“Allah swt memiliki empat sifat utama yang dapat dianggap sebagai induk daripada semua sifat-sifat lainnya. Setiap jenisnya merupakan kewajiban untuk dipahami bagi sifat kemanusiaan kita. Ke-empat sifat itu adalah Rabbubiyat, Rahmaniyat, Rahimiyat dan Malikiyat dari Hari Penghisaban.”
“Sifat Rabbubiyat untuk manifestasinya memerlukan ketiadaan atau keadaan yang mendekati ketiadaan sama sekali. Semua bentuk ciptaan, baik yang bernyawa mau pun benda mati, mewujud melalui sifat tersebut.”
“Sifat Rahmaniyat untuk manifestasinya menuntut ketiadaan eksistensi dan pelaksanaan fungsinya hanya berkait dengan mahluk hidup dan tidak dengan benda mati.
Sifat Rahimiyat bagi manifestasinya mempersyaratkan ketiadaan dan tidak eksisnya sifat ini dari bagian penciptaan yang memiliki daya nalar dan karena itu hanya berkaitan dengan manusia saja.”
“Adapun sifat Malikiyat dari Hari Penghisaban mensyaratkan permohonan dan kepasrahan dengan merendahkan diri agar sifat ini bermanifestasi. Karena itu sifat ini berkaitan dengan kelompok manusia yang menjatuhkan diri sebagai pengemis di hadirat Yang Maha Esa dengan mengembangkan jubah ketulusan mereka agar dapat menampung rahmat Ilahi karena mereka menyadari kekosongan tangan mereka dan hanya mengharapkan Malikiyat Ilahi.”
“Keempat sifat ini beroperasi sepanjang masa. Sifat Rahimiyat membawa manusia kepada kepasrahan. Adapun sifat Malikiyat menyebabkan manusia merasa diselimuti api ketakutan dan kejerihan luar biasa yang melahirkan rasa rendah hati yang hakiki karena sifat ini menegaskan bahwa Allah swt adalah Tuhan dari pengganjaran dimana tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk menuntut apa pun. Pengampunan dan keselamatan bisa diperoleh hanya karena karunia rahmat.”
(Ayyamus Sulh, Qadian, Ziaul Islam Press, 1899; Ruhani Khazain, vol. 14, hal. 242-243, London, 1984).
***
“DALAM SURAT AL-FATIHAH, Allah Yang Maha Perkasa mengemukakan empat dari sifat-sifat-Nya yaitu Rabbul Alamĩn, Rahman, Rahim dan Maliki Yaumiddin. Urutan penyampaian sifat-sifat itu merupakan urutan alamiah perwujudannya. Rahmat Ilahi dimanifestasikan di dunia dalam empat bentuk. Yang pertama, adalah rahmat yang berlaku sangat umum. Ini adalah sifat yang merupakan rahmat mutlak yang melingkupi semua hal di langit dan di bumi tanpa membedakan mahluk hidup dengan benda mati. Perwujudan segala hal dari keadaan ketiadaan yang kemudian berkembang menuju kesempurnaannya adalah berkat dari rahmat ini. Tidak ada yang berada di luar ruang lingkup rahmat ini. Semua jasmani dan rohani dimanifestasikan oleh dan melalui rahmat ini dan semuanya berkembang atau dikembangkan melalui rahmat tersebut. Rahmat ini adalah inti kehidupan dari alam semesta. Jika rahmat ini dihentikan sesaat saja maka alam semesta ini akan berakhir, dan jika bukan karena rahmat ini maka tidak akan ada penciptaan. Dalam Al-Quran, sifat ini disebut sebagai Rabubiyat dan karena itu Allah swt disebut Rabbul Alamin sebagaimana dikatakan:
وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيءٍ ۚ
‘Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu’ (QS.6 Al-An’aam:165).
“Tidak ada sesuatu pun di alam ini yang berada di luar rangkuman sifat Rabbubiyat-Nya.”
الحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ العالَمينَ
“Jadi sifat Rabbul Alamin disebutkan dalam Surat Al- Fatihah sebagai yang pertama dari semua sifat rahmat. Sifat ini memiliki prioritas alamiah, baik karena mewujud mendahului sifat-sifat yang lain dan karena bersifat yang paling umum dalam ruang lingkupnya mengingat mencakup baik mahluk hidup maupun benda mati.”
“Sifat yang kedua (Rahmaniyat), juga bersifat umum. Adapun perbedaannya dengan sifat yang disebut di atas adalah sifat yang pertama mencakup keseluruhan alam semesta sedangkan sifat yang kedua bersifat karunia Ilahi yang diberikan kepada mahluk hidup saja. Perhatian Ilahi terhadap keseluruhan mahluk hidup dianggap juga sebagai rahmat yang bersifat umum. Sifat ini berfungsi bagi semua mahluk hidup sejalan dengan kebutuhan mereka. Rahmat ini mewujud bukan karena akibat atau sebagai ganjaran dari amalan mereka. Berkat rahmat ini maka semua mahluk bisa hidup, makan, minum, terpelihara dari mara bahaya dan terpenuhi kebutuhannya. Melalui rahmat ini semua sarana kehidupan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup menjadi tersedia. Adalah akibat yang dibawa sifat ini maka semua yang diperlukan rohani bagi perkembangan jasmaninya bisa dipenuhi. Begitu juga dengan mereka yang selain perkembangan jasmani, juga menginginkan perkembangan rohani (atau mereka memiliki kemampuan untuk perkembangan jenis demikian), maka Firman Tuhan akan turun menembus keabadian pada saat diperlukan.
