Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 124, Khulafa’ur Rasyidin Seri 03, Hadhrat ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyAllahu ta’ala ‘anhu Seri 14)
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 27 Agustus 2021 (Zhuhur 1400 Hijriyah Syamsiyah/18 Muharram 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Sedang berlangsung pembahasan mengenai riwayat Hadhrat ‘Umar (ra). Di masa Hadhrat ‘Umar (ra) terjadi satu peperangan yang disebut perang Ray (Rey). Ray adalah satu kota yang termasyhur yang merupakan daerah pegunungan. Kota ini berjarak 480 mil dari Naisabur dan 51 mil dari Qazvin. Penduduk Ray disebut sebagai Razi. Hadhrat Fakhruddin Razi, seorang Mufassir Al-Qur’an kenamaan adalah penduduk Re.
Penguasa Re adalah Sayahosh bin Mahran bin Bahram Shoobin. Ia memohon bantuan kepada orang-orang-orang Dunbawand, Thabristan, Qomis dan Jarjan, dan mengatakan kepada mereka bahwa, “Orang-orang Islam menyerang Ray. Berkumpulah untuk melawan mereka. Jika tidak, kalian tidak akan pernah bisa bertahan menghadapi mereka secara terpisah.” Maka berkumpullah pasukan bantuan dari wilayah-wilayah tersebut di Ray.
Orang-orang Islam masih di perjalanan menuju Re, ketika seorang pemimpin Iran Abulfarkhan Zainabi bergabung secara damai dengan orang-orang Islam, yang alasannya adalah mungkin karena ia berseberangan dengan penguasa Re. Ketika laskar tiba di Re, jumlah musuh dan jumlah pasukan Muslim tidak seimbang. Melihat situasi ini, Zainabi mengatakan kepada Nu’aim bahwa, “Kirimkanlah beberapa pasukan berkuda bersama saya, saya akan masuk ke dalam kota secara sembunyi-sembunyi. Seranglah oleh Anda dari luar dan kota akan ditaklukkan.”
Maka pada malam hari, Nu’aim bin Muqarrin mengirim sebagian pasukan berkuda di bawah komando sepupunya Mundzir bin Amru untuk menyertai Zainabi dan di sisi lain beliau sendiri dengan membawa laskar menyerang kota dari luar. Terjadilah pertempuran. Musuh dengan sangat gigih membalas serangan.
Namun ketika mereka mendengar pekikan yel-yel orang-orang Islam dari belakang mereka, yang telah masuk ke dalam kota bersama dengan Zainabi, maka mereka menjadi patah semangat dan kota berhasil dikuasai oleh orang-orang Islam. Penduduk kota diberikan jaminan keamanan secara tertulis dan kalimat dari jaminan keamanan tersebut adalah sebagai berikut, بسم اللَّه الرحمن الرحيم، هذا ما أعطى نعيم بْن مقرن الزينبي بْن قوله، أعطاه الأمان على أهل الري ومن كان معهم من غيرهم على الجزاء، طاقة كل حالم في كل سنة، وعلى أن ينصحوا ويدلوا ولا يغلوا ولا يسلوا، وعلى أن يقروا المسلمين يوما وليلة، وعلى أن يفخموا المسلم، فمن سب مسلما أو استخف به نهك عقوبة، ومن ضربه قتل “Bismillaahir rohmaanir rohiim. Ini adalah tulisan yang diberikan Nu’aim bin Muqarrin kepada Zainabi. Beliau memberikan jaminan keamanan kepada para penduduk Ray dan penduduk dari luar yang bersama dengan mereka, dengan persyaratan yakni setiap orang yang berusia dewasa harus membayar jizyah sesuai kemampuan dan memperlihatkan niatan baik. Mereka harus memandu arah jalan dan tidak melakukan pengkhianatan dan penipuan, dan menyediakan jamuan bagi orang-orang Islam untuk sehari semalam dan menghormati mereka. Barangsiapa yang mencaci maki orang-orang Islam maka ia akan mendapatkan hukuman dan yang menyerangnya akan dihukum hati.” Singkatnya ini ditulis dan disertakan saksi.[1]
بسم اللَّه الرحمن الرحيم، هذا ما أعطى نعيم بْن مقرن الزينبي بْن قوله، أعطاه الأمان على أهل الري ومن كان معهم من غيرهم على الجزاء، طاقة كل حالم في كل سنة، وعلى أن ينصحوا ويدلوا ولا يغلوا ولا يسلوا، وعلى أن يقروا المسلمين يوما وليلة، وعلى أن يفخموا المسلم، فمن سب مسلما أو استخف به نهك عقوبة، ومن ضربه قتل، ومن بدل منهم فلم يسلم برمته فقد غير جماعتكم وكتب وشهد وراسله المصمغان في الصلح على شيء يفتدى به منهم من غير أن يسأله النصر والمنعة، فقبل منه، وكتب بينه وبينه كتابا على غير نصر ولا معونة على أحد، فجرى ذلك لهم:بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذَا كِتَابٌ مِنْ نعيم بْن مقرن لمردانشاه مصمغان دنباوند وأهل دنباوند والخوار واللارز والشرز إنك آمن ومن دخل معك على الكف، أن تكف أهل أرضك، وتتقي من ولي الفرج بمائتي ألف درهم وزن سبعة في كل سنة، لا يغار عليك، ولا يدخل عليك إلا بإذن، ما أقمت على ذلك حتى تغير، ومن غير فلا عهد له ولا لمن لم يسلمه وكتب وشهد[فتح قومس]قالوا: ولما كتب نعيم بفتح الري مع المضارب العجلي، ووفد بالأخماس كتب إليه عمر: أن قدم سويد بْن مقرن إلى قومس، وابعث على مقدمته سماك بْن مخرمة وعلى مجنبتيه عتيبة بْن النهاس وهند بْن عمرو الجملي، ففصل سويد بْن مقرن في تعبيته من الري نحو قومس، فلم يقم له أحد، فأخذها سلما، وعسكر بها، فلما شربوا من نهر لهم يقال له ملاذ، فشا فيهم القصر، فقال لهم سويد: غيروا ماءكم حتى تعودوا كاهله، ففعلوا،
Kemudian penaklukkan Qomis dan Jarjan yang terjadi pada 22 Hijriah. Utusan sampai kepada Hadhrat ‘Umar (ra) membawa kabar kemenangan. Beliau (ra) pun menitipkan surat untuk Nu’aim bin Muqarrin agar mengutus saudaranya bernama Suwaid bin Muqarrin untuk menaklukkan Qomis. Kota ini terletak di bagian akhir rangkaian pegunungan Thabristan di antara Ray dan dan Naisabur. Orang-orang Qomis tidak melakukan perlawanan dan Suwaid menulis perjanjian damai dan jaminan keamanan untuk mereka. Bersamaan dengan itu, di tempat itu, orang-orang Jarjan yang merupakan satu kota besar di antara Thabristan dan Khurasan dan orang-orang Thabristan dan juga yang lainnya mengutus orang-orang mereka kepada Suwaid dan mereka juga melakukan perjanjian damai dengan membayar jizyah. Suwaid menulis dan memberikan jaminan keamanan dan surat perjanjian damai untuk orang-orang di semua wilayah. Tidak dipersoalkan agamanya apa, bagi mereka yang telah melakukan rekonsiliasi, maka dilakukan perjanjian damai dengan mereka.
Selanjutnya penaklukkan Adzerbaijan, ini juga terjadi pada 22 Hiriah. Bendera perang Azerbaijan dari Hadhrat ‘Umar (ra) diberikan kepada Utbah bin Farqad dan Bukair bin Abdullah, sebagaimana sebelumnya telah disampaikan, dan Hadhrat ‘Umar (ra) memberikan petunjuk supaya keduanya menyerang dari arah yang berlainan. Bukair bin Abdullah maju membawa laskar dan di dekat Jarmizan, saudara Rustam, Esfandiaz bin Farrokhzad – yang setelah mengalami kekalahan melarikan diri dari Wajrodz (واج روذ) – keluar untuk melakukan perlawanan. Serangan di bawah komando Bukair ini adalah pertempuran pertama terhadap Azerbaijan. Terjadi peperangan, lalu musuh mengalami kekalahan dan Esfandiaz ditawan. Esfandiaz bertanya kepada Bukair, komandan Pasukan Muslim, “Apakah Anda menyukai perdamaian atau peperangan?”
Bukair menjawab, “Perdamaian.” Ia mengatakan, “Kalau begitu tetaplah tahan saya. Anda telah menjadikan saya tawanan, maka tetap tawanlah saya. Selama saya tidak berdamai dengan Anda sebagai perwakilan mereka, maka mereka tidak akan pernah berdamai. Mereka akan terus berperang, sedangkan mereka tersebar di pegunungan-pegunungan sekitar atau berlindung di benteng-benteng.”
Bukair tetap menahan Esfandiaz. Secara bertahap, wilayah itu berada di bawah kekuasaan beliau.
Utbah bin Farqad menyerang dari sisi lain. Bahram, saudara Esfandiaz merintangi jalan mereka, namun setelah terjadi pertempuran mereka mengalami kekalahan dan melarikan diri. Ketika Esfandiaz mendengar kabar ini, ia mengatakan, “Sekarang api peperangan telah padam dan telah tiba waktunya untuk berdamai.” Maka ia melakukan rekonsiliasi dan para penduduk Azerbaijan menyertainya.
