Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 6)

Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz menguraikan sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pembacaan riwayat dalam kitab Tarikh dan Sirah mengenai pengejaran orang-orang Makkah untuk menangkap Nabi Muhammad (saw) yang tengah mengadakan perjalanan ke Madinah.

Ahli pelacak jejak kaki bernama Suraqah bin Malik mengejar Nabi Muhammad (saw) yang telah pergi dari Makkah. Nabi yang mulia (saw) kemudian menubuatkan [menyampaikan kabar tentang masa depan] Suraqah bahwa suatu hari dia akan mengenakan gelang Chosroes (Husrow, Kisra, gelar Raja Iran) dikarenakan umat Islam akan menguasai Iran.

Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa kejadian tersebut bukan terjadi pada saat perjalanan Hijrah ke Madinah, melainkan pada waktu Rasulullah (saw) kembali dari perang Hunain dan Taif.

Hadhrat Mirza Basyir Ahmad (ra) menulis dalam buku Sirat Khatamun Nabiyyin tentang Suraqah bin Malik. Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) membahas mengenai Suraqah bin Malik.

Para Pencari jejak pulang dengan tangan hampa ke Makkah atas peranan Suraqah juga.

Sebuah Peristiwa di kemah Ummu Ma’bad: Penampakan sebuah Mukjizat.

Pakaian Putih Hadiah dari Zubair bin ‘Awwam yang baru pulang berdagang dari Syam dan berjumpa Nabi (saw) di tengah perjalanan.

Jawaban Hadhrat Abu Bakr (ra) manakala ditanya para kafilah kenalan beliau tentang siapa orang yang bersama beliau, “Beliau pemandu jalan saya.”

Hadhrat Mirza Basyir Ahmad (ra) menulis dalam buku Sirat Khatamun Nabiyyin tentang mengenai riwayat diatas.

Tiba di Quba dalam perjalanan Hijrah ke kota Madinah. Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) membahas mengenai tibanya Nabi (saw) di Quba.

Beberapa riwayat mengenai berapa lama beliau di Quba. Hadhrat Mirza Basyir Ahmad (ra) menulis dalam buku Sirat Khatamun Nabiyyin tentang mengenai riwayat diatas.

Pembacaan Al-Qur’an, Surah at-Taubah, 9:40 dan kaitannya dengan Hijrah Nabi Muhammad (saw) ke Madinah khususnya pembangunan Masjid Quba. Pondasi Diletakkan untuk pembangunan Masjid Quba.

Setelah bermukim selama 10 hingga 14 hari, di hari Jumat, Nabi yang mulia (saw) berangkat menuju Madinah. Sholat Jumat Pertama Nabi (saw) dilaksanakan Wadi Ranunah.

Perubahan Buraidah: awalnya ingin menangkap Nabi (saw) malah tertangkap hatinya pada Islam.

Dari Quba, peristiwa sampainya Rasul yang mulia (saw) di kota Madinah, diriwayatkan oleh Hadhrat Anas Bin Malik. Kegembiraan warga Madinah saat Rasulullah (saw) tiba di Madinah

Penjelasan Hadhrat Mirza Basyir Ahmad (ra) dan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) mengenai Kegembiraan warga Madinah saat Rasulullah (saw) Tiba di Madinah.

Tempat tinggal Hadhrat Abu Bakr (ra) di Sunh, luar pusat kota Madinah dan mata pencaharian beliau di bidang perdagangan.

Hudhur (atba) akan terus menyebutkan lebih lanjut berbagai kejadian dalam masa Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu di khotbah-khotbah mendatang.

Shalat jenazah gaib untuk [1] Almarhum Choudry Ashgar Ali Kalar Sahib yang dipenjara di jalan Allah; [2] Jenazah kedua, Mirza Mumtaz Ahmad Sahib, karyawan Waqalat Ulya di Rabwah (Pakistan).

[3] Jenazah selanjutnya Kolonel Pensiunan Dr. Abdul Khaliq Sahib, mantan administrator Fazli Umar Hospital di Rabwah (Pakistan).

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 14 Januari 2022 (14 Sulh 1401 Hijriyah Syamsiyah/12 Jumadil Akhir 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم

[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ] آمين

Pada khotbah sebelum ini tengah saya bahas mengenai Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra). Dijelaskan berkenaan dengan Suraqah yang pergi untuk menangkap Rasulullah (saw) karena berambisi untuk mendapatkan hadiah. Namun ketika Taqdir Ilahi menghambat rencananya itu, ia memohon kepada Rasulullah (saw) dengan mengatakan, “Jika pemerintahan Anda sudah berdiri nanti, mohon berikan saya jaminan keamanan.” Rasulullah (saw) membuatkan tulisan resmi.

Berkenaan dengan ini terdapat beberapa Riwayat. Berdasarkan satu riwayat disebutkan, “Pada saat Suraqah akan kembali, Nabi yang mulia (saw) bersabda kepadanya, ‘Suraqah, bagaimana keadaanmu nanti Ketika gelang Kisra dipasangkan di tanganmu.’

Suraqah terheran heran lalu berbalik dan berkata, ‘Kisra Bin Hurmuz?’

Rasul bersabda, ‘Ya, benar. Kisra Bin Hurmuz.’

Hal ini sebagaimana pada zaman Kekhalifahan Hadhrat Umar ra dipersembahkan ke hadapan beliau gelang, mahkota dan ikat pinggang Kisra, Hadhrat Umar memanggil Suraqah dan bersabda, ‘Keataskan tanganmu!’  Hadhrat Umar memakaikan gelang di tangan Suraqah. Beliau bersabda, ‘Ucapkanlah, “Segala puji bagi Allah yang telah mengambil kedua benda ini dari Kisra dan menganugerahkannya.”’”[1]

Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa kejadian tersebut bukan terjadi pada saat perjalanan Hijrah ke Madinah, melainkan pada waktu Rasulullah (saw) kembali dari perang Hunain dan Taif. Pada saat itu Suraqah Bin Malik menerima Islam di daerah Juranah, Juranah merupakan nama sebuah sumur yang terletak di dekat Makkah di jalan antara Makkah dan Taif. Beliau (saw) bersabda kepada Suraqah, “Bagaimana keadaanmu nanti ketika mengenakan gelang milik Kisra?”[2]

Berkenaan dengan hal ini Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menulis dalam Sirat Khatamun Nabiyyin sebagai berikut, “Ketika jarak perjalanan belum terlalu jauh, Hadhrat Abu Bakr melihat ada orang yang membuntuti dengan mengendarai kuda. Melihat itu Hadhrat Abu Bakr merasa khawatir dan berkata, ‘Wahai Rasulullah (saw)! Ada orang yang membuntuti kita.’

Rasul bersabda, ‘Tidak perlu khawatir, Allah bersama kita.’[3]

Orang yang membuntuti itu ternyata adalah Suraqah Bin Malik yang menuturkan sendiri kejadian ketika membuntuti Rasulullah (saw). Ia berkata, ‘Setelah Rasulullah (saw) pergi meninggalkan Makkah, Kuffar Quraisy mengumumkan, “Siapa ada yang bisa menangkap Muhammad (saw) atau Abu Bakr hidup atau mati, akan diberikan hadiah yang banyak.” Pesan tersebut sampai kepada kami melalui penyampai pesan. Setelah itu, suatu hari saya tengah duduk di dalam majlis kaum saya Banu Mudlij, ada salah seorang dari kaum Quraisy yang menghampiri kami dan berkata kepada saya, “Baru saja saya lihat beberapa orang dari jauh yang tengah menuju pantai. Saya mengira itu adalah Muhammad (saw) dan kawannya.” Saya (Suraqah) langsung paham bahwa itu pasti mereka.’”

Selanjutnya Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menjelaskan lebih lanjut berkaitan dengan ketika Suraqah membuntuti Nabi (saw), undian nasib yang dilakukannya tidak berpihak padanya dan terperosoknya kudanya, “Suraqah menuturkan, ‘Disebabkan oleh apa yang menimpa saya itu, saya meyakini orang ini – yaitu Nabi Muhammad (saw) – pada akhirnya akan mendapatkan kemenangan. Alhasil, dengan cara damai saya berkata kepada beliau (saw), “Kaum anda telah menetapkan hadiah yang begitu besar jika ada yang bisa membunuh atau menangkap anda sehingga orang-orang pun bermaksud untuk itu. Saya pun datang dengan membawa iradah yang sama, namun kini saya akan pulang.”’ Lalu Suraqah menjelaskan lebih lanjut.”

Selanjutnya, dalam menjelaskan nubuatan gelang yang akan dikenakan kepada Suraqah, Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menulis, “Ketika Suraqah akan beranjak Kembali, Rasulullah (saw) bersabda kepadanya, ‘Suraqah, bagaimana keadaanmu nanti ketika gelang Kisra dipasangkan di tanganmu.’

Suraqah terheran heran lalu berbalik dan berkata, ‘Kisra Bin Hurmuz Raja Iran?’

Rasulullah (saw) bersabda, ‘Ya, benar.’

Mata Suraqah terbuka lebar. Mungkinkah seorang Badui Gurun Arab mengenakan gelang milik raja Iran. Namun, perhatikan manifestasi Kudrat Kebenaran yakni ketika Iran ditaklukan pada zaman Hadhrat Umar dan khazanah Kisra berpindah tangan kepada umat Islam sebagai ghanimah, gelang Kisra pun tiba di Madinah bersama dengan harta ghanimah lainnya. Hadhrat Umar memanggil Suraqah yang telah baiat pada peristiwa Fatah Makkah lalu meminta supaya gelang Kisra yang dipenuhi dengan perhiasan berharga dipasangkan di tangan Suraqah di hadapan beliau sendiri.”[4]

Dalam menjelaskan peristiwa tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Penduduk Makkah mengumumkan barangsiapa yang berhasil menangkap Muhammad (shallaLlahu ‘alaihi wa sallam) atau Abu Bakr (ra) maka akan dihadiahi 100 unta betina. Pengumuman tersebut disebarkan ke kabilah-kabilah sekitar Makkah. Suraqah Bin Malik, seorang pemuka Arab Badui mengejar Rasulullah (saw) guna mendapatkan hadiah tersebut. Dalam pencarian tersebut dia mendapati Rasulullah (saw) di jalan menuju Madinah, Ketika Suraqah melihat dua unta dan pengendaranya dan yakin bahwa mereka adalah Rasulullah (saw) dan kawannya lalu ia mempercepat kudanya.

Kemudia Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan seluruh kejadian yakni terperosoknya kuda dan undian yang tidak berpihak pada Suraqah. Beliau (ra) bersabda, “Suraqah berkata, ‘Rasulullah (saw) terus mengendarai unta dengan penuh wibawa. Beliau (saw) bahkan tidak menoleh untuk melihat saya. Namun Abu Bakr terus mengarahkan pendangannya ke arah saya karena khawatir jangan sampai melukai Rasulullah (saw).’”

Setelah menjelaskan peristiwa tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis, “Pada waktu Suraqah hendak berbalik pulang, bersamaan dengan itu Allah Ta’ala memperlihatkan kabar gaib kepada beliau (saw) tentang keadaan Suraqah di masa depan. Allah Ta’ala memperlihatkan kepada Rasulullah (saw) melalui kabar gaib keadaan masa depan apa yang akan menimpa Suraqah?

Sesuai dengan itu, Nabi (saw) bersabda kepadanya, ‘Suraqah, bagaimana keadaan engkau ketika cincin Kisra berada di tangan engkau?’

Suraqah heran dan bertanya, ‘Kisra bin Hurmuz, raja Iran?’

Beliau bersabda, ‘Iya.’

Nubuatan beliau ini tergenapi kata demi kata setelah 16 tahun. Suraqah menjadi Muslim dan datang ke Madinah. Setelah kewafatan Rasul yang mulia (saw), pertama Hadhrat Abu Bakr, kemudian Hadhrat Umar menjadi khalifah.

