Ekspedisi Penghancuran Berhala-Berhala Utama di Jazirah Arab

penghancuran berhala di Kabah setelah fatah mekkah

Peristiwa-Peristiwa dalam Kehidupan Hazrat Rasulullah saw. – Ekspedisi Penghancuran Berhala-Berhala Utama di Jazirah Arab



Khotbah Jumat Sayyidinā Amīrul Mu’minīn, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalīfatul Masīḥ al-Khāmis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullāhu Ta’ālā binashrihil ‘azīz) pada 15 Agustus 2025 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَأَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ۝١ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ۝٢ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ۝٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ۝٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ۝٥ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ۝٦ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ۝٧

Pada Jumat yang lalu saya telah menceritakan tentang penghancuran tiga berhala besar. Rincian lebih lanjut tentang hal ini dijelaskan sebagai berikut. Salah satu sariyyah adalah Sariyyah Hazrat Sa’d bin Zaid Asyhali r.a. yang diutus pada bulan Ramadan tahun ke-8 Hijriah ke arah Manaa. Rasulullah saw. pada tanggal 24 Ramadan telah mengutus Hazrat Sa’d bin Zaid r.a. untuk menghancurkan berhala Manat. Berhala ini didirikan di tempat bernama Musyallal dekat Qadid di pantai Laut Merah. Karena alasan inilah sariyyah ini juga disebut Sariyyah Musyallal. Hazrat Sa’d bin Zaid Asyhali r.a. berangkat bersama 20 penunggang kuda. Ketika beliau tiba di sana, di sana juga ada seorang penjaga. Penjaga tersebut bertanya kepada Hazrat Sa’d r.a., “Apa yang kalian inginkan?”. Beliau menjawab, “Menghancurkan Manat”. Ia berkata, “Ini mustahil bisa dilakukan oleh kalian”. Hazrat Sa’d r.a. bergerak menuju berhala tersebut.

Perawi menceritakan–tidak diketahui apakah hal berikut ini benar-benar terjadi, atau terkadang mereka menyebutkannya untuk memberikan warna pada kisah –bahwa pada saat itu seorang wanita berkulit hitam dengan rambut kusut dan tanpa busana keluar dari ruangan dan penjaga tersebut berkata kepada berhalanya, “Wahai Manat kirimkanlah murka-Mu”. Hazrat Sa’d bin Asyhali r.a. lalu membunuhnya, yakni membunuh penjaga tersebut. Jika riwayat ini benar, maka kemungkinan penjaga tersebut berusaha melawan dan terbunuh dalam perlawanan. Sahabat membunuh seseorang hanya karena orang itu memberikan kutukan bukanlah ajaran Islam sama sekali, dan ini pun tidak tampak benar. Ini pun bertentangan dengan petunjuk umum Rasulullah saw. Bagaimanapun juga, kemudian Hz. Saad r.a. dan para sahabat menuju ke arah berhala dan menghancurkannya. Kemudian bersama para sahabat menghadap Rasulullah saw..

Ibnu Hisyam menulis bahwa Rasulullah saw. telah mengutus Abu Sufyan bin Harb ke arah Manat dan juga dikatakan bahwa pekerjaan ini dilakukan oleh Hazrat Ali r.a. Namun menurut pendapat Waqidi dan Ibnu Sa’d, Hazrat Sa’d bin Zaid r.a. yang telah menghancurkannya. Kemudian jika ada riwayat lainnya juga yang berasal dari Waqidi maka mungkin ia telah menambahkan beberapa hal yang berlebihan.

[Kemudian ada juga] Sariyah Hazrat Khalid bin Walid r.a. ke arah Nakhlah. Ini terjadi pada tanggal 25 Ramadan tahun ke-8 Hijriyah, bertepatan dengan bulan Januari 629 M. Pada tanggal 25 Ramadan, Rasulullah saw. mengirim sebuah pasukan yang terdiri dari 30 orang di bawah pimpinan Hazrat Khalid bin Walid r.a. ke arah Nakhlah untuk merobohkan berhala terkenal suku Quraisy yang bernama Uzza. Nakhlah ini adalah sebuah lembah yang terletak di sebelah timur Makkah dengan jarak perjalanan satu hari, dan berada di antara Makkah dan Thaif. Di tempat Nakhlah ini terdapat sebuah rumah yang penjaga dan pemeliharanya adalah Bani Sya’ban. Mereka adalah sekutu Bani Hasyim. Uzza adalah berhala terbesar suku Quraisy di sana. Imam Baihaqi telah meriwayatkan bahwa rumah berhala itu terdiri dari tiga pohon akasia. Yaitu di sekelilingnya terdapat pohon-pohon akasia dan di tengahnya terdapat rumah.

Ibnu Ishaq berkata, “Ketika penjaga berhala Uzza mengetahui kedatangan Hazrat Khalid r.a., ia menggantungkan pedang pada berhala tersebut dan naik ke atas gunung, lalu mulai membaca syair yang terjemahannya adalah, ‘Wahai Uzza, seranglah Khalid dengan serangan yang sangat dahsyat sehingga tidak ada yang tersisa. Pakailah topeng perang dan gulunglah lengan bajumu. Wahai Uzza, jika kamu tidak membunuh orang ini, yaitu Khalid, maka jadikanlah ia layak mendapat dosa yang akan segera terjadi atau balaslah dendam terhadapnya.’”

