الشَّيْبَانِيُّ وَمَفْرُوقُ بْنُ عَمْرٍو الشَّيْبَانِيُّ ذَكَرَهُمَا بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ فِي الصَّحَابَةِ) atau kitab yang sama halaman 309-310 di riwayat nomor 6382, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, 2002 (معرفۃ الصحابۃ لابی نعیم جزء4 صفحہ309-310 روایت نمبر 6382، دارالکتب العلمیۃ بیروت 2002ء) http://hadithtransmitters.hawramani.com/?p=124649#cdb582
[26] al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir (البداية والنهاية – ابن كثير – ج ٣ – الصفحة ١٧٧). Tercantum juga dalam Tafsir al-Manar (تفسير القرآن الحكيم المشهور بتفسير المنار (تفسير محمد رشيد رضا) 1-12 ج8) karya Rasyid Ridha (محمد رشيد رضا ،الشيخ). Tafsir ad-Durrul Mantsur karya as-Suyuthi (تفسير الدر المنثور في التفسير بالمأثور/ السيوطي). Ats-Tsiqaat karya Ibnu Hibban (الثقات – ابن حبان – ج ١ – الصفحة ٨٨); Syarh Nahjil Balaghah (شرح نهج البلاغة – ابن أبي الحديد – ج ٤ – الصفحة ١٢٦); (صحيح السيرة النبوية – ج 2 – بدء البعثة – الهجرة إلى المدينة). (الاكتفاء بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya (أبو الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي)
[27] (ماخوذ از سیدناابوبکرصدیقؓ، شخصیت اورکارنامے ، اردوترجمہ صفحہ82،84)
[28] as-Sirah al-Halbiyah (السیرۃ الحلبیۃ جلد 2 صفحہ 7 باب عرض رسول اللہﷺ نفسہ علی القبائل…… دارالکتب العلمیۃ بیروت 2002ء)
[29] Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Sumber referensi: www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.IslamAhmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab). Al-Fadhl International 07 Januari 2022 (الفضل انٹرنیشنل 07جنوری 2022ءصفحہ5-10)