Melihat kemegahan Islam yang terus meningkat, orang-orang Iran mulai menyerang kaum Muslimin. Namun, bukannya dapat menginjak-injak Islam, mereka sendiri dihimpit dalam menghadapi Islam. Orang-orang Iran mulai melakukan serangan-serangan tapi malahan daerah kekuasaan Kisra yang dirampas oleh injakan kuda lasykar Islam. Khazanah (harta perbendaharaan) orang-orang Iran berada dalam genggaman kaum Muslimin. Diantara harta pemerintahan Iran yang berada dalam genggaman lasykar Islam ialah cincin yang selalu dipakai Kisra pada saat bertakhta sesuai dengan tradisi kerajaan Iran.

Setelah Suraqah menjadi Muslim, peristiwa yang dihadapinya sewaktu hijrah Rasul yang (saw), dia ceritakan kepada kaum Muslimin dengan sangat bangga. Orang-orang Islam tahu bahwa Rasulullah (saw) bersabda kepadanya, كَيْفَ بِكَ إِذَا لَبِسْتَ سِوَارَيْ كِسْرَى؟ ‘Suraqah, bagaimana keadaan engkau ketika cincin Kisra berada di tangan engkau?’[5]

Ketika harta ghanimah dibawa dan diletakkan di depan Hadhrat Umar dan beliau melihat cincin Kisra berada di dalamnya, semua gambaran itu tampak di depan beliau, Hadhrat Umar dan di depan mata.

Itulah saat kelemahan dan ketidakberdayaan ketika Rasulullah (saw) terpaksa harus meninggalkan tanah kelahiran dan pergi ke Madinah, Suraqah dan orang lain melarikan kuda di belakang beliau dan mengantarkan beliau dalam keadaan hidup ataupun mati sampai orang-orang Makkah, mereka akan memiliki 100 unta dan saat itu beliau berkata kepada Suraqah: Suraqah, bagaimana keadaan engkau ketika cincin Kisra berada di tangan engkau, betapa agung nubuatan itu; betapa jelas kabar gaib itu; betapa nyata kabar gaib itu.

Hadhrat Umar melihat cincin Kisra di depannya, kuasa Tuhan beralih ke hadapan mata beliau. Beliau berkata, ‘Panggillah Suraqah!’

Suraqah dipanggil, lalu Hadhrat Umar memerintahkan kepadanya supaya memakai cincin Kisra di tangannya.[6]

Suraqah berkata, ‘Hai khalifah Rasulullah (saw), memakai emas dilarang bagi kaum Muslimin.’

Hadhrat Umar bersabda, ‘Memang dilarang. Betul sekali. Dilarang bagi kaum laki-laki memakai emas. Namun, bukan untuk kesempatan-kesempatan itu. Sekarang bukan kesempatan untuk dilarang. Allah Ta’ala telah memperlihatkan kepada Muhammad Rasulullah (saw) cincin emas berada di tanganmu. Apakah kamu akan memakai cincin ini ataukah saya harus memberi hukuman kepadamu karena sekarang nubuatan ini telah tergenapi dan bagian yang lainnya pun kamu harus genapkan.’

Kritikan Suraqah disebabkan masalah syariat semata. Jika tidak, dia sendiri ingin menyaksikan nubuatan Rasulullah (saw) tergenapi. Suraqah memakai cincin itu di tangannya dan kaum Muslimin menyaksikan nubuatan agung tersebut tergenapi dengan mata kepala sendiri.”[7]

Diriwayatkan juga bahwa dalam perjalanan pulang, ada kafilah Quraisy yang tengah memburu Rasulullah (saw) juga, bertanya kepada Suraqah. Namun, tidak hanya Suraqah tidak memberitahukan apa-apa perihal Rasulullah (saw), bahkan Suraqah pun mengatakan seseuatu yang membuat para pemburu itu balik pulang.[8]

Dalam perjalanan hijrah tersebut, ada kisah Ummu Ma’bad. Selama perjalanan hijrah Kafilah Rasulullah (saw) melewati sebuah kemah lalu berhenti guna mencari perbekalan. Kemah itu adalah milik Ummu Mabad. Nama asli Ummu Mabad adalah Atikah Binti Khalid, berasal dari ranting Khuzaah, Bani Kaab. Beliau adalah adik Hadhrat Khubaisy Bin Khalid yang mendapatkan kemuliaan sebagai sahabat dan juga meriwayatkan.

Suami Ummu Mabad bernama Abu Mabad. Dikatakan bahwa beliau juga pernah meriwayatkan (hadis) dari Rasulullah (saw). Beliau wafat pada masa kehidupan Rasulullah (saw). Nama asli Abu Mabad tidak diketahui. Kemah Ummu Mabad berada di daerah Qudaid. Qadid merupakan nama kampung di dekat Makkah yang berjarak beberapa mil dari Rabiq terletak di sebelah selatan. Di daerah itulah terdapat patung berhala terkenal bernama Manat. Penduduk Madinah dahulunya selalu menyembah patung tersebut.[9]

Ummu Mabad adalah seorang wanita pemberani dan tangguh. Beliau biasa duduk duduk di pekarangan kemahnya. Beliau biasa memberikan makan dan minum kepada orang-orang yang lewat di sekitar itu. Rasulullah (saw) dan kafilah beliau menanyakan perihal daging dan kurma kepada Ummu Mabad untuk membelinya. Namun, saat itu makanan tersebut tidak ada pada Ummu Mabad. Pada masa itu kaum Ummu Mabad tengah ditimpa kemiskinan karena masa kekeringan.

Ummu Mabad berkata, “Jika saya memiliki sesuatu, saya tidak akan menyembunyikannya dari kalian.”

Seekor kambing betina di pojok kemah terlihat oleh Rasulullah (saw). Rasul bertanya, “Wahai Ummu Mabad, bagaimana kondisi kambing ini?”

Ia berkata, “Kambing ini telah tertinggal dari kawan-kawannya disebabkan karena ia lemah.” Maksudnya, sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk digembala bersama ternak lainnya.

Rasul bersabda, “Apakah ia bisa memberikan susu?”

Ia menjawab, “Bahkan jauh lebih lemah lagi dari itu, tidak mungkin dapat memberikan susu.”

Rasul bertanya, “Apakah Anda mengizinkan jika saya memerah susunya?”

Ia menjawab, “Jika menurut Anda bisa memberikan susu, silahkan saja perah, saya tidak keberatan.”

Rasulullah (saw) pun meminta agar kambing itu didekatkan, kemudian beliau mengusapkan tangan beliau didadanya lalu menyebut nama Allah Ta’ala dan berdoa untuk Ummu Mabad agar diberikan keberkatan pada kambingnya ini. Kambing tersebut berdiri dengan tenang di depan beliau dan mengeluarkan banyak susu dan mulai makan. Rasulullah (saw) meminta sebuah wadah yang besarnya dapat mengenyangkan beberapa orang.

Beliau memerah susu yang banyak hingga busanya sampai ke atas. Beliau meminta Ummu Mabad untuk meminumnya hingga puas lalu memberikannya juga kepada kawan-kawan beliau hingga puas dan pada akhirnya beliau sendiri yang minum susunya. Bersabda, سَاقِي القَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا ‘Saaqil qaumi aakhiruhum syurban’ – “Pemberi minum suatu kaum minum pada urutan terakhir.”[10]

Setelah selang beberapa saat Rasulullah (saw) memerah susunya lagi ke dalam wadah tadi hingga penuh dan memberikannya kepada Ummu Mabad. Kemudian beliau (saw) membeli kambingnya dan berangkat melanjutkan perjalanan.[11]

Tertulis dalam riwayat bahwa di satu sisi pertolongan Allah Ta’ala menyertai Nabi Akram (saw) dan teman safar beliau yang rela mengorbankan segalanya demi beliau yakni Hadhrat Abu Bakr dengan kata lain mereka melakukan perjalanan di bawah naungan para malaikat pelindung. Sementara di sisi lain tampaknya penduduk Makkah masih belum menyerah. Mereka terus-menerus memburu beliau sebagaimana ketika satu grup Quraisy mencari-cari Rasulullah (saw), mereka tiba di kemah Ummu Mabad lalu turun dari kendaraan mereka dan langsung menanyakan perihal Rasulullah (saw).

Ummu Mabad berfikir sejenak dan berkata, “Kalian menanyakan sesuatu yang saya tidak pernah mendengarnya dan tidak juga paham apa yang kalian inginkan.”

Ketika mereka ingin bersikap keras dalam bertanya, maka wanita pemberani itu berkata, “Jika kalian tidak beranjak dari sini, aku akan memanggil orang-orang kabilahku.”

Mereka mengenal kedudukan wanita tersebut sehingga memilih untuk kembali.[12]

Ketika Rasulullah (saw) masih dalam perjalanan, beliau berjumpa dengan Hadhrat Zubair yang tengah bersama dengan kafilah Muslim dalam perjalanan pulang ke Makkah setelah berdagang di Syam. Hadhrat Zubair memakaikan kain putih kepada Rasulullah (saw) dan Hadhrat Abu Bakr.[13]

Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menulis menjelaskan pertemuan tersebut, “Hadhrat Rasulullah (saw) berjumpa dengan Hadhrat Zubair Bin Al-Awwam di perjalanan yang tengah bersama kafilah kecil Muslim dalam perjalanan pulang ke Makkah setelah berdagang di Syam. Hadhrat Zubair memakaikan sepasang kain putih kepada Rasulullah (saw) dan Hadhrat Abu Bakr dan berkata, ‘Saya akan segera menyusul Anda ke Madinah dari Makkah nanti.’”[14]

Di dalam satu riwayat Bukhari disebutkan bahwa kadang ada juga ketika melewati suatu jalan beberapa kafilah dagang yang pernah berjumpa dengan Hadhrat Abu Bakr (ra) di jalan jalan yang dilewati disebabkan oleh seringnya melakukan perjalanan dagang. Mereka bertanya, يَا أَبَا بَكْرٍ، مَنْ هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْكَ “Wahai Abu Bakr, siapakah orang yang bersama Anda?”

Hadhrat Abu Bakr menjawab, هَذَا الرَّجُلُ يَهْدِينِي السَّبِيلَ “Beliau adalah pemandu jalan untuk saya” yang maksudnya “Ini adalah sosok yang memberi jalan petunjuk kepada saya.” قَالَ فَيَحْسِبُ الْحَاسِبُ أَنَّهُ إِنَّمَا يَعْنِي الطَّرِيقَ، وَإِنَّمَا يَعْنِي سَبِيلَ الْخَيْرِ Orang-orang menganggap beliau (saw) sebagai guide atau pemandu dalam perjalanan’, sementara itu yang dimaksud Hadhrat Abu Bakr adalah jalan petunjuk (hidayah).[15]

Terkait hal ini, Hadhrat Mirza Basyir Ahmad Sahib menulis, “Hadhrat Abu Bakr, yang berprofesi sebagai saudagar, beliau telah berkali-kali melewati jalan tersebut; oleh karena itu banyak orang yang saat itu mengenali beliau, namun mereka tidak mengenal Rasulullah (saw). Oleh karena itu, mereka bertanya kepada Abu Bakr bahwa siapakah orang yang ada di hadapan beliau. Hadhrat Abu Bakr bersabda, هَذَا الرَّجُلُ يَهْدِينِي السَّبِيلَ ‘Ini adalah sosok Hadi ‘Pemberi petunjuk’ bagi saya.’ Mereka menganggap bahwa mungkin beliau (saw) adalah pembimbingyang menyertai Hadhrat Abu Bakr untuk memberitahu jalan, namun yang dimaksud Hadhrat Abu Bakr adalah hal lain.“[16]

Terkait:   Keteladanan para Sahabat Nabi Muhammad seri-81

Terkait tibanya beliau di tujuan perjalanan, tertera, “Setelah menempuh 8 hari perjalanan, dengan pertolongan Tuhan, pada hari Senin beliau tiba di Quba, di jalan memasuki Madinah.”