Melalui fungsi karunia Rahmaniyat maka manusia memenuhi berjuta keinginannya. Tersedia baginya seluruh bumi untuk tempat tinggal, matahari dan bulan untuk penerangan, udara untuk bernafas, air untuk diminum, segala macam pangan untuk dimakan, berjuta-juta obat untuk penyembuhan, berbagai bentuk pakaian untuk menutup tubuh dan Kitab Allah sebagai petunjuk. Tidak ada seorang pun manusia yang bisa mengakukan bahwa semua rahmat itu adalah hasil karyanya, bahwa ia dalam eksistensi sebelumnya telah melakukan suatu hal yang baik sehingga Tuhan menganugerahkan karunia tidak berhingga ini atas umat manusia. Dengan demikian jelas bahwa rahmat yang dimanifestasikan dalam beribu bentuk tersebut adalah manifestasi kasih Allah swt agar setiap mahluk hidup bisa mencapai tujuan hidup alamiahnya masing-masing serta memenuhi kebutuhannya, tanpa memerlukan upaya khusus dari dirinya. Berkat dari rahmat Ilahi ini memberikan semua pemenuhan kebutuhan umat manusia dan hewan serta memberikan perlindungan agar kapasitas mereka tidak berhenti berkembang. Eksistensi sifat Ilahi ini ditegaskan melalui telaah hukum alam. Tidak ada orang berakal yang akan menyangkal bahwa matahari, bulan, bumi dan semua elemen serta segala yang dibutuhkan yang terdapat di alam dan menjadi sumber kehidupan mahluk, nyatanya memang dimanifestasikan melalui rahmat ini. Sebutan daripada rahmat yang dimanfaatkan semua mahluk yang bernafas, tanpa pembedaan manusia atau hewan, mukminin atau kafir, baik atau jahat, adalah Rahmaniyat dan karenanya Allah disebut sebagai Ar–Rahman dalam Surat Al-Fatihah setelah sifat Rabbul Alamin.”
“Sifat Ilahi ini disebut di beberapa tempat dalam Al- Quran. Sebagai contoh:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱسْجُدُوا۟ لِلرَّحْمَـٰنِ قَالُوا۟ وَمَا ٱلرَّحْمَـٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًۭا ۩ ﴿ ﴾ تَبَارَكَ ٱلَّذِى جَعَلَ فِى ٱلسَّمَآءِ بُرُوجًۭا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَ ٰجًۭا وَقَمَرًۭا مُّنِيرًۭا ﴿ ﴾ وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ خِلْفَةًۭ لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًۭا ﴿ ﴾ وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَـٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَـٰمًۭا
‘Apabila dikatakan kepada mereka: “Bersujudlah kepada Tuhan yang Maha Pemurah” mereka berkata: “Dan siapakah Tuhan yang Maha Pemurah itu? Haruskah kami bersujud kepada apapun yang engkau suruh kami?” Dan hal ini menambah keengganan mereka. Maha beberkatlah Dia yang telah menjadikan gugusan bintang di langit dan telah menempatkan di dalamnya matahari yang menerbitkan cahaya dan bulan yang memantulkan cahaya. Dan Dia-lah yang telah menjadikan malam dan siang, masing- masing susul menyusul, untuk kemanfaatan bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau mau bersyukur. Dan hamba-hamba sejati dari Tuhan yang Maha Pemurah ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang jahil menegur mereka, mereka menghindari mereka itu dengan anggun seraya mengucapkan: “Selamat sejahtera!”’ (QS.25 Al-Furqan:61-64).
“Maksudnya, ketika para kafir, para penyembah berhala (pagan) dan para ateis diingatkan untuk bersujud di hadapan Ar-Rahman, mereka merasa tidak menyukai nama Ar-Rahman dan mereka bertanya: ‘Apa itu Rahman?’ Jawabannya adalah, Rahman adalah Wujud yang Berberkat, yang menjadi sumber dari segala hal yang baik, yang telah menciptakan istana-istana[1] di langit dan menempatkan matahari dan bulan dalam istana tersebut guna memberikan cahaya kepada semua mahluk tanpa membedakan mereka yang beriman atau yang kafir. Adalah Ar-Rahman yang sama yang telah menciptakan malam dan siang bagi manusia agar para pencari kebenaran bisa menarik manfaat dari pengaturan yang bijaksana itu dan membebaskan dirinya dari kebodohan dan ketidak-pedulian, dengan demikian mereka yang tahu berterima kasih akan bersyukur. Penyembah sejati dari wujud Ar-Rahman adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dimana ketika orang-orang bodoh mencacinya, mereka menjawab dengan kata-kata salam dan kasih sayang. Dengan kata lain, mereka membalas kekerasan dengan kelembutan dan sebagai imbalan dari caci maki, mereka malah mendoakan para pencaci itu. Melalui cara itu mereka memperlihatkan sifat kasih sayang sebagaimana yang Maha Pengasih telah memberi berkat dalam bentuk matahari, bulan, bumi dan segala hal bagi semua mahluk-Nya tanpa membedakan baik atau jahat. Dalam ayat-ayat itu ditekankan bahwa kata ‘Rahman’ digunakan hanya untuk Allah swt karena Kasih-Nya meliputi semua yang baik mau pun yang jahat.”
“Di tempat lain dikatakan:
عَذابي أُصيبُ بِهِ مَن أَشاءُ ۖ وَرَحمَتي وَسِعَت كُلَّ شَيءٍ ۚ
‘Siksaan-Ku Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, tetapi rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.’ (QS.7 Al-Araf:157).
“Begitu juga di tempat lain dinyatakan:
قُل مَن يَكلَؤُكُم بِاللَّيلِ وَالنَّهارِ مِنَ الرَّحمٰنِ ۗ بَل هُم عَن ذِكرِ رَبِّهِم مُعرِضونَ
‘Siapakah yang dapat melindungi kamu pada waktu malam dan siang hari terhadap (kemurkaan) Tuhan yang Maha Pemurah?’ (QS.21 Al-Anbiya:43).
“Dengan kata lain dinyatakan bahwa baik yang ingkar atau yang kafir sudah diberitahu bahwa jika bukan karena sifat Rahmaniyat, maka mereka tidak akan terhindar dari penghukuman samawi. Adalah melalui sifat Rahmaniyat maka Allah swt memberikan sela waktu kepada para kafir dan penyembah berhala, serta tidak langsung menghukum mereka. Di tempat lain dikemukakan:
أَوَلَم يَرَوا إِلَى الطَّيرِ فَوقَهُم صافّاتٍ وَيَقبِضنَ ۚ ما يُمسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحمٰنُ ۚ
‘Tidakkah mereka melihat burung-burung di atas mereka mengembangkan sayap mereka di waktu terbang dan kemudian mengatupkannya ketika menyambar mangsa? Tiada yang dapat menahan mereka selain Tuhan yang Maha Pemurah.’ (QS.67 Al-Mulk:20).