Hazrat Khalid r.a. setelah tiba di Nakhlah segera menebang pohon-pohon akasia dan merobohkan rumah tempat berhala Uzza berada, kemudian kembali ke Makkah dan melaporkan kepada Rasulullah saw. Beliau saw. bersabda, “Apakah kamu melihat sesuatu yang khusus di sana?” Hazrat Khalid r.a. menjawab bahwa tidak ada. Beliau saw. bersabda, “Kalau begitu kamu belum menghancurkan Uzza. Kembalilah dan hancurkan sampai tuntas.” Mendengar perintah ini, Hazrat Khalid r.a. segera kembali untuk melaksanakan perintah tersebut. Ketika para penjaga melihat Hazrat Khalid r.a. untuk kedua kalinya, mereka naik ke atas gunung. Mereka berkata, “Wahai Uzza, binasakan mereka.” Dari rumah berhala itu keluarlah orang yang berambut kusut berwarna hitam (di sini juga mungkin yang disebutkan olehnya adalah para wanita), dan pada saat itu Hazrat Khalid r.a. sedang membaca syair ini: “Wahai Uzza.” Syair itu dalam bahasa Arab adalah:

يَا عُزَّى كُفْرَانُكِ لَا سُبْحَانَكِ إِنِّي رَأَيْتُ اللَّهَ قَدْ أَهَانَكِ

“Wahai Uzza, aku mengingkarimu. Aku tidak menyatakan kesucianmu. Aku telah melihat bahwa Allah telah menghinakanmu.” Setelah itu beliau kembali dan melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. bersabda:

نَعَمْ، تِلْكَ الْعُزَّى، وَقَدْ يَئِسَتْ أَنْ تُعْبَدَ بِبِلَادِكُمْ أَبَدًا

“Ya, itulah Uzza yang telah putus asa bahwa ia tidak akan lagi disembah di negeri-negeri kalian selamanya.”

Kemudian disebutkan Sariyyah Hazrat ‘Amr bin ‘Ash r.a. ke arah Suwa’. Ini juga terjadi pada bulan Ramadan tahun ke-8 Hijriah. Bersamaan dengan misi penghancuran berhala Uzza, Rasulullah saw. mengirim Hazrat ‘Amr bin ‘Ash r.a. untuk menghancurkan berhala Suwa’. Bersama beliau ada beberapa sahabat juga, tetapi jumlah mereka tidak disebutkan. Suwa’ adalah berhala Bani Huzail di Ruhat di pantai sebelah barat Madinah, dan tempat ini berjarak tiga mil dari Mekah. Bentuk berhala ini seperti seorang wanita. Orang-orang tidak hanya menghormatinya tetapi juga melakukan tawaf mengelilinginya. Penjaganya adalah Banu Lihyan yang merupakan cabang dari Banu Huzail itu sendiri. Dalam Al-Qur’an Suci, beberapa berhala disebutkan dengan nama, dan berhala ini juga disebutkan di dalamnya, sebagaimana yang terdapat dalam Surah Nuh:

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ

“Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula kamu meninggalkan Wadd, Suwā‘, Yagūṡ, Ya‘ūq, dan Nasr..'” (Nūḥ: 24)

Diriwayatkan dari Hazrat Ibnu Abbas r.a. bahwa berhala-berhala yang ada pada kaum Nuh kemudian berpindah kepada orang-orang Arab, dan Wadd yang merupakan berhala itu adalah milik suku Kalb yang bermukim di Dumatul Jandal, dan Suwā‘ adalah milik suku Huzail, sedangkan Yagūṡ milik suku Murad, kemudian ia menjadi milik Banu Khuzaif yang tinggal di dekat kota Saba, dan Ya‘ūq adalah milik suku Hamdan, dan Nasr adalah milik Himyar yang merupakan keturunan Zil-Qala’.

Pada hakikatnya, semua ini adalah nama-nama beberapa orang saleh yang berasal dari kaum Hazrat Nuh a.s. Ketika mereka meninggal dunia, maka setan memasukkan ke dalam hati kaum mereka bahwa di tempat-tempat di mana mereka biasa duduk didirikan berhala-berhala dan diberi nama sesuai dengan nama mereka; maka mereka pun melakukan demikian dan pada akhirnya berhala-berhala itu disembah. Sebelumnya, orang-orang itu tidak disembah oleh manusia, tetapi ketika mereka sudah tiada dan pengetahuan yang asli tidak lagi tersisa maka orang-orang mulai menyembah berhala-berhala itu, atau mulai menyembah dengan membuat berhala semisal mereka dan memberinya nama.

Ketika Hazrat ‘Amr bin ‘Ash r.a. sampai di tempat berhala Suwa’, di daerah Ruhat, di sana beliau bertemu dengan penjaga berhala itu. Beliau berkata kepadanya bahwa ia datang atas perintah Rasulullah saw. untuk menghancurkan berhala itu. Ia menjawab bahwa beliau sama sekali tidak akan mampu menghancurkannya. Hazrat Amr r.a. bertanya alasannya, maka ia menjawab bahwa beliau pasti akan dicegah. Hazrat Amr r.a. berkata: “Celakalah kamu. Apakah ini bisa mendengar dan melihat?” Kemudian beliau maju dan menghancurkannya serta berkata kepada para sahabatnya agar mereka juga menghancurkan bangunan yang dibangun bersamanya. Mereka pun menghancurkannya juga. Kemudian beliau bertanya kepada penjaga itu, “Sekarang katakanlah.”

Ketika ia melihat keadaan sesembahannya seperti itu, ia langsung berkata, “Aku taat kepada Allah dan menerima Islam.” Dalam hal ini juga terdapat kesimpulan bahwa kisah pembunuhan penjaga berhala atau seseorang yang disebutkan sebelumnya itu bagaimanapun juga menjadi patut dipertanyakan.

Kemudian Sariyyah Hazrat Khalid bin Walid r.a. ke arah Banu Jazimah. Ini juga terjadi pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyyah. Setelah Fatah Makkah, ketika Hazrat Khalid bin Walid r.a. kembali setelah meruntuhkan berhala ‘Uzza, maka Rasulullah saw. mengutusnya ke arah Banu Jazimah. Suku ini adalah cabang dari Bani Kinanah yang bermukim di arah Yalamlam dari Makkah. Nabi Muhammad saw. memerintahkan Hazrat Khalid r.a. untuk mengajak suku tersebut kepada Islam dan beliau saw. juga bersabda bahwa jangan berperang dengan mereka. Ini adalah arahan mendasar dari Rasulullah saw. yang senantiasa ada dan harus selalu diingat yakni janganlah berperang.