Di dalam hadits tertera bahwa Nabi (saw) lahir di hari Senin, keluar dari Makkah di hari Senin, tiba di Madinah pada hari Senin, dan di hari Senin pulalah beliau (saw) wafat.[17]

Quba adalah nama sebuah sumur, yang karenanya permukiman di sekitarnya pun masyhur dengan nama Quba, yaitu tempat tinggal satu kabilah Ansar, Banu Amru bin Auf.[18] Desa Quba ini terletak 2 Mil dari Madinah (sebagaian berpendapat 3 Mil dari Madinah), dan disebut juga dengan nama Aliyah.[19]

Tatkala para penduduk Madinah mendengar perihal keberangkatan Rasulullah (saw) dari Mekkah, maka setiap pagi mereka kerap pergi hingga Harrah untuk menunggu beliau. (Madinah terletak diantara dua Harrah. Harrah berarti tanah yang hitam dan berbatu. Di sisi timur Madinah terdapat Harrah Waqim, yang disebut juga dengan Harrah Banu Quraiza, dan yang kedua bernama Harratul Wabrah yang berada sejauh 3 mil di sisi barat Madinah)

Mereka pun pulang saat tiba terik siang hari. Pagi hari mereka pergi dan menanti beliau lalu kembali saat siang hari. Satu hari mereka yakni penduduk Madinah menunggu cukup lama lalu kembali. Tatkala mereka tiba di rumah, ada seorang Yahudi yang naik ke atas salah satu dari benteng-benteng mereka untuk pekerjaan tertentu lantas ia melihat beliau, maksudnya ia melihat Rasulullah (saw) beserta sahabat beliau yang tengah mengenakan baju putih.[20] Ketika fatamorgana berangsur lenyap dari pandangannya, orang Yahudi itu tidak sanggup lagi menahan diri dan menyeru dengan lantang, يَا مَعَاشِرَ الْعَرَبِ هَذَا جَدُّكُمُ الَّذِي تَنْتَظِرُونَ “Wahai orang-orang Arab, itu adalah pemimpin kalian yang senantiasa kalian nantikan.”

Mendengarnya, orang-orang Muslim menyandang senjata-senjata mereka dan bergegas ke Harrah untuk berjumpa Rasulullah (saw). Beliau (saw) bersama mereka mengambil arah kanan dan turun di permukiman Banu Amr bin Auf.

Saat itu adalah hari Senin dan bulan Rabiul Awwal. Hadhrat Abu Bakr berdiri di hadapan segenap orang sementara Rasulullah (saw) tiba seraya diam. Diantara kaum Ansar ada orang-orang yang belum mengenal Rasulullah (saw) sehingga mereka pun mengucapkan salam kepada Hadhrat Abu Bakr. Hingga sinar matahari pun tertuju pada Rasulullah (saw). Hadhrat Abu Bakr maju ke arah beliau dan menaungi beliau (saw) dengan kain. Saat itu orang-orang pun akhirnya mengenal Rasulullah (saw).

Kemudian Rasulullah (saw) bermalam di permukiman Banu Amr bin Auf hingga 10 malam lebih – atau menurut satu riwayat lain di Bukhari, beliau tinggal selama 14 malam – dan beliau mendirikan masjid yang dilandasi dengan takwa, dan di dalamnya beliau menunaikan shalat.[21]

Menurut riwayat di dalam Bukhari tersebut, Rasulullah (saw) bermukim di Quba selama 10 malam lebih. Menurut riwayat lain, Rasulullah (saw) tinggal selama 4 hari yaitu Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis di Banu Amr bin Auf yakni di Quba, dan di hari Jumat beliau berangkat menuju Madinah. Di dalam satu riwayat lain tertera bahwa beliau bermukim selama 12 malam.[22]

Tentang kedatangan Rasulullah (saw) di Quba ini, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Setelah memulangkan Suraqah dan menempuh beberapa titik perjalanan, Rasul yang mulia (saw) pun tiba di Madinah. Penduduk Madinah sudah tidak sabar dan terus menunggu beliau. Keberuntungan apa lagi bagi mereka yang melampaui ini, yaitu matahari yang terbit untuk Mekkah itu kini telah terbit bagi orang-orang Madinah?

Saat mereka mendengar kabar bahwa Rasul yang mulia (saw) sudah tidak ada di Mekkah, semenjak itulah mereka yakni penduduk Madinah terus menanti beliau. Setiap harinya kafilah mereka berangkat ke luar hingga beberapa mil jauhnya untuk mencari beliau dan kembali lagi di waktu sore dengan kecewa. Tatkala beliau (saw) tiba di dekat Madinah, awalnya beliau memutuskan untuk bermukim di Quba, satu desa di dekat Madinah. Ada seorang Yahudi yang melihat unta beliau dan beranggapan bahwa ini merupakan kafilah Muhammad Rasulullah (saw). Ia naik ke atas bukit dan menyeru, ‘Wahai keturunan Qaylah! (Qaylah adalah nenek moyang penduduk Madinah. Jadi, orang-orang Madinah pun disebut dengan keturunan Qaylah) sosok yang kalian nantikan itu telah datang.’[23] Seketika mendengar suara itu, setiap orang di Madinah berlari menuju Quba. Penduduk Quba berpikir bahwa sosok Nabi Allah telah datang untuk menetap bersama mereka sehingga mereka sangat berbahagia.

Di kesempatan itu ada satu hal yang membuktikan betapa tingginya kesahajaan Rasulullah (saw). Sebagian besar penduduk Madinah belum mengenal wajah beliau. Tatkala beliau (saw) ada di luar Quba dan tengah duduk di bawah satu pohon, sementara orang-orang Madinah berlari-lari untuk mendatangi beliau; karena Rasulullah (saw) yang saat itu tengah duduk dengan penuh kesahajaan sehingga beberapa diantara mereka yang tidak mengenal beliau, setelah melihat Hadhrat Abu Bakr, (meskipun Hadhrat Abu Bakr lebih muda, namun janggut beliau sudah memutih, dan pakaian yang beliau kenakan tampak lebih baik dari Rasulullah (saw)) maka mereka menganggap bahwa Abu Bakr-lah Rasulullah (saw) itu dan mereka duduk di hadapan beliau dengan segala hormat. Tatkala Hadhrat Abu Bakr melihat hal ini, ia paham bahwa mereka telah keliru. Beliau dengan segera membentangkan kain dan membelakangi sinar matahari seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah (saw), Tuan tengah terkena terik matahari. Saya akan menaungi Tuan.’ Dengan cara tidak langsung ini, beliau telah memperlihatkan kepada mereka kekeliruan mereka itu.”[24]

Seraya menjelaskan peristiwa itu secara rinci, Hadhrat Mirza Basyir Ahmad Sahib menulis satu riwayat dari Sahih Bukhari, “Di dalam Bukhari, diriwayatkan oleh Bara’ bin ‘Azib, ثُمَّ قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَمَا رَأَيْتُ أَهْلَ الْمَدِينَةِ فَرِحُوا بِشَىْءٍ فَرَحَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‘Kegembiraan seperti yang dialami oleh golongan Anshar pada waktu kedatangan Rasulullah (saw) di Madinah, tidak pernah saya lihat pada kesempatan mana pun juga.’”[25]

Sunan at-Tirmidzi dan Ibnu Majah mencantumkan riwayat dari Anas bin Malik dimana beliau bersabda, ‘Tatkala Rasulullah (saw) tiba di Madinah, kami merasa bahwa Madinah telah terang benderang untuk kita, dan tatkala beliau wafat, maka tidak tampak bagi kami ada hari yang lebih gelap gulita lagi di Madinah dari hari itu.’[26]

Setelah bertemu dengan mereka yang menyambut, Rasulullah (saw) atas dasar pemikiran tertentu, (karena hal ini tidak dirinci di dalam sejarah) beliau tidak langsung masuk ke kota Madinah, namun beliau menuju ke arah kanan, ke daerah permukiman atas Madinah yaitu tempat bernama Quba yang berjarak 2,5 mil dari pusat kota Madinah.

Di tempat ini, tinggal beberapa keluarga dari golongan Ansar, dimana diantara mereka yang terpandang adalah keluarga Amr bin Auf, yang pada masa itu dipimpin oleh Kultsum bin Alhidam. Kaum Ansar di Quba menerima beliau dengan sangat suka cita, dan beliau bermukim di kediaman Kutsum bin Alhidam.

Golongan Muhajirin yang tiba di Madinah sebelum beliau (saw) pun sebagian besar saat itu bermukim di kediaman Kultsum bin Alhidam dan di beberapa tokoh Ansar lainnya. Tampaknya inilah alasan mengapa beliau pertama lebih memilih untuk bermukim di Quba.

Dengan segera kabar kedatangan beliau pun telah menyebar di seluruh kota Madinah, dan segenap Muslim mulai datang berduyun-duyun dengan gejolak semangat penuh sukacita menuju ke tempat kediaman beliau.[27]

Mengenai berdirinya Masjid Quba, tertera bahwa di saat Rasul yang mulia (saw) bermukim di Quba, beliau pun mendirikan satu masjid yang bernama Masjid Quba.

Tertera di Sahih Bukhari, فَلَبِثَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ بِضْعَ عَشْرَةَ لَيْلَةً وَأُسِّسَ الْمَسْجِدُ الَّذِي أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى، وَصَلَّى فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “Rasulullah (saw) bermukim selama lebih dari 10 malam di permukiman Banu Amr bin Auf, dan beliau mendirikan suatu masjid yang dilandasi atas ketakwaan dan Rasulullah (saw) menunaikan shalat di dalamnya.[28]

Di dalam sebuah riwayat tertera, وَأَنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسّسَهُ لِبَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ، ثُمّ انْتَقَلَ إلَى الْمَدِينَةِ، وَذَكَرَ ابْنُ أَبِي خَيْثَمَةَ أَنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَسّسَهُ، كَانَ هُوَ أَوّلَ مَنْ وَضَعَ حَجَرًا فِي قِبْلَتِهِ، ثُمّ جَاءَ أَبُو بَكْرٍ بِحَجَرِ فَوَضَعَهُ، ثُمّ جَاءَ عُمَرُ بِحَجَرِ فَوَضَعَهُ إلَى حَجَرِ أَبِي بَكْرٍ، ثُمّ أَخَذَ النّاسُ فِي الْبُنْيَانِ. فِي الْخَطّابِيّ عَنْ الشّمُوسِ بِنْتِ النّعْمَانِ [بْنِ عامر ابن مُجْمِعٍ الْأَنْصَارِيّةِ] قَالَتْ: كَانَ النّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَنَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ يَأْتِي بِالْحَجَرِ قَدْ صَهَرَهُ إلَى بَطْنِهِ، فَيَضَعُهُ فَيَأْتِي الرّجُلُ يُرِيدُ أَنْ يُقِلّهُ فَلَا يَسْتَطِيعُ حَتّى يَأْمُرَهُ أَنْ يَدَعَهُ وَيَأْخُذَ غَيْرَهُ “Rasulullah (saw) mendirikan pondasi masjid untuk Banu Amr bin Auf. Tatkala beliau (saw) meletakkan pondasinya, pertama beliau meletakkan satu batu di sisi arah kiblat lalu Hadhrat Abu Bakr mengambil satu batu dan meletakkannya, lalu Hadhrat Umar mengambil satu batu dan meletakkannya di dekat batu yang diletakkan Hadhrat Abu Bakr, lalu segenap orang pun sibuk dalam membangun masjid tersebut.

Ketika pembangunan Masjid Quba berlangsung, Nabi yang mulia (saw) mengangkat satu batu yang beliau lekatkan dengan perut beliau (itu adalah batu yang sangat berat) lalu beliau meletakkannya. Ada seorang yang datang dan ingin mengangkatnya, namun ia tidak sanggup mengangkatnya. Atas hal ini, beliau (saw) memerintahkan untuk membiarkannya dan bersabda agar diambilkan batu yang lain.[29]

Tentang Masjid Quba, tertera [dalam sebuah Hadits] bahwa inilah masjid yang saat itu dibangun atas landasan takwa. Namun, dalam riwayat-riwayat lain tertera Masjid Nabawi-lah yang dimaksud telah didirikan diatas landasan takwa itu.