“Berarti karunia sifat Rahmaniyat meliputi semua mahluk hidup sehingga burung yang tidak berarti pun bisa terbang gembira dalam arus rahmat ini. Karena rahmat ini secara alamiah datang setelah Rabbubiyat, maka dalam Surat Al-Fatihah urutannya pun jadi demikian.”
“Rahmat yang ketiga (Rahimiyat), merupakan rahmat yang bersifat khusus. Perbedaan rahmat ini dengan rahmat yang bersifat umum adalah pada yang bersifat umum tidak ada dipersyaratkan kepada penerimanya untuk berperilaku baik atau mencerahkan egonya dari kegelapan ruhani, atau pun sengaja berupaya guna memperolehnya. Berkat Allah swt dari rahmat yang bersifat umum adalah berupa karunia kepada semua mahluk hidup menurut apa yang dibutuhkannya tanpa perlu ada upaya khusus dari pihak yang bersangkutan. Adapun untuk rahmat yang bersifat khusus, diperlukan adanya usaha dan upaya untuk mensucikan hati, bersujud, memperhatikan perintah Allah swt dan semua tindakan lainnya yang dipersyaratkan. Hanya yang melaksanakan hal-hal tersebut yang akan memperoleh rahmat tersebut. Eksistensi dari sifat ini juga ditunjukkan melalui telaah hukum alam. Jelas bahwa mereka yang berupaya di jalan Allah dan mereka yang tidak peduli, tidak akan bisa sama statusnya. Tanpa diragukan, berkat khusus hanya turun bagi mereka yang berjuang di jalan Allah swt, serta menjauh dari segala kegelapan dan kekacauan. Berkat rahmat ini maka dalam Al-Quran nama Tuhan disebut sebagai Ar-Rahim. Karena sifat Rahimiyat bersifat khusus dan terwujud karena pemenuhan beberapa persyaratan tertentu, makanya disebut setelah sifat Rahmaniyat karena sifat Rahmaniyat dimanifestasikan sebelum sifat Rahimiyat muncul. Itulah sebabnya sifat Rahimiyat dalam Surah Al-Fatihah disebutkan setelah sifat Rahmaniyat. Sifat Rahimiyat disebut di beberapa tempat dalam Al-Quran. Sebagai contoh, dinyatakan:
وَكانَ بِالمُؤمِنينَ رَحيمًا
‘Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman.’ (QS.33 Al- Ahzab:44).
“Artinya, sifat Rahimiyat Allah swt terbatas hanya bagi mereka yang beriman saja, sedangkan orang kafir dan penyangkal tidak mendapat bagian. Perlu diingatkan lagi bahwa pemberlakuan sifat Rahimiyat terbatas hanya bagi para mukminin saja, sedangkan sifat Rahmaniyat tidak terbatas. Tidak ada disebutkan bahwa Tuhan bersifat Rahmãn hanya untuk para muminin, karena bagi mereka ini yang berlaku adalah sifat Rahim. Di tempat lain dikemukakan:
إِنَّ رَحمَتَ اللَّهِ قَريبٌ مِنَ المُحسِنينَ
‘Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.’ (QS.7 Al-Araf:57).
“Begitu juga dikatakan:
إِنَّ الَّذينَ آمَنوا وَالَّذينَ هاجَروا وَجاهَدوا في سَبيلِ اللَّهِ أُولٰئِكَ يَرجونَ رَحمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفورٌ رَحيمٌ
‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’ (QS.2 Al-Baqarah:219).
“Dengan kata lain, sifat Rahimiyat-Nya hanya dikaruniakan kepada mereka saja. Tidak ada seorang pun yang tidak akan menemukan-Nya jika memang mau mencari. Pencinta macam apakah ia itu jika yang Maha Terkasih tidak menyukainya? Wahai Junjungan-ku, apa yang masih kurang adalah penyakitnya, karena Sang Maha Penyembuh selalu ada.”
“Rahmat yang keempat (Malikiyat), bersifat sangat khusus. Rahmat ini tidak bisa dicapai semata-mata dengan upaya dan usaha saja. Syarat pertama dari manifestasi sifat ini adalah dihancurkannya terlebih dahulu dunia ini, dimana kekuasaan Allah swt dalam keagungan-Nya yang sempurna akan mewujud telanjang tanpa sarana apa pun. Rahmat terakhir ini mewujud setelah rahmat-rahmat lainnya berakhir. Rahmat ini berbeda dengan sifat rahmat lainnya dalam kesempurnaannya karena bersifat terbuka, jelas, nyata, tanpa ada yang ditutupi atau pun ada kekurangan. Tidak ada apa pun yang bisa diragukan mengenai pengenaan rahmat ini, begitu juga dengan realitas, kesucian dan kesempurnaan sifat rahmat tersebut. Kemurahan dan pengganjaran yang dilakukan Yang Maha Abadi, Pengarunia segala berkat, akan muncul terang seperti siang hari dimana si penerima berkat akan mengetahui dan merasakan secara pasti karunia dan kegembiraan serta perhatian yang dilimpahkan-Nya, dan bahwa ia menerima ganjaran tersebut sebagai imbalan dari perilakunya yang benar dan sempurna. Karunia yang diterimanya bersifat amat jelas dan agung tanpa ada ujian atau cobaan lagi yang harus ditempuhnya.”
“Agar bisa menjadi penerima berkat yang lengkap dan sempurna serta abadi demikian, diperlukan adanya transportasi yang bersangkutan dari dunia yang cacat, sempit, guram dan fana ini karena rahmat tersebut merupakan pengalaman manifestasi akbar dimana keindahan Sang Maha Penyayang akan terlihat secara jelas dan dialami secara pasti tanpa ada tahap-tahapan manifestasi dan pemastian serta tidak ada tabir sarana material yang menghalanginya. Segenap detil dari pemahaman yang lengkap harus mewujud dengan kekuatan penuh. Manifestasi itu harus demikian jernih dan pasti sehingga Allah s.w.t. sendiri yang nantinya akan menyatakan bahwa mereka itu terbebas dari ujian atau cobaan apa pun. Manifestasi tersebut akan membawa kegembiraan tinggi yang sempurna bagi hati, jiwa serta semua indera jasmani dan ruhani pada tingkatnya yang paling tinggi yang tidak mungkin bisa lebih baik lagi.”