Hazrat Khalid bin Walid r.a. berangkat bersama 350 orang dari kalangan Muhajirin, Ansar dan Bani Sulaim. Ketika Hazrat Khalid r.a. sampai di sana, beliau melihat bahwa orang-orang sedang mengangkat senjata seolah-olah mereka akan menyerang. Hazrat Khalid r.a. berkata kepada orang-orang tersebut, “Letakkanlah senjata kalian. Orang-orang telah menerima Islam”. Setelah mendengar perkataan Hazrat Khalid r.a. ini, seorang dari antara mereka yang bernama Hazdam berdiri dan sambil menyapa kaumnya berkata, “Wahai Bani Jazimah, jangan meletakkan senjata. Ini adalah Khalid, setelah meletakkan senjata, kalian akan menghadapi penangkapan dan kematian, oleh karena itu aku tidak akan meletakkan senjata.” Atas hal ini orang-orang lainnya menasihati Hazdam, “Mengapa kamu bersikeras untuk menumpahkan darah kami. Letakkanlah senjata”. Orang-orang terus menasihatinya hingga mereka mengambil senjata darinya. Setelah membuang senjata, orang-orang tersebut ditahan. Ini juga ada dalam sebuah riwayat, dan setiap Muslim diberi satu atau dua tawanan, dan mereka tetap dalam tahanan sepanjang malam. Mungkin mereka ditahan karena mereka sebelumnya telah mengangkat senjata dan niat mereka tidak diketahui.

Terkait:   Riwayat ‘Umar Bin Al-Khaththab (10)

Bagaimanapun juga, menurut satu riwayat lainnya, ketika Hazrat Khalid r.a. sampai di sana dan menyeru mereka kepada Islam, orang-orang tersebut berkata, “Aslamnā (Kami telah menerima Islam).” Alih-alih mengatakan ‘aslamnā’, mereka mulai mengatakan, “Ṣabanā”.  Ṣabanā berarti ‘kami telah meninggalkan agama kami’. Atas hal ini, Hazrat Khalid r.a. mengalami kesalahpahaman bahwa mereka ini bukanlah Muslim, maka beliau memberikan putusan untuk membunuh mereka. Inilah penjelasan yang dikemukakan.

Ibn Sa’d menerangkan, “Ketika Hazrat Khalid r.a. sampai kepada mereka, beliau bertanya kepada orang-orang tersebut, “Agama apa yang kalian anut”, mereka menjawab, “Kami adalah Muslim, kami salat dan sebagainya”. Hazrat Khalid r.a. bertanya, “Mengapa kalian mengangkat senjata”. Mereka menjawab, “Antara kami dan suatu kaum Arab terdapat permusuhan yang telah berlangsung lama, kami khawatir bahwa kalian adalah musuh tersebut, oleh karena itu kami mengambil senjata”. Tampaknya dari keadaan ini Hazrat Khalid r.a. menjadi berhati-hati, dan dalam hatinya timbul beberapa keraguan dan kecurigaan mengenai mereka, meskipun ada penjelasan agama untuk hal ini.

Bagaimanapun juga, dari riwayat-riwayat diketahui bahwa para tawanan ini juga melaksanakan salat dan tampak sebagai Muslim, tetapi sangat mungkin bahwa di antara para tawanan tersebut ada beberapa tawanan yang seperti Hazdam sendiri dan para pengikutnya yang sengaja ikut setuju dengan yang lainnya, namun menunjukkan pemberontakan, dan Hazrat Khalid r.a. sendiri tidak tidak merasa tentram dengan mereka, dan sebagian orang yang mengatakan Ṣabanā, ṣabanā membuat Hazrat Khalid r.a. menjadi waspada. Oleh karena itu, pada akhir suatu malam beliau memberikan pernyataan bahwa tampaknya lebih tepat untuk menghukum mati para tawanan itu. Akhirnya beberapa Muslim pun membunuh tawanan-tawanan mereka.

Akan tetapi, kelompok Muhajirin dan Ansar yang merupakan Muslim awalin tidak setuju dengan pernyataan Hazrat Khalid r.a. ini dan tidak membunuh tawanan-tawanan mereka. Pemimpin Ansar, Abu Usaid Sa’idi pergi menemui Hazrat Khalid bin Walid r.a. dan memberitahukan kepadanya, “Mereka ini adalah Muslim dan membunuh mereka tidaklah benar”. Hazrat Abdullah bin Umar r.a. dan Hazrat Salim Maula Abu Huzaifah r.a. pun tidak setuju dengan pernyataan Hazrat Khalid r.a. dan melarang rekan-rekan mereka yang lain untuk membunuh tawanannya masing-masing.

Di antara para tawanan yang dibebaskan tersebut, salah satu tawanan sampai di Madinah dan menceritakan keadaan tersebut kepada Rasulullah saw, maka beliau saw. bertanya, “Apakah tidak ada yang menentang atau mencegah pernyataan Khalid?” Ia menceritakan bahwa ada seorang laki-laki berkulit putih bertubuh sedang dan seorang laki-laki bertubuh tinggi, dan keduanya telah berbicara dengan Khalid dan salah satu dari mereka berbicara dengan nada yang agak keras. Hazrat Umar r.a. saat itu hadir dalam majelis tersebut. Beliau menghadap Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, yang satu adalah putra saya, Abdullah yaitu Abdullah bin Umar yang bertubuh tinggi dan yang kedua adalah Salim Maula Abu Huzaifah.” Ketika Rasulullah saw. mengetahui seluruh peristiwa ini, beliau saw. merasa sangat sedih. Beliau saw. bersabda, “Aku tidak memerintahkan Khalid untuk membunuh mereka. Aku hanya menyuruhnya untuk menyeru mereka kepada Islam.” Kemudian Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya dan sebanyak dua kali menghadap ke hadirat Allah dengan berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ

“Ya Allah, aku menyatakan berlepas diri di hadapan-Mu atas apa yang telah dilakukan Khalid.”

Demikianlah beliau saw. menyatakan ketidaksenangan kepada Hazrat Khalid bin Walid r.a., mengapa beliau bertindak tergesa-gesa seperti itu, seharusnya melakukan penyelidikan dengan baik.