Di dalam Sirat Halabiyah tertera, أسس في قباء المسجد الذي أسس على التقوى أي الذي نزلت فيه الآية، و صلى فيه رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلمقال في الهدى: و لا ينافي هذا قوله (صلى اللّه عليه و سلم) «و قد سئل عن المسجد الذي أسس على التقوى فقال: مسجدكم هذا، و أشار لمسجد المدينة» أي و في رواية «فأخذ حصاة فضرب به الأرض، و قال مسجدكم هذا» يعني مسجد المدينة، لأن كلا منهما مؤسس على التقوى هذا كلام هو يوافقه ما نقل عن ابن عباس رضي اللّه تعالى عنهما أنه كان يرى كل مسجد بني المدينة الشاملة لقباء أسس على التقوى: أي لكن الذي نزلت فيه الآية مسجد قباء “Kedua riwayat tersebut tidak saling bertentangan, karena masjid-masjid tersebut, keduanya telah didirikan atas dasar takwa. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Hadhrat Ibnu Abbas (r.anhuma). Di dalam riwayat, Hadhrat Ibnu Abbas berpendapat seluruh Masjid di Madinah – yang di dalamnya pun termasuk Masjid Quba – telah didirikan di atas dasar ketakwaan, namun yang berkaitan dengan saat turunnya ayat tersebut [Surat At Taubah (9:108)] adalah Masjid Quba.”[30]

Setelah bermukim selama 10 hingga 14 hari, di hari Jumat, Nabi yang mulia (saw) berangkat menuju Madinah. Di dalam perjalanan, saat beliau sampai di permukiman Banu Salim bin Auf, tiba waktu shalat Jumat. Beliau (saw) dengan segenap kaum Muslim melaksanakan Shalat Jumat di Masjid Wadi Ranunah, dan mereka saat itu berjumlah 100 orang. Wadi Ranunah terletak di arah selatan Madinah. Semenjak peristiwa beliau (saw) menunaikan shalat Jumat di Masjid tersebut, masjid itu pun mulai dikenal dengan nama Masjidul Jum’ah. Ini adalah jumat pertama Rasulullah (saw) di Madinah.[31] Mungkin Masjid ini dibangun setelahnya dan masjid ini dinamakan demikian karena merupakan tempat beliau (saw) pernah shalat Jumat.

Kemudian tertera bahwa setelah menunaikan shalat Jumat, Rasulullah (saw) berangkat ke Madinah dengan mengendarai unta beliau. Saat itu beliau meminta Hadhrat Abu Bakr untuk duduk di belakang beliau.[32]

Karena tamak akan imbalan hadiah, banyak orang yang berupaya mengejar beliau (saw). Di dalam buku-buku sejarah tertera satu peristiwa: Buraidah bin Husaib menerangkan, “Tatkala kaum Quraisy telah menetapkan imbalan sebesar 100 unta bagi mereka yang dapat membawa Nabi yang mulia (saw) baik hidup maupun mati, sikap tamak pun membuat saya tertarik untuk melakukannya. Saya keluar bersama 70 orang dari Banu Sahm dan bertemu dengan beliau. Beliau (saw) bertanya, ‘Siapa Anda?’

Saya menjawab, ‘Buraidah.’

Mendengarnya, beliau (saw) menengok pada Hadhrat Abu Bakr dan bersabda, ‘Wahai Abu Bakr, masalah kita telah reda dan usai.’

Rasulullah (saw) bertanya, ‘Dari kabilah manakah Anda?’

Saya menjawab, ‘Dari Kabilah Aslam.’

Beliau bersabda, ‘Semoga keselamatan selalu menyertaimu.’ Lalu bertanya, ‘Dari keturunan siapa?’

Saya menjawab, ‘Dari Banu Sahm.’

Beliau bersabda, ‘Wahai Abu Bakr, Sahm Anda yakni nasib baik Anda telah datang.’

Lalu Buraidah bertanya kepada Nabi yang mulia (saw), ‘Siapakah Anda?’

Beliau (saw) bersabda, ‘Saya adalah Muhammad bin Abdullah, Utusan Allah.’

Mendengarnya, Buraidah berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Maka Buraidah pun dengan segenap orang yang bersamanya memeluk Islam. Buraidah berkata, ‘Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala; Banu Sahm telah menerima Islam dengan hati yang senang dan tanpa paksaan apapun.’

Tatkala pagi tiba, Buraidah berkata, ‘Wahai Rasulullah (saw), hendaknya Anda masuk ke Madinah bersama suatu bendera.’ Kemudian ia menanggalkan surbannya dan mengaitkannya di tombak miliknya dan berjalan di depan beliau (saw), hingga kaum Muslim pun masuk ke Madinah.”[33]

Di dalam Sahih Bukhari, tentang peristiwa sampainya Rasul yang mulia (saw) di Madinah, diriwayatkan oleh Hadhrat Anas Bin Malik, قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ فَنَزَلَ أَعْلَى الْمَدِينَةِ، فِي حَىٍّ يُقَالُ لَهُمْ بَنُو عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ. فَأَقَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِيهِمْ أَرْبَعَ عَشْرَةَ لَيْلَةً، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَى بَنِي النَّجَّارِ فَجَاءُوا مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ، كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَلَى رَاحِلَتِهِ، وَأَبُو بَكْرٍ رِدْفُهُ، وَمَلأُ بَنِي النَّجَّارِ حَوْلَهُ، حَتَّى أَلْقَى بِفِنَاءِ أَبِي أَيُّوبَ “Saat Nabi yang mulia (saw) tiba di Madinah, beliau turun di satu kabilah di bagian tinggi Madinah yang bernama pemukiman Banu Amr bin Auf. Nabi (saw) bermukim selama 14 hari di sana.

Kemudian beliau memberitahukan pesan ke Banu Najjar. Mereka datang seraya menyandang pedang. Dan peristiwa ini sedemikia rupa saya mengingatnya seolah sekarang pun saya tengah melihat Nabi (saw) di atas tunggangan beliau, sementara Hadhrat Abu Bakr duduk di belakang beliau, dan orang-orang Banu Najjar ada di sekeliling beliau. Pada akhirnya, beliau berhenti di pekarangan rumah Hadhrat Abu Ayyub.[34]

Dalam menjelaskan keadaan ini, Hadhrat Mirza Basyir Ahmad Sahib menulis, “Setelah bermukim selama lebih dari 10 hari di Quba, Rasulullah (saw) pada hari Jumat berangkat menuju pusat kota Madinah.[35] Sejumlah besar golongan Ansar dan Muhajirin menyertai beliau. Beliau menunggangi seekor unta dan Hadhrat Abu Bakr duduk di belakang beliau. Kafilah ini secara perlahan menuju ke pusat kota. Di tengah perjalanan tiba waktu shalat Jumat dan Rasulullah (saw) bersama para sahabat berhenti di permukiman Banu Salim bin Auf lalu beliau menyampaikan khotbah dan menunaikan shalat jumat.

Para sejarawan menuturkan bahwa tampaknya sebelum ini pun telah dimulai shalat Jumat[36], namun ini adalah Jumat pertama yang beliau laksanakan dan beliau mengimaminya.[37] Setelah ini, pelaksanaan shalat jumat berjalan secara rutin. Di sini pun jelas bahwa masjid tersebut pun dibangun setelahnya.

Setelah shalat Jumat, kafilah beliau secara perlahan tiba di Madinah. Di perjalanan, beliau melalui rumah-rumah kaum Muslim dan mereka dengan semangat kecintaan yang tinggi menyerukan, ‘Wahai Rasulullah (saw), ini rumah kami, ini harta dan jiwa kami yang kami persembahkan, dan kami pun memiliki alat perlindungan. Singgahlah di rumah kami, wahai Rasulullah (saw).’ Beliau (saw) mendoakan segala kebaikan untuk mereka dan secara perlahan beliau menuju ke Kota.

Para wanita dan anak-anak perempuan Muslim, dengan semangat sukacita hingga naik ke lantai atap rumah mereka mendendangkan lafaz berikut, طَلَعَ البَدْرُ عَلَيْنَا مِنَ ثَنِيَّاتِ الوَدَاع، وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَى لِلَّهِ دَاع، أَيُّهَا المَبْعُوثُ فِينَا جِئْتَ بِالأَمْرِ المُطَاع ‘Hari ini sang purnama telah terbit atas kita dari lembah Wada’. Karena itu, kini wajib bagi kita bersyukur kepada Allah untuk selamanya...[38] Anak-anak Muslim melantunkan di gang-gang Madinah, ‘Muhammad (saw) telah datang! Rasul Allah telah tiba!’ Para budak Habsyi Madinah menunjukkan keterampilan berpedang mereka dalam kegembiraan atas kedatangan beliau (saw).

Ketika beliau (saw) memasuki kota, setiap orang berkeinginan supaya beliau (saw) tinggal bersama mereka dan setiap orang berlomba-lomba mempersembahkan pengkhidmatan mereka. Beliau (saw) menyampaikan kata-kata cinta kasih kepada semua orang dan terus berjalan hingga unta betina beliau sampai di kawasan Banu Najjar.

Di tempat tersebut orang-orang Banu Najjar dengan membawa senjata berdiri dalam barisan untuk menyambut beliau (saw) dan para gadis dari kabilah tersebut menabuh rebana seraya menyenandungkan syair (lirik puisi) berikut ini, نَحْنُ جَوَارٍ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ يَا حَبَّذَا مُحَمَّدٌ مِنْ جَار Nahnu jawaarim mim Banin Najjaar, yaa habbadza Muhammadun min jaar – kami para gadis Banu Najjar, betapa beruntungnya kami, Muhammad (saw) datang untuk tinggal di lingkungan kami.’”[39]

Dalam mengisahkan mengenai Hadhrat Rasulullah (saw) memanggil keluarga beliau (saw) dan keluarga Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk datang ke Madinah, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Tidak berapa lama setelah tiba di Madinah, Hadhrat Rasulullah (saw) mengutus Zaid – hamba sahaya beliau (saw) yang telah dibebaskan – ke Makkah untuk membawa keluarga beliau (saw). Karena orang-orang Makkah cukup syok (terkejut) dengan hijrah mendadak ini, rangkaian penganiayaan berhenti untuk beberapa waktu dan disebabkan perasaan syok ini mereka tidak merintangi keluarga Rasulullah (saw) dan Hadhrat Abu Bakr (ra) untuk meninggalkan Makkah dan mereka sampai ke Madinah dengan selamat. Pada masa itu, di tanah yang Rasulullah (saw) beli, pertama, di sana beliau (saw) meletakkan pondasi masjid. Setelah itu beliau (saw) membangun rumah-rumah untuk beliau (saw) sendiri dan para sahabat beliau (saw).”[40]

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 36)

Setelah hijrah ke Madinah, Hadhrat Abu Bakr Shiddiq (ra) tinggal bersama Hadhrat Khubaib bin Isaf di Sunh. Sunh adalah satu tempat di pinggiran kota Madinah yang berjarak kurang lebih 2 mil dari Masjid Nabawi. Hadhrat Khubaib berasal dari Banu Harits bin Khazraj. Berdasarkan satu riwayat, Hadhrat Abu Bakr (ra) tinggal bersama Hadhrat Kharijah bin Zaid.[41] Menurut beberapa riwayat, di Sunh jugalah Hadhrat Abu Bakr (ra) membangun rumah beliau dan tempat pembuatan pakaian. Beliau menjalankan bisnis ini.[42]

Insya Allah kisah ini akan dilanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

Sekarang, saya ingin menyampaikan riwayat para Almarhum, di antaranya yang pertama adalah Almarhum Choudry Ashgar Ali Kalar Sahib yang pernah dipenjara di jalan Allah. Beliau adalah putra Muhammad Sharif Sahib Kalar, dari Bahawalpur. Pada 10 Januari beliau sakit dalam kondisi sebagai tahanan dan kemudian wafat di rumah sakit. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Dari sisi ini beliau termasuk di antara orang-orang yang syahid. Rinciannya adalah, pada 24 September 2021 secara tiba-tiba kepada beliau dilayangkan dakwaan pasal 295-C mengenai penistaan agama.

