Dalil-Dalil Adanya Tuhan

Sekarang perhatikan dalil-dalil hebat dan tidak ada bandingannya yang telah dipaparkan oleh Al-Qur’an Syarif secara logika tentang Wujud Tuhan, sebagaimana firman-Nya di satu tempat:
رَبُّنَا الَّذِىْۤ اَعْطٰـى كُلَّ شَىْءٍ خَلْقَهٗ ثُمَّ هَدٰى1
Yakni, Tuhan adalah Dia Yang telah menganugerahkan kepada tiap sesuatu penciptaan (kelahiran) yang sesuai dengan keadaannya, kemudian menunjukinya jalan untuk mencapai kesempurnaannya yang diinginkan-Nya.
Kini jika dengan memperhatikan makna ayat tersebut kita menelaah bentuk ciptaan – mulai dari manusia hingga binatang-binatang daratan dan lautan serta burung-burung – maka timbul ingatan akan kekuasaan Ilahi. Yakni, bentuk ciptaan setiap benda tampak sesuai dengan keadaannya. Para pembaca dipersilakan memikirkannya sendiri, sebab masalah ini sangat luas.
Dalil kedua mengenai adanya Tuhan ialah, Al-Quran Syarif telah menyatakan Allah Ta’ala sebagai sebab dasar dari segala sebab, sebagaimana Al-Quran Syarif menyatakan:
2 وَاَنَّ اِلٰى رَبِّكَ الْمُنْتَهٰىۙ
Yakni, seluruh rangkaian sebab dan akibat berakhir pada Tuhan engkau. Rancian dalil ini ialah, berdasarkan penelaahan cermat akan diketahui bahwa seluruh alam semesta ini terjalin dalam rangkaian sebab dan akibat, dan oleh karena itu di dunia ini timbul berbagai macam ilmu, karena tiada bagian ciptaan yang lepas dari tatanan (rangkaian) itu. Sebagian merupakan landasan bagi yang lain, dan sebagian lagi merupakan pengembanganpengembangannya.
Adalah jelas bahwa sesuatu sebab timbul karena zatnya sendiri, atau berlandaskan pada sebab yang lain. Kemudian sebab yang lain itu pun berlandaskan pula pada sebab yang lain lagi, dan demikian seterusnya. Tidak benar bahwa di dalam dunia yang terbatas ini rangkaian sebab dan akibat tidak mempunyai kesudahan dan tiada berhingga. Maka terpaksa diakui bahwa rangkaian ini pasti berakhir pada suatu sebab terakhir.
Jadi, puncak terakhir semuanya itu ialah Tuhan. Perhatikanlah dengan seksama betapa ayat: “Wa anna ilaa rabbikal-muntahaa” telah menjelaskan dalil tersebut di atas, yang artinya “puncak terakhir segala rangkai ialah Tuhan engkau.”
Kemudian satu dalil lagi mengenai adanya Tuhan ialah, sebagaimana firman-Nya:
3 لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Yakni, matahari tidak dapat mengejar bulan dan juga malam yang merupakan penampakkan bulan tidak dapat mendahului siang yang merupakan penampakan matahari. Yakni tidak ada satu pun di antara mereka yang keluar dari batas-batas yang ditetapkan bagi mereka. Jika di balik semua itu tidak ada Wujud Sang Perencana niscaya segala rangkaian tersebut akan hancur. Dalil ini sangat bermanfaat bagi orang-orang yang gemar menelaah benda-benda langit, sebab benda-benda langit tersebut merupakan bola-bola raksasa yang tiada terhitung banyaknya, sehingga dengan sedikit saja terganggu maka seluruh dunia dapat hancur.
Betapa ini merupakan suatu kekuasaan yang hakiki, sehingga benda-benda langit itu tidak saling bertabrakan dan kecepatannya tidak berubah seujung rambut pun serta tidak aus walaupun telah sekian lama bekerja dan tidak terjadi perubahan sedikit pun. Sekiranya tidak ada Sang Penjaga, bagaimana mungkin jalinan kerja yang demikian besar ini dapat berjalan dengan sendirinya dalam waktu yang tak terhitung. Dengan mengisyaratkan kepada hikmah-hikmah itulah di tempat lain Allah Ta’ala berfirman:
4 اَفِى اللّٰهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ
Yakni, dapatkah Wujud Tuhan Yang telah menciptakan langit dan bumi demikian itu diragukan?
Lalu sebuah dalil lagi tentang keberadaan-Nya, difirmankan:
5 كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۖ وَّيَبْقٰى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِۚ
Yakni, tiap sesuatu akan mengalami kepunahan dan yang kekal itu hanyalah Tuhan Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.