“Dunia yang tidak sempurna pada intinya, berkabut dalam penampilannya, fana dalam wujudnya serta sempit dalam ruang lingkupnya, tidak akan mampu menampung manifestasi akbar demikian dimana cahaya yang suci dan karunia yang abadi serta nur sempurna yang kekal menjadi bagian daripadanya. Untuk manifestasi demikian itu dibutuhkan dunia lain yang sepenuhnya bebas dari kegelapan oleh sarana material serta harus berwujud manifestasi sempurna dari kekuasaan Yang Maha Kuasa.”
“Rahmat yang amat khusus ini sampai suatu tingkat tertentu dinikmati dalam kehidupan sekarang oleh mereka yang memiliki kepribadian sempurna yang melangkah di jalan kebenaran dengan sepenuhnya bergantung kepada Allah swt dengan meninggalkan nafsu dan keinginan dirinya sendiri. Mereka sudah mengalami kematian sebelum ajal yang sebenarnya. Meskipun mereka hidup di dunia ini tetapi hatinya bermukim di dunia lain. Sebagaimana mereka mengunci hati mereka dari kehidupan jasmani dunia ini serta meninggalkan kebiasaan kemanusiaan dan menjauh dari segala hal yang tidak berasal dari Allah Allah swt, maka sebenarnya mereka mengikuti jalan yang tidak biasa sehingga Tuhan pun akan memperlakukan mereka dengan cara yang sama. Dengan cara yang luar biasa Dia akan memanifestasikan bagi mereka nur yang hanya bisa dilihat manusia lainnya setelah kematian mereka. Mereka ini mengalami rahmat yang bersifat sangat khusus itu sampai suatu tingkat tertentu di dalam kehidupan sekarang.”
“Rahmat ini bersifat sangat khusus dan menjadi pamungkas dari semua rahmat lainnya. Siapa yang berhasil mencapainya berarti telah berhasil memperoleh keberuntungan yang paling besar dan akan menikmati kesejahteraan abadi yang menjadi sumber dari semua kegembiraan. Barangsiapa yang dikucilkan dari rahmat ini berarti telah dikutuk selamanya masuk Neraka. Menurut sifat-Nya ini maka Allah Yang Maha Perkasa menyebut diri-Nya dalam Al-Quran sebagai Maliki Yaumiddin. Ganjaran yang dikemukakan dalam hal ini adalah ganjaran yang sempurna sebagaimana detilnya diuraikan dalam Al-Quran. Ganjaran sempurna itu tidak bisa dimanifestasikan tanpa manifestasi Kedaulatan yang sempurna. Hal ini diungkapkan antara lain dalam ayat Al-Quran:
لِمَنِ المُلكُ اليَومَ ۖ لِلَّهِ الواحِدِ القَهّارِ
‘Kepunyaan siapakah Kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah, yang Maha Esa dan yang Maha Unggul.’ (QS.40 Al-Mumin:17).
“Artinya, pada hari itu sifat Rahimiyat Allah swt akan memanifestasikan wujudnya tanpa intervensi dari sarana jasmaniah lainnya dan manusia akan menyaksikan dan merasakannya secara penuh bahwa apa pun selain kekuatan dan kekuasaan Allah swt tidak ada sama sekali. Pada saat itu semua kesenangan dan kegembiraan serta ganjaran dan penghukuman akan muncul secara nyata datang dari Tuhan, tanpa ada tabir yang menghalangi dan tak ada lagi ruang bagi keraguan.”
“Pada saat itu, mereka yang telah melepaskan dirinya dari kehidupan duniawi demi Tuhan-nya akan menemukan diri mereka berada dalam keadaan kebahagiaan sempurna yang meliputi seluruh jiwa dan raga mereka, baik bagian luar atau pun dalam wujud mereka sehingga tidak ada satu noktah pun dari diri mereka yang tidak menikmati karunia akbar tersebut.”
“Sifat Maliki Yaumiddin juga mengindikasikan bahwa pada Hari itu semua perasaan senang dan susah, kenyamanan atau kesakitan, apa pun yang dirasakan oleh manusia, akan datang secara langsung dari Allah Yang Maha Kuasa dan Dia itulah Penguasa dari segala kondisi. Dengan kata lain, pertemuan dengan Wujud-Nya akan menjadi kebahagiaan abadi atau penjauhan dari Diri-Nya menjadi kesialan abadi. Mereka yang beriman kepada-Nya dan menganut Ketauhidan- Nya serta mewarnai hati mereka dengan kecintaan murni terhadap Wujud-Nya, akan mengalami dan menerima Nur Rahmat-Nya secara jelas dan terbuka. Adapun mereka yang tidak beriman dan tidak mengenal kecintaan kepada Allah swt akan kehilangan kegembiraan serta keselesaan ini dan karena itu akan mengalami siksaan yang amat pedih.”
“Dengan demikian bisa dimengerti mengapa sifat Rahman diberikan prioritas sebelum sifat Rahim karena memang sudah seharusnya demikian urutannya. Jika seseorang menelaah hukum alam maka sifat Ilahi yang pertama dikenalinya adalah Rabbubiyat, lalu disusul Rahmaniyat dan Rahimiyat sampai akhirnya kepada sifat Malikiyat. Pengaturan yang sempurna mengharuskan bahwa urutan yang ada dalam hukum alam adalah yang juga dikemukakan dalam Kitab yang Diwahyukan. Membalikkan urutan alamiah demikian berarti memutarbalikkan hukum alam. Untuk pengaturan yang sempurna diperlukan agar urutan demikian sejalan dengan hukum alam, mana yang dahulu harus didahulukan. Demikian itulah yang dikemukakan dalam ayat-ayat surah Al- Fatihah tersebut dimana urutan alamiah sangat diperhatikan. Ayat-ayat tersebut mengikuti urutan yang oleh seorang yang memiliki wawasan akan melihatnya ada berwujud di dalam alam semesta. Tidakkah sepantasnya urutan dari karunia Ilahi sebagaimana muncul di alam, begitu juga digambarkan dalam Kitab Allah? Mereka yang mengingkari urutan alamiah yang sempurna itu sama saja dengan seorang buta yang kehilangan baik penglihatan mau pun juga wawasannya.”