Sebuah kasus diajukan terhadap para Ahmadi di bawah pasal ini dan pada 26 September dilakukan penangkapan. Beliau berada di Penjara Bahawalpur setelah penangkapan. Dikarenakan di penjara beliau muntah darah dan sakit, beliau kemudian dipindahkan ke rumah sakit Bahawalpur pada 4 Januari 2022. Ketika tengah menjalani perawatan di sana, pada subuh 10 Januari beliau wafat di sana dengan status sebagai tahanan. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Pada saat wafat Almarhum berusia 70 tahun.

Permohonan jaminan Almarhum sedang tertunda di pengadilan dan tanggal jaminan tersebut adalah pada 8 Januari. Tapi polisi tidak membawa catatan kasus beliau, sehingga Hakim memberikan tanggal 11 Januari, namun sebelum putusan, Almarhum telah menghadap kepada Sang Malik yang hakiki. Almarhum dipenjara di jalan Allah selama 3 bulan 15 hari. Almarhum baiat bergabung dengan Ahmadiyah pada tahun 1971 setelah lulus Matrik di usia muda. Beliau Ahmadi satu-satunya di keluarga beliau. Setelah masuk Ahmadiyah beliau menghadapi situasi penentangan. Meskipun demikian beliau tetap teguh. Beliau meraih gelar MSc. di bidang Matematika dari FC College. Di masa pendidikan, orang tua beliau menghentikan pembiayaan beliau dikarenakan baiatnya beliau dan memberikan persyaratan bahwa mereka hanya akan membiayai pendidikan beliau jika beliau meninggalkan Ahmadiyah.

Meskipun demikian, Almarhum tetap teguh dan membiayai pendidikan beliau sendiri dengan mengajar pelajaran untuk anak-anak. Meskipun demikian, ayah Almarhum belakangan meninggalkan penentangan karena terkesan dengan keteguhan dan ketakwaan Almarhum, dan mengingat kekhawatiran bahwa anak Ahmadi akan kehilangan harta milik ayah non-Ahmadi, beliau di masa hidupnya mengalihkan sebagian dari hartanya menjadi atas nama Almarhum. Ini adalah kebaikan yang ayahanda beliau lakukan kepada beliau. Almarhum dengan karunia Allah Ta’ala seorang Mushi ⅛. Beliau dengan penuh semangat ikut serta dalam gerakan-gerakan pengorbanan harta. Beliau biasa membayar 100 % pada kesempatan pengumuman perjanjian baru.

Beliau seorang yang sangat mencintai Khilafat Ahmadiyah. Beliau sangat menonjol dalam hal menghormati dan mengkhidmati Waqifin Zindegi dan tamu-tamu dari Markaz. Beliau selalu memberikan mobil beliau untuk program-program kunjungan Jemaat. Beliau gemar bertabligh. Beliau seorang Dai Ilallah yang bersemangat dan pemberani. Allah T’ala memberikan taufik kepada beberapa orang yang berftirat baik untuk bergabung dengan Ahmadiyah melalui perantaraan Almarhum. Selain shalat dan puasa, beliau juga dawam melaksanakan shalat tahajud. Beliau adalah sosok yang menyantuni orang miskin, pengkhidmat kemanusiaan dan memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Meskipun mendapatkan penentangan dari semua sanak keluarga, beliau mendapatkan taufik melakukan pengkhidmatan dengan harta dan secara akhlak. Almarhum sangat menginginkan kesyahidan. Demikianlah Allah Ta’ala memenuhi keinginan beliau tersebut.

Istri beliau menuturkan, “Ketika bertemu di penjara, Almarhum menceritakan bahwa beliau mendapatkan salam tiga kali dari Allah Ta’ala dan dalam mimpi yang lain beliau melihat jenazah beliau sendiri keluar dari penjara. Almarhum mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Nazim Ansharullah, Zaim ‘Ala Kota Bahawalpur, Sekretaris Tabligh, Sekretaris Waqfi Jadid, Sekretaris Islah-o-Irshad Daerah. Pada saat kewafatan, beliau juga sebagai Qazi Daerah.”

Di antara yang ditinggalkan, selain istri Almarhum, Almarhum juga meninggalkan 2 putra dan 1 putri. Seorang putra beliau berada di luar negeri dan putri beliau juga ada di Kanada. Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfiroh dan rahmat kepada Ashgar Ali Kalar Sahib, meninggikan derajat beliau, menganugerahkan kesabaran kepada yang ditinggalkan dan memberikan taufik untuk dapat mengikuti jejak langkah beliau. Berdoalah juga untuk mereka yang lainnya yang dipenjara di jalan Allah. Semoga Allah Ta’ala menciptakan sarana kebebasan untuk mereka.

Jenazah kedua, Mirza Mumtaz Ahmad Sahib, karyawan Waqalat Ulya Rabwah. Beliau wafat pada usia 85 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Dengan karunia Allah beliau seorang Mushi. Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui ayahanda beliau, Kapten Dokter Syer Muhammad Ali Sahib, yang baiat pada 1923. Mirza Mumtaz Sahib memulai pengkhidmatan sebagai juru tulis di Kantor Amanat Tahrik Jadid pada 1964 dan hingga akhir hayatnya beliau mendapatkan taufik berkhidmat selama 58 tahun. Beliau menikah dengan Majidah Begum, putri dari yang terhormat Choudry Muzafar Din Bangai Sahib. Dari beliau, Allah Ta’ala menganugerahkan kepada Almarhum 2 putra dan 1 putri.

Cucu beliau, Khalid Mansur menuturkan, “Kakek selalu menasihati kami untuk senantiasa menjalin ikatan dengan pengkhidmatan Jemaat. Beliau selalu menyampaikan mengenai pentingnya shalat berjamaah dan menasihatkan hal ini.”

Beliau menuturkan, “Setelah kewafatan ayah saya, kakek tidak membiarkan saya merasakan kehilangan beliau. Saya selalu mendapati beliau sebagai sahabat saya. Saya selalu melihat beliau sibuk dalam pekerjaan-pekerjaan Jemaat. Beliau adalah seorang kawan dan ayah teladan dan seorang karyawan teladan Jemaat. Beliau memperlakukan setiap orang dengan cinta dan kasih sayang. Beliau sangat berdisiplin waktu dan menjelaskan pentingnya hal tersebut.

Seorang karyawan yang bekerja bersama beliau, Said Nasir Sahib menuturkan, “Saya mendapatkan kesempatan bekerja bersama beliau dalam waktu yang lama. Beliau bekerja dengan sangat rapih dan biasa membantu pekerjaan kawan-kawan beliau setelah menyelesaikan pekerjaan beliau sendiri.”

Kemudian seorang Mubaligh, Luqman Saqib Sahib menuturkan, “Meskipun dengan kondisi yang lemah, beliau melakukan tugasnya dengan sigap dan daya ingat beliau sempurna hingga akhir hayatnya. Beliau dapat dengan cepat memberitahukan mengenai suatu perkara yang sudah berlalu bertahun-tahun bahwa perkara tersebut tersimpan di file ini dan di tempat ini. Beliau periang dan senang bercanda, namun membual dan membicarakan hal yang sia-sia bukanlah sifat beliau. Beliau biasa menghemat waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya, duduk di kursi, mengambil file lama di kantor dan mulai membacanya.”

Dokter Sultan Mubashir juga menulis berkenaan dengan beliau bahwa, “Beliau seorang yang sangat rendah hati. Meskipun beliau seorang karyawan senior, ketika datang ke rumah sakit beliau biasa menunggu gilirannya dan tidak menunjukkan sikap terburu-buru. Selalu bersyukur adalah satu keistimewaan besar beliau. Beliau juga seorang yang sangat penyabar. Meskipun sakit dalam waktu yang lama, beliau tidak pernah menunjukkan ketidaksabaran. Beliau tidak memiliki banyak lingkaran pertemanan, selain beberapa teman kantor. Saya juga selalu melihat bahwa beliau seorang yang pendiam dan hanya bersama beberapa orang teman dan aktifitas beliau hanya pergi dari rumah ke kantor, lalu dari kantor pulang ke rumah, namun beliau menjalani usia beliau dengan bekerja keras, penuh keikhlasan dan kesetiaan.”

Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfiroh dan rahmat kepada beliau serta memberikan taufik kepada anak keturunan beliau untuk dapat meneruskan kebaikan-kebaikan beliau.

Jenazah selanjutnya Kolonel Pensiunan Dr. Abdul Khaliq Sahib, mantan administrator Fazli Umar Hospital. Beliau wafat beberapa hari yang lalu di usia 97 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Dengan karunia Allah Ta’ala beliau seorang Mushi.

Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui ayahanda beliau, Mia Muhammad Alim Sahib yang baiat pada 1919, sedangkan putra-putra beliau, (termasuk) Dr. Abdul Khaliq baiat pada 1938. Beliau menceritakan mengenai rincian peristiwa baiatnya, “Ayah kami biasa meminta Alfazl. Dengan membacanya timbul ketertarikan pada Ahmadiyah dan pada 1938 kami tiga bersaudara baiat. Ibunda kami seorang yang disiplin dalam shalat dan puasa. Tidak berapa lama setelah kami baiat, beliau pun kemudian baiat.”

Pada Jalsah 1939 yang merupakan Jalsah Jubilee, untuk pertama kalinya pergi ke Qadian dan setelah itu seringkali mendapatkan kesempatan pergi ke Jalsah. Istri beliau wafat pada 1987. Beliau memiliki dua putra dan dua putri. Salah satu putra beliau, Dr. Abdul Bari adalah Amir Jemaat Ahmadiyah Islamabad. Pada 1974, ketika pemerintah Bhutto menyetujui undang-undang yang zalim yang menetapkan para Ahmadi sebagai non-Muslim, Dokter Sahib mengundurkan diri dari pekerjaan dinas di pemerintahan dan mempersembahkan dirinya untuk berkhidmat di bahwa skema Nusrat Jahan. Beliau dikirim oleh Jemaat ke Sierra Leone pada 1977, di mana beliau mendapatkan taufik mengkhidmati kemanusiaan selama tiga tahun.

Kemudian pada 1992, PIA (Pakistan International Airlines) memulai penerbangan ke Tashkent. Maka Dokter Sahib menganggap ini sebagai suatu kesempatan yang tepat dan mengajukan permohonan Waqaf Arzi di Tashkent dan Uzbekistan. Pusat menyetujui permohonan ini. Beliau bersama adik perempuan beliau menjalani hari-hari sebagai Waqaf Arzi di Samarqand dan Bukhara dan di masa itu beliau banyak melakukan pengkhidmatan kemanusiaan. Beliau juga mendapatkan kemuliaan menyampaikan pesan Ahmadiyah. Pada 1994, Hadhrat Khalifatul Masih Al-Rabi’ (rh) menetapkan beliau sebagai Administrator di Fazli Umar Hospital, Rabwah, di mana beliau mendapatkan taufik berkhidmat hingga 2005 selama kurang lebih 11 tahun. Di masa beliau, beberapa rencana pembangunan dan perluasan di Fazli Umar Hospital diselesaikan.

Kemudian seorang putra beliau menulis mengenai beliau, “Meskipun telah berusia 80-81 tahun, semangat pengkhidmatan beliau layaknya masih seorang pemuda, namun beliau menyadari bahwa beliau telah semakin sepuh. Oleh karena itu pada 2005 beliau mengajukan permohonan (pensiun) kepada saya, maka beliau pensiun dari sana dan pindah ke Islamabad. Di Islamabad juga beliau berkhidmat sebagai Qazi Lokal.