Perjanjian ini tertulis dan kata-katanya sebagai berikut: بسم اللَّه الرحمن الرحيم هذا ما أعطى عتبة بْن فرقد، عامل عمر بْن الخطاب أمير المؤمنين أهل أذربيجان- سهلها وجبلها وحواشيها وشفارها وأهل مللها- كلهم الأمان على أنفسهم وأموالهم ومللهم وشرائعهم، على أن يؤدوا الجزية على قدر طاقتهم، ليس على صبي ولا امرأة ولا زمن ليس في يديه شيء من الدنيا، ولا متعبد متخل ليس في يديه من الدنيا شيء، لهم ذلك ولمن سكن معهم، وعليهم قرى المسلم من جنود المسلمين يوما وليلة ودلالته، ومن حشر منهم في سنة وضع عنه جزاء تلك السنة، ومن أقام فله مثل ما لمن أقام من ذلك، ومن خرج فله الأمان حتى يلجأ إلى حرزه وكتب جندب، وشهد بكير بْن عبد اللَّه الليثي وسماك بْن خرشة الأنصاري وكتب في سنة ثمان عشرة. “Bismillaahir rohmaanir roohiim. Tulisan ini diberikan oleh Utbah bin Farqad, Pejabat perwakilan Amirul Mukminiin, ‘Umar bin Khattab (ra) kepada penduduk Azerbaijan. Tulisan ini adalah untuk penduduk dan penganut semua agama yang tinggal di wilayah dataran, pegunungan dan perbatasan Azerbaijan. Mereka semua mendapatkan keamanan atas jiwa mereka, harta mereka, agama mereka dan syariat mereka, dengan syarat mereka membayar jizyah sesuai dengan kemampuan mereka. Berapa pun yang mereka sanggup, hendaknya mereka membayar sesuai dengan itu. Jizyah ini tidak dikenakan kepada anak-anak, wanita, mereka yang menderita sakit berkepanjangan, yang tidak memiliki harta, para rohaniwan yang tidak memiliki harta, dan ini berlaku untuk penduduk setempat maupun para pendatang yang tinggal bersama mereka. Demikian juga berlaku atas mereka yang datang untuk tinggal di sana di masa yang akan datang. Mereka bertanggung jawab untuk menjamu pasukan Islam sehari semalam, dan memandu arah jalan untuk mereka. Jika seseorang dimintai bantuan militer, maka ia akan dibebaskan dari jizyah. Bagi mereka yang ingin tinggal di sini, itu tadi syarat-syaratnya, dan bagi mereka yang ingin keluar dari sini, maka ia akan aman hingga ia sampai ke tempat tujuan mereka. Perjanjian ini ditulis oleh Jundub dan saksi-saksinya adalah Bukair bin Abdullah dan Samak bin Kharsyah.”[2]
Tertulis mengenai perdamaian dengan Armenia bahwa setelah penaklukkan Azerbaijan, Bukair bin Abdullah bergerak ke Armenia. Untuk membantunya, Hadhrat ‘Umar (ra) mengirimkan satu laskar di bawah komando Suraqah bin Malik bin Amru dan beliau juga menetapkan Suraqah sebagai panglima tertinggi untuk ekspedisi ini dan memberikan komando batalyon pertama kepada Abdurrahman bin Rabi’ah. Beliau menetapkan Hudzaifah bin Asid Ghifari sebagai komandan pasukan sayap pertama dan memerintahkan, “Ketika laskar ini bertemu dengan laskar Bukair bin Abdullah yang berangkat ke Armenia, maka serahkanlah komando pasukan sayap kedua kepada Bukair bin Abdullah.”
Pasukan ini berangkat, dan Abdul Rahman bin Rabi’ah, komandan batalyon pertama bergerak cepat melewati pasukan Bukair bin Abdullah dan sampai di dekat tempat yang bernama Bab, di mana Shahra-Beraz, penguasa Armenia tinggal. Ia adalah orang Iran. Ia menulis surat dan mendapatkan jaminan keamanan dari Abdul Rahman, lalu datang ke hadapan Abdurrahman. Ia seorang Iran dan orang-orang Armenia tidak menyukainya. Ia mengajukan rekonsiliasi ke hadapan Abdurrahman dan mengatakan, “Janganlah mengambil jizyah dariku. Aku akan memberikan bantuan militer sesuai yang dibutuhkan.” Di sini berlangsung satu corak lain perjanjian. Ia sendiri datang untuk melakukan rekonsiliasi, kemudian mengatakan, “Jangan kenakan jizyah, saya akan memberikan bantuan militer.”
Suraqah menyetujui usulan ini dan Armenia berhasil dikuasai tanpa pertempuran. Ketika perjanjian damai semacam ini disampaikan kepada Hadhrat ‘Umar (ra), beliau tidak hanya menyetujuinya, bahkan sangat senang dan menyukainya. Surat Perjanjian damai yang diberikan oleh Hadhrat Suraqah adalah sebagai berikut: بسم اللَّه الرحمن الرحيم هذا ما أعطى سراقة بْن عمرو عامل أمير المؤمنين عمر بن الخطاب شهربراز وسكان أرمينية والأرمن من الأمان، أعطاهم أمانا لأنفسهم وأموالهم وملتهم الا يضاروا ولا ينتقضوا، وعلى اهل أرمينية والأبواب، الطراء منهم والتناء ومن حولهم فدخل معهم أن ينفروا لكل غارة، وينفذوا لكل أمر ناب أو لم ينسب رآه الوالي صلاحا، على أن توضع الجزاء عمن أجاب إلى ذلك إلا الحشر، والحشر عوض من جزائهم ومن استغنى عنه منهم وقعد فعليه مثل ما على أهل أذربيجان من الجزاء والدلالة والنزل يوما كاملا، فإن حشروا وضع ذلك عنهم، وإن تركوا أخذوا به شهد عبد الرحمن بْن ربيعة، وسلمان بْن ربيعة، وبكير بْن عبد اللَّه وكتب مرضي بْن مقرن “Bismillaahir rohmaanir rohiim. Ini adalah surat dari Suraqah bin Amru, Gubernur dari Amirul Mukminin ‘Umar bin Khattab (ra) kepada Shahra-Baraz dan penduduk Armenia dan Arman. Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta dan agama mereka bahwa mereka tidak akan dirugikan. Dalam kondisi terjadi serangan, mereka akan memberikan bantuan militer dan ketika penguasa menganggap itu patut, mereka akan memberikan bantuan dalam setiap perkara penting. Mereka tidak akan dikenakan jizyah, melainkan sebagai gantinya adalah memberikan bantuan militer. Namun mereka yang tidak memberikan bantuan militer, terhadap mereka akan dikenakan jizyah seperti halnya penduduk Azerbaijan dan mereka harus memandu perjalanan dan memberikan jamuan selama sehari. Namun jika dikenakan dinas miiter kepada mereka, maka tidak akan dipungut jizyah. Jika tidak melakukan dinas militer, maka akan dikenakan jizyah. Sebagai saksi atas hal ini, Abdul Rahman bin Rabi’ah, Sulaiman bin Rabi’ah, Bukair bin Abdullah. Surat ini ditulis oleh Mardhi bin Muqarrin. Beliau juga sebagai saksi.”
Setelah itu Suraqah mulai mengirimkan pasukan ke pegunungan di sekeliling Armenia. Maka di bawah komando Bukair bin Abdullah, Hubaib bin Maslamah, Hudzaifah bin Asid dan Salman bin Rabi’ah pasukan berangkat menuju ke pegunungan-pegunungan tersebut. Bukair bin Abdullah diutus ke Mukan. Hubaib bin Maslamah diberangkatkan ke Taflis dan Hudzaifah bin Asid dikirim untuk menghadapi orang-orang yang tinggal di pegunungan La’an. Di antara pasukan Suraqah tersebut yang meraih kesuksesan yang menonjol adalah Bukair bin Abdullah. Beliau diutus ke Mukan. Beliau memberikan surat perdamaian kepada penduduk Mukan dan surat itu adalah sebagai berikut: بسم اللَّه الرحمن الرحيم هذا ما أعطى بكير بْن عبد الله اهل موقان من جبال القبج الأمان على أموالهم وأنفسهم وملتهم وشرائعهم على الجزاء، دينار على كل حالم أو قيمته، والنصح، ودلالة المسلم ونزله يومه وليلته، فلهم الأمان ما أقروا ونصحوا، وعلينا الوفاء، والله المستعان فإن تركوا ذلك واستبان منهم غش فلا أمان لهم إلا أن يسلموا الغششة برمتهم، وإلا فهم متمالئون شهد الشماخ بْن ضرار والرسارس بْن جنادب، وحملة بْن جوية “Bismillaahir rohmaanir rahiim. Ini adalah surat dari Bukair bin Abdullah yang diberikan kepada penduduk Mukan di pegunungan Qabah. Mereka mendapatkan keamanan atas jiwa mereka, harta mereka, agama mereka dan syariat mereka dengan syarat, mereka hendaknya membayar jizyah yang jumlahnya sebesar satu dinar atau yang senilai dengan itu bagi setiap orang dewasa.”