“Apa yang dikemukakan dalam Surah Al-Fatihah dari sifat Rabbul Alamin sampai Maliki Yaumiddin adalah empat kebenaran akbar yang akan dijelaskan berikut ini. Kebenaran yang pertama, ialah Allah Yang Maha Perkasa itu bersifat Rabbul Alamin yang berarti bahwa Tuhan itu adalah Rabb dan Penguasa segala sesuatu yang ada di alam semesta dan bahwa segala yang muncul, nampak, dirasakan atau disadari oleh logika, semuanya adalah ciptaan-Nya dan eksistensi yang haqiqi hanya milik Allah Yang Maha Kuasa dan tidak kepada apa pun selain Wujud-Nya. Dengan kata lain, alam semesta berikut semua isinya diciptakan oleh dan merupakan ciptaan dari Allah swt. Tidak ada suatu apa pun di alam ini yang bukan ciptaan Tuhan. Melalui sifat Rabbubiyat-Nya yang sempurna, Allah Yang Maha Kuasa mengatur dan mengendalikan setiap noktah yang ada di alam.”
“Sifat Rabbubiyat-Nya berfungsi sepanjang waktu. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa setelah Dia menciptakan alam ini, lalu Dia mengundurkan diri dan menyerahkan kendalinya kepada hukum alam. Tidak benar jika dikatakan bahwa sebagai seorang pencipta mesin maka Dia lalu tidak lagi perduli setelah mesin tersebut selesai dicipta. Ciptaan dari Maha Pencipta tetap selalu terkait dengan Wujud-Nya. Wujud Rabbul Ãlamĩn melaksanakan sifat Rabbubiyat-Nya yang sempurna sepanjang waktu di seluruh alam semesta dan hujan rahmat Rabbubiyat-Nya itu tetap selalu dicurahkan ke seluruh alam. Tidak pernah sekali pun alam ini dikucilkan dari manfaat sifat rahmat-Nya. Bahkan setelah selesai penciptaan alam semesta ini, kebutuhan akan sumber Rahmat itu akan tetap diperlukan setiap saat seolah-olah Dia belum menciptakan apa-apa. Sebagaimana dunia ini bergantung kepada sifat Rabbubiyat-Nya untuk mewujud, maka dunia ini tetap bergantung kepada sifat itu untuk kelangsungan dan pemeliharaannya.
Adalah Dia yang menopang dunia ini setiap saat dan setiap noktah di alam ini terpelihara dan berkembang karena Dia. Dia melaksanakan sifat Rabbubiyat-Nya atas segala hal menurut kehendak-Nya. Singkat kata, kebenaran ini bermakna bahwa segala sesuatu di alam diciptakan dan tergantung kepada sifat Rabbubiyat Allah swt, baik dalam kesempurnaan, kondisi maupun masanya. Tidak ada keunggulan ruhani atau jasmani yang bisa dicapai mahluk dari dirinya sendiri tanpa ketergantungan pada pengaturan dari Sang Maha Pengatur. Adalah suatu hal yang tersembunyi dari sifat ini dan kebenaran-kebenaran lainnya bahwa sifat Rabbul Ãlamĩn merupakan sifat yang khusus hanya bagi Diri-Nya dan tidak ada suatu apa pun yang menjadi sekutu-Nya. Ayat pembuka dari Surah yaitu Alhamdulillãh menjelaskan secara tegas bahwa segala puji hanyalah bagi Allah swt semata.”
“Kebenaran akbar yang kedua, adalah sifat Rahman yang menempati urutan berikutnya setelah sifat Rabbul Alamin. Sudah dijelaskan di muka bahwa semua mahluk hidup, yang berakal maupun yang tidak, baik atau jahat, telah dibantu dan akan selalu ditopang oleh rahmat umum Allah Yang Maha Perkasa dengan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan dan kelanjutan spesi mereka. Semuanya itu merupakan karunia mutlak yang tidak tergantung kepada amalan atau upaya siapa pun.”
“Kebenaran akbar yang ketiga, setelah sifat Rahman adalah sifat Rahim. Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak- Nya maka Allah swt akan memberikan imbalan hasil baik atas dasar permohonan mahluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat. Dia menganugrahkan karunia kepada mereka yang memohon. Dia membukakan pintu kepada mereka yang mengetuknya.”
“Kebenaran akbar keempat, adalah Maliki Yaumiddin. Artinya, Allah Yang Maha Kuasa adalah penguasa segala ganjaran yang sempurna yang bebas dari ujian dan percobaan serta intervensi dari segala yang merancukan, suci dari segala yang tidak bersih, bebas dari keraguan dan cacat dan merupakan manifestasi kekuasaan-Nya yang akbar. Dia tidak kekurangan kekuatan untuk memanifestasikan pengganjaran- Nya yang sempurna yang secerah siang hari. Manifestasi kebenaran akbar ini bertujuan untuk mencerahkan hal-hal berikut ini agar menjadi jelas bagi setiap orang sebagai suatu kepastian.”
“Pertama, bahwa ganjaran dan penghukuman adalah suatu hal yang pasti yang dikenakan kepada semua mahluk oleh Sang Maha Penguasa sebagai bagian dari kehendak- Nya. Hal ini tidak mungkin ditunjukkan di dunia ini karena merupakan hal-hal yang tidak jelas bagi rata-rata orang yang tidak mengerti mengapa mereka akan mengalami kemaslahatan atau kemudharatan, kesenangan atau kesakitan. Tidak akan ada orang yang mendengar suara dari mana pun yang menjelaskan bahwa apa yang dialaminya itu adalah ganjaran dari amal perbuatannya, dan juga tidak akan ada yang menyadari atau merasa bahwa apa yang sedang dialaminya adalah sebagai akibat dari tindakannya.”
“Kedua, penampakan itu ditujukan untuk memperlihatkan bahwa sarana duniawi itu tidak mempunyai arti dan bahwa Sang Maha Wujud atau Allah swt adalah sumber dari semua berkat dan Penguasa dari segala ganjaran.”
