“Tuhan yang benar dan Maha Sempurna yang tidak memerlukan argumentasi untuk beriman kepada-Nya, yang adalah menjadi kewajiban bagi semua mahluk, adalah Tuhan seru sekalian alam. Sifat Rahmaniyat-Nya tidak terbatas kepada suatu kelompok manusia tertentu, atau masa tertentu atau pun suatu negeri khusus. Dia adalah Tuhan dari semua bangsa, semua masa, semua tempat dan semua negeri. Dia adalah sumber mata air dari segala rahmat. Semua kekuatan jasmani dan ruhani adalah karunia-Nya dan seluruh alam ini dipelihara oleh-Nya. Rahmat Allah swt mencakup semua bangsa, semua negeri dan semua masa, sehingga tidak akan ada orang yang akan mengatakan bahwa Tuhan hanya membatasi rahmat-Nya hanya kepada bangsa lain saja dan tidak kepada bangsanya sendiri. Atau mengatakan bahwa bangsa lain memperoleh Kitab dari-Nya sebagai petunjuk sedangkan mereka tidak. Atau menyatakan bahwa Dia memanifestasikan Wujud-Nya melalui wahyu, ilham dan mukjizat-mukjizat- Nya di masa lalu, sedangkan di masa mereka sendiri, Dia itu bersembunyi. Melalui rahmat yang diberikan-Nya kepada semua itu Dia meniadakan semua sangkalan, karena dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Akbar, Dia tidak menahan rahmat karunia jasmani dan ruhani kepada bangsa mana pun.”
(Paigham Sulh, Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 442, London, 1984).
***
Sajak bahasa Urdu
Ya Allah, Maha Pencipta, Yang Menyembunyikan segala kelemahan, yang Maha Kuasa;
Wahai Kekasih-ku, Maha Pelindung, Maha Pemelihara! Bagaimana caraku bersyukur kepada-Mu,
wahai Pengarunia segala berkat yang akbar?
Dimana ‘kan kuperoleh bahasa guna menyatakan syukurku? Semata berkat dan karunia-Mu maka Engkau memilih aku;
Karena tak berkekurangan hamba-hamba yang ikhlas di hadirat- Mu.
Mereka yang berjanji menjadi sahabat, kini menjadi musuh; Namun Engkau tidak meninggalkan diriku,
Wahai Sang Pemenuh segala hajatku.
Wahai Sahabat yang Maha Esa, wahai Pelindung diriku; Engkau semata cukup bagiku, aku tak berdaya tanpa Diri-Mu. Jika bukan karena Berkat-Mu, maka lama sudah aku jadi debu Hanya Allah Yang tahu kemana ditebarkan ini debu.
Semoga hati, jiwa dan wujudku dikurbankan di Jalan-Mu;
Tak ada lagi wujud yang menyintai laiknya Engkau.
Sejak awal aku tumbuh dalam naungan perlindungan-Mu yang berberkat.
Laiknya bayi menyusu, aku telah Engkau peliharakan.
Tidak ada anak manusia memiliki kesetiaan seperti Engkau; Selain Engkau, tak ada aku berjumpa sahabat yang mengasihi. Orang bilang bahwa ia yang tidak berarti tidak akan diridhoi; Namun meski tak berarti, aku telah Engkau terima di hadirat-Mu. Demikian banyak berkat dan karunia-Mu atas diriku;
Akan tetap tidak terbilang sampai Hari Kiamat nanti.
(Barahin Ahmadiyah, bag. V, Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 127, London, 1984).