Perjanjian yang berlangsung di berbagai tempat ini selalunya menyertakan kebebasan beragama dan melaksanakan syariat. Tuduhan yang selalu dilontarkan adalah, bahwa Islam menyebarkan agama dengan pedang. Padahal tidak ada seorang pun yang diperintahkan secara paksa untuk masuk Islam. “Dan tunjukkanlah niatan baik dan memandu arah jalan bagi orang-orang Islam dan berikanlah jamuan untuk sehari semalam. Selama memegang teguh perjanjian ini mereka akan aman, dan tunjukkanlah selalu niatan baik dan menjadi tanggung jawab kami untuk setia kepada mereka. Wallaahul musta’aan. Allah Maha Penolong. Namun jika mereka meninggalkan perjanjian ini dan melakukan suatu tipu daya, maka mereka tidak lagi aman. Namun mereka harus menyerahkan para penipu ini kepada pemerintah, jika tidak mereka juga akan dianggap berkomplot dengan mereka.” Ada empat-lima orang saksi yang ditetapkan menandatangai ini.[3]
Kemudian penaklukan Khurasan yang terjadi pada 21 Hijriah. Rinciannya sebagai berikut. Setelah perang Jalula, Raja Iran Yazdegard sampai ke Ray. Penguasa di sana, Aban Jazwiyah menyerang Yazdegard dan merampas stempel Yazdegard lalu menyiapkan piagam (surat perjanjian) sesuai keinginannya sendiri. Kemudian cincin itu ia kembalikan kepada Yazdegard. Kemudian Aban datang kepada Hadhrat Sa’ad dan menyerahkan semua yang ditulis itu. Yakni piagam yang telah disiapkan itu ia serahkan kepada beliau. Yazdegard berangkat dari Rayy ke Ashfahan. Aban tidak menyukai Yazdegard tinggal di sana, oleh karena itu Yazdegard terpaksa berangkat ke Karman. Ia membawa serta api suci. Ia seorang penyembah api. Mereka selalu membawa api suci itu kemana pun mereka pergi.
Kemudian ia bermaksud pergi ke Khurasan dan bermukim di Maru. Ia menyalakan api suci di sana dan untuk itu ia membangun Kuil Api dan membuat taman yang berjarak 2 farsakh, yaitu 6 mil dari Maru. Ia tinggal dengan damai di sana.
Ia melakukan korespondensi dengan para penduduk non-Arab di wilayah-wilayah taklukkannya. Hubungan-hubungan kemitraannya meningkat hingga mereka semua patuh dan tunduk kepadanya. Ia juga membujuk orang-orang Persia di wilayah taklukkan dan juga Hurmuzan. Sebagai hasil dari bujuk rayu itu, mereka memutuskan ikatan kesetiaan dengan orang-orang Islam dan melakukan pemberontakkan. Terinspirasi oleh mereka, penduduk Jabal dan Forouzan juga melanggar perjanjian dan melakukan pemberontakan. Jabal adalah satu daerah terkenal di Iraq yang mencakup Ashfan, Zanjan, Qazvin, Hamdzan, Re dan sebagainya. Ferozan adalah nama satu kampung di Ashfan. Singkatnya, atas dasar faktor-faktor tersebut, Amirul Mukminin Hadhrat ‘Umar (ra) memberikan izin kepada orang-orang Islam untuk menyerang wilayah-wilayah di Iran dan memasukinya. Maka penduduk Kufah dan Bashrah berangkat, dan sesampainya di wilayah Iran, mereka menyerang dengan dahsyat.
Ahnaf bin Qais berangkat ke arah Farakhsan. Di perjalanan beliau menguasai Meherjan Qazaq. Meherjan Qazaq adalah satu wilayah yang luas di antara pegunungan-pegunungan dari Halwan hingga Hamdzan yang mencakup beberapa kota dan desa. Kemudian terus melangkah maju hingga ke arah Ashfan, maka pada waktu itu penduduk Kufah mengepung Jay. Jay adalah nama satu kota kuno di pinggiran Ashfan yang di masa sekarang ini merupakan tempat yang kosong. Di kalangan orang-orang non Arab biasa disebut Absharistan. Untuk itu mereka masuk ke Khurasan melalui Thabsan dan menguasai dengan serangan pedang di Harat. Thabsan adalah kota pinggiran yang terletak di antara Naisabur dan Ashfan. Di Persia, ini dibaca Thabs sebagai bentuk tunggal.
Harat adalah salah satu kota yang besar dan termasyhur di antara kota-kota yang masyhur di Khurasan. Di sana beliau menetapkan Sahar bin Fulan ‘Abdi sebagai wakil beliau dan kemudian terus melangkah maju menuju Shah Jahan. Maru Shah Jahan adalah yang paling masyhur di antara kota-kota dan desa-desa di Khurasan. Ini terletak sejauh 210 mil dari Naisabur. Selama masa ini tidak ada pertempuran dengan siapapun, oleh karena itu Mathraf bin Abdullah bin Asy-Syakhir dikirim ke Naisabur dan Harits bin Hasan diutus ke arah Sarkhas. Sarkhas juga adalah satu kota tua dan besar di pinggiran Khurasan yang terletak di antara Naisabur dan Maru.
Singkatnya, ketika Ahnaf bin Qais tiba di dekat Mard Shah Jahan, maka Yazdegard pergi ke Maruruz dan tinggal di sana. Dinamakan Maruruz karena Maru artinya adalah batu putih yang di dalamnya api dinyalakan, tidak berwarna hitam, tidak juga merah. Sedangkan Ruz dalam bahasa Parsi artinya sungai. Seolah ini adalah Maru sungai. Ini terletak di sebuah sungai besar berjarak sejauh 5 hari perjalanan dari Mard Shah Jahan.
Ahnaf bin Qais menetap di Mard Shah Jahan. Sesampainya di Maruruz, dikarenakan ketakutan yang sangat Yazdegard memohon bantuan dari beberapa penguasa. Ia meminta bantuan dari Khaqan. Ia juga menulis kepada Raja Saghad supaya diberikan bantuan pasukan. Saghad adalah daerah yang di dalamnya terletak Samarqand, Bukhara dan sebagainya. Ia juga meminta bantuan kepada Kaisar China.
Ahnaf bin Qais menetapkan Haritsah bin Nu’man al-Baliyy sebagai wakilnya di Maru Shah Jahan dan pada masa itu tentara Kufah telah sampai pada Ahnaf bin Qais di bawah pimpinan keempat petinggi mereka. Ketika semua prajurit telah tiba di Merw Shah Jahan, Ahnaf bin Qais menggerakkan pasukannya dari Merw Shah Jahan ke arah Merw Ruz.
Tatkala Yezdegerd menerima berita ini, ia pergi ke arah Balkh. Balkh pun adalah sebuah kota indah di Khurasan yang berada di dekat sungai Jihun. Jadi, Ahnaf bin Qais bermukim di Merw Ruz. Ketika bala tentara Kufah berangkat langsung menuju Balkh, Ahnaf bin Qais pun pergi menyusul mereka. Akhirnya, pasukan Kufah berhadapan dengan pasukan Yezdegerd di Balkh dan kedua pasukan saling bertempur. Sebagai hasilnya, Allah Ta’ala menumbangkan Yezdegerd dan ia lari seraya pergi menyeberangi sungai dengan membawa pasukan Irannya. Di saat itu pun Ahnaf bin Qais telah bergabung dengan prajurit Kufah. Allah Ta’ala saat itu telah menjadikan Balkh takluk melalui tangan mereka, sehingga Balkh pun tercatat dalam kemenangan-kemenangan [yang diraih] Ahli Kufah. Setelahnya, seluruh penduduk Khurasan baik yang melarikan diri atau bertahan di bentengnya, serta penduduk dari Nishapur hingga Tokharistan, semuanya mulai berdatangan untuk berdamai. Tokharistan adalah wilayah yang terdiri dari banyak kota dan berbatasan dengan Khurasan. Kota terbesarnya adalah Talikan.
Ahnaf bin Qais lalu kembali ke Merw Ruz dan bermukim di sana. Maka dari itu beliau mengangkat Rabi’ bin Amir yang merupakan tokoh terpandang Arab sebagai pemimpin yang menggantikan beliau di Takharistan. Ahnaf bin Qais mengirimkan kabar penaklukan Khurasan ke hadapan Hadhrat ‘Umar. Mendengar kabar penaklukan Khurasan, Hadhrat ‘Umar bersabda, “saya [sebelumnya] ingin agar jangan ada pasukan yang dikirim melawan mereka, dan saya ingin agar antara kita dan mereka ada sungai api yang membentang”. (orang-orang berkata, [seolah] kita ingin menguasai wilayah dan menduduki negeri-negeri. Hadhrat ‘Umar justru berkehendak bahwa beliau tidaklah berkeinginan untuk mengirimkan pasukan).
Mendengar sabda Hadhrat ‘Umar ini, Hadhrat Ali berkata, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa Tuan berkata demikian?”
Hadhrat ‘Umar bersabda, “Alasannya adalah, penduduk di sana akan mengingkari janji dan melanggar untuk yang ketiga kalinya, sehingga akan perlu mengalahkan mereka untuk ketiga kalinya”.
Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Hadhrat Ali bin Abi Talib bersabda, “Tatkala berita penaklukan Khurasan tiba, Hadhrat ‘Umar bersabda, “saya ingin agar antara kita dan mereka ada sungai api yang membentang.”
Atas hal ini Hadhrat Ali berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ini adalah kegembiraan. Apa yang menjadikan Tuan khawatir?” (kemenangan telah diraih, namun beliau bersabda agar dibuat suatu penghalang).
Hadhrat ‘Umar bersabda, “Ya, ini adalah hal yang menggembirakan. Namun yang menjadi kekhawatiran adalah, mereka ini akan melanggar janji untuk yang ketiga kalinya”.