Kemudian Rasulullah saw. mengutus Hazrat Ali r.a. ke Bani Juzaimah untuk membayar diat kepada para korban yang terbunuh dan menyelidiki seluruh permasalahan tersebut. Hazrat Ali r.a. pergi ke sana dan membayar diat kepada seluruh ahli waris korban yang terbunuh dan mengembalikan semua harta benda mereka yang telah diambil oleh kaum muslimin, bahkan sampai bejana kayu tempat anjing minum air pun dikembalikan. Setelah memberikan diat dan lain-lain kepada semua orang, masih tersisa sebagian harta pada Hazrat Ali r.a., maka beliau bertanya kepada orang-orang Bani Juzaimah, “Apakah masih ada seseorang yang kerugiannya belum dipulihkan?” Semua menjawab tidak ada. Kemudian Hazrat Ali r.a. memberikan harta yang tersisa itu juga kepada mereka dan berkata, “Saya memberikan harta ini atas nama Rasulullah saw. sebagai tindakan kehati-hatian agar kerugian yang mungkin terjadi juga dapat dipulihkan, yakni yang tidak diketahui baik oleh Rasul Allah dan tidak pula oleh kalian”.

Hazrat Ali r.a. kembali dan melaporkan seluruh kejadian kepada Rasulullah saw. serta memberitahukan bahwa barang-barang mereka yang terkecil sekalipun telah dikembalikan kepada mereka dan harta yang tersisa juga telah diberikan sabankepada mereka, maka Rasulullah saw. pun sangat gembira dan bersabda kepada Hazrat Ali r.a.,

اَصَبْتَ وَ اَحْسَنْتَ

“Engkau telah berbuat benar dan berbuat baik.”

Sebelum peristiwa ini, Rasulullah saw. juga telah melihat sebuah mimpi yang disebutkan dalam Sirat Ibnu Hisyam bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku melihat sebuah mimpi bahwa Aku mengambil satu suapan dari makanan yang terdiri dari campuran kurma, keju, dan minyak samin. Ketika mencicipinya, rasanya lezat, namun ketika menelannya, sebagian dari makanan itu tersangkut di tenggorokanku, kemudian Ali memasukkan tangannya dan mengeluarkannya.”

Hazrat Abu Bakar memberikan takwil mimpi ini dengan berkata, “Wahai Rasulullah saw., ini adalah salah satu sariyyah yang akan Anda kirim. Sebagian dari keadaannya akan Anda sukai namun sebagiannya akan dapat dikritik. Kemudian Anda akan mengutus Ali dan ia akan memberikan kemudahan dalam hal itu, yaitu ia akan memperbaiki permasalahan tersebut”. Maka mimpi ini pun terpenuhi dengan peristiwa sariyyah ini.

Penafsir Bukhari, Hazrat Sayyid Zainal-Abidin Waliullah Shah Sahib yang juga merupakan tokoh terkenal Jemaat, beliau telah menulis syarah Bukhari. Dalam meneliti seluruh peristiwa dan riwayat-riwayat ini, beliau menulis: Tabaqat Ibn Sa’d dan Sirat Ibn Hisyam keduanya menyebutkan tentang sariyah ini yakni setelah Fatah Makkah, Rasulullah saw. mengirim beberapa pasukan ke berbagai penjuru untuk mendapatkan informasi mengenai kecenderungan berbagai suku sabanashterhadap Islam; jadi, tujuannya untuk mengetahui kecenderungan mereka terhadap Islam, bukan untuk memaksa mereka menjadi Muslim. Oleh karena itu, pengiriman Hazrat Khalid bin Walid r.a. kepada Bani Jazimah juga adalah untuk tujuan yang sama. Dalam Tabaqat Ibn Sa’d terdapat penjelasan tegas mengenai hal ini dengan kata-kata:

بَعَثَهُ إِلَى بَنِي جَذِيمَةَ دَاعِيًا إِلَى الْإِسْلَامِ وَلَمْ يَبْعَثْهُ مُقَاتِلًا

Yakni, Rasulullah saw. mengirim Hazrat Khalid bin Walid r.a. bersama350 Muhajirin dan Ansar pada bulan Syawal tahun kedelapan Hijriah kepada suku Bani Jazimah dari Banu Kinanah yang bermukim di sekitar Yalamlam dekat Makkah, dan beliau saw. mengirim mereka ke sana bukan untuk berperang melainkan untuk tujuan mengajak kepada Islam. Suku ini telah condong kepada Islam. Misi ini juga disebut dengan nama Yaumul-Qamīsah. Qamīsah artinya air yang keluar dari mata air, yaitu suatu tempat di padang pasir dekat Makkah Mukarramah tempat tinggal Bani Jazimah. Hazrat Abdullah bin Umar r.a. yang merupakan perawi riwayat ini turut hadir dalam misi tersebut. Penuturannya bersifat ringkas. Ibn Ishaq telah menerangkan rincian peristiwa tersebut. Dari sini diketahui bahwa sebagian orang dari Bani Jazimah menolak untuk menerima Islam sedangkan kebanyakan telah menjadi Muslim. Para penentang Islam bersiap mengangkat senjata dan mulai berperang, karena itulah Hazrat Khalid bin Walid r.a. menghadapi mereka dan setelah kalah mereka ditawan. Di antara mereka, sebagian melihat diri mereka terkepung lalu mulai menyatakan keislaman mereka dengan kata-kata ṣabanā, ṣabanā. Makna ṣabanā adalah ‘kami telah menjadi Sabi’ yaitu ‘telah mengubah agama kami’.

Rasulullah saw di Makkah Mukarramah, sebelumnya dipanggil dengan kata Sabi sebagai suatu ejekan, dan orang-orang dibuat benci dengan kata tersebut karena beliau saw. telah mengubah agamanya. Bagaimanapun juga, mereka yang berperang tidak menyatakan menerima Islam dengan jelas dan lapang dada, melainkan menggunakan kata ṣabanā. Dengan ungkapan ini, mereka ingin menyelamatkan diri dari mati dalam peperangan, namun tidak berhasil menyelamatkan diri.

Hazrat Abdullah bin Umar r.a. menyatakan bahwa beliau tidak membunuh tawanan mereka karena mendengar pesan dari Hazrat Khalid bin Walid r.a., lalu beliau menceritakan peristiwa ini kepada Rasulullah saw., maka beliau mengangkat tangan dan menyatakan ketidaksenangan dan kemarahan terhadap Hazrat Khalid bin Walid r.a.