***
Dua bentuk sifat Allah
“ALLAH YANG MAHA KUASA dengan tujuan agar mahluk ciptaan-Nya yang lemah ini bisa memahami dengan sempurna maka Dia telah menguraikan sifat-sifat-Nya di dalam Al-Quran dalam dua aspek. Pertama, Dia menguraikan sifat-sifat-Nya secara metafora menyamai beberapa sifat manusia seperti bahwa Dia itu Agung, Pengasih, Penyayang, bisa murka, memiliki rasa sayang dan sepertinya Dia itu memiliki tangan, mata, kaki dan telinga. Meskipun Dia menciptakan segala spesies tetapi tidak berarti Dia butuh teman dalam suatu eksistensi bersama, karena meskipun sifat penciptaan merupakan salah satu sifat-Nya namun manifestasi daripada Ketauhidan dan Ke-Esaan-Nya juga menjadi bagian daripada sifat-Nya. Tidak ada dari sifat Allah yang lalu menjadi usang secara tetap meskipun bisa saja dihentikan untuk sementara waktu. Dengan cara demikian itulah Allah swt memanifestasikan sifat-sifat-Nya yang diselaraskan dengan sifat manusia. Sebagai contoh, Tuhan itu adalah Maha Pencipta, tetapi sampai suatu tingkat tertentu yang namanya manusia juga mencipta atau membentuk. Seorang manusia bisa disebut bersifat agung sampai suatu tingkat tertentu, atau juga dikatakan bersifat pengasih, pemarah, mempunyai mata dan telinga dan sebagainya. Keadaan seperti itu bisa menimbulkan kecurigaan anggapan bahwa manusia menyamai Tuhan dalam sifat-sifat tersebut, dan Tuhan menyerupai manusia. Guna menolak pandangan demikian maka Allah swt dalam Al-Quran menjelaskan bahwa sifat-sifat-Nya bersifat transendental (berada di atas atau melampaui) sehingga manusia tidak bisa menyamai-Nya dalam wujud maupun sifat. Ciptaan Tuhan tidak sama dengan ciptaan manusia, begitu juga dengan rahmat-Nya berbeda dengan sifat pengasih manusia. Kemurkaan-Nya tidak sama dengan kemarahan manusia, begitu juga dengan kasih sayang-Nya, tambah lagi Dia tidak membutuhkan ruang sebagaimana manusia.”
“Kitab Suci Al-Quran mengemukakan secara jelas bahwa sifat-sifat Allah itu amat berbeda dengan manusia. Sebagai contoh, dikatakan bahwa:
لَيسَ كَمِثلِهِ شَيءٌ ۖ وَهُوَ السَّميعُ البَصيرُ
‘Tidak ada yang menyerupai-Nya. Dia itu Maha Mendengar, Maha Melihat.’ (QS.42 Asy-Sura:12).
Pada tempat lain dikatakan:
اللَّهُ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ الحَيُّ القَيّومُ ۚ لا تَأخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَومٌ ۚ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَما فِي الأَرضِ ۗ مَن ذَا الَّذي يَشفَعُ عِندَهُ إِلّا بِإِذنِهِ ۚ يَعلَمُ ما بَينَ أَيديهِم وَما خَلفَهُم ۖ وَلا يُحيطونَ بِشَيءٍ مِن عِلمِهِ إِلّا بِما شاءَ ۚ وَسِعَ كُرسِيُّهُ السَّماواتِ وَالأَرضَ ۖ وَلا يَئودُهُ حِفظُهُما ۚ وَهُوَ العَلِيُّ العَظيمُ
‘Allah, tiada yang patut disembah selain Dia, yang Maha Hidup, yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Siapakah yang dapat memberikan syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya? Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Ilmu-Nya menjangkau seluruh langit dan bumi, dan tidaklah memberatkan-Nya menjaga keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar’ (QS.2 Al-Baqarah:256).
“Artinya, wujud dan eksistensi Yang Maha Benar serta segala sifat yang benar itu adalah milik Tuhan, dan tidak ada siapa pun yang menjadi sekutu-Nya dalam hal ini. Hanya Dia sendiri yang hidup melalui Wujud-Nya sendiri, sedangkan yang lainnya memperoleh kehidupan melalui Dia. Hanya Dia sendiri yang eksis melalui Wujud-Nya sendiri, sedangkan yang lainnya memperoleh eksistensi melalui Dia. Dia itu tidak terpengaruh oleh maut dan tidak ada sesuatu yang akan memaksa-Nya berhenti sesaat karena harus tidur atau istirahat, sebagaimana mahluk lainnya yang harus mengalami kematian, tidur dan istirahat. Semua yang kalian saksikan ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya dan tampil atau eksis melalui Wujud-Nya. Tidak ada seseorang pun yang bisa menjadi perantara bagi- Nya tanpa perkenan-Nya. Dia mengetahui segala sesuatu yang ada di hadapan atau di belakang manusia, atau dengan kata lain Dia mengetahui segala yang nyata dan yang tersembunyi. Tidak ada seorang pun yang akan mampu menduga kedalaman pengetahuan-Nya kecuali sebanyak yang memang diizinkan-Nya. Kekuasaan dan Pengetahuan-Nya mencakup keseluruhan langit dan bumi. Dia menjadi penegak bagi semuanya sedangkan Dia tidak ada yang menegakkan. Dia tidak menjadi lelah karena harus menopang langit dan bumi. Dia berada di atas segala kelemahan, kepikunan dan ketidakberdayaan.”