Di dalam riwayat lain disebutkan yaitu ketika Hadhrat ‘Umar mengetahui bahwa Ahnaf bin Qais telah menduduki kedua kota di Merw, serta mereka pun telah menaklukan Balkh, lantas Hadhrat ‘Umar bersabda, “Ahnaf bin Qais adalah pemimpin bangsa timur.”
Hadhrat ‘Umar lalu menulis ke Ahnaf bin Qaif, “Janganlah Anda menyeberang sungai, dan tetaplah bermukim di daerah sebelumnya. Pergunakanlah terus cara yang Anda upayakan ini untuk memasuki Khurasan. Dengan cara ini, pertolongan Tuhan dan kemenangan akan selalu mengiringi langkah Anda. Jadi, hindarilah menyeberangi sungai karena ini akan merugikan Anda.”
Yezdegerd sebelumnya telah meminta bantuan kepada negeri-negeri tetangga, namun mereka tidak kunjung memberi bantuan secara khusus. Namun sekarang ini Yezdegerd sendiri berlari dari negerinya sendiri untuk meminta bantuan kepada mereka, dan setelah mendapatkan bantuan dari negeri-negeri itu, ia lantas berupaya untuk menguasai kembali negerinya.
Seorang pemimpin Turki, Khaqan, datang membantunya dengan membawa pasukan. Balkh adalah satu kota indah di Khurasan yang terletak di sisi sungai Jihun dan berpenduduk 20.000 Muslim. Ahnaf telah menumbangkan 3 prajurit berkuda Turki sehingga membuat panglima mereka, Khaqan menjadi bimbang dan lantas kembali.
Kaisar Tiongkok, setelah mereka mendengar peristiwa dan ihwal kaum Muslim, ia menulis ke Yezdegerd, “Apa yang disampaikan oleh duta Anda terkait sifat-sifat kaum Muslim, menurut saya seandainya mereka dihadapkan pada gunung sekalipun, mereka akan meruntuhkannya, sehingga apabila saya datang membantu Anda, sementara kaum Muslim tetap pada sifat-sifat itu sebagaimana yang duta Anda sampaikan kepada saya, maka mereka pun pasti akan merampas tahta saya dan hal ini tidak akan saya biarkan. Oleh karena itu, berdamailah Anda dengan mereka”.
Alhasil Yezdegerd berpindah-pindah ke berbagai kota hingga ia pun terbunuh di masa kekhalifahan Hadhrat ‘Utsman (ra).[4]
Ahnaf bin Qais lalu menyampaikan kabar suka kemenangan ini serta mengantarkan harta ganimah ke hadapan Hadhrat ‘Umar. Hadhrat ‘Umar mengumpulkan kaum Muslim dan bersabda, (tulisan terkait kemenangan tersebut dibacakan atas perintah Hadhrat ‘Umar), lalu Hadhrat ‘Umar bersabda dalam khutbahnya, إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ذَكَرَ رسوله ص وَمَا بَعَثَهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى، وَوَعَدَ عَلَى أَتْبَاعِهِ مِنْ عَاجِلِ الثَّوَابِ وَآجِلِهِ خَيْرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ فَقَالَ: «هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ*» “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala menyebutkan sosok Rasul-Nya (saw.), dan menyebutkan perihal petunjuk ini yang turun bersama kedatangan beliau (saw.). Kepada orang-orang yang mengikuti beliau (saw.), Allah telah menjanjikan ganjaran yang segera kepada mereka serta kebaikan yang langgeng di dunia dan akhirat.”
Hadhrat ‘Umar lalu menilawatkan ayat berikut: هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ “Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.”
Lalu Hadhrat ‘Umar bersabda, فالحمد الَّذِي أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ جُنْدَهُ أَلا إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مُلْكَ الْمَجُوسِيَّةِ، وَفَرَّقَ شَمْلَهُمْ، فَلَيْسُوا يَمْلِكُونَ مِنْ بِلادِهِمْ شِبْرًا يَضُرُّ بِمُسْلِمٍ أَلا وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَبْنَاءَهُمْ، لِيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ! أَلا وَإِنَّ الْمِصْرَيْنِ مِنْ مَسَالِحِهَا الْيَوْمَ كَأَنْتُمْ وَالْمِصْرَيْنِ فِيمَا مَضَى مِنَ الْبُعْدِ، وَقَدْ وَغَلُوا فِي الْبِلادِ، وَاللَّهُ بَالِغٌ أَمْرَهُ، وَمُنْجِزٌ وَعْدَهُ، وَمُتْبِعٌ آخِرَ ذَلِكَ أَوَّلَهُ، فَقُومُوا فِي أَمْرِهِ عَلَى رَجُلٍ يُوفِ لَكُمْ بِعَهْدِهِ، وَيُؤْتِكُمْ وَعْدَهُ، وَلا تَبَدَّلُوا وَلا تُغَيِّرُوا، فَيَسْتَبْدِلَ اللَّهُ بِكُمْ غَيْرَكُمْ، فَإِنِّي لا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ أَنْ تُؤْتَى إِلا مِنْ قِبَلَكُمْ “Segala puji bagi Allah, yang telah menyempurnakan janji-Nya dan telah membantu laskar-Nya. Dengarlah! Allah telah meruntuhkan kekaisaran Majusi, dan telah meluluh lantakkan persatuan mereka hingga tidak lagi tersisa sejengkal tanahpun pada mereka yang dengannya mereka dapat mencederai umat Muslim. Dengarlah! Allah telah menjadikan Anda sekalian pewaris bagi tanah, rumah, harta benda, dan keturunan mereka supaya mereka dapat melihat bagaimana amalan yang akan Anda lakukan. Perhatikanlah hal ini dengan seksama! Sebelum Anda sekalian, banyak bangsa yang juga memiliki kemampuan bersenjata (Hadhrat ‘Umar tengah bersabda memberi nasihat kepada segenap Muslim). Ingatlah hal ini dengan sebaik-baiknya, bahwa dahulu banyak bangsa yang juga memiliki kemampuan bersenjata, dan di masa lampau pun banyak bangsa beradab yang telah menaklukkan negeri-negeri yang jauh. Allah lah yang akan menjalankan perintah-Nya dan akan memenuhi janji-Nya, serta membangkitkan suatu kaum setelah kaum lain. Jadi, dalam menjalankan perintah-perintah-Nya, ikutilah oleh kalian sosok yang akan memenuhi janji-Nya, dan memperlihatkan pemenuhan janji-Nya itu kepada Anda sekalian. Janganlah sampai ada perubahan di dalam keadaan Anda sekalian; jika tidak, Allah akan menggantikannya dengan orang selain Anda. (jika Anda menjadi berubah, Anda melupakan agama sendiri, dan tidak mengamalkan perintah-perintahnya, maka Allah Ta’ala akan membangkitkan kaum yang lain)
Hadhrat ‘Umar lalu bersabda, “saat ini saya hanya mengkhawatirkan kerusakan dan kehancuran umat Muslim. Saya tidak mengkhawatirkan apakah musuh akan menumbangkan umat Muslim, tetapi yang dikhawatirkan dari umat Muslim hanyalah kerusakan dan kehancuran umat Muslim. Dan inilah yang ditakutkan.”[5] (sekarang kita tengah menyaksikan, dan tengah terbukti benar, bagaimana Muslim saling membunuh dan menghabisi Muslim lainnya, menyerang satu sama lain, satu negeri menyerang negeri lain, dan mereka mengatakan ini sebagai jihad, namun yang terjadi kaum Muslim tengah membunuh Muslim lainnya).
Penaklukan Istakhr. Istakhr adalah salah satu kota besar di Persia. Ini adalah tempat suci dan pusat Kekaisaran Sassaniah di masa silam. Di sini pun ada tempat kuno untuk pemujaan api, yang pengawasannya langsung dibawah kaisar Iran. Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As telah membulatkan tekad dan bergerak menuju Istakhr, kemudian terjadi pertempuran dengan pasukan Istakhar di daerah Jur. Di sana, Kaum Muslim bertempur dengan sekuat tenaga, dan Allah Ta’ala menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslim dalam melawan musuh di Jur. Banyak yang terbunuh dan melarikan diri.
Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As menghimbau kaum kafir untuk membayar jizyah dan menjadi warga dzimmi. Maka dari itu mereka menyampaikan surat jawaban mereka dan Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As pun bersurat menyurat dengan mereka. Pada akhirnya, pemimpin mereka, Hurmuz menerima ajakan beliau ini serta bersedia untuk membayar jizyah. Alhasil, mereka yang melarikan diri atau tercerai-berai saat panaklukan Istakhar pun kembali ke tempat aman mereka bersama syarat pembayaran jizyah ini. Setelah kekalahan musuh, ‘Utsman bin Abul ‘Ash mengumpulkan semua harta ganimah dan mengeluarkan bagian khumusnya lalu mengirimkannya kepada Hadhrat ‘Umar sementara sisanya disimpan untuk kelak dibagikan untuk kaum Muslim. Beliau melarang prajurit Muslim dari tindak perampasan, dan memerintahkan pengembalian barang rampasan. (terhadap apa saja yang telah dirampas, panglima pasukan menyuruh untuk mengembalikannya).