“Ketiga, perlu adanya penegasan apa itu karunia yang baik dan apa yang namanya kemudharatan besar. Keberuntungan akbar adalah keadaan kemenangan tertinggi dimana nur, kebahagiaan, kesenangan dan kenyamanan merasuk di dalam dan di luar dari tubuh dan jiwa seseorang dimana tidak ada bagian tubuhnya yang terlewat. Kemudharatan besar adalah siksaan yang berasal dari akibat ketidak-patuhan, kekotoran jiwa, menjauhkan diri dari Tuhan-nya, yang akan membakar hati dan meliputi seluruh tubuh sehingga seluruh dirinya terasa bagai berada dalam api di neraka.”
“Manifestasi seperti ini tidak bisa dilihat di dunia karena dunia yang sempit dan picik yang terselaput oleh segala keduniawian dan yang kondisinya tidak sempurna, tidak akan tahan menanggung manifestasi demikian. Dunia ini adalah ajang ujian dan cobaan dimana kesenangan dan kesakitan yang ada hanya bersifat sementara dan tidak sempurna. Apa pun yang dialami seseorang dalam hidupnya berada di bawah tabir sarana jasmani yang menyembunyikan wujud dari Sang Penguasa pemberi ganjaran. Dengan demikian dunia ini bukan wadah ganjaran yang benar dan sempurna. Yang menjadi hari ganjaran yang sempurna dan terbuka adalah dunia yang akan datang setelah dunia sekarang ini. Dunia itu akan menjadi wadah manifestasi akbar dan penampakan dari keagungan dan keindahan yang sempurna. Kesulitan hidup atau kemudahan, kesenangan atau kesakitan, kesedihan atau pun kegembiraan, semua yang dialami manusia di dunia yang sekarang tidak selalu menggambarkan atau merupakan akibat dari karunia Ilahi atau pun kemurkaan-Nya. Sebagai contoh, seorang yang kaya bukanlah merupakan bukti bahwa Tuhan berkenan atas dirinya, begitu pula kemiskinan atau kesulitan dianggap menjadi tanda bahwa Allah swt memusuhi dirinya. Bisa jadi keadaan mereka itu menjadi cobaan agar yang kaya diuji karena kekayaannya sedangkan yang miskin dicoba karena kemiskinannya. Semua kebenaran akbar ini dijelaskan secara rinci di dalam Al-Quran.”
(Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, vol. 14, hal. 444-461, London, 1984).
***
“UMUM DIYAKINI BAHWA segala yang tampak di alam semesta ini tidak ada yang mutlak atau bersifat tidak bisa diganti. Sebagai contoh, bumi ini berbentuk bulat dan berdasarkan estimasi beberapa orang diperkirakan mempunyai garis tengah sepanjang kurang lebih delapan ribu mil [2] tetapi tidak ada alasan yang kuat yang menyatakan bahwa bentuk dan dimensinya memang harus demikian, dan mengapa bentuk atau dimensinya tidak bisa berwujud lain. Dari sini bisa disimpulkan bahwa bentuk dan dimensi yang kombinasinya menggambarkan eksistensi, bukanlah suatu hal yang pokok bagi bumi.”
“Begitu juga dengan bentuk dan dimensi segala benda jadinya bisa saja berubah. Di samping itu dalam banyak kejadian telah terjadi ancaman kelangsungan hidup bagi beberapa mahluk tetapi nyatanya mereka tidak musnah sama sekali. Sebagai contoh, meskipun telah terjadi bencana kelaparan dan wabah penyakit dari sejak awal sejarah dunia, nyatanya benih semua mahluk tetap selamat. Padahal logika mengatakan dengan adanya berbagai kesulitan dan bencana yang menimpa bumi seperti kelaparan dahsyat mestinya telah menghabiskan bibit gandum sehingga tidak tersisa untuk tanaman berikutnya, atau karena wabah penyakit yang hebat mestinya manusia atau hewan sudah punah semua.”
“Bisa saja mekanisme matahari dan bulan menjadi terganggu, begitu pula dengan segala hal yang selama ini berfungsi ikut mengatur kinerja alam. Menurut logika saja, tidak ada dari berjuta-juta benda itu yang bisa lolos dari kekacauan atau tidak menjadi korban suatu bencana. Bahwa semuanya tetap selamat tanpa penurunan kualitas hidup melanjutkan kelangsungan spesies merupakan bukti bahwa ada wujud yang menjadi Pemberi kehidupan, Penjaga dan Pemelihara yang menghimpun dalam Wujud-Nya sifat-sifat yang sempurna sebagai Maha Pengendali, Maha Bijaksana, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Abadi dan Maha Hidup, bebas dari segala cela, tidak tunduk kepada maut atau kehancuran, bahkan bebas dari rasa kantuk dan tidur.”
“Dia adalah Wujud yang menyatu di dalam Diri-Nya semua sifat-sifat yang sempurna, Dia yang menciptakan alam dengan kebijakan dan ketepatan yang sempurna dan memilih eksistensi di atas non-eksistensi. Hanya Dia sendiri yang patut disembah, berdasarkan kesempurnaan-Nya, hasil ciptaan-Nya, sifat Rahimiyat dan Yang Tegak dengan Dzat-Nya sendiri.”
“Inilah makna dari ayat:
اللَّهُ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ الحَيُّ القَيّومُ ۚ لا تَأخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَومٌ ۚ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَما فِي الأَرضِ ۗ
“Allah, tiada yang patut disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi.” (QS.2 Al-Baqarah:256).
“Betapa indah dan anggunnya Al-Quran mengemukakan pandangan yang mendukung eksistensi Pencipta alam semesta ini dalam ayat Kursi, dalam pengertian yang mendalam dan pokok pandangan yang bijak. Bagi semua hal yang ada di langit dan di bumi, telah dinyatakan secara lugas adanya eksistensi sosok Pencipta yang memiliki sifat-sifat yang sempurna dalam kata-kata yang kedalaman maknanya dan lingkupannya tidak pernah bisa ditandingi oleh para ahli filosofi. Para filosof yang pengetahuannya dangkal, tidak mampu melihat bahwa jasmani dan ruhani ini merupakan hasil ciptaan dan tidak bersifat abadi dan mereka tetap saja tidak menyadari bahwa kehidupan, eksistensi dan pemeliharaan yang sempurna hanya ada pada Allah swt. Pemahaman yang mendalam ini hanya bisa dipelajari dari ayat tersebut dimana diungkapkan bahwa kehidupan yang sempurna dan keabadian eksistensi hanyalah milik Allah swt yang menggabung dalam Diri-Nya semua sifat yang sempurna. Selain Dia tidak ada lagi yang memiliki eksistensi dan pemeliharaan yang sempurna. Hal ini menjadi dasar pemikiran harus adanya sosok Pencipta dari alam semesta dan dikatakan:
لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَما فِي الأَرضِ ۗ
‘Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi’ (QS.2 Al-Baqarah:256).