Dalam penuturan Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa’d disebutkan bahwa di antara pasukan [Islam] juga terdapat pejuang dari suku Bani Sulaim dan Mudlij yang merupakan cabang dari Bani Kinanah seperti halnya Bani Jazimah, dan sebelumnya telah menimbulkan kerugian kepada Jazimah dalam suatu peperangan. Ketika Bani Jazimah melihat Banu Sulaim dan Mudlij bersama pasukan Islam, mereka mempersenjatai diri untuk menghadapi mereka. Hazrat Khalid r.a. berkata kepada mereka, “Orang-orang telah menjadi Muslim, untuk apa peperangan ini? Letakkan senjata kalian.” Ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Seorang pemimpin bernama Hazdam memberikan nasihat kepada mereka agar tidak meletakkan senjata karena kalau tidak mereka akan dibunuh dan ditawan. Sebagian orang dari kaum itu mencegahnya dan berkata, “Mengapa kamu menyebabkan pertumpahan darah. Orang-orang telah menjadi Muslim”.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 30)

Dari riwayat Ibnu Hisyam diperoleh keterangan bahwa di antara suku-suku Bani Kinanah ini juga terdapat persoalan balas dendam atas beberapa pertumpahan darah yang menyebabkan sebagian berperang dan terbunuh serta ditawan. Tampaknya para pejuang dari Bani Sulaim, atas pernyataan Hazrat Khalid bin Walid r.a., membunuh sebagian tawanan mereka akibat suatu balas dendam lama dan menganggap pengakuan Islam mereka sebagai kemunafikan, akan tetapi kaum Muhajirin dan Ansar tidak menerima pernyataan Hazrat Khalid r.a. ini dan membebaskan tawanan mereka berdasarkan pengakuan Islam dengan kata-kata yang disebutkan di atas. Mereka membebaskan orang-orang itu alih-alih membunuhnya. Nasihat Rasulullah saw adalah jelas.

Dari riwayat Hazrat Abdullah bin Umar r.a. yang disebutkan juga tampak bahwa mengenai pembunuhan tawanan, Hazrat Khalid bin Walid r.a. tidak memiliki perintah melainkan sebuah pernyataan yang tidak disetujui oleh mayoritas para sahabat yang mulia. Jika itu adalah perintah, maka semua akan menaatinya dan tidak ada yang akan menentangnya, akan tetapi dalam memberikan pernyataan, Hazrat Khalid r.a. melakukan kesalahan karena beberapa alasan, dan Rasulullah saw. pun sangat sedih atas kesalahan Hazrat Khalid r.a. sebagaimana disebutkan ini dan beliau saw. mengutus Hazrat Ali r.a. untuk memperbaikinya, yang kemudian pergi dan membayar diat setiap anak hingga bahkan anjing-anjing mereka yang terbunuh pun dibayar diyatnya. Hal ini tercatat dalam Sirat Ibnu Hisyam, dan selain diat wajib, mereka juga diberikan uang tambahan.

Imam Baqir juga menyebutkan tentang perbaikan kerugian melalui Hazrat Ali r.a. Yakni Hazrat Khalid membunuh dan menawan mereka dalam pertempuran. Maksudnya bukan bahwa beliau membunuh mereka bahkan setelah mereka meletakkan senjata. Menurut riwayat-riwayat yang dikutip oleh Ibnu Sa’d terkait ini, salah satu riwayat yang dikutip melalui Ibnu Ishaq adalah dari Hazrat Ibnu Abi Hadrad Aslami r.a. yang hadir dalam pasukan tersebut. Dari keterangan Ibnu Sa’d tampak bahwa sebagian dari mereka berperang dan disebutkan juga bahwa ketika melihat Bani Jazimah dalam keadaan bersenjata, Hazrat Khalid r.a. menanyakan kepada mereka:

مَا بَالُ السِّلَاح عَلَیْکُم

“Apa sebabnya kalian mengangkat senjata?”, Mereka menjawab, “Di antara kami dan beberapa suku Arab terdapat permusuhan lama, maka kami khawatir kalian adalah orang-orang itu, oleh karena itu kami mengambil senjata”. Hazrat Khalid memerintahkan untuk menawan mereka. Tangan mereka diikat dan mereka dibagi-bagikan kepada para sahabatnya. Imam Ibnu Hajar setelah mengutip rujukan ini menulis bahwa mereka yang berperang menyerahkan diri setelah pertempuran. Riwayat Imam Bukhari bersifat ringkas, dan dalam peristiwa-peristiwa yang disebutkan dalam riwayat di “Kitab Maghazi” juga tidak terdapat keterkaitan yang jelas, namun dari situ secara umum dapat diketahui bahwa dalam pertikaian yang terjadi selama misi dakwah [Islam] tersebut, pasti ada faktor pertumpahan darah dari masa Jahiliyyah. Membunuh beberapa tawanan semata-mata karena perbedaan pendapat mengenai kata ṣabanā adalah hal yang tidak masuk akal, terutama ketika para Muhajirin dan Ansar secara terang-terangan menentang fatwa yang disebutkan di atas.

Khattabi mengatakan bahwa dari ungkapan Nabi Muhammad saw.:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ

jelas bahwa beliau saw. mencela tergesa-gesanya Hazrat Khalid r.a. dalam mengambil keputusan dan kurangnya penyelidikan mengenai maksud ucapan  ṣabanā. Kewajiban Hazrat Khalid r.a. adalah beliau harus mengetahui dengan sempurna apa maksud orang-orang yang mengucapkan kata ṣabanā tersebut.

Menurut riwayat Imam Baqir, Rasulullah saw. memanggil Hazrat Ali ra dan bersabda kepadanya, “Pergilah kepada orang-orang itu dan injaklah urusan Jahiliyyah di bawah kakimu”. Maka Hazrat Ali r.a. pergi dan memberikan diat untuk setiap orang. Dari riwayat ini tampak bahwa ada dendam dan kebencian serta balas dendam lama yang berperan di balik peristiwa pertikaian tersebut; yakni ketika beliau saw. bersabda untuk menginjak-injak urusan masa lalu, beliau saw. telah mengetahui bahwa ada dendam lama di dalam hati mereka dan itulah yang menjadi sebab pembunuhan. Ketika Rasulullah saw saw. mengirim suatu misi, beliau memberikan petunjuk bahwa jangan terburu-buru dalam bertempur. Hendaklah bersikap perlahan dan lemah lembut, serta sebelum berhadapan harus ada ajakan menuju Islam. Jelaskanlah ajaran-ajarannya supaya terpenuhi hujah untuk mereka, dan di mana ada terdengar azan, di sana jangan menyerang.