Kini perhatikanlah! Jika kita bayangkan dunia ini menjadi hancur-lebur dan benda-benda langit pun pecah berkepingkeping, serta bertiup angin yang melenyapkan seluruh jejak benda-benda itu, namun demikian akal mengakui serta menerima – bahkan hati nurani menganggapnya mutlak – bahwa sesudah segala kebinasaan ini terjadi pasti ada sesuatu yang bertahan yang tidak mengalami kepunahan serta perubahan-perubahan dan tetap utuh seperti keadaannya semula. Jadi, itulah Tuhan yang telah menciptakan semua wujud fana (tidak kekal), sedangkan Dia Sendiri terpelihara dari kepunahan.
Kemudian satu dalil lagi berkenaan dengan keberadaan-Nya yang Dia kemukakan di dalam Al-Quran Syarif adalah:
6 اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْؕ قَالُوْا بَلٰى
Yakni, Aku berfirman kepada setiap ruh, “Bukankah Aku Tuhan kamu?” Mereka berkata, “Ya, sungguh benar!”.
Di dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan dalam bentuk kisah, satu ciri khas ruh yang telah ditanamkan-Nya di dalam fitrat mereka. Ciri khas itu ialah pada fitratnya tiada satu pun ruh yang dapat mengingkari hanya karena mereka tidak menemukan apa pun di dalam pikiran mereka. Kendati pun mereka ingkar, mereka mengakui bahwa tiap-tiap kejadian pasti ada penyebabnya. Di dunia ini tidak ada orang yang begitu bodohnya – misalnya jika pada tubuhnya timbul suatu penyakit – ia tetap bersikeras menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada suatu sebab yang menimbulkan penyakit ini.
Seandainya rangkaian dunia ini tidak terjalin oleh sebab dan akibat maka tidaklah mungkin membuat prakiraan bahwa pada tanggal sekian akan datang taufan atau badai, akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan atau seorang yang sakit akan wafat dalam waktu tertentu, atau sampai pada waktu tertentu suatu penyakit akan muncul bersamaan dengan penyakit yang lain.
Jadi, seorang peneliti, walaupun tidak mengakui Wujud Tuhan namun dari satu segi ia telah mengakuinya. Yakni ia pun seperti halnya kita mencari-cari penyebab dari sebab-akibat. Jadi itu pun merupakan satu bentuk pengakuan, walaupun bukan pengakuan yang sempurna. Selain itu, apabila seorang yang mengingkari Wujud Tuhan dengan cara tertentu kesadarannya dihilangkan – yaitu ia sama sekali dijauhkan dari segala keinginan-rendah ini dan segala hasratnya dihilangkan, lalu diserahkan ke dalam kendali Wujud Yang Maha Tinggi – maka di dalam keadaan demikian ia akan mengakui Wujud Tuhan, tidak akan ingkar.
Hal serupa itu telah dibuktikan melalui percobaan orang-orang yang berpengalaman luas. Jadi, ke arah kondisi demikianlah isyarat yang terdapat di dalam ayat itu. Dan makna ayat itu adalah bahwa pengingkaran terhadap Wujud Tuhan hanya terjadi sebatas kehidupan rendah saja, sebab fitrat yang asli dipenuhi pengakuan itu.
(Mirza Ghulam Ahmad, Filsafat Ajaran Islam hal. 93-98, Neratja Press 2016)
1 “Tuhan kami ialah Dia Yang memberikan kepada segala sesuatu bentuk yang serasi dan kemudian Dia memberi petunjuk kepadanya untuk melaksanakan tugasnya yang murni.”(QS. Tha-Ha, 20:51).
2“Dan, bahwa pada Tuhan engkaulah terletak keputusan terakhir.” (QS. An-Najm, 53: 43)
3“Matahari tidak kuasa menyusul bulan, dan tidak pula malam mendahului siang. Dan semua itu terus beredar dengan lancarnya pada tempat peredarannya.” (QS Ya-Sin, 36: 41)
4“Apakah kamu dalam keraguan mengenai Allah, Pencipta seluruh langit dan bumi? (QS. Ibrahim, 14: 11)
5“Segala sesuatu yang ada di atas bumi ini akan binasa. Dan yang akan tetap kekal hanyalah wujud Tuhan engkau, Pemilik segala kemegahan dan kemuliaan.” (QS Ar-Rahman, 55:27-28).
6“Bukankah Aku Tuhan-mu?” Mereka berkata, “Ya benar.”(QS. Al-A’raf, 7:173).