Putra sulung beliau Dokter Abdul Bari menuturkan, “Beliau setiap saat selalu memikirkan tarbiyat akhlak dan keagamaan anak-anak. Beliau selalu sibuk menilawatkan Al-Qur’an pada pagi, sore dan setiap waktu. Ini adalah aktifitas favorit beliau. Dalam urusan-urusan penting beliau mengambil keputusan berdasarkan Al-Qur’an.”

Menantu beliau, Dokter Muzafar Ali Nasir yang juga adalah Naib Amir Daerah Wah Cantt menuturkan, “Hingga hari ini saya tidak melihat seseorang menilawatkan Al-Quran sebanyak itu sepanjang hari. Beliau mencintai Al-Qur’an. Suatu kali setelah beliau selesai menjalani pengobatan di RS, para staff merasa sedih, ‘Siapa sekarang yang akan memperdengarkan Al-Qur’an kepada kami.’ Kedawaman beliau dalam tahajud baik di musim dingin maupun panas adalah satu teladan bagi kami. Beliau memiliki kecintaan yang mendalam kepada Khilafat dan Jemaat. Beliau sangat sederhana dan tidak pernah mengeluh.”

Cucu saudara laki-laki beliau, Abdus Somad Razavi menulis, “Beliau menanggung segala kesulitan demi kesenangan Allah Ta’ala. Beliau mengabaikan kesenangan-kesenangan pribadi beliau.”

Beliau menuturkan, “Saya mendapatkan kesempatan beberapa kali menginap di Rabwah. Bagi saya wujud beliau menjadi sarana untuk mengenali Tuhan yang hidup. Sholat tahajudnya tak tertandingi. Rasa hormat dan cinta kepada Khilafat telah merasuk ke dalam diri beliau yang mana menjadi sarana tarbiyat terbaik bagi kami.”

Dokter Abdul Khaliq yang berkhidmat di Fazli Umar Hospital menuturkan, “Dokter Sahib memperlakukan para dokter muda di rumah sakit dengan kasih sayang dan menarik perhatian para dokter senior bahwa hendaknya berikanlah perhatian khusus pada training dokter junior. Beliau mengawasi dan menjaga uang rumah sakit dengan penuh kejujuran. Beliau biasa membantu orang-orang miskin dan membutuhkan dari saku beliau pribadi.”

Dokter Muhammad Ahmad Ashraf menuturkan, “Beliau sosok yang penyabar. Sangat penuh kelemah lembutan dan rasa persaudaraan. Beliau tidak banyak bicara, namun dari segi administrasi beliau sangat memperhatikan detail-detail kecil dan senantiasa mematuhi kaidah-kaidah. Beliau juga menghimbau dokter-dokter lain untuk melakukan waqaf arzi di Fazli Umar Hospital. Beliau juga menyarankan ini kepada menantu dan putra-putranya.”

Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfiroh dan rahmat kepada Almarhum dan meneruskan kebaikan-kebaikan Almarhum dalam diri anak-anak Almarhum. Saya akan melakukan shalat jenazah mereka setelah shalat. [43]

Khotbah II

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا –

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –

وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ –

 عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Muhammad walladzina ma’ahu karya Abdu Hamid Judah as-Sahar, jilid ke-3 halaman 65, bahasan Hijrah, Percetakan Mesir. (محمد رسول اللّٰہ والذین معہ لعبدالحمید جودۃ السحار جلد3 صفحہ65،الھجرۃ، مکتبۃ مصر); Farhank Sirat, Zawar Academy, Karachi-Pakistan, 2003 (فرہنگ سیرت صفحہ 88 زوار اکیڈیمی کراچی 2003ء);  al-Wafi (الوافي بالوفيات – نسخة اخرى – 7); Usdul Ghabah (أسد الغابة في معرفة الصحابة – عز الدين ابن الأثير); at-Ta’liq adz-Dzahabi ‘ala mubhimaatin Nawawi (التعليق الذهبى على مبهمات النووي ج3) karya Walid bin Anis al-Jabushi al-Hasyimi, Abi Zakariya Yahya an-Nawawi (ابى زكريا يحيي النووي, وليد بن انيس الجابوصى الهاشمي); Syarh az-Zurqani ‘alal Mawahib (شرح العلامة الزرقاني على المواهب اللدنية بالمنح المحمدية 1-12 ج2) karya az-Zurqani (أبي عبد الله محمد بن عبد الباقي/الزرقاني); Shuwar min Siyar Rijal haular Rasul (صور من سير رجال حول الرسول صلى الله عليه وسلم) karya ‘Ali bin Kamal bin ‘Abdu Rabbihi (علي بن كمال بن عبد ربه); al-Kautsar al-Jawi ila Riyaadhil Ahaditsi (الكوثر الجاري إلى رياض أحاديث البخاري 1-11 ج6) karya Ahmad bin Isma’il (أحمد بن إسماعيل بن عثمان بن محمد/الكوراني); Hidayatul Baqi Syarh alfiyah al-Iraqi (هداية الباقي شرح وتحقيق درر العراقي وهو (شرح الفية الحافظ العراقي المسماة) karya Abul Fadhl al-Hafizh al-Iraqi (أبي الفضل عبد الرحيم بن الحسين/الحافظ العراقي); Al-Mishbah al-Madhi (المصباح المضي في كتاب النبي الأمي ورسله إلى ملوك الأرض من عربي وعجمي) pasal tentang Suraqah (فصل فِي ذكر سراقَة بن مَالك بن جعْشم فِي الْهِجْرَة وإعلامه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لَهُ بِأَنَّهُ يلبس سواري كسْرَى وتاجه وَمَا فِيهِ من عجائب معجزاته صلى الله عَلَيْهِ وَسلم)

[2] Uraian tentang Shahih al-Bukhari karya al-Karmani juz 14, halaman 178, Kitab Bad-il khalq, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam, Dar Ihyait Turats al-‘Arabi, Beirut (بخاری بشرح الکرمانی جزء14صفحہ178 کتاب بدء الخلق’باب علامات النبوة فی الاسلام‘داراحیا ء التراث العربی بیروت)

[3] Ṣaḥīḥ Bukhārī, Kitābu Faḍā’ili Aṣḥābin-Nabī sa, Bābu Manāqibil-Muhājirīna wa Faḍlihim-minhum Abū Bakrin ‘Abdullāh bin Abī Quḥāfah, Ḥadīth No. 3652

[4] Sirat Khataman Nabiyyin (سیرت خاتم النبیینؐ صفحہ240تا242) Usdul-Ghābah, Volume 2, p. 198, ‘Surāqah bin Mālik’, Dārul-Fikr, Beirut (2003).

[5] Al-Isti’aab fi Ma’rifatil Ash-haab (الاستيعاب في معرفة الأصحاب) karya Abu Umar Yusuf al-Qurthubi (أبو عمر يوسف بن عبد الله بن محمد بن عبد البر بن عاصم النمري القرطبي), (المتوفى: 463هـ)

[6] Dalailun Nubuwwah karya al-Baihaqi (دلائل النبوة للبيهقي), Kumpulan bab-bab nubuatan dari Nabi Muhammad (saw) mengenai keadaan-keadaan sepeninggal beliau dan pembenaran dari Allah dalam semua janji-Nya (جُمَّاعُ أَبْوَابِ إِخْبَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْكَوَائِنِ بَعْدَهُ، وَتَصْدِيقِ اللهِ جَلَّ ثَنَاؤُهُ رَسُولَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَمِيعِ مَا وَعْدَهُ). عَنِ الْحَسَنِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أُتِيَ بِفَرْوَةِ كِسْرَى فَوُضِعَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ، وَفِي الْقَوْمِ سُرَاقَةُ بْنُ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ قَالَ: فَأَلْقَى إِلَيْهِ سِوَارَيْ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، فَجَعَلَهُمَا فِي يَدَيْهِ فَبَلَغَا مَنْكِبَيْهِ فَلَمَّا رَآهُمَا فِي يَدَيْ سُرَاقَةَ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ سِوَارَيْ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ فِي يَدِ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ أَعْرَابِيٌّ مِنْ بَنِي مُدْلِجٍ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ. قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: وَإِنَّمَا أَلْبَسَهُمَا سُرَاقَةَ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِسُرَاقَةَ وَنَظَرَ إِلَى ذِرَاعَيْهِ: «كَأَنِّي بِكَ قَدْ لَبِسْتَ سِوَارَيْ كِسْرَى» [ص:326]. قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ حِينَ أَعْطَاهُ سِوَارَيْ كِسْرَى: الْبَسْهُمَا، فَفَعَلَ فَقَالَ: قُلِ: اللهُ أَكْبَرُ. قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ. قَالَ: قُلِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَلَبَهُمَا كِسْرَى بْنَ هُرْمُزَ وَأَلْبَسَهُمَا سُرَاقَةَ بْنَ جُعْشُمٍ أَعْرَابِيًّا مِنْ بَنِي مُدْلِجٍ

[7] Deebacha Tafsir-ul-Quran (Pengantar Mempelajari Al-Qur’an), Anwarul Ulum, Vol. 20, pp. 222-226

[8] Subulul Huda (ماخوذ از سبل الھدیٰ والرشاد جلد3 صفحہ249 ،جماع ابواب الھجرۃ الی المدینۃ…. دارالکتب العلمیۃ بیروت 1993ء). tercantum juga dalam As-Sirah al-Halbiyah (السيرة الحلبية = إنسان العيون في سيرة الأمين المأمون) bahasan Hijrah (الهجرة إلى المدينة): ولما رجع سراقة صار يردّ عنهم الطلب، لا يلقى أحدا إلا ردّه، يقول: سيرت أي اختبرت الطريق فلم أراد أحدا. وفي لفظ قال لقريش: أي الجماعة منهم قصدوه صلى الله عليه وسلم كأنهم أخبروا بمكان مسيره ذلك: قد عرفتم بصرى بالطريق، وقد سرت فلم أر شيئا فرجعوا أي فإن كفار قريش لما سمعوا من الهاتف أي ومن غيره بأنه صلى الله عليه وسلم نزل في خيمة أم معبد كما سيأتي، أرسلوا سرية في طلبه، يقول قائلهم: اطلبوه قبل أن يستعين عليكم بكلبان العرب، فيحتمل أن هؤلاء هم الذين ردهم سراقة، فكان سراقة أول النهار جاهدا على رسول الله صلى الله عليه وسلم وآخر النهار مسلحة أي سلاحا له .

Terkait:   Riwayat Umar Bin Khattab (Seri 25)

[9] Ar-Raudh al-Unf (الروض الانف جلد2 صفحہ325 نسب اُمّ مَعْبَد و زوجھا،مطبوعہ دارالکتب العلمیۃ بیروت); Farhang Sirat (فرہنگ سیرت صفحہ232)

[10] Kitab Riyadhush Shalihin, Kitab tentang makanan (كتـــــاب أدب الطعام), (باب استحباب كون ساقي القوم آخرهم شرباً). Kitab Dalilul Falihin li Thuruq Riyadhish Shalihin (كتاب دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين) karya (ابن علان). (السيرة النبوية لابن كثير) karya Ibnu Katsir (أبي الفداء إسماعيل بن عمر/ابن كثير الدمشقي). Tercantum juga dalam Biharul Anwar (بحار الأنوار – العلامة المجلسي – ج ١٨ – الصفحة ٤٣): ساقي القوم آخرهم شربا .

