Jihad di Jalan Allah

Berjuang di jalan Allah atau yang disebut dengan Jihad, adalah doktrin dan filosofi yang perlu dipahami dengan baik.  Kegagalan dalam memaknai hal ini telah mengakibatkan banyak orang di abad pertengahan Islam dan pada zaman kita sendiri melihat kesalahpahaman serius yang menyebabkan ajaran Islam rentan terhadap kritik dari para lawannya, padahal Islam adalah agama suci yang merupakan cerminan dari hukum alam dan manifestasi dari kemuliaan Allah.

Akar kata dari Jihad berarti berjuang, dan secara metaforik dimaknai sebagai peperangan atas nama agama.  Mengapa Islam harus berperang dan apa tujuan dari Jihad?

Pada masa awal lahirnya Islam, Islam telah dihadapkan pada kesulitan besar dan semua bangsa memusuhinya. Ini adalah sesuatu hal yang selalu terjadi bahwa pada kemunculan setiap nabi atau rasul, para musuhnya selalu beranggapan bahwa para pengikutnya adalah para sahabat yang benar-benar tekun dan berani, orang-orang yang bergerak maju dengan cepat, hal ini menimbulkan dendam dan iri hati khususnya pada hati para ulama dan pemimpin agama lain.

Mereka mulai merancang aksi-aksi untuk mencederai keyakinan baru ini. Sebenarnya dalam hati kecil mereka menyadari bahwa dengan menganiaya utusan Allah yang benar, mereka akan menjadi sasaran kemurkaan Allah dan tindakan keliru mereka itu juga menunjukkan rasa bersalah di hati mereka, namun api cemburu yang menyala-nyala telah mendorong mereka ke dalam jurang permusuhan. Ini adalah penyebab yang tidak hanya menghalangi para pemimpin kaum musyrik, Yahudi dan Kristen untuk menerima kebenaran, tetapi juga membawa mereka pada permusuhan yang sengit dan mulai mencari jalan untuk menghapus Islam dari muka bumi.

Karena pada masa awal jumlah muslim sangat sedikit, para penentang – melalui arogansi alamiah yang merasuki pikiran suatu masyarakat yang menganggap diri mereka lebih unggul daripada para pengikut agama baru tersebut dalam hal kekayaan, jumlah, harga diri dan derajat – lalu memperlakukan umat Islam dengan permusuhan yang sengit karena mereka tidak menginginkan Islam – tanaman surga – untuk tumbuh dan berakar di bumi.

Mereka melakukan upaya maskimal untuk menghancurkan orang-orang yang bertakwa dan tidak meninggalkan satupun cara untuk melukai mereka. Mereka takut kalau agama baru ini berkembang dan selanjutnya menghancurkan budaya dan agama mereka sendiri. Karena rasa takut ini mereka melakukan segala upaya kekerasan dan kekejaman untuk menghancurkan Islam.  Mereka membunuh orang-orang Islam secara kejam dan selama jangka waktu yang panjang selama tiga belas tahun mereka tetap sengit dalam penganiayaan ini. Pedang orang-orang yang buas ini telah memotong-motong para hamba Allah yang setia yang menjadi kebanggaan umat, dan anak-anak yatim piatu dan perempuan yang lemah dan rendah hati dibantai di jalanan kota Mekah.

Selama kurun waktu tersebut melalui Perintah Ilahi, kekejaman tersebut jangan dilawan, dan orang yang bertakwa menaati perintah ini dengan sepenuh hati. Jalan-jalan menjadi merah karena darah mereka, namun mereka tidak merengek. Mereka di bantai layaknya domba kurban, tetapi mereka tidak mengeluh.

Rasulullah saw berulang kali menjadi sasaran lemparan batu yang membuatnya bersimbah darah. Namun gunung kebenaran dan keteguhan itu memikul semua siksaan ini dengan hati bahagia dan penuh kasih. Sikap rendah hati dan keteguhan demikian membuat musuh-musuh mereka semakin meningkatkan penganiayaan mereka dan membuat komunitas suci ini sebagai buruan mereka.