Kemudian Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘Ash mengumpulkan semua orang dan bersabda, إن هذا الأمر لا يزال مقبلا، ولا يزال أهله معافين مما يكرهون، ما لم يغلوا، فإذا غلوا رأوا ما ينكرون ولم يسد الكثير مسد القليل اليوم “Perkara kita akan senantiasa berkaitan dengan kemajuan, dan kita akan terus terjaga dari segala kesulitan, selama kita tidak melakukan perampasan dan pengkhianatan. Jika kita mulai berkhianat atas harta ganimah ini, maka hal yang dibenci ini akan tampak dari dalam diri kita. Ulah buruk ini akan menenggelamkan sebagain besar kita semua.”
(jika Anda berkhianat, mencuri, maka perilaku inilah yang akan menenggelamkan Anda semua, dan inilah yang tampak pada umat Muslim dewasa ini, yaitu mereka saling merampas dan bertempur. Dimana mereka ada, di sanalah ada perampasan dan pertikaian; dan perilaku buruk mereka ini meluas di segala segi, dan mencemari wajah Islam dimanapun di dunia)
قَالَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ يَوْمَ إِصْطَخْرَ Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘Ash di hari penaklukan bersabda, إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ بِقَوْمٍ خَيْرًا كَفَّهُمْ، وَوَفَّرَ أَمَانَتَهُمْ، فَاحْفَظُوهَا، فَإِنَّ أَوَّلُ مَا تَفْقِدُونَ مِنْ دِينِكُمُ الأَمَانَةَ، فَإِذَا فَقَدْتُمُوهَا جُدِّدَ لَكُمْ فِي كُلِّ يَوْمٍ فُقْدَانُ شَيْءٍ مِنْ أُمُورِكُمْ “Jika Allah Ta’ala menghendaki suatu kebaikan pada seseorang, maka Dia akan menghindarkannya dari segala corak keburukan, dan akan melahirkan sikap amanah dan kejujuran di dalam dirinya. Oleh karena itu, jagalah segenap amanat (titipan)! Karena hal pertama dalam agama Anda yang akan terlepas adalah amanat. Tatkala sikap kejujuran ini memudar dalam diri Anda, maka setiap harinya akan ada kebaikan yang hilang dari diri Anda.” (Jika kejujuran hilang, kebaikan-kebaikan pun akan mulai terkikis).
Di masa akhir kekhilafatan Hadhrat ‘Umar Faruq dan tahun pertama kekhalifahan Hadhrat ‘Utsman, Syahrak (شَهْرَكَ) melakukan pemberontakan, dan memperdaya para penduduk Persia, yang akibat dari perbuatannya ini bangsa Persia pun melanggar perjanjian. Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As kembali dikirim untuk menganggulangi gerakan mereka, dan pasukan bantuan pun dikirim bersama dengan Abdullah bin Mu’ammar (عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مَعْمَرٍ) dan Syibl bin Ma’bad al-Bajali (شِبْلُ بْنُ مَعْبَدٍ الْبَجَلِيُّ). Lalu terjadi pertempuran hebat di wilayah Persia melawan musuh yang berakhir dengan terbunuhnya Syahrak dan putranya, dan banyak juga orang-orang yang telah terbunuh. Saudara laki-laki Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As, Hakam bin Abul ‘As (الْحَكَمُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ بْنِ بِشْرِ بْنِ دُهْمَانَ) telah membunuh Syariq.[6]
Berdasarkan sebuah riwayat, Hadhrat ‘Ala bin Hadrami pertama kali telah menaklukkan Istakhar pada tahun 17 Hijriah di masa kekhalifahan Hadhrat ‘Umar. Penduduk di sana melanggar perjanjian hingga akhirnya pemberontakan pun merebak. Untuk menanggulanginya, Hadhrat ‘Utsman bin Abul ‘As mengirim putra dan saudaranya yang akhirnya meredam pemberontakan tersebut dan membunuh Amir Istakhar yang bernama Syaraq.
Fasa dan Dara Bajird. Hadhrat ‘Umar mengirim Hadhrat Sariyah bin Zunaim ke kota Fasa dan Dara Bajird. Ini adalah peristiwa di tahun 23 Hijriah. Fasa adalah satu kota tua di Persia yang berjarak 216 Mil dari kota Shiraz. Dara Bajird adalah suatu kawasan yang luas di Persia yang di dalamnya terdapat Fasa dan kota-kota lainnya. Dalam topik dalil-dalil kenabian, terdapat riwayat dimana Hadhrat Ibnu ‘Umar menjelaskan bahwa Hadhrat ‘Umar memberangkatkan satu pasukan dibawah pimpinan Hadhrat Sariyah. Satu hari ketika Hadhrat ‘Umar bin Khattab tengah berpidato, tiba-tiba beliau menyeru dengan lantang, يَا سَارِيَةُ، الْجَبَلَ yakni, Wahai Sariyah, menyingkirlah ke gunung!
Ini tertera di Tarikh Tabari sebagai berikut: كَانَ عُمَرُ قَدْ بَعَثَ سَارِيَةَ بْنَ زُنَيْمٍ الدؤلى إِلَى فَسَا وَدَارَابَجِرْدَ، فَحَاصَرَهُمْ ثُمَّ إِنَّهُمْ تَدَاعَوْا فَأَصْحَرُوا لَهُ، وَكَثَرُوهُ فَأَتَوْهُ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ، فَقَالَ عُمَرُ وَهُوَ يَخْطُبُ فِي يَوْمِ جُمُعَةَ: يَا سَارِيَةُ بْنَ زُنَيْمٍ، الْجَبَلَ، الْجَبَلَ! وَلَمَّا كَانَ ذَلِكَ الْيَوْمُ وَإِلَى جَنْبِ الْمُسْلِمِينَ جَبَلٌ، إِنْ لَجَئُوا إِلَيْهِ لَمْ يُؤْتَوْا إِلا مِنْ وَجْهٍ وَاحِدٍ، فَلَجَئُوا إِلَى الْجَبَلِ، ثُمَّ قَاتَلُوهُمْ فَهَزَمُوهُمْ، فَأَصَابَ مَغَانِمَهُمْ، وَأَصَابَ فِي الْمَغَانِمِ سَفَطًا فِيهِ جَوْهَرٌ، فَاسْتَوْهَبَهُ الْمُسْلِمِينَ لِعُمَرَ، فَوَهَبُوهُ لَهُ فَبَعَثَ بِهِ مَعَ رَجُلٍ، وَبِالْفَتْحِ وَكَانَ الرُّسُلُ وَالْوَفْدُ يُجَازُونَ وَتُقْضَى لَهُمْ حَوَائِجُهُمْ، فَقَالَ لَهُ سَارِيَةُ: اسْتَقْرِضْ مَا تَبْلُغُ بِهِ وَمَا تُخْلِفُهَ لأَهْلِكَ عَلَى جَائِزَتِكَ فَقَدِمَ الرَّجُلُ الْبَصْرَةَ، فَفَعَلَ، ثُمَّ خَرَجَ فَقَدِمَ عَلَى عُمَرَ، فَوَجَدَهُ يُطْعِمُ النَّاسَ، وَمَعَهُ عَصَاهُ الَّتِي يَزْجَرُ بِهَا بَعِيرَهُ، فَقَصَدَ لَهُ، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ بِهَا، فَقَالَ: اجْلِسْ، فَجَلَسَ حَتَّى إِذَا أَكَلَ الْقَوْمُ انْصَرَفَ عُمَرُ، وَقَامَ فَأَتْبَعَهُ، فَظَنَّ عُمَرُ أَنَّهُ رَجُلٌ لَمْ يَشْبَعْ، فَقَالَ حِينَ انْتَهَى إِلَى بَابِ دَارِهِ: “Hadhrat ‘Umar mengirim Hadhrat Sariyah bin Zunaim bin Zunaim ad-Dauli ke Fasa dan wilayah Dara Bajird. Setiba di sana, orang-orang di sana mengepung beliau dan rombongannya. Mereka (pihak pengepung) memanggil teman-teman sekutunya di sana untuk membantu. Orang-orang itu lalu bersatu di padang pasir untuk menyerang pasukan Muslim. Tatkala jumlah mereka lebih banyak, mereka pun mengepung umat Muslim di segala arah. Saat itu Hadhrat ‘Umar tengah menyampaikan khutbah Jumat dan beliau lantas berseru, يَا سَارِيَةُ بْنَ زُنَيْمٍ، الْجَبَلَ، الْجَبَلَ! yang artinya, ‘Wahai Sariyah bin Zunaim, ke gunung! Ke gunung!’
Saat itu ada sebuah gunung yang berada di dekat pemukiman pasukan Muslim. Jika mereka berlindung di sana, musuh hanya akan dapat menyerang dari satu arah saja. Alhasil, mereka pun berlindung di satu sisi gunung, lalu mereka bertempur dan mampu mengalahkan musuh, dan mendapatkan banyak sekali harta ganimah. Diantara harta ganimah itu, ada satu peti kecil berisi perhiasan yang atas kesepakatan prajurit Muslim, mereka hadiahkan ke Hadhrat ‘Umar. Hadhrat Sariyah mengirimkan sekelompok utusan yang membawa peti beserta kabar gembira kemenangan ke hadapan Hadhrat ‘Umar.