“Dengan kata lain, karena alam tidak memiliki eksistensi atau pemeliharaan yang sempurna dari dirinya sendiri maka alam membutuhkan suatu kausa agar ia bisa hidup dan terpelihara. Kausa tersebut dengan sendirinya harus bersifat komprehensif dengan sifat-sifat yang sempurna yang mengendalikan alam ini menurut kehendak-Nya yang bersifat Bijak dan melihat segala hal yang tersembunyi, dan kausa itu bernama Allah. Dalam istilah Kitab Suci Al-Quran, Allah adalah nama dari Wujud yang bersifat komprehensif dengan segala kesempurnaan. Itulah sebabnya nama Allah selalu dikaitkan dengan segala yang bersifat Maha dan di berbagai tempat dinyatakan bahwa Allah s.w.t. adalah Tuhan seru sekalian alam, Ar-Rahman, Ar-Raham, yang mengendalikan alam berdasar kehendak-Nya, Maha Bijak, Maha Mengetahui segala yang tersembunyi, Maha Kuasa, Maha Abadi dan lain-lainnya. Itulah sebabnya maka ayat tersebut dimulai dengan nama Allah dan selanjutnya:
‘Allah, tiada yang patut disembah selain Dia, yang Maha Hidup, yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu.’ (QS.2 Al-Baqarah:256).
“Dengan kata lain, Penunjang dari alam fana ini adalah Wujud yang secara komprehensif memiliki semua sifat yang sempurna.”
“Semua itu merupakan indikasi bahwa dalam alam yang tertata rapih ini, adalah salah untuk menganggap bahwa suatu benda menjadi kausa penyebab timbulnya benda lain. Kegiatan seperti itu harus melalui fungsi sifat dari Sang Pencipta yang mengendalikan takdir-Nya yang bersifat Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Ar-Rahĩm, Maha Abadi dan bersifat komprehensif dalam sifat-sifat sempurna-Nya. Hanya Allah swt yang memiliki kesempurnaan wujud. Setelah membuktikan eksistensi daripada Sang Pencipta alam maka bagi seorang pencari kebenaran perlu juga meyakinkan bahwa Sang Pencipta tersebut bebas dari segala perserikatan. Hal ini dinyatakan dalam:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿ ﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿ ﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿ ﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ
‘Katakan: Dia-lah Allah Yang Maha Esa, Allah Yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan dan tidak pula Dia diperanakkan, dan tiada seorang pun menyamai Dia’ (QS.112 Al-Ikhlas:2-5).’
“Jika diperhatikan, betapa jelasnya Wujud Pencipta itu digambarkan dalam ayat tersebut sebagai bebas dari segala persekutuan. Yang namanya persekutuan itu ada empat macam. Bisa merupakan persekutuan dalam jumlah perwujudan, atau jenjang jabatan, atau pertalian keturunan, atau pun perserikatan dalam tindakan dan akibat. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Allah swt bersih dari segala bentuk persekutuan itu dan dijelaskan bahwa Dia itu Maha Esa, hanya sendiri atau tunggal dalam Wujud-Nya. Juga bahwa Dia itu unik dalam jabatan-Nya sebagai Yang Maha Dicari dan bahwa hanya Dia sendiri Yang Tegak dengan Dzat- Nya sendiri, sedangkan yang lainnya semua bersifat fana dan tergantung kepada-Nya sepanjang masa. Dia tidak memiliki putra yang akan mengaku sebagai sekutu-Nya dan tidak juga seorang bapak untuk berbagi kekuasaan. Tidak ada seorang pun yang mampu menyamai hasil karya-Nya dan karena itu tidak ada yang bisa mengajukan pengakuan bahwa ia menjadi sekutu-Nya. Dengan demikian jelas bahwa Allah Yang Maha Kuasa itu terbebas dari adanya persekutuan jenis apa pun dan Dia adalah Tunggal tanpa serikat. Kitab Suci Al-Quran mengajukan argumentasi yang menyatakan bahwa Dia itu Tunggal dengan menyatakan:
لَو كانَ فيهِما آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتا ۚ فَسُبحانَ اللَّهِ رَبِّ العَرشِ عَمّا يَصِفونَ
‘Sekiranya dalam langit dan bumi keduanya ada tuhan-tuhan selain Allah, pasti binasalah kedua-duanya’ (QS.21 Al-Anbiya:23).
“Begitu juga di tempat lain:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَما كانَ مَعَهُ مِن إِلٰهٍ ۚ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلٰهٍ بِما خَلَقَ وَلَعَلا بَعضُهُم عَلىٰ بَعضٍ ۚ سُبحانَ اللَّهِ عَمّا يَصِفونَ
‘Allah tidak mengambil bagi-Nya sendiri seorang anak dan tiada tuhan beserta Dia, sekiranya begitu setiap tuhan akan memisahkan yang telah ia ciptakan dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan berusaha menguasai sebagian yang lain’ (QS.23 Al-Muminun:92).
“Artinya jika tuhan itu terdapat lebih dari satu maka mereka akan saling bertikai dan perbedaan di antara mereka akan menghancurkan alam ini. Masing-masing dari mereka akan bertindak demi kesejahteraan dan keselesaan ciptaannya sendiri, sehingga menghalalkan baginya untuk menghancurkan yang lain, dimana semua hal ini akan menimbulkan kerancuan luar biasa.”