Dalam peristiwa yang disebutkan di atas, untuk suku Bani Jazimah sendiri telah sampai ajakan untuk menerima Islam; atas dasar itulah misi yang disebutkan di atas dikirim dengan penjelasan tegas bahwa tujuannya adalah tablig Islam dan bukan peperangan. Sebagaimana dalam Tabaqat Ibnu Sa’d disebutkan bahwa ketika Hazrat Khalid bin Walid sampai kepada Bani Jazimah, beliau bertanya kepada mereka, “Siapa kalian?” Mereka menjawab, “Muslim. Kami salat dan telah membenarkan wujud Muhammad saw. Kami telah membangun masjid-masjid di halaman-halaman kami dan mengumandangkan azan di dalamnya”. Hazrat Khalid r.a. bertanya, “Lalu bagaimana dengan senjata-senjata ini?” Mereka berkata, “di antara kami dan orang-orang Arab serta suatu kaum ada permusuhan, kami khawatir kalau-kalau kalian adalah mereka”. Setelah penjelasan yang disebutkan, perang dengan mereka tidaklah dibenarkan dalam keadaan apa pun.

Tampaknya selama Hazrat Khalid r.a. tinggal di sekitar Yalamlam, percikan api permusuhan lama kembali menyala, dan darinya timbul keadaan perang dengan suatu pihak, dan setelah itu dari beberapa pejuang mereka, ketika mereka menyatakan keislaman dengan kata ṣabanā, nyawa mereka justru tidak terselamatkan, dan Hazrat Khalid bin Walid r.a. sebagai amir pasukan, yang merupakan panglima pasukan pun menjadi sasaran kecaman. Ibnu Hisyam juga menyebutkan tentang perbedaan pendapat antara Hazrat Khalid r.a. dan Hazrat Abdurrahman bin Auf r.a. serta ketidaksenangan di antara keduanya yang terjadi pada kesempatan ini. Hazrat Abdurrahman r.a. berkata kepadanya,

عَمِلَتْ بِأَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فِي الْإِسْلَامِ

“Anda telah melakukan perbuatan jahiliah dalam Islam?” Maka Hazrat Khalid r.a. menjawab,

إِنَّمَا ثَارَتْ بِأَبِيكَ

“Kamu telah membalas dendam ayahmu dengan mengatakan hal ini kepadaku”. Hazrat Abdurrahman r.a. menjawab, “Ini tidak benar, karena aku telah membalas dendam dengan membunuh pembunuh ayahku, tetapi Anda telah membalas dendam paman Anda, Faqih bin Mughirah”.

Atas hal ini, karena pertengkaran, keduanya saling marah satu sama lain hingga Rasulullah saw. mengetahui ketidaksenangan ini, maka beliau saw. bersabda kepada Hazrat Khalid r.a., “Janganlah berpikir seperti itu tentang para sahabatku. Demi Allah, mereka itu adalah sahabat-sahabat awal. Seandainya emas sebesar gunung Uhud pun kamu peroleh dan kamu infakkan di jalan Allah, maka kamu tetap tidak dapat mencapai derajat seperti seseorang dari para sahabatku, [yakni derajat] yang mereka peroleh dari zikr Ilahi di pagi dan petang.”

Dalam Sirat Ibn Hisyam, terdapat juga riwayat Ibnu Ishaq ini dan di dalamnya disebutkan bahwa Faqih bin Mughirah Makhzumi, Auf bin Abdi Auf Zuhri dan Affan bin Abi Lahas pergi ke Yaman untuk tujuan perdagangan, dan dalam perjalanan pulang, mereka membawa harta dari seorang laki-laki Jazimi yang telah meninggal di Yaman agar diberikan kepada para ahli warisnya. Seorang laki-laki dari Bani Jazimah yaitu Khalid bin Hisyam bertemu dengan mereka di jalan, dan ketika ia mengetahui tentang kematian orang Jazimi tersebut, maka ia berkata bahwa dialah yang berhak atas harta itu. Mereka menolak untuk memberikannya. Atas hal ini terjadilah pertarungan di antara mereka dan dalam pertarungan tersebut Auf bin Abd Auf dan Faqih bin Mughirah keduanya terbunuh sedangkan Affan bin Abi al-As dan anaknya, Utsman selamat dan mereka mengambil harta Faqih bin Mughirah dan Auf bin Abdi Auf, dan Abdurrahman bin Auf mendapat kesempatan untuk membunuh Khalid bin Hisyam dan membalas dendam ayahnya yakni Auf.

Kaum Quraisy juga sangat marah atas peristiwa ini dan mereka ingin menyerang suku Bani Jazimah untuk membalas dendam atas orang-orang mereka yang terbunuh dan kerugian harta benda, maka Bani Jazimah berkata, “Pembunuhan orang-orang kalian adalah peristiwa individual, kami tidak terlibat dalam niat tersebut dan kami tidak mengetahuinya. Kami akan memberikan ganti rugi untuk orang-orang yang terbunuh dan kerugian harta benda.” Quraisy menerima permintaan maaf dan usulan mereka. Ini diriwayatkan dalam Sirat Ibn Hisyam. Bagaimanapun, inilah peristiwa-peristiwa yang menjadi latar belakang beberapa hal tentang mengapa terjadi permusuhan. Ini juga merupakan satu peristiwa yang tertulis di dalamnya yang menjadi penyebab permusuhan dan inilah latar belakang peristiwa yang menyebabkan Hazrat Khalid bin Walid r.a. menjadi sasaran keberatan, dan karena alasan inilah para sahabat tidak merasa tenang terhadap pernyataan Hazrat Khalid r.a..