Tatkala utusan tersebut tiba di Madinah, saat itu Hadhrat ‘Umar tengah memberi jamuan kepada orang-orang, dan di tangan beliau terdapat tongkat yang kerap beliau gunakan untuk menggiring Unta-unta. Utusan itu menyampaikan keinginannya untuk berbicara dengan Hadhrat ‘Umar sehingga Hadhrat ‘Umar pun mempersilahkannya duduk dan ia pun menikmati kenduri itu. Tatkala ia selesai menikmati hidangan, Hadhrat ‘Umar beranjak pergi. Orang itu pun berdiri dan ikut berjalan di belakang beliau. Melihat ia yang ikut di belakang, Hadhrat ‘Umar beranggapan bahwa ia masih belum kenyang sehingga tatkala Hadhrat ‘Umar tiba di pintu rumah, beliau bersabda, ‘Masuklah ke dalam!’
Beliau pun memanggil khadim pemasak roti agar membawa hidangan untuknya yang terdiri dari roti [gandum], zaitun, dan garam. Hadhrat ‘Umar bersabda kepadanya, ‘Makanlah!’
Ketika ia selesai makan, ia pun berkata, رَسُولُ سَارِيَةَ بْنِ زُنَيْمٍ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ‘Wahai Amirul Mukminin, saya adalah utusan dari Sariyah bin Zunaim.’
Beliau menjawab, مَرْحَبًا وَأَهْلا ‘Selamat datang.’
ثُمَّ أَدْنَاهُ حَتَّى مَسَّتْ رُكْبَتُهُ رُكْبَتَهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ عَنِ الْمُسْلِمِينَ، ثُمَّ سَأَلَهُ عَنْ سَارِيَةَ بْنِ زُنَيْمٍ، فاخبره، ثم اخبره بقصة الدرج، فنظر إِلَيْهِ ثُمَّ صَاحَ بِهِ، ثُمَّ قَالَ: لا وَلا كَرَامَةَ حَتَّى تَقْدَمَ عَلَى ذَلِكَ الْجُنْدِ فَتُقَسِّمَهُ بَيْنَهُمْ فَطَرَدَهُ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، إِنِّي قَدْ أَنْضَيْتُ إِبِلِي وَاسْتُقْرِضْتُ فِي جَائِزَتِي، فَأَعْطِنِي مَا أَتَبَلَّغُ بِهِ، فَمَا زَالَ عَنْهُ حَتَّى أَبْدَلَهُ بَعِيرًا بِبَعِيرِهِ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ، وَأَخَذَ بَعِيرَهُ فَأَدْخَلَهُ فِي إِبِلِ الصَّدَقَةِ، وَرَجَعَ الرَّسُولُ مَغْضُوبًا عَلَيْهِ مَحْرُومًا حَتَّى قَدِمَ الْبَصْرَةَ، فَنَفَذَ لأَمْرِ Ia pun kemudian mendekati Hadhrat ‘Umar hingga lututnya pun bersentuhan dengan lutut Hadhrat ‘Umar. Kemudian Hadhrat ‘Umar bertanya kepadanya perihal keadaan umat Muslim. lalu Hadhrat ‘Umar bertanya tentang Hadhrat Sariyah dan ia pun mengabarkannya kepada beliau.
Kemudian ia menjelaskan perihal peti itu dan Hadhrat ‘Umar melihatnya; lalu dengan nada tinggi Hadhrat ‘Umar bersabda, ‘Tidak. Tidak ada hal yang berharga di dalamnya. Pergilah menuju pasukan Islam dan bagikanlah ini diantara mereka. Bagilah perhiasan yang dikirim kepada saya ini untuk pasukan Muslim.’
Ia menjawab, ‘Wahai Amirul Mukminin, unta saya telah kepayahan, dan saya pun telah berhutang karena berharap akan hadiah itu. Hudhur, berikanlah sedikit kepada saya yang dengannya saya dapat menutupinya.’
Ia terus bersikeras hingga Hadhrat ‘Umar pun mengganti untanya dengan satu diantara unta-unta untuk sedekah, dan memasukkan untanya diantara kawanan unta untuk sedekah. Dalam keadaan luput dan tertunduk, utusan itu pun tiba di Basrah dan mengamalkan perintah Hadhrat ‘Umar tersebut.”[7]
Dijelaskan juga, وَرَجَعَ الرَّسُولُ مَغْضُوبًا عَلَيْهِ مَحْرُومًا حَتَّى قَدِمَ الْبَصْرَةَ، فَنَفَذَ لأَمْرِ عُمَرَ، وَقَدْ كَانَ سَأَلَهُ أَهْلُ الْمَدِينَةِ عَنْ سَارِيَةَ، وَعَنِ الْفَتْحِ وَهَلْ سَمِعُوا شَيْئًا يَوْمَ الْوَقْعَةِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، سَمِعْنَا: يَا سَارِيَةُ، الْجَبَلَ، وَقَدْ كِدْنَا نَهْلَكُ، فَلَجَأْنَا إِلَيْهِ، فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْنَا “Tatkala utusan itu datang ke Madinah dengan membawa kabar gembira kemenangan, maka penduduk Madinah pun bertanya kepadanya tentang Hadhrat Sariyah serta kemenangannya dan berkata, “Apakah di hari pertempuran, kaum Muslim mendengarkan suatu suara?’
Ia menjawab, نَعَمْ، سَمِعْنَا: يَا سَارِيَةُ، الْجَبَلَ، وَقَدْ كِدْنَا نَهْلَكُ، فَلَجَأْنَا إِلَيْهِ، فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْنَا “Iya, saat itu kami mendengar يَا سَارِيَةُ، الْجَبَلَ yakni, “Wahai Sariyah, menyingkirlah ke arah gunung”
Pada saat itu kami sudah terdesak. Lalu kami berlindung ke arah gunung, akhirnya Allah Ta’ala memberikan kemenangan kepada kami.”[8]
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan peristiwa tersebut, bersabda, “Tertulis satu kejadian berkenaan dengan Hadhrat ‘Umar. Pada masa kekhalifahan beliau, suatu hari beliau tengah menyampaikan khutbah di mimbar. Tiba tiba secara spontan beliau mengucapkan kalimat yang berbunyi, ‘Yaa Saariyatul Jabal! Ya Saariyatul Jabal!’ – ‘Wahai Sariyah! Naiklah ke gunung! Wahai Sariyah! Naiklah ke gunung!’
Karena apa yang beliau ucapkan itu, tidak ada kaitannya dengan khutbah yang beliau sampaikan, kemudian orang-orang bertanya kepada beliau, ‘Apa yang tuan katakan ini?’
Beliau ra bersabda: ‘Ditampakkan kepada saya, Sariyah, seorang komandan laskar Islam tengah berdiri, disisi lain musuh tengah menggempur dari arah sisi, sehingga pasukan Muslim terdesak dan hampir kalah. Pada saat itu saya melihat ada sebuah gunung yang dengan menaikinya dapat terhindar dari serangan musuh, untuk itu saya menyeru mereka untuk naik ke gunung.’
Belum berlalu beberapa hari, diterima kabar dari Sariyah persis seperti apa yang terjadi. Saat itu mereka mendengar suara yang sama dengan suara Hadhrat ‘Umar yang memperingatkan mereka dari bahaya. Lalu kami naik ke gunung sehingga terhindar dari serangan musuh. Dari kejadian ini dapat diketahui bahwa saat itu lisan Hadhrat ‘Umar lepas dari kendali dan berada dibawah kekuasaan Dzat Yang Maha Kuasa dan Mutlak yang bagiNya jarak tidak berarti.”
Hadhrat Masih Mauud as juga bersabda mengenai peristiwa ini, “Kita pun mengatakan bahwa tuduhan yang dilontarkan kepada para sahabat Rasulullah (saw) bahwa tidak terbukti mereka mendapatkan ilham sebagai tuduhan yang sama sekali keliru dan tidak berdasar, karena berdasarkan Hadits-Hadis sahih, terbukti bahwa para sahabat menerima banyak ilham dan mengalami kejadian yang luar biasa. Hadhrat ‘Umar mendapatkan kabar dari Allah Ta’ala berkenaan dengan kedaan pasukan Sariyah yang tengah dalam kondisi bahaya yang mana hal itu diriwayatkan oleh Baihaqi dari Ibnu ‘Umar. Jika itu bukan Ilham, lantas apa lagi. Kemudian suara yang beliau serukan yang berbunyi: Yaa Saariyatul Jabal, Yaa Saariyatul Jabal yang diucapkan oleh beliau yang saat itu tengah berada di Madinah, namun suara tersebut dapat terdengar oleh Komandan Sariyah dan laskarnya pada jarak yang sangat jauh dengan perantaraan kudrat ghaib, jika kejadian itu bukan hal yang ajaib lantas apa lagi?”
Selanjutnya berkenaan dengan perang Karmaan yang terjadi pada tahun 23 Hijriah. Karmaan dapat ditaklukan dibawah kepemimpinan Hadhrat Suhail Bin Adi, dalam Riwayat lain dikatakan bahwa komandan pasukan adalah Abdullah Bin Budail. Komandan Pasukan penerobos Hadhrat Suhail adalah Nasir Bin Amru Bajali. Penduduk Karman berkumpul untuk menghadapi mereka. Mereka bertempur dari daerah dekat dengan kampung halamannya. Akhirnya Allah Ta’ala membuat meeka cerai berai dan pasukan Muslim menghentikan jalannya. Nasir berhasil membunuh para pemimpin besar mereka.