“Begitu juga dinyatakan:
قُلِ ادعُوا الَّذينَ زَعَمتُم مِن دونِهِ فَلا يَملِكونَ كَشفَ الضُّرِّ عَنكُم وَلا تَحويلًا
‘Katakanlah: Serukanlah kepada mereka yang kamu anggap tuhan- tuhan selain Dia, lalu akan kamu ketahui bahwa mereka itu tidak mempunyai kekuasaan melenyapkan daripadamu bencana dan tidak pula mengubah keadaanmu’ (QS.17 Bani Israil:57).
“Ayat ini dimaksudkan bahwa mereka yang menyangkal eksistensi Tuhan, karena mereka telah melihat argumentasi yang mendukung keagungan dan kekuatan Islam, maka mereka dipersilakan minta tolong kepada sesembahan mereka. Mereka akan menyadari bahwa mereka tidak akan bisa menyingkirkan bencana dari tengah mereka atau pun mampu membawa perubahan positif bagi mereka. Yang Mulia Rasulullah saw diarahkan untuk menantang para penyembah berhala agar mereka disilakan memanggil dewa-dewa untuk membantu mereka melawan Yang Mulia Yang Mulia Rasulullah saw, agar tidak memberikan jeda kepada mereka dan agar menyatakan kepada mereka bahwa yang membantu dan menyokong beliau adalah Allah swt yang telah menurunkan Al-Quran kepada beliau. Begitu juga agar dinyatakan bahwa Dia-lah yang memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya yang benar, sedangkan dewa-dewa yang mereka pintai tidak akan mampu menolong mereka atau pun dirinya sendiri.”
“Kemudian Al-Quran selanjutnya melalui hukum alam menyatakan bahwa Allah s.w.t. bebas dari segala cacat dan cela:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّماواتُ السَّبعُ وَالأَرضُ وَمَن فيهِنَّ ۚ وَإِن مِن شَيءٍ إِلّا يُسَبِّحُ بِحَمدِهِ وَلٰكِن لا تَفقَهونَ تَسبيحَهُم ۗ إِنَّهُ كانَ حَليمًا غَفورًا
‘Kepada-Nya bertasbih ketujuh petala langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan tiada suatu benda pun melainkan menyanjung Dia dengan puji-pujian-Nya akan tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka itu’ (QS.17 Bani Israil:45).
“Jadi jika kita renungi langit dan bumi ini akan menjadi jelas bahwa Allah swt itu Maha Sempurna, Maha Suci, tidak mempunyai putra atau sekutu, namun semua ini hanya bisa disadari oleh mereka yang memiliki pemahaman. Dinyatakan juga dalam Al-Quran:
قالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا ۗ سُبحانَهُ ۖ هُوَ الغَنِيُّ ۖ
‘Mereka berkata: “Allah mengangkat anak bagi diri-Nya!” Maha Suci Dia, Dia Maha Kaya’ (QS.10 Yunus:69).
“Ayat ini mengandung arti bahwa keharusan bergantung kepada seorang anak merupakan suatu cacat kekurangan sedangkan Allah swt itu bebas daripadanya. Dia itu Maha Kaya dan Berdiri Sendiri serta tidak memerlukan bantuan siapa pun.
‘Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Patutkah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?’(QS.10 Yunus:69).
Mengapa Dia harus dibantu putra? Dia itu Maha Sempurna dan dengan wujud-Nya sendiri sanggup melaksanakan fungsi Ketuhanan tanpa bantuan sarana apa pun.”
“Ada juga orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki putri padahal Dia itu bebas dari segala kebutuhan demikian. ‘Apa, bagi kamu (dialokasikan) yang laki-laki dan bagi Dia yang perempuan? Yang demikian itu sungguh pembagian yang curang’ (QS.53 An-Najm:22-23). ‘Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu yang telah menjadikan kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya kamu terpelihara. Dia-lah yang menjadikan bumi bagimu sebagai hamparan dan langit sebagai atap dan menurunkan air dari awan, maka dengan air itu dikeluarkan-Nya bagimu rezeki dari jenis buah- buahan’ (QS.2 Al-Baqarah:22-23). Allah itu Maha Esa dan tidak mempunyai sekutu. ‘Dia itulah Tuhan di seluruh langit dan Tuhan di bumi’ (QS.43 Az-Zukhruf:85). ‘Dialah yang awal dan yang akhir dan yang Nyata dan yang Tersembunyi’ (QS.57 Al-Hadid:4). ‘Penglihatan tidak dapat mencapai-Nya tetapi Dia mencapai penglihatan’ (QS.6 Al-Anaam:104). Dia itulah pencipta segalanya dan tidak ada satu pun yang menyerupai- Nya dan ‘Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan telah menetapkan ukurannya yang tepat’ (QS.25 Al-Furqan:3) dan hal ini menjadi bukti eksistensi dari Wujud Sang Pengukur dan Pembatas. Hanya Dialah yang patut sebagai pujaan dan hanya Dia-lah Yang Maha Penyayang, baik di dunia ini maupun di akhirat. Semua kekuasaan adalah milik-Nya dan semuanya akan kembali kepada-Nya. ‘Dia akan mengampuni dosa … siapa yang dikehendaki-Nya, tetapi barangsiapa yang menyekutukan Allah maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang sangat besar’ (QS.4 An-Nisa:49). ‘Maka barangsiapa mengharap akan bertemu dengan Tuhan-nya, hendaklah ia beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan siapa jua pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya’ (QS.18 Al-Kahf:111). ‘Janganlah kamu berbuat syirik terhadap Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik itu suatu keaniayaan besar’ (QS.31 Luqman:14). ‘Janganlah engkau menyeru tuhan lain selain Allah. Tiada tuhan selain Dia. Segala sesuatu akan binasa kecuali Dia. Kepunyaan Dia-lah segala keputusan hukum dan kepada Dia-lah kamu sekalian akan dikembalikan’ (QS.28 Al-Qashash:89).
(Barahin Ahmadiyah, Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 515-521, London, 1984).
[1] Yang dimaksud adalah konstelasi-konstelasi benda langit. (Penterjemah)
[2] Garis radius bumi adalah 3.963 mil (6.378 km) yang dihitung pada posisi ekuator, berarti garis tengah bumi adalah 7.926 mil (12.756 km), jadi mendekati angka 8.000 di atas. (Penterjemah)
Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 70-92, ISBN 185372-765-2