Bagaimanapun, tidak ada alasan yang dapat dibuat untuk Hazrat Khalid r.a. karena beliau hanya diutus untuk tujuan menyeru kepada Islam yang dalam hal ini tidak dibenarkan adanya paksaan apa pun, dan mayoritas para sahabat yang mulia telah memberikan nasihat baik kepada beliau, namun tidak diterima dan Bani Salim mendapat kesempatan untuk menawan mereka dalam semalam.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa Hazrat Khalid bin Walid r.a., ketika melihat penolakan sebagian orang untuk menerima Islam, memerangi mereka atas saran Hazrat Abdullah bin Hudzafah Sahmi r.a.. Mengenai hal ini, Ibnu Ishaq meriwayatkan perkataan sebagian orang yang berusaha membebaskan Hazrat Khalid dari tanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Mereka mengatakan bahwa Hazrat Abdullah bin Hudzafah Sahmi r.a. pernah berkata kepadanya, “Rasulullah saw. telah memerintahkan engkau untuk membunuh mereka jika mereka menolak masuk Islam.”

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 19)

Namun, alasan ini tidaklah benar, karena pemimpin pasukan adalah Hazrat Khalid r.a., bukan Hazrat Abdullah bin Hudzafah Sahmi r.a. Baik kesalahan itu terjadi karena disengaja maupun karena penafsiran (yang keliru), bagaimanapun tanggung jawab tetap berada pada pemimpin pasukan. Terlebih lagi, ketika Rasulullah saw. setelah meneliti peristiwa itu menampakkan kemarahan yang sangat besar terhadap Hazrat Khalid r.a. dan menyatakan ketidaksetujuan serta berlepas diri darinya, maka jelaslah bahwa kita harus menerima keputusan Rasulullah saw.. Peristiwa ini juga bukan hal kecil sehingga setelah adanya keputusan Nabi saw., masih dicari-cari alasan dengan mengatakan apakah Hazrat Khalid r.a. benar atau salah dalam tindakannya. Rasulullah saw. telah bersabda bahwa Hazrat Khalid r.a. telah berbuat salah dan beliau saw. menyatakan ketidaksetujuan, cukup sekian saja.

Bagaimanapun, jika kita mencari-cari alasan maka hal itu akan merusak prinsip Islam yang berkaitan dengan kebebasan beragama. Rasulullah saw. telah memberikan izin berperang kepada mereka yang memerangi, dan memerintahkan untuk bersikap lemah lembut dalam mengajak Islam. Rasulullah saw. setelah Fatah Makkah mengirimkan berbagai misi untuk tujuan tablig Islam kepada suku-suku Arab, dan kepada para amir mereka diberikan petunjuk tegas agar dalam hal ini menghindari peperangan. Kitab-kitab Maghazi dan Tarikh menyatakan dengan jelas bahwa delegasi-delegasi ini memang dikirim untuk tujuan dakwah Islam. Penjelasan dari Sirat Ibn Hisyam dan Tabaqat Ibn Sa’d mengenai hal ini telah disampaikan. Allamah Tabari juga telah menjelaskan dengan kata-kata ini: Rasulullah saw. mengirimkan Sariyah di sekitar Makkah agar mereka mengalihkan orang-orang dari penyembahan berhala dan menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Mulia, dan untuk misi-misi ini sama sekali tidak diberikan perintah untuk berperang.

Bagaimanapun juga, pada masa sekarang ini, para ulama yang bersikap keras sering menjadikan hal-hal semacam ini sebagai dalil untuk membenarkan pembunuhan dan peperangan. Padahal, ajaran Rasulullah saw. sangatlah jelas: terhadap orang yang tidak memerangi secara langsung, kalian tidak diperintahkan untuk berperang. Menyerang mereka adalah suatu kejahatan.

Riwayat Imam Bukhari yang disebutkan di atas juga menegaskan bahwa Hazrat Khalid bin Walid r.a. sebenarnya diutus kepada Bani Juzaimah semata-mata untuk menyampaikan dakwah Islam — fa-da‘āhum ilā al-islām — dan beliau pun dalam melaksanakan perintah itu memang menyeru mereka kepada Islam. Namun, mereka tidak dapat mengucapkan dengan jelas, “Kami telah masuk Islam.” Dalam keadaan panik, mereka hanya mengatakan, “Kami telah meninggalkan agama kami.” Ucapan ini sebenarnya tidak mewakili seluruh kabilah, sebab sebagian besar dari mereka telah lebih dahulu masuk Islam. Hanya satu keluarga tertentu yang merasa khawatir akan dituntut balas, sehingga mereka mempersenjatai diri dan bersiap untuk berperang.

Ketika mereka merasa kalah dalam pertempuran, mereka akhirnya menyatakan diri masuk Islam dengan ungkapan “ṣabanā.” Dalam riwayat Imam Bukhari, peristiwa ini diceritakan dengan sangat ringkas, dan beliau hanya meriwayatkan jalur yang memenuhi standar kesahihan menurutnya.

Hazdam telah menasihati orang-orangnya untuk tidak meletakkan senjata melainkan melawan. Dari hal ini juga dapat diketahui bahwa dia khawatir karena pertumpahan darah sebelumnya. Dalam riwayat pertama Ibnu Ishaq, ada ucapannya yakni, “Wahai Banu Jazimah, ingatlah ini adalah Khalid, setelah meletakkan senjata akan ada penangkapan dan penahanan, dan setelah itu pembunuhan.” Sebagian orang dari kaumnya menangkap Hazdan dan berkata, “Kamu menginginkan pertumpahan darah? Orang-orang telah menjadi Muslim dan mereka telah meletakkan senjata mereka. Perang telah berakhir dan ada kedamaian”. Orang-orang terus menasihatinya dan mengambil senjata darinya, dan atas perintah Hazrat Khalid r.a., orang-orang lainnya juga telah meletakkan senjata mereka.

Dalam Sirat Ibn Hisyam disebutkan demikian. Dari pernyataan ini jelas bahwa kekhawatiran Hazdam tidaklah tanpa alasan. Tampaknya para sahabat yang mulia tinggal di sana untuk beberapa waktu dengan tujuan mengajarkan agama Islam kepada orang-orang yang baru masuk Islam dari suku tersebut. Sebagaimana dapat dipahami dari kata-kata riwayat:

حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمًا أَمَرَ خَالِدًا

dan selama masa tinggal tersebut muncul situasi yang tidak menyenangkan yang menyebabkan perang dengan sebagian orang dari suku tersebut, dan setelah mengalami kekalahan, mereka ditawan, dan ketika para tawanan diserahkan kepada para mujahidin, tidak mustahil bahwa sebagian individu mendapat kesempatan untuk membalas dendam lama dan mereka membunuhnya.