Demikian pula, Hadhrat Suhail Bin Adi dengan perantaraan pasukan kampung dapat menghentikan jalan musuh hingga Jiraf. Hadhrat Abdullah pun tiba di sana melalui jalan Syir dan seperti yang diharapkan, mereka mendapatkan banyak unta dan kambing di daerah tersebut. Mereka menghitung total harga hewan ternak tersebut Disebabkan harganya lebih tinggi dari harga di Arab, sehingga timbul perbedaan pendapat. Untuk itu disampaikan kepada Hadhrat ‘Umar. Hadhrat ‘Umar membalas surat mereka, bersabda ditetapkan harga sesuai dengan harga daging unta Arab dan unta unta inipun serupa, jika menurut hemat kalian harganya lebih tinggi, maka tingkatkanlah harganya. Hrta yang diteima, tetapkanlah harga hewan hewan tersebut sesuai dengan itu.
Tertulis dalam Riwayat, pada masa kekhalifahan Hadhrat ‘Umar Hadhrat Abdullah Bin Budail Bin Waraqa Khaza’I menaklukan Karmaan. Setelah penaklukan Karmaan, mereka datang ke Tabsiin, dari sana datang menemui Hadhrat ‘Umar dan berkata: saya telah menaklukan Tabsin, mohon kiranya tuan dapat menghadiahkan dua tanah ini kepada saya. Ketika Hadhrat ‘Umar beriradah untuk menghadiahkan kedua tanah itu kepadanya, seseorang berkata kepada beliau bahwa kedua area tersebut merupakan daerah yang sangat luas dan merupakan pintu Khurasan. Setelah itu Hadhrat ‘Umar membatalkan iradah untuk menghadiahkan kedua area tersebut kepadanya.
Penaklukan Sajastaan terjadi pada tahun 23 Hijriah. Sajastaan merupakan daerah yang lebih luas dari Khurasan dan perbatasannya melebar hingga daerah daerah yang sangat jauh. Daerah ini terletak diantara Sindh dan sungai Balkh. Perbatasan-perbatasannya sangat sulit untuk dilalui dan penduduknya sangat padat. Sajastaan disebut juga Sestaan. Orang Iran menyebut Sajastaan juga dengan Sestaan. Seorang pejuang Iran yang terkenal, Rustam berasal dari daerah ini. Daerah ini tertelak di sebelah utara Karman. Pemimpinnya bernama Zaranj. Pada zaman dulu daerah ini adalah daerah yang luas dan memiliki keutamaan yang khas pada masa Hadhrat Muawiyah. Penduduknya sering berperang melawan Turki Kangghar dan kaum kaum lainnya.
Ashim Bin Amru juga mengarahkan agresinya ke Sajastaan. Abdullah Bin Umair juga bergabung dengannya dengan membawa pasukan. Terjadilah pertempuran dengan penduduk Sajastaan didaerah yang tidak jauh dan pasukan Muslim berhasil mengalahkannya. Pasukan Sajastaan melarikan diri, namun pasukan Muslim mengejarnya dan mengepungnya didaerah Zaranj. Seiring dengan itu, pasukan Muslim berhasil menaklukan berbagai daerah yang memungkinkan. Pada akhirnya, Penduduk Sajastaan mengajukan perdamaian dan secara resmi meminta pihak Muslim untuk menyetujui janji damai. Dan juga meminta persetujuan syarat Pada surat perjanjian damai agar hutan hutan mereka dianggap sebagai area peternakan yang aman. Untuk itu, Ketika Muslim melewati daerah itu, menghindari hutan hutan mereka, supaya jangan sampai menimpakan kerugian kepada mereka sehingga ditetapkan melanggar perjanjian. Sedemikian rupa berhati hatinya pasukan Muslim. Alhasil, penduduk Sajastaan setuju untuk memberikan kharaj (cukai hasil tanah yang dikenakan ke atas orang bukan Islam) dan pihak Muslim mengambil tanggung jawab untuk menjaga mereka.
Penaklukan Makran terjadi pada tahun 23 Hijriah. Invasi tersebut dipimpin oleh Hakam Bin Amru. Sekarang disebut dengan Makran, pada sejarah zaman dulu tertulis Mukran. Makran dapat ditaklukan dibawah pimpinan Hakam Bin Amru. Namun setelah itu Syihab Bin Makhariq, Suhail Bin Addi dan Abdullah Bin Abdullah juga bersama lasykarnya bergabung dengan mereka. Pihak Muslim Bersatu untuk menghadapi raja Sindh dan berhasil mengalahkannya. Hakam Bin Amru menyampaikan kabar kemenangan dan juga Harta Ghanimah melalui Saharabdi. Beliau meminta petunjuk berkenaan dengan gajah gajah yang termasuk kedalam harta ghanimah.
Ketika Hadhrat ‘Umar mendapatkan kabar kemenangan, Hadhrat ‘Umar bertanya berkenaan dengan tanah Makran kepadanya. Ia pun menjawab, “Wahai Amirul Mukminin! Tanah lapangannya yang halus pun keras layaknya bukit dan disama sangat kekurangan air, buah buahannya rusak, dan musuh musuh di sana sangat berani. Di sana keburukan lebih dominan dibanding kebaikan. Jumlah banyak pun Nampak sedikit dan jumlah sedikit menjadi sia sia. Bagiannya yang terdahulu lebih buruk lagi dari itu.”
Hadhrat ‘Umar bersabda berkenaan dengan gaya bicaranya, bersabda, “Apakah Anda sedang berpantun atau mengabarkan keadaan sebenarnya?”
Ia berkata, “Saya tengah menyampaikan hakikat sebenarnya kepada tuan.”
Hadhrat ‘Umar bersabda, “Jika Anda menyampaikan hakikat, maka demi Tuhan! Laskar saya tidak akan menyerang ke sana.” Beliau (ra) menuliskan surat perintah kepada Hakam Bin Amtu dan Hadhrat Suhail. Beliau juga memerintahkan, “Diantara laskar kalian berdua tidak boleh ada yang menempuh Langkah mendahului Makran dan batasilah hingga daerah seberang sungai. Beliau juga memerintahkan untuk menjual gajah-gajah itu kenegeri negeri Muslim lalu membagikan harta yang dihasilkan darinya untuk para pasukan.” Keterangan lebih lanjut mengenai perang tersebut dikutip dari Tarikh ath-Thabari.
Berkenaan dengan perang tersebut Allamah Syibli memberikan catatan sbb, “Batas terakhir Penaklukan al-Faruq adalah Makran, namun ini adalah keterangan Tabari. Menurut Riwayat Sejarawan Baladuri, pasukan sampai hingga daerah-daerah terjal di Dibal dan Thana. Jika memang ini benar, maka pada zaman Hadhrat ‘Umar (ra), Islam sudah menginjakkan kaki di Sindh dan Hind.”
Begitu juga, tertulis dalam catatan kaki bahwa saat ini setengah bagian Makran disebut dengan Baluchistan. Meskipun Baladari menulis batas penaklukan Faruqi hingga Debal di kota Sindh, namun Tabari menetapkan Makran sebagai batas akhir.
Saat ini masih membahas berkenaan dengan riwayat Hadhrat ‘Umar (ra), akan saya lanjutkan lagi pada kesempatan lain.
Setelah jumat nanti saya akan meresmikan Radio Internet Turki. Radio channel ini diberi nama “Islam Ahmadiyatin sisi” yang artinya suara Islam Ahmadiyah yang alhamdulillah saat ini siap mengudara 24 jam setiap harinya. Radio ini dapat dinikmati di seluruh dunia dengan menggunakan tablet, HP Smartphone dan laptop dengan melalui sebuah link. Satu paket yang berlangsung 4 jam akan diulang sebanyak 6 x dalam satu hari. Dalam paket tersebut ditayangkan satu jam tilawat dengan terjemahan bahasa turki, Hadits Nabi Saw, dan Kalamul Imam Hadhrat Masih Mauud as. Akan ditayangkan juga terjemahan khutbah saya dalam Bahasa Turki dan juga majlis soal jawab.
Lebih dari 20 negara didunia dapat memanfaatkan radio ini untuk tujuan tabligh dan Tarbiyat Insya Allah. 20 lebih negara dapat memanfaatkannya baik untuk tujuan tabligh maupun tarbiyat. Misalnya Azerbaijaan, Georgia, dan negeri negeri yang menggunakan Bahasa Turki. Banyak juga yang dulunya merupakan bagian dari negara Rusia yang didalamnya Bahasa Turki digunakan juga. Begitu juga negri Turki dan semua negeri Eropa yang didalamnya banyak dijumpai warga negara Turki, mereka dapat memanfaatkan kanal ini. Departemen Tabligh Jerman mendapatkan taufik untuk mempelopori radio ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan ganjaran kepada mereka dan memberkati program ini dari berbagai sisi. Saya akan meresmikannya nanti setelah jumah.
Setelah shalat jumat nanti saya akan pimpin shalat jenazah ghaib. Perlu juga saya sampaikan bahwa jenazah Saudara Taalay Ahmad masih belum tiba, mungkin akan memakan waktu beberapa hari. Setelah tiba nanti, kita akan melaksanakan shalat jenazah untuk beliau, insya Allah, dan sekaligus akan disampaikan (zikr e khair) berkenaan dengan beliau.