Lalu Allah yang tidak berkenan kekejaman dan keganasan itu melewati batas, lalu berpaling dengan penuh kasih kepada hamba-hamba-Nya yang teraniaya, sedangkan kemurkaan-Nya bangkit kepada orang-orang fasik. Dan Dia memberitahu hamba-Nya melalui Al-Quran bahwa Dia menjadi saksi atas segala yang telah ditimpakan terhadap mereka dan sekarang Dia mengizinkan mereka untuk melawan para musuh dan Dia maha Perkasa, tidak akan membiarkan orang yang salah luput dari hukuman. Inilah perintah yang ditujukan pada Jihad. Hal ini dituangkan dalam kalimat berikut: Izin diberikan untuk melawan mereka yang telah membuat perang, dikarenakan mereka telah dizalimi dan Allah memiliki kekuasaan untuk membantu mereka.  Mereka adalah orang-orang yang terusir dari tanah airnya secara tidak adil (22: 40-4I) (Pemerintah Inggris dan Jihad, hal 1-4).

Jika saja para misionaris Kristen mau mendengarkan saya, saya akan memberitahukan kepada mereka agar menahan diri dari mengajukan keberatan yang bisa berbalik kepada kitab suci mereka sendiri.

Sebagai contoh, salah satu kritik utama mereka terhadap Rasulullah saw, adalah tentang peperangan yang harus beliau lakukan atas perintah Tuhan terhadap orang-orang kafir yang telah menganiaya beliau dan para Sahabat selama tiga belas tahun di Mekah, dan melakukan segala jenis penyiksaan terhadap mereka dan kemudian membuat rencana untuk membunuh Rasulullah saw, sehingga beliau dan para sahabat dipaksa meninggalkan Mekah. Namun para penganiaya ini tidak berhenti sampai disitu, mereka terus mengejar beliau dan melakukan penghinaan dengan terus menyebutnya nabi palsu.  Mereka menyasar orang-orang yang lemah di kalangan umat Islam yang tertinggal di Mekah dengan penyiksaan yang luar biasa. Sehingga dalam pandangan Allah Taala, karena perilaku tirani mereka, mereka layak diberi hukuman sesuai dengan hukum Tuhan yang kekal.  Hukuman ini juga akan diperoleh mereka yang telah membantu para penduduk Mekah dalam melakukan kekejaman dan mereka yang melakukan sendiri siksaan terhadap kaum muslimin dan perolokan terhadap iman mereka secara ekstrim dan menggunakan segala daya upaya mereka untuk mencegah penyebaran Islam.

Dengan demikian mereka yang menghunuskan pedangnya terhadap Islam akan dihancurkan oleh pedang juga karena kejahatan mereka.  Maka apakah adil mengajukan keberatan terhadap pertempuran semacam ini, sementara umat Kristen melupakan pertempuran Nabi Musa as dan nabi-nabi Bani Israel lainnya dimana ribuan bayi yang masih menyusui juga ikut dibantai?

Keberatan semacam ini adalah hasil dari perilaku jahat, kebohongan dan kerancuan.  Orang-orang Kristen terkadang menanggapi bahwa pertempuran (jihad) yang yang dilakukan oleh Rasulullah saw, ditandai oleh terlalu banyaknya kesantunan terhadap musuh, sehingga mereka yang menerima Islam akan terbebas dari segala hukuman, bayi-bayi yang masih menyusu, para wanita, orang tua, biarawan, dan para pendeta dan para musafir semuanya diampuni, bahkan juga tidak ada gereja dan sinagog yang dihancurkan; sementara para nabi Israel menganggap semua hal itu sebagai sesuatu yang sah, sehingga lebih dari 300 ribu bayi dibantai pada saat yang bersamaan. Alangkah ganjilnya konsep yang menyatakan bahwa peperangan yang dilakukan oleh Islam menjadi patut dikritik karena terlalu banyak pengampunan yang diberikan kepada musuh, dan karena peperangan mereka tidak menimbulkan keparahan seperti halnya yang ditimbulkan oleh pertempuran Musa dan nabi Israel lainnya. Apakah jika peperangan yang dilakukan oleh Islam memiliki tingkat keparahan terhadap musuh seperti perang-perang yang disebutkan dalam Alkitab, lalu para misionaris Kristen akan menerima peperangan ini sebagai perang yang dilakukan atas perintah Tuhan? Sekarang setiap orang yang berakal sehat dapat mengambil kesimpulan manakah dari kedua pandangan tersebut yang benar.