Arasy Ilahi
“DI TEMPAT LAIN dikatakan:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذي خَلَقَ السَّماواتِ وَالأَرضَ في سِتَّةِ أَيّامٍ ثُمَّ استَوىٰ عَلَى العَرشِ
‘Sesungguhnya Tuhan-mu ialah Allah Yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam teguh di atas Arasy’ (QS.10 Yunus:4).
“Artinya, setelah menciptakan langit dan bumi berikut semua isinya serta sudah memanifestasikan sifat-sifat-Nya yang serupa, maka Dia menempatkan Wujud-Nya pada posisi kesendirian dan transendental guna menunjukkan sifat transendental-Nya yang jauh dari sifat penciptaan. Posisi tertinggi itu disebut sebagai Arasy. Penjelasan tentang hal ini adalah sebagai berikut, pada awalnya semua mahluk itu tidak ada dan Tuhan memanifestasikan Wujud-Nya di tempat yang amat jauh di balik jauh yang diberi nama Arasy sebagai tempat yang berada di atas semua alam semesta. Tidak ada sesuatu apa pun kecuali Wujud-Nya semata. Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya. Ketika semua mahluk sudah tercipta lalu Dia menyembunyikan Wujud-Nya dan menginginkan agar para mahluk-Nya menemukan Diri-Nya.”
“Harus diingat bahwa sifat-sifat Allah tidak akan pernah usang atau hilang selamanya. Selain dari Tuhan sendiri maka semua spesies mahluk memerlukan saling keterkaitan eksistensi. Tidak ada sifat Allah yang menjadi usang walaupun mungkin bisa berhenti sesaat. Sebagaimana sifat penciptaan dan penghancuran tidak konsisten satu sama lainnya, maka ketika sifat penghancuran sedang berjalan, dengan sendirinya sifat penciptaan akan berhenti sesaat. Singkat kata, pada awalnya yang berjalan adalah sifat Kesendirian dan kita tidak bisa mengatakan berapa seringnya keadaan seperti itu berulang, yang pasti adalah atribut itu bersifat abadi dan tanpa batas. Sifat Kesendirian itu pernah pada saatnya mempunyai prioritas di atas sifat- sifat lainnya. Sebab itulah dikatakan bahwa pada awalnya Tuhan itu sendiri dan tidak ada sesuatu pun beserta-Nya. Lalu Dia menciptakan langit dan bumi beserta isinya, dimana dalam konteks tersebut Dia memanifestasikan sifat-sifat-Nya sebagai Yang Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Pengampun dan Maha Penerima Tobat. Namun barangsiapa yang degil dalam dosa dan tidak berhenti dalam dosanya itu, tidak akan dibiarkan saja. Dia juga memanifestasikan sifat-sifat-Nya sebagai Yang Maha Penyayang kepada mereka yang bertobat, dimana kemurkaan-Nya hanya ditujukan kepada yang tidak mau berhenti melakukan dosa dan pelanggaran.”