Beberapa almarhum dan almarhumah yang akan dishalatkan jenazah ghaibnya pada hari ini, yang pertama adalah Muhammad AlMukhtar Kabka Sahib, penduduk Marakisy yang wafat pada usia 73 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Beliau baiat pada tahun 2009. Seorang Ahmadi yang sangat mukhlis. Setelah baiat, setiap saat beliau menyibukkan diri untuk mengkhidmati jemaat dan menyampaikan tabligh Ahmadiyah. Beliau sangat berperan dalam memperbaiki keyakinan keyakinan yang keliru di masyarakat. Beliau tinggal di Marakisy barat.
Ketua jemaat di sana menulis, beliau adalah pensiunan tentara, terpelajar, selain Bahasa Arab, beliau juga mahir Bahasa Perancis dan Spanyol. Beliau segera baiat setelah membaca buku Hamamatul Busyra. Beliau juga sangat gemar dan cinta dalam menelaah buku buku Hadhrat Masih Mauud as sekurang-kurangnya 2 kali tamat. Beliau juga menelaah Tafsir Kabir lalu mengkopi dan menjilidnya untuk kemudian dibagikan kepada para Ahmadi. Ketika Nizam jemaat berdiri di daerah kami, beliau mewakafkan diri untuk mengkhidmati jemaat dan melakukan kunjungan ke berbagai jemaat. Beliau juga sangat baik dalam hal pengorbanan harta.
Beliau tidak pernah menolak dengan menagatakan: Hari ini saya sibuk atau tidak bisa berkhidmat. Beliau pemilik tekad yang kuat, bahkan jarang dijumpai dikalangan pemuda. Beliau menaati sepenuhnya nizam Khilafat dan tidak menundanya. Memiliki gejolak semangat untuk bertabligh. Beliau biasa menablighi siapapun dalam Kereta, bis, dan warung, baik kepada yang lebih tua ataupun muda. Beliau menyampaikan pesan kebenaran kepada setiap anggota keluarga. Beliau dawam shalat lahajjud, berpuasa senin dan kami, selalu membaca doa doa yang saya njurkan untuk dibaca, begitu juga doa doa untuk perayaan seabad Khilafat.
Beliau biasa menilawatkan alquran setiap hari 5 hingga 10 ruku. Beliau biasa menghafal Al Quran Ketika berjalan jalan dan mengulang ngulangnya. Terkadang beliau begitu menyibukkan diri untuk menilawatkan Al Quran. Ketika berjalan jalan, sehingga beliau tidak mengetahui kedaan disekeliling. Dengan kata lain, beliau sangat mencintai Al Quran. Sebagian orang mengatakan bahwa bahkan dalam keadaan tengah tidur pun, yang keluar dari mulut beliau adalah bacaan ayat ayat Al Quran. Beliau mendapatkan taufik untuk berkhidmat di Marakisy selama 9 tahun sebagai Wakil ketua jemaat, Sadr Ansharullah dan Sker Maal. Beliau adalah Musi. Istri beliau juga seorang yang mukhlis dan dan Musiah.
Jenazah selanjutnya adalah Mahmud Ahmad Sahib mantan Khadim (Muadzin) Masjid Aqsa dan Mubarak Qadian yang wafat beberapa hari lalu pada usia 74 tahun. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Beliau adalah putra dari Almarhum Makhdum Husein Sahib penduduk Balgaam yang pada zaman dulu hijrah dari Karnatak ke Qadian. Beliau mendapatkan taufik berkhidmat berkhidmat sebagai Khadim masjid di Masjid Aqsa dan Mubarak. Beliau seorang Mushi. Beliau disiplin shalat, puasa, tahajjud dan rajin berdoa. Beliau memiliki kecintaan yang khas kepada masjid. Selain istri beliau meninggalkan dua putra dan satu putri.
Jenazah selanjutnya, Saudah Sahibah istri dari Abdurrahman Sahib penduduk Kerela India. Beliau wafat pada 22 Juli pada usia 76 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Almarhumah adalah ibunda dari Syamsuddin Sahib Malabari Muballigh Incharge Kababir.
Syamsuddin Sahib menuturkan, ibu saya adalah putri dari Almarhum Viti Muhammad Sahib yang merupakan Ahmadi paling pertama di daerah Palkath dan sekitarnya yang mendapatkan taufik untuk baiat pada tahun 1937 dan sampai masa yang Panjang terus menghadapi penganiayaan keras dari pihak penentang. Pada masa boikot itulah nenek saya dan putri sulungnya wafat. Saat itu ibu saya masih berusia 1,5 tahun. Setelah nenek saya wafat, para penentang tidak mengizinkan jenazah beliau dimakamkan di pemakaman setempat, sehingga terpaksa harus memakamkan beliau disebuah pemakaman umum disebuah kota yang jaraknya 40 km. Setelah kakek hijrah Bersama dengan anak yang masih kecil. Dengan begitu, ibu saya melewati berbagai macam cobaan dari sejak kecil.
Almarhumah seorang insan yang rajin puasa dan shalat, musiah, gemar menolong orang lain. Beliau biasa mendoakan orang yang sedang menghadapi kesulitan dan juga membantunya. Keluarga yang ditinggalkan diantaranya adalah selain suami, 4 putra dan dua putri. Cucu beliau adalah waqaf zindegi, seorang putra beliau adalah Muballig, karena tinggal jauh, sehingga tidak dapat menghadiri pengurusan jenazah. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat Almarhumah.
Jenazah selanjutnya adalah, Sayyidah Majid Sahibah istri Syeikh Abdul Majid Sahib Faisalabad yang wafat beberapa hari lalu pada usia 86 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Putra beliau Syeikh Wahid Sahib menuturkan, Di keluarga beliau, Jemaat bermula dari kakek beliau, Hadhrat Barkat Ali Qadian sahib. Kakek dan dan nenek beliau dari garis ayah keduanya adalah sahabat Hadhrat Masih Mauud as. Mereka mendapatkan kemuliaan itu. Almarhuman mendapatkan taufik untuk berkhidmat di jemaat dalam masa yang Panjang. Pada awalnya beliau berkhidmat sebagai ketua halqa lajnah dan sekr Maal. Pada tahun 1982 ketika pembentukan baru Lajnah Imaillah Faisalabad , beliau berkhhidmat sebagai Sekr Maal selama 7 tahun. Beliau dengan dawam dan rajin melakukan kunjungan ke 82 Majlis dan mengevaluasi pekerjaan para pengurus terkait.
Beliau memberikan perhatian khusus pada pengarsipan bidang Maal dan penerimaan dan pengiriman candah tepat pada waktunya. Ketua lajnah di daerah tersebut menuturkan, suatu Ketika para perampok menghentikan mobil yang ditumpangi oleh beliau sepulang dari kunjungan. Almarhumah segera menjatuhkan tas yang berisi uang candah ke bawah kaki beliau dengan tujuan agar uang candah dapat terselamatkan. Beliau tidak memperdulikan sedikitpun jika perhiasannya yang dirampas. Untuk itu para perampok meminta beliau untuk membuka perhiasaan yang dikenakan, namun uang candah selamat dan setelah itu beliau justru merasa Bahagia karena uang candah selamat dari perampokan. Beberapa bulan sebelum kewafatan, beliau mempersembahkan semua perhiasan yang dimiliki untuk dimanfaatkan bagi Gerakan dalam jemaat.
Beliau menelaah berkali kali buku buku Hadhrat masih Mauud as. Beliau memiliki banyak keistimewaan dan kecintaan yang tinggi kepada Allah Ta’ala. Beliau insan yang bertawakkal kepada Tuhan. Almarhuman memiliki jalinan kecintaan dan mahabbah yang dalam dengan Khilafat. Beliau senantiasa menasihati putra putri, menantu dan anak cucu untuk menjalin ikatan dengan Khilafat, mendoakan Khilafat dan mendengarkan khutbah Khalifah. Beliau adalah seorang Musiah. Selain suami, beliau meninggalkan 8 putra dan banyak cucu dan juga cicit.
Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfirah kepada segenap Almarhum Almarhumah, memperlakukan mereka dengan kasih saying, meninggikan derajat mereka. Seperti yang telah saya sampaikan, setelah shalat jumat nanti, saya akan pimpin shalat jenazah ghaib untuk mereka.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq.
Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Rujukan pembanding: https://www.Islamahmadiyya.net (bahasa Arab)
[1] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري), tahun ke-22 (اثنتين وعشرين), pembahasan penaklukan Ray (فتح الري).
[2] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري), tahun ke-22 (اثنتين وعشرين), pembahasan penaklukan Adzerbaijan (فتح أذربيجان).
[3] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري), tahun ke-22 (اثنتين وعشرين), pembahasan penaklukan al-Bab (مفتح الباب).
[4] Yezdegerd terbunuh oleh orang Persia sendiri dalam pertengkaran sesama kaum Persia.
[5] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري), tahun ke-22 (سنه اثنتين وعشرين), pembahasan perjalanan Yazdegerd (ذكر مصير يزدجرد إلى خراسان وما كان السبب في ذلك).
[6] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري تاريخ الرسل والملوك وصلة تاريخ الطبري), tahun ke-23 (ثلاث وعشرين), pembahasan penaklukan Istakhr (فتح إصطخر).
[7] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري تاريخ الرسل والملوك وصلة تاريخ الطبري), tahun ke-23 (ثلاث وعشرين), pembahasan penaklukan Fasa dan Darabajard (ذكر فتح فسا ودارابجرد).
[8] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري تاريخ الرسل والملوك وصلة تاريخ الطبري), tahun ke-23 (ثلاث وعشرين), pembahasan penaklukan Fasa dan Darabajard (ذكر فتح فسا ودارابجرد).