Terkait:   Jihad Tulisan: Pena dilawan dengan Pena

Pada satu sisi, orang-orang Kristen menyatakan bahwa Tuhan Maha Kasih bahkan hukuman-Nya pun mengandung aspek kasih. Lantas apabila peperangan Musa betapapun ganasnya dianggap sebagai perintah Tuhan, bagaimana mungkin peperangan yang memiliki aroma belas kasih surgawi tidak bisa diyakini sebagai sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan? Mengapa mereka yang menganggap pembantaian bayi-bayi yang masih menyusu dihadapan ibu mereka dan pembantaian ibu dihadapan anak-anak mereka dianggap sebagai perang yang dilakukan atas perintah Tuhan, tetapi perang orang-orang yang teraniaya yang diizinkan untuk melawan dalam rangka membendung serangan dari para penganiaya mereka diangggap bukan perang atas perintah Tuhan? (Arya Dharam (Qadian, Ziaul Islam Press); Sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain (London, 1984), Vol 10, hal 8I-83, catatan kaki).

Apabila hukuman dengan pedang bertentangan dengan sifat-sifat Ilahi, maka keberatan ini akan sangat berlaku terutama kepada Nabi Musa yang telah membantai semua orang dan menyebabkan darah mengalir seperti sungai dan tidak memberikan kesempatan bagi pertobatan siapapun. Pertempuran yang dilakukan berdasarkan ajaran Al-Quran Suci akan tetap membuka pintu pengampunan yang sesuai dengan hukum alam dan belas kasih Tuhan. Kita amati bahwa pada saat Allah Swt mengirimkan hukuman-Nya ke atas bumi dalam bentuk wabah atau kolera, Dia, pada saat yang sama memberikan pengetahuan kepada para tabib mengenai obat-obatan herbal dan ramuan yang terbukti efektif mengatasi epidemi ini. Oleh karena itu metode peperangan yang diadopsi oleh Nabi Musa-lah yang terbuka untuk keberatan dimana peperangan ini tidak memberikan jalan keluar bagi musuh sesuai hukum alam. Kalaupun hal itu dimungkinkan, maka itu hanya sebagian saja dan tidak secara keseluruhan. Sangat jelas bahwa merupakan sunnatullah sedari masa awal bahwa para musuh Nabi yang bersalah telah dihancurkan oleh pedang.  Lalu mengapa perintah yang sama dalam kasus Rasulullah saw dianggap sebagai sesuatu yang patut dikritik? Apakah Tuhan di zaman Musa berbeda dengan Tuhan di zaman Islam? Atau apakah Tuhan di zaman Musa menyukai peperangan dan sekarang menganggapnya sebagai suatu kejahatan?

Tidak diperkenankan Mengangkat Senjata Terhadap Pemerintahan Non-Muslim yang Adil

Perlu diingat bahwa Islam mengizinkan mengangkat pedang hanya pada pihak musuh yang menghunus pedang lebih dulu, dan mengizinkan membunuh kepada mereka yang mendahului membunuh. Islam tidak mengatur bahwa muslim yang menjadi rakyat dari pemerintahan non-muslim yang memperlakukan mereka dengan asas keadilan dan persamaan boleh mengangkat senjata untuk memberontak. Menurut Al Quran, ini adalah cara orang yang fasik, bukan orang-orang yang benar. Tetapi Taurat tidak menerangkan perbedaan ini secara jelas dimanapun.  Hal ini menunjukan bahwa Al-Quran dalam firman-firmannya yang agung dan indah, selalu sejalan dengan rasa keadilan, persamaan hak, belas kasihan dan kebaikan, dan merupakan keistimewaan Al-Quran dari semua kitab suci lainnya.(Anjam Aatham, hal. 37).

Merupakan kesalahan besar dari para lawan kita yang menyatakan bahwa petunjuk yang diwahyukan dalam keadaan apapun tidak boleh mengajarkan perlawanan terhadap musuh dan harus menunjukkan cinta kasih dan pengampunan hanya melalui cara yang lemah lembut. Orang-orang tersebut membayangkan bahwa mereka menunjukkan pengagungan yang tinggi kepada Tuhan yang maha Mulia dengan menyifatkan kepada-Nya hanya sifat kelemah-lembutan belaka. Namun mereka yang diberikan pencerahan dan perenungan yang dalam dapat dengan mudah menyadari bahwa orang-orang tersebut berada dalam kesalahan yang besar. Renungan terhadap hukum alam Ilahi dengan jelas menunjukkan bahwa hukum tersebut adalah rahmat yang murni. Hanya saja rahmat tersebut tidak hanya dimanifestasikan dalam bentuk kelemahlembutan pada segala kondisi.  Seperti layaknya dokter, kadang-kadang memberikan obat yang manis, tetapi pada lain waktu ia memberikan resep obat yang pahit untuk kita.