Ibn Hisyam juga menyebutkan dalam kaitan ini melalui sanad Ibrahim bin Ja’far Mahmudi tentang mimpi Rasulullah saw. dan takwil Hazrat Abu Bakar r.a. yang telah saya sampaikan sebelumnya bahwa beliau saw. mengambil beberapa suap dari campuran kurma, tepung gandum panggang, dan minyak samin yang lezat, namun pada akhirnya satu suapan tersangkut di tenggorokan dan Hazrat Ali r.a. memasukkan tangannya untuk mengeluarkannya. Hazrat Abu Bakar Shiddiq r.a. memberikan takwil bahwa hal ini berkaitan dengan misi kelompok tablig yang akan dikirim dan menyarankan agar Hazrat Ali r.a. dikirim untuk memperbaiki kesalahan Khalid. Dari mimpi ini juga tampak bahwa peristiwa tersebut berkaitan dengan satu bagian dari suku Jazimah dan dengan tawanan-tawanan tertentu. Bukan berarti semua tawanan dibunuh hanya karena mengucapkan ṣabanā. Sebenarnya orang-orang ini tidak masuk Islam, dan ketakutan serta kecemasan akan balas dendam masa lalu begitu meliputi pikiran mereka sehingga mereka mulai berperang demi melindungi diri mereka sendiri. Mereka khawatir akan dibalas dendam oleh beberapa orang dari Salim bin Manshur dan Mudlij bin Marya yang bergabung dalam pasukan Hazrat Khalid r.a.

Jadi, orang-orang dari suku Salim-lah yang membunuh tawanan mereka di malam hari untuk membalas dendam. Tidak ada seorang pun dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang membunuh tawanan mereka, bahkan mereka membebaskannya dan mengamalkan petunjuk-petunjuk Rasulullah saw. serta mengikuti uswah hasanah beliau saw.

Penjelasan ini juga ditulis oleh Hazrat Waliullah Shah. Beliau menambahkan sebuah catatan yang sangat ilmiah, yaitu bahwa hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa Hazrat Khalid bin Walid r.a. sama sekali tidak memiliki niat buruk. Yang terjadi hanyalah sebuah kesalahan ijtihadi, di mana beliau dalam keadaan tergesa-gesa mengambil suatu keputusan. Namun, sebagai panglima pasukan, beliau tetap memikul tanggung jawab atas apa yang terjadi. Karena itu Rasulullah saw. pun menjadi marah kepada Hazrat Khalid r.a. dan bahkan menyatakan ketidaksetujuan beliau saw. di hadapan Allah Taala.

Setelah Rasulullah saw. meneliti seluruh peristiwa tersebut, terbukti bahwa pembunuhan itu tidak terjadi karena kesengajaan, melainkan karena sebuah kekeliruan. Itulah sebabnya, bukannya menjatuhkan kisas, Rasulullah saw. memutuskan untuk membayar diat. Setelah Hazrat Khalid bin Walid r.a. mengajukan penjelasan dan permohonan maafnya, Nabi saw. tidak hanya memaafkan beliau, tetapi juga tidak pernah menjatuhkan hukuman atau melaknatnya sebagaimana ada yang menduga. Bahkan, beberapa hari kemudian, ketika persiapan Perang Hunain dilakukan, Rasulullah saw. mengangkat Khalid sebagai pemimpin pasukan terdepan dan komandan pasukan kavaleri. Seandainya kemarahan Rasulullah saw. begitu besar dan berkepanjangan, tentu beliau saw. tidak akan menunjuk Hazrat Khalid r.a. pada posisi penting itu.

Selain itu, terdapat pula catatan singkat mengenai dua sariyah.

Sariyah Yalamlam: Rasulullah saw. mengutus Hazrat Hisyam bin ‘Ash r.a. memimpin pasukan yang terdiri dari 200 orang menuju Yalamlam, sebuah tempat yang terletak di tenggara Mekah, berjarak sekitar dua malam perjalanan antara Makkah dan Thaif.

Sariyah ‘Urnah: ‘Urnah adalah sebuah lembah yang terletak di depan Arafah. Disebutkan bahwa Rasulullah saw. mengutus Hazrat Khalid bin Sa‘id bin ‘Ash r.a. sebagai pemimpin pasukan berjumlah 300 orang ke daerah tersebut. Namun, kisah ini hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin ‘Umar al-Waqidi, sementara tidak ada penulis sirah terkenal lainnya yang meriwayatkannya. Karena itu, kebenarannya masih perlu dipertanyakan. Tidak ada pula rincian lebih lanjut mengenai ekspedisi ini. Hanya ada satu penulis sirah yang menyebutkan bahwa, sejauh pengetahuannya, tidak ada sejarawan yang meriwayatkan detail tindakan pasukan tersebut yang dipimpin Khalid bin Sa‘id bin ‘Ash sampai ke Jazirah Arab. Namun demikian, tidak ada perbedaan pendapat bahwa pasukan ini memang diutus ke arah kabilah Hudhail yang tinggal di daerah ‘Urnah.

Dari peristiwa ini juga semakin jelas bahwa Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah bersikap keras. Tuduhan musuh-musuh Islam yang mengatakan bahwa beliau saw. gemar melakukan pembunuhan dalam peperangan adalah tidak benar. Bahkan dalam kasus di mana terjadi kesalahan pun, beliau saw. justru menampakkan kemarahan dan menegaskan penolakan.

Adapun kisah tentang gazwah dan sariyah Rasulullah saw. lainnya, insyaallah akan dibahas pada bagian selanjutnya.[1]

Khotbah II:

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهٗ وَنَسْتَعِيْنُهٗ وَنَسْتَغْفِرُهٗ وَنُؤْمِنُ بِهٖ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهٗ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهٗ – وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ -عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ أُذكُرُوْ االلهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd., Mln. Fazli Umar Faruq, Shd.. Editor: Mln. Muhammad Hasyim

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.