Tidak Ada Yang Menyamai Sifat Allah
“Semua sifat-Nya itu cocok bagi-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat manusia. Dia tidak memerlukan mata jasmani dan tidak ada sifat-Nya yang mirip dengan sifat manusia. Sebagai contoh, jika seorang manusia sedang marah maka ia menderita karena kemarahannya itu dimana hatinya tidak lagi merasa nyaman dan terasa seperti terbakar, otaknya merasa tertekan dan ia mengalami proses perubahan. Adapun Tuhan bebas sama sekali dari perubahan-perubahan demikian. Kemurkaan-Nya mengambil bentuk sebagai mencabut sokongannya kepada mereka yang tidak mau berhenti melakukan dosa. Sejalan dengan kaidah-Nya yang bersifat abadi, Dia akan mengganjar yang bersangkutan sebagaimana manusia memperlakukan yang lainnya jika ia sedang marah. Secara metafora, hal itu disebut sebagai kemurkaan Allah swt. Begitu juga kecintaan-Nya tidak sama dengan kecintaan seorang manusia karena manusia akan mengalami nyeri jika ia harus dipisahkan dari yang dicintainya, sedangkan Dia tidak akan mengalami kenyerian tersebut. Kedekatan-Nya juga tidak sama dengan kedekatan antar manusia, karena jika seseorang mendekati seorang lainnya maka ia akan meninggalkan ruang yang sebelumnya ia tempati. Namun Tuhan meskipun dikatakan dekat sebenarnya jauh dan meskipun jauh tetapi sebenarnya dekat. Pendek kata, semua sifat Allah itu berbeda dengan sifat manusia. Yang ada hanyalah kemiripan verbal saja, tidak lebih. Karena itulah dalam Al-Quran dinyatakan:
لَيسَ كَمِثلِهِ شَيءٌ
“Tiada sesuatu apa pun yang menyerupai Dia’ (QS.42 Asy-Sura:12).
“Dengan kata lain, tidak ada sesuatu apa pun yang mendekati Allah swt dalam Wujud atau pun sifat-sifat-Nya.”
(Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 272-276, London, 1984).
***
Keabadian Sifat Allah
“Tuhan tidak pernah berhenti berkarya. Dia adalah Maha Pencipta, Maha Menghidupkan, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan akan selamanya demikian. Menuruh hematku, adalah berdosa untuk memperdebatkan salah satu dari keagungan-Nya itu. Allah swt tidak akan memaksakan keimanan pada sesuatu sifat yang belum diperlihatkan-Nya. “ (Malfuzat, vol. IV, hal. 347).
“Sebagaimana bintang-bintang mewujud setahap demi setahap, begitu juga dengan sifat-sifat Allah akan terlihat setahap demi setahap. Manusia terkadang berada di bawah bayangan dari sifat-sifat Allah yang bermakna Keagungan dan Tegak dengan Dzat-Nya Sendiri, dan terkadang berada di bawah bayangan sifat Keindahan-Nya. Hal ini dikemukakan dalam ayat:
كُلَّ يَومٍ هُوَ في شَأنٍ
‘Setiap hari Dia menampakkan Wujud-Nya dalam keadaan yang berlainan’ (QS.55 Ar-Rahman:30).
“Adalah pandangan yang bodoh yang menganggap bahwa setelah para manusia yang berdosa itu dimasukkan ke neraka lalu sifat-sifat Allah sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan tidak lagi berfungsi dan tidak lagi mewujud, karena harus diingat bahwa fungsi dari sifat-sifat Allah tidak akan pernah berhenti sepenuhnya. Sifat dasar Allah Yang Maha Kuasa adalah Kasih dan Sayang, dimana sifat ini merupakan induk dari semua sifat-sifat lainnya. Sifat ini juga yang muncul ketika berlaku sifat Keagungan dan Kemurkaan yang ditujukan untuk perbaikan manusia, dimana setelah perbaikan itu telah mewujud maka sifat Kasih-Nya akan muncul kembali dalam wujud yang hakiki dan akan ada terus sebagai karunia. Tuhan tidak sama dengan seseorang yang bersifat pemarah yang senang menyiksa. Dia tidak merugikan manusia, tetapi manusia yang merugikan dirinya sendiri. Semua keselamatan ada pada sifat Kasih-Nya, sedangkan semua siksaan muncul karena menjauh dari Wujud-Nya.”
(Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906; Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 369-370, London, 1984).
Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 56-64, ISBN 185372-765-2