Tidak ada muslim sejati yang berpikir bahwa Islam harus disebarkan dengan pedang. Islam selalu disebarkan melalui kualitas yang melekat padanya.  Mereka yang menyatakan diri sebagai muslim, yang menyiarkan Islam dengan cara kekerasan tidak menyadari kualitas yang melekat pada Islam dan tindakan mereka seperti binatang buas. (Tiryaqul Qulub sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain (London, 1984), Vol. 15, hal. 3 5, dalam catatan kaki)

Menyebarkan Agama Dengan Kekerasan dilarang dalam Al-Qur’an

Al-Quran dengan jelas melarang penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama dan memberikan petunjuk agar tabligh Islam dilakukan dengan cara mengemukakan nilai-nilai inherennya yang luhur dan teladan yang baik sebagai orang Islam. Jangan terkecoh dengan pandangan bahwa awalnya umat Islam telah diperintahkan untuk mengangkat pedang. Pedang tidak diangkat untuk menyebarkan agama, tetapi sebagai bentuk bela diri terhadap musuh Islam dan untuk tujuan menegakkan perdamaian dan keamanan. Peperangan tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan tindakan pemaksaan dalam hal keimanan. (Sitarah Qaisariyyah, hal. 16)

Saya tidak mengerti dari mana para pihak lawan kita menyimpulkan bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Tuhan telah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa: Tidak boleh ada paksaan dalam agama (Q.S. 2: 257).  Lalu siapa yang telah menganjurkan penggunaan pemaksaan dalam agama dan jenis paksaan seperti apa yang harus digunakan untuk tujuan tersebut.  Apakah mungkin orang yang dipaksa masuk Islam dapat menampakkan contoh teladan ketulusan dan keyakinan, tanpa upah atau imbalan apapun, dua atau tiga ratus orang dari mereka maju melawan musuh yang jumlahnya mencapai seribu orang? Atau ketika jumlah mereka mencapai seribu, siap menghadapi dan mengalahkan musuhnya yang berjumlah ratusan ribu?

Terkait:   Jihad Dengan Al-Qur'an

Apakah demikian karakteristik dari orang yang dipaksa masuk Islam dimana dalam membela keyakinan mereka harus merelakan diri mereka untuk dijagal seperti hewan dan harus menyatakan kebenaran Islam dengan yang dimaterai dengan darah mereka?

Apakah mungkin mereka yang dipaksa demikian bisa menjadi para pecinta ketauhidan Ilahi sehingga mereka bersedia menghadapi berbagai kesulitan dalam perjalanan mereka di gurun Afrika dan menyebarkan pesan Islam di daerah tersebut; atau begitu juga dengan mereka yang tiba di negeri Cina, bukan sebagai pejuang, tetapi sebagai darwis, yang menyampaikan pesan Islam sehingga berjuta-juta orang di negeri itu menjadi Islam; atau juga dengan mereka yang tiba di negeri India dengan pakaian yang berbahan kasar, harus memenangkan sejumlah besar bangsa Arya agar menjadi Islam, atau mereka harus membawa kredo: ‘Tidak ada yang patut disembah selain Allah’ kepada benua Eropa?  Sekarang, katakanlah secara jujur apakah hal ini dapat menjadi pencapaian mereka yang dipaksa masuk Islam, dimana mereka dianggap hanya lidahnya saja yang mengaku Islam sedangkan hatinya tidak beriman? Tentu saja tidak. Ini semua adalah pencapaian dari mereka yang kalbunya dipenuhi dengan cahaya keimanan dimana hanya Allah saja yang bermukim di dalamnya. (Tiryaqul Qulub sekarang dicetak di Ruhani Khazain (London, 1984), Vol. 15, pp. 51-53).

Al Masih yang dijanjikan telah datang ke dunia dengan tujuan untuk menghapus anggapan perlunya mengangkat pedang atas nama agama, dan melalui penalaran dan argumennya ia mengukuhkan bahwa Islam adalah agama yang sama sekali tidak membutuhkan bantuan pedang untuk tujuan penyebarannya, tetapi hanya melalui kualitas inheren ajaran-ajarannya, wawasan, alasan-alasan, bukti-bukti dan tanda-tanda Ilahi yang menjadi faktor-faktor yang berkontribusi pada kemajuan dan penyebaran Islam. Biarkan semua orang yang beranggapan bahwa Islam disebarkan melalui kekerasan menyadari bahwa pernyataan mereka salah. Islam tidak memerlukan kekerasan untuk penyebarannya. Apabila ada yang meragukan hal ini, datanglah padaku dan tinggalah bersamaku untuk sementara waktu dan mengamati sendiri bagimana Islam memberikan bukti-bukti melalui penalaran dan tanda-tanda Ilahi bahwa islam adalah agama yang hidup. Allah swt berkehendak bahwa semua keberatan yang ditujukan pada Islam oleh orang-orang yang yang berprasangka buruk harus dihilangkan secara efektif. Mereka yang menuduh bahwa Islam disebarkan dengan kekuatan pedang, kini akan dipermalukan. (Malfoozat, Vol. III, hal. 176).