[11] Subulul Huda (سبل الہدیٰ والرشاد جلد 3 صفحہ 244-245 فی ہجرۃ رسول اللّٰہﷺ… دارالکتب العلمیۃ بیروت 1993ء)

[12] Muhammad walladzina ma’ahu karya Abdu Hamid Judah as-Sahar, Percetakan Mesir (محمد رسول اللّٰہ والذین معہ… لعبدالحمید جودۃ السحار جلد3 صفحۃ67،الھجرۃ، مکتبۃ مصر). As-Sirah al-Halbiyah (السيرة الحلبية = إنسان العيون في سيرة الأمين المأمون) bahasan Hijrah (الهجرة إلى المدينة): وفي رواية «قال سراقة: خرجت وأنا أحب الناس في تحصيلهما، ورجعت وأنا أحب الناس في أن لا يعلم بهما أحد» ويحتمل أنه بعد أن ردهم سراقة ذهبوا إلى أمّ معبد. ففي تتمة الخبر: أن تلك السرية جاءت إلى أمّ معبد فسألوها عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأشفقت: أي خافت عليه منهم، فتعاجمت عليهم: أي أظهرت عدم علمها بذلك؛ فقالت: إنكم تسألوني عن أمر ما سمعت به قبل عامي هذا، ثم قالت: لئن لم تنصرفوا عني لأصرخنّ في قومي عليكم وكانت في عز من قومها .

[13] Sahih al-Bukhari 3911, Kitab Manaqib para Anshar (كتاب مناقب الأنصار),bab hijrah Nabi (باب هِجْرَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ): قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَقِيَ الزُّبَيْرَ فِي رَكْبٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا تِجَارًا قَافِلِينَ مِنَ الشَّأْمِ، فَكَسَا الزُّبَيْرُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبَا بَكْرٍ ثِيَابَ بَيَاضٍ .

[14] Sirat Khataman Nabiyyin (سیرت خاتم النبیینؐ صفحہ242)

[15] Sahih al-Bukhari 3911, Kitab Manaqib para Anshar (كتاب مناقب الأنصار),bab hijrah Nabi (باب هِجْرَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ)

[16] Sirat Khataman Nabiyyin (سیرت خاتم النبیینؐ صفحہ 242)

[17] Subulul Huda (سبل الهدى والرشاد – الصالحي الشامي – ج ٣ – الصفحة ٢٥٣) terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, 1993 (سبل الھدیٰ والرشاد جلد3 صفحہ253 ،جماع ابواب الھجرۃ الی المدینۃ…. دارالکتب العلمیۃ بیروت 1993ء): روى الإمام أحمد عن ابن عباس أنه قال: ولد نبيكم صلى الله عليه وسلم يوم الاثنين وخرج من مكة يوم الاثنين ودخل المدينة يوم الاثنين وتوفي يوم الاثنين . al-Bidayah: وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ، عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَاسْتُنْبِئَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَرَجَ مُهَاجِرًا مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَقَدِمَ الْمَدِينَةَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَتُوُفِّيَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَرفع الْحجر يَوْم الِاثْنَيْنِ . Tercantum juga dalam Sirat Khataman Nabiyyin (ماخوذ از سیرت خاتم النبیینؐ صفحہ 243)

[18] al-Mu’jam al-Buldaan (معجم البلدان) karya (ياقوت الحموي), (باب القاف والباء وما يليهما) terbitan al-Maktabah al-‘Ashriyah, Beirut, 2014 (معجم البلدان لشھاب الدین یاقوت الحموی جلد4 صفحہ377 زیر لفظ ’’قبا‘‘ مطبوعہ المکتبۃ العصریۃ بیروت 2014ء): قبا: بالضم وأصله اسم بئر هناك عُرفت القرية بها، وهي مساكن بني عمرو بن عوف من الأنصار وألفُه واو يُمَذُ ويقصر ويصرَف ولا يصرف .

[19] Farhank Sirat (فرہنگ سیرت صفحہ 230)

[20] Ṣaḥīḥ Bukhārī, Kitābu Manāqibil-Anṣār, Bābu Hijratin-Nabiyyisa wa Aṣḥābihī ilal-Madīnah, Ḥadīth No. 3906-3917.

[21] Sahih al-Bukhari 3906, Kitab Manaqib para Anshar (كتاب مناقب الأنصار),bab hijrah Nabi (باب هِجْرَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ): قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَقِيَ الزُّبَيْرَ فِي رَكْبٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا تِجَارًا قَافِلِينَ مِنَ الشَّأْمِ، فَكَسَا الزُّبَيْرُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبَا بَكْرٍ ثِيَابَ بَيَاضٍ، وَسَمِعَ الْمُسْلِمُونَ بِالْمَدِينَةِ مَخْرَجَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَكَّةَ، فَكَانُوا يَغْدُونَ كُلَّ غَدَاةٍ إِلَى الْحَرَّةِ فَيَنْتَظِرُونَهُ، حَتَّى يَرُدَّهُمْ حَرُّ الظَّهِيرَةِ، فَانْقَلَبُوا يَوْمًا بَعْدَ مَا أَطَالُوا انْتِظَارَهُمْ، فَلَمَّا أَوَوْا إِلَى بُيُوتِهِمْ، أَوْفَى رَجُلٌ مِنْ يَهُودَ عَلَى أُطُمٍ مِنْ آطَامِهِمْ لأَمْرٍ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَبَصُرَ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ مُبَيَّضِينَ يَزُولُ بِهِمُ السَّرَابُ، فَلَمْ يَمْلِكِ الْيَهُودِيُّ أَنْ قَالَ بِأَعْلَى صَوْتِهِ يَا مَعَاشِرَ الْعَرَبِ هَذَا جَدُّكُمُ الَّذِي تَنْتَظِرُونَ. فَثَارَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى السِّلاَحِ، فَتَلَقَّوْا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِظَهْرِ الْحَرَّةِ، فَعَدَلَ بِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ حَتَّى نَزَلَ بِهِمْ فِي بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ، وَذَلِكَ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ مِنْ شَهْرِ رَبِيعٍ الأَوَّلِ، فَقَامَ أَبُو بَكْرٍ لِلنَّاسِ، وَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَامِتًا، فَطَفِقَ مَنْ جَاءَ مِنَ الأَنْصَارِ مِمَّنْ لَمْ يَرَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُحَيِّي أَبَا بَكْرٍ، حَتَّى أَصَابَتِ الشَّمْسُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ حَتَّى ظَلَّلَ عَلَيْهِ بِرِدَائِهِ، فَعَرَفَ النَّاسُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَ، فَلَبِثَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ بِضْعَ عَشْرَةَ لَيْلَةً وَأُسِّسَ الْمَسْجِدُ الَّذِي أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى، وَصَلَّى فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ رَكِبَ رَاحِلَتَهُ فَسَارَ يَمْشِي مَعَهُ النَّاسُ حَتَّى بَرَكَتْ عِنْدَ مَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم بِالْمَدِينَةِ، وَهْوَ يُصَلِّي فِيهِ يَوْمَئِذٍ رِجَالٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ . Riwayat mengenai 14 malam pada Shahih al-Bukhari nomor 428 (صحیح بخاری کتاب الصلوٰۃ حدیث نمبر428): يَزِيدُ بْنُ حُمَيْدٍ الضُّبَعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ، نَزَلَ فِي عُلْوِ الْمَدِينَةِ فِي حَىٍّ يُقَالُ لَهُمْ بَنُو عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ ـ قَالَ ـ فَأَقَامَ فِيهِمْ أَرْبَعَ عَشْرَةَ لَيْلَةً ; tercantum juga dalam Farhank Sirah (فرہنگ سیرت صفحہ 101-102); Sahih al-Bukhari 3932, Kitab Manaqib para Anshar (كتاب مناقب الأنصار), bab kedatangan Nabi (باب مَقْدَمِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ الْمَدِينَةَ).

[22] Sirat al-Halbiyah (السیرة الحلبیة جلد 2 صفحہ 75، باب عرض رسول اللّٰہﷺ نفسہ… ،دارالکتب العلمیۃ بیروت 2002ء)

[23] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري ) nomor 479: حِينَ دَخَلْنَا الْبُيُوتَ ، فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ رَآهُ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ ، وَقَدْ رَأَى مَا كُنَّا نَصْنَعُ ، وَإِنَّا كُنَّا نَنْتَظِرُ قُدُومَ رَسُولِ اللَّهِ ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَصَرَخَ بِأَعْلَى صَوْتِهِ : يَا بَنِي قَيْلَةَ ، هَذَا جَدُّكُمْ قَدْ جَاءَ  . (نام کتاب : السيرة النبوية – ط دار المعرفة نویسنده : ابن هشام الحميري    جلد : 1  صفحه : 492 ): عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُوَيْمِرِ بْنِ سَاعِدَةَ، قَالَ: حَدَّثَنِي رِجَالٌ مِنْ قَوْمِي مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالُوا: لَمَّا سَمِعْنَا بِمَخْرَجِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ، وَتَوَكَّفْنَا قُدُومَهُ، كُنَّا نَخْرُجُ إذَا صَلَّيْنَا الصُّبْحَ، إلَى ظَاهِرِ حَرَّتِنَا نَنْتَظِرُ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فو اللَّهِ مَا نَبْرَحُ حَتَّى تَغْلِبَنَا الشَّمْسُ عَلَى الظِّلَالِ فَإِذَا لَمْ نَجِدْ ظِلًّا دَخَلْنَا، وَذَلِكَ فِي أَيَّامٍ حَارَّةٍ. حَتَّى إذَا كَانَ الْيَوْمُ الَّذِي قَدِمَ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَلَسْنَا كَمَا كُنَّا نَجْلِسُ، حَتَّى إذَا لَمْ يَبْقَ ظِلٌّ دَخَلْنَا بُيُوتَنَا، وَقَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْنَ دَخَلْنَا الْبُيُوتَ، فَكَانَ أَوَّلُ مَنْ رَآهُ رَجُلٌ مِنْ الْيَهُودِ، وَقَدْ رَأَى مَا كُنَّا نَصْنَعُ، وَأَنَّا نَنْتَظِرُ قُدُومَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا، فَصَرَخَ بِأَعْلَى صَوْتِهِ: يَا بَنِي قَيْلَةَ ، هَذَا جَدُّكُمْ قَدْ جَاءَ . Syarh al-akhbaar karya al-Qadhi an-Nu’maan al-Maghribi (شرح الأخبار – القاضي النعمان المغربي – ج ٣ – الصفحة ٥٢); (الفصول في السيرة) karya (أبن كثير) pasal (فصل ـ دخول عليه الصلاة والسلام المدينة), (دخول رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة); Mukhtashar Sirah ar-Rasul (مختصر سيرة الرسول صلى الله عليه وسلم) Muhammad bin ‘Abdul Wahhab (الإمام محمد بن عبد الوهاب), cetakan pertama (الطبعة : الأولى), kementrian keislaman, waqaf, dakwah dan pendidikan kerajaan Saudi Arabia (وزارة الشئون الإسلامية والأوقاف والدعوة والإرشاد – المملكة العربية السعودية), tahun penerbitan 1418 (تاريخ النشر : 1418هـ) : يا بني قيلة هذا صاحبكم قد جاء هذا جدكم الذي تنتظرونه . Tercantum juga dalam (جوامع السيرة وخمس رسائل أخر ى لابن حزم) kEY (علي بن أحمد بن سعيد بن حزم، الأندلسي، الظاهري); Al-Bayaan wat Tahshil wasy Syarh wat Taujih (البيان والتحصيل والشرح والتوجيه والتعليل لمسائل العتبية في فقه الإمام مالك) (أبي الوليد محمد القرطبي/ابن رشد); (شرح العلامة الزرقاني على المواهب اللدنية بالمنح المحمدية 1-12 ج2) (أبي عبد الله محمد بن عبد الباقي/الزرقاني)

[24] Pengantar Mempelajari Al-Qur’an (دیباچہ تفسیر القرآن، انوارالعلوم جلد20 صفحہ226-227).

