Benarkah Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjanjikan para bidadari surga yang cantik untuk para syuhada?
Baik Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) maupun Al-Qur’an menolak konsep ganjaran surga berupa “hubungan seksual dengan bidadari cantik untuk selamanya’.
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjelaskan bahwa interpretasi seperti itu tidak bisa diterapkan untuk ayat yang terkait dengan tuduhan itu.
Geert Wilders, seorang penentang Islam menulis di dalam bukunya ‘Marked for Death: Islam’s War Against the West and Me’
“Referring to Muhammad’s vow that Muslims who die while waging jihad, Islam’s holy war, go straight to heaven and have sex with beautiful women for eternity.”
Ayat yang relevan terkait dengan apa yang dikritik oleh Geert Wilders adalah:
كَذٰلِكَۗ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍۗ
“Demikianlah. Dan Kami menjodohkan mereka dengan bidadari-bidadari bermata jeli.”
مُتَّكِـِٕيْنَ عَلٰى سُرُرٍ مَّصْفُوْفَةٍۚ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍ
“Pada hari ketika mereka akan duduk-duduk bersandar pada dipan-dipan yang berderet teratur, dan Kami akan menjodohkan mereka dengan bidadari-bidadari cantik bermata lebar.”
Ayat-ayat di atas tidak menyebutkan tentang Jihad, perang suci, atau segala jenis pertempuran sebagai syarat untuk masuk surga.
Baik Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam) maupun Al-Qur’an menolak konsep ganjaran surga berupa “hubungan seksual dengan wanita cantik untuk selamanya’. Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjelaskan bahwa interpretasi seperti itu tidak bisa diterapkan untuk ayat-ayat tersebut. Beliau bersabda:
Allah ‘azza wajalla berfirman: ‘Aku telah menyiapkan sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas di benak mnausia untuk hamba-hambaKu yang shaleh.’ Pembenarannya ada di dalam kitab Allah ‘azza wajalla: ‘Maka tiada satu jiwa mengetahui, apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.’ (32:18). [5]
Oleh karena itu, membatasi ganjaran dari Allah pada sesuatu yang bersifat hedonis semacam “hubungan seks abadi”, tidak saja bertentangan dengan Islam, tetapi juga penghinaan terhadap karunia Allah pada mereka yang layak mendapatkan surga. Ganjaran surga jauh melampaui apa yang bisa dibayangkan dan dipahami oleh manusia manapun dalam kehidupan ini.
Dalam bahasa Arab, sebagaimana bahasa-bahasa Semit lainnya, dalam kata benda ada yang bersifat maskulin (mudzakkar) dan feminim (muannats). Tepatnya, kata benda maskulin digunakan ketika merujuk pada seorang laki-laki. Dan ketika merujuk pada seorang perempuan, huruf ‘ta marbutoh’ ditambahkan di akhir kata benda maskulin sehingga menjadikannya bersifat feminim. Sebagai di dalam Al-Qur’an tertera:
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ – ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ
فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ – وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْࣖ
“Hai, Jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau. Maka masuklah di antara hamba-hamba pilihan-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS Al-Fajr [89): 28-31)
Empat ayat Al-Qur’an yang pendek ini menggambarkan jiwa di surga keduanya merujuk pada wanita (ayat 28-29) dan juga merujuk pada laki-laki (ayat 30-31). Menurut teologi Islam, tidak seperti manusia, jiwa itu tidak berwujud laki-laki atau perempuan. Latar belakang ini membangun landasan untuk memahami ayat-ayat ini dengan tepat.
Kata benda bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai “bidadari cantik” berasal dari kata bahasa Arab, ha, wau, dan ro, atau hur
(حُوْرٍ). Kata hur (حُوْرٍ) berlaku untuk laki-laki dan wanita. Berlaku untuk laki-laki dalam bentuk jamak ‘ahwar’ dan berlaku untuk wanita dalam konteks yang sama. Sebutan ini, yang menjadi anugerah bagi individu, menggambarkan pada karakter yang memiliki mata yang indah – anugerah bagi jiwa-jiwa yang saleh. Kata ini juga berarti warna putih yang kuat pada mata. Kedua gambaran ini merujuk pada hal-hal rohani, tidak ada hubungannya dengan jenis kepuasan fisik hedonistik.
Selain itu, ‘hur‘ tidak memiliki gender, tetapi Islam mengajarkan bahwa tidak ada satu jiwapun yang bisa mencapai potensi maksimalnya sebelum ia memiliki pasangan. Dengan demikian ayat ini menunjukkan bahwa salah satu ganjaran surga adalah setiap jiwa – baik laki-laki maupun perempuan – akan diberikan pasangan untuk meraih surga secara bersama.
Tentu saja, ini adalah penjelasan-penjelasan metaforis yang lebih efektif untuk dipahami di kehidupan akhirat. Sementara itu, cukuplah untuk mengatakan bahwa tuduhan yang mengatakan ganjaran syahid adalah berupa kesenangan-kesenangan sensual merupakan sebuah keyakinan yang sama sekali tidak didukung oleh Islam dalam kapasitas apapun. Ini nampak jelas dari kajian yang jujur dari bahasa Arab Al-Qur’an.
Sumber: MuhammadFactCheck.org – Did Muhammad promise women in heaven for martyrs?
Penerjemah: Lisa Aviatun Nahar
Footnote:
[1] Geert Wilders, Marked for Death: Islam’s War Against the West and Me 42 (2012).
[2] Id. at 125.
[3] Qur’an 44:55.
[4] Qur’an 52:21.
[5] Muslim, Book 40, #6780-83.
[6] Arabic Dictionary available at http://www.languageguide.org/arabic/grammar/.
[7] Qur’an 89:28-31.