[25] Sahih al-Bukhari 3925, (كتاب مناقب الأنصار, bab kedatangan Nabi ke Madinah (باب مَقْدَمِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ الْمَدِينَةَ); Sahih al-Bukhari 4941, (كتاب التفسير), (سورة {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى): عَنِ الْبَرَاءِ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ أَوَّلُ مَنْ قَدِمَ عَلَيْنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَجَعَلاَ يُقْرِئَانِنَا الْقُرْآنَ، ثُمَّ جَاءَ عَمَّارٌ وَبِلاَلٌ وَسَعْدٌ ثُمَّ جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فِي عِشْرِينَ ثُمَّ جَاءَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَمَا رَأَيْتُ أَهْلَ الْمَدِينَةِ فَرِحُوا بِشَىْءٍ فَرَحَهُمْ بِهِ، حَتَّى رَأَيْتُ الْوَلاَئِدَ وَالصِّبْيَانَ يَقُولُونَ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ قَدْ جَاءَ. فَمَا جَاءَ حَتَّى قَرَأْتُ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى} فِي سُوَرٍ مِثْلِهَا “Orang yang pertama datang kepada kami (dari kaum Muhajirin) adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan Alquran kepada orang-orang. … . Kemudian, datang Nabi setelahnya. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bergembira sebagaimana gembiranya mereka dengan kedatangan Rasulullah (saw) hingga para budak wanita pun berseru, “Rasulullah (saw) telah datang!” (Bukhari).  Jami` at-Tirmidhi 3618, Kitab al-Manaqib (كتاب المناقب عن رسول الله صلى الله عليه وسلم), bab keutamaan Nabi (باب فِي فَضْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم) Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu juga menggambarkan keadaan yang dirasakannya pada saat tersebut: “Pada hari ketika Rasulullah (saw) memasuki kota Madinah, segala sesuatunya bercahaya, sedangkan pada hari ketika beliau diwafatkan, segala sesuatunya terasa gelap”

[26] Kitab alf ba fi anwa’il adab wa fununil muhadhiraat (كتاب ألف باء في أنواع الآداب وفنون المحاضرات واللغة 1-2 ج2) karya Abul Hajaj Yusuf al-Balawi (أبي الحجاج يوسف البلوي المالقي/ابن الشيخ); Wafatul Wafa (وفاء الوفا بأخبار دار المصطفى صلى الله عليه وسلم. الجزء الأول) Nuruddin as-Samhudi (نور الدين علي بن عبد الله الحسني السمهودي); al-Atsar fi Syamailin Nabiyyil Mukhtar (الأنوار في شمائل النبي المختار); Ash-Shama’il Al-Muhammadiyah 393, bab tentang kewafatan Nabi (باب ماجاء في وفاة رسول الله صلى الله عليه وسلم); Sunan Ibn Majah 1631, Kitab al-Janaiz (كتاب الجنائز), bab tentang kewafatan dan pemakaman Nabi (باب ذِكْرِ وَفَاتِهِ وَدَفْنِهِ ـ صلى الله عليه وسلم)

[27] Sirat Khataman Nabiyyin (سیرت خاتم النبیین ؐ از حضرت مرزا بشیر احمد صاحبؓ ایم اے،صفحہ 264-265)

[28] Sahih al-Bukhari 3906, Kitab Manaqib para Anshar (كتاب مناقب الأنصار),bab hijrah Nabi (باب هِجْرَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ):

[29] Kitab ar-Raudh al-Anf (كتاب الروض الأنف ت الوكيل) karya as-Suhaili (السهيلي), juz ke-4 Abu Umamah (الجزء الرابع  أبو أمامة), (تَأْسِيسُ مَسْجِدِ قُبَاءٍ) terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Beirut, tercantum dalam jilid 2, halaman 332 (الروض الانف جلد2 صفحہ332، تاسیس مسجد قباء، دارالکتب العلمیۃ بیروت).

[30] as-Sirah al-Halbiyah (السیرۃ الحلبیۃ جلد 2 صفحہ 75 دار الکتب العلمیۃ بیروت 2002ء), (باب الهجرة إلى المدينة); Zaadul Masir (زاد المسير – ابن الجوزي – ج ٣ – الصفحة ٣٤٠)

[31] as-Sirah al-Halbiyah (السیرة الحلبیة جلد 2 صفحہ 81، باب الھجرۃ الی المدینۃ ،دارالکتب العلمیۃ بیروت 2002ء); as-Sirah a-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السیرۃ النبویہ لابن ہشام صفحہ 349۔ باب ھجرۃ الرسول۔ دار الکتب العلمیۃ 2001ء); Athlas Sirat Nabawi (اٹلس سیرت نبویؐ صفحہ 168)

[32] Syarh az-Zurqani ‘alal Mawahib  (شرح الزرقانی علی المواھب اللدنیۃ جزء 2 صفحہ 157 دار الکتب العلمیۃ بیروت 1996ء)

[33] Syarh az-Zurqani (شرح الزرقانی علی المواھب اللدنیۃ جزء 2 صفحہ 148 دار الکتب العلمیۃ بیروت 1996ء). Tercantum dalam as-Sirah al-Halbiyah (السيرة الحلبية – الحلبي – ج ٢ – الصفحة ٢٣١) dalam terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Beirut, tercantum di halaman 71 di jilid 2 (السیرۃ الحلبیۃ جلد 2صفحہ 71 باب الہجرہ الی المدینہ دار الکتب العلمیۃ بیروت): وفي الشرف «أن بريدة لما بلغه ما جعلته قريش لمن يأخذ النبي ﷺ طمع في ذلك، فخرج هو في سبعين من أهل بيته. وفي لفظ كانوا نحو ثمانين بيتا، وحينئذ يراد ببيته قومه، فلما رآه قال له: من أنت؟ قال: بريدة ابن الحصيب، فالتفت النبي ﷺ: قال يا أبا بكر برد أمرنا وصلح، قال: ممن أنت؟ قال: من أسلم من بني سهم، قال النبي ﷺ سلمنا وخرج سهمك يا أبا بكر» أي لأنه كان يتفاءل ولا يتطير كما تقدم. ثم قال بريدة للنبي من أنت؟ قال: أنا محمد بن عبدالله بن عبد المطلب رسول الله، فقال بريدة: أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، فأسلم بريدة وكل من كان معه: أي وصلوا خلفه العشاء الآخرة، ثم قال بريدة: يا رسول الله لا تدخل المدينة إلا ومعك لواء، فحلّ بريدة عمامته، ثم شدها في رمح ثم مشى بين يديه: أي وقال له كما في الوفاء: تنزل علام يا نبي الله؟ فقال النبي ﷺ: إن ناقتي هذه مأمورة، فقال بريدة: الحمد لله الذي أسلمت بنو سهم» يعني قومه «طائعين غير مكرهين» . Tercantum juga dalam al-Faiq fi gharibil Hadits (الفايق في غريب الحديث – جار الله الزمخشري – ج ١ – الصفحة ٨٢); Mukhtashar Tarikh Dimasyq (مختصر تاريخ دمشق) (ابن منظور), (بريدة بن الحصيب بن عبد الله); al-Wafa (نام کتاب : وفاء الوفاء بأخبار دار المصطفى نویسنده : المنقري، نصر بن مزاحم    جلد : 1  صفحه : 190), (خروج أبي بريدة لاستقبال الرسول (صلّى اللّه عليه و سلم). Riwayat Ibnu Abi Khaithamah dalam al-Tarikh, Ibnu ‘Abd al-Barr dalam al-Tamhid, Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil fi al-Du’afa’ dan al-Khattabi dalam Gharib al-Hadith.

[34] Sahih al-Bukhari 428, Kitab tentang shalat (كتاب الصلاة), bab tentang  pembongkaran pekuburan jahiliah (بَابُ هَلْ تُنْبَشُ قُبُورُ مُشْرِكِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَيُتَّخَذُ مَكَانَهَا مَسَاجِدَ)

[35] Ṣaḥīḥul-Bukhārī, Kitābu Manāqibil-Anṣār, Bābu Hijratin-Nabiyyisa Wa Aṣḥābihī Ilal-Madīnah, Ḥadīth No. 3906.

[36] Sunanu Abī Dāwūd, Kitābul-Jumu‘ati, Bābul-Jumu‘ati Fil-Qura, Ḥadīth No. 1069. Shalat Jumat pertama dilaksanakan di Madinah dengan imam salah seorang Shabat Nabi (saw).

[37] As-Sīratun-Nabawiyyah, By Abū Muḥammad ‘Abdul-Mālik bin Hishām, p. 349, Hijratur-Rasūli sa Khurūjuhū Min Qubā’ Wa Safaruhu Ilal-Madīnah, Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (2001)

[38] Sharḥul-‘Allāmatiz-Zarqānī ‘Alal-Mawāhibil-Ladunniyyah, By Allāmah Shihābuddīn Al-Qusṭalānī, Volume 2, p. 165, Khātimatu Fī Waqā’i‘i Mutafarriqatin Ḥaṣalat Fil-Hijrati….., Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (1996). Wadā‘ is the name of a mount or in light of various narrations, the name of various mounts. كما روى ذلك البيهقي فِي كتابه ” دلائل النبوة ” وقال ابن المقري فِي كتابه ” الشمائل ” وقال أبو سعد فِي ” شرف المصطفى ” وقال الامام الخلعي فِي ” فوائده ” ان النشيد قيل للرسول عند قدومه من غزوة تبوك، وهو نفس القول الذي ذكره ابن حجر في الفتح وابن القيم في زاد المعاد

[39] Sirat Khataman Nabiyyin atau Seal of the Prophets (سیرت خاتم النبیین ؐ از حضرت مرزا بشیر احمد صاحب ؓ صفحہ 266 267) Volume II.  Hadits tercantum dalam  Sunan Ibn Majah 1899, Kitab pernikahan (كتاب النكاح), bab menyanyi (باب الْغِنَاءِ وَالدُّفِّ).

[40] Debachah Tafsirul Qur’an (دیباچہ تفسیر القرآن، انوار العلوم جلد 20 صفحہ 230)

[41] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (نام کتاب : السيرة النبوية – ط دار المعرفة نویسنده : ابن هشام الحميري    جلد : 1  صفحه : 493), (مَنْزِلُ أَبِي بَكْرٍ بقُباءٍ): وَنَزَلَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى خُبَيْبِ بْنِ إِسَافٍ، أَحَدِ بَنِي الْحَارِثِ الْخَزْرَجَ بِالسُّنْحِ. وَيَقُولُ قَائِلٌ: كَانَ مَنْزِلُهُ عَلَى خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ، أَخِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ . (السیرۃ النبویۃ لابن ہشام صفحہ 348، باب ھجرۃ الرسول ﷺ، دار الکتب العلمیۃ 2001ء) dalam terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Beirut, 2001, tercantum di halaman 348.

[42] Maqaalaat Sirat jilid 3, h. 131, Maktabah Islamiyah Lahore, 2016 (مقالات سیرت جلد3 صفحہ 131 مکتبہ الاسلامیہ لاہور2016ء)

Ash-Shiddiq Abu Bakr (الصديق أبو بكر) oleh Muhammad Husain Haikal (محمد حسين هيكل), (الفصل السادس), (التَّهَيُّؤ لحروب الردة): وكان منزل أبي بكر بالسنح عند زوجته حبيبة بنت خارجة منزلًا بدويًّا صغيرًا لم يغير منه ولا غير من منزله بالمدينة بعد ما بويع، بل أقام به ستة أشهر يغدو على رجليه من السنح إلى المدينة، وربما ركب فرسًا له، وكان يتجر في الثياب، فلما رأى أعباء الدولة أشق من أن تتفق والتجارة قال: «لا والله ما يصلح أمر الناس والتجارة! وما يصلح لهم إلا التفرغ والنظر في شأنهم، ولا بد لعيالي ما يصلحهم .  (مقالات سیرت جلد3 صفحہ 131 مکتبہ الاسلامیہ لاہور2016ء)

[43] Rujukan lengkap al-Fadhil Internasional edisi tanggal 4 Februari 2022 (الفضل انٹرنیشنل 4 فروری 2022ءصفحہ 5تا10). Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Referensi: www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab).

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.