Al Masih yang Dijanjikan Tidak Akan Memerangi Orang Kafir Dengan Pedang

Akidah umum yang dianut oleh beberapa ulama yang mengatakan bahwa Al Masih yang dijanjikan akan turun dari surga dan memerangi orang kafir, dan tidak akan menerima pajak, dan hanya akan memberikan dua pilihan, Islam atau mati, adalah benar-benar akidah yang keliru dan penuh dengan kesalahan dan kejahilan, dan sama sekali bertentangan dengan Al-Quran dan hanya merupakan akal-akalan para penipu. (Nurul Haq (dalam dua bagian) (Lahore, Mustafai Press, 1311 A.H.), sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain (London, 1984), Vol. 8., Bag. I, hal. 67)

Tidak ada paksaan dalam Islam, hanya ada tiga jenis perang dalam Islam:

  1. Perang yang dilakukan untuk tujuan membela diri
  2. Perang yang dilakukan sebagai hukuman atas tindakan agresi
  3. Perang yang dilakukan sebagai upaya penegakan kebebasan hati nurani, misalnya untuk mematahkan kekuatan orang-orang yang menetapkan hukuman mati kepada orang yang memeluk Islam.

Karena Islam tidak mengizinkan penggunakan kekerasan atau paksaan untuk penyebarannya, maka sia-sialah dan tidak mungkin untuk menanti Mahdi yang berlumur darah, karena tidak mungkin seseorang akan muncul untuk membuat orang memeluk Islam dengan menggunakan pedang yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran (Jesus in India, hal. 10).

Kiranya patut direnungkan jika ada orang yang belum menerima suatu agama dikarenakan ia belum memahami keindahan dan kualitas ajarannya, lalu apakah patut diacungkan pedang kepadanya? Justru orang seperti itu harus dikasihani dan harus diberi pengertian secara lemah lembut tentang kebenaran dan keunggulan serta manfaat ruhaniah dari agama tersebut, bukannya pengingkarannya dihadapi dengan pedang atau senjata. Karena itu, akidah umum tentang Jihad yang dikemukakan oleh kelompok muslim tertentu – dan ajaran mereka bahwa sudah tiba waktunya seorang Mahdi yang akan berperang akan muncul dengan nama Imam Muhammad, dan bahwa Nabi Isa akan turun dari surga untuk membantunya dan mereka berdua akan membantai semua orang yang menolak Islam – adalah benar-benar bertentangan dengan moralitas. Bukankah doktrin ini justru mematikan fitrat-fitrat murni manusia dan membangkitkan emosi seperti binatang buas? Orang yang memegang akidah ini akan bersikap munafik terhadap orang lain. (Jesus in India, hal. 6-7).

Al Masih Yang Dijanjikan Akan Menghentikan Perang

Doktrin Jihad yang dipahami dan disebarkan oleh ulama Islam  masa kini yang disebut Maulwi adalah sama sekali keliru. Doktrin jihad tersebut tidak menghasilkan apa-apa kecuali dengan ajaran kekerasan itu mereka akan mengubah masyarakat awam menjadi binatang buas dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai luhur manusia, dan hal inilah yang terjadi. Saya yakin benar bahwa beban dosa dari orang-orang yang melakukan pembunuhan karena ketidaktahuan dari ajaran seperti itu, dan mereka yang tidak memahami mengapa Islam harus melakukan perang pada awal kedatangannya, terletak di pundak para maulwi yang telah mempropagandakan secara diam-diam doktrin jihad yang berbahaya ini yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa.

Dihadapan para pejabat pemerintah, para ulama ini menunduk seakan mereka akan bersujud, namun ketika mereka berada di kalangan mereka sendiri, mereka terus saja menyatakan bahwa negeri ini sebagai Darul Harb (wilayah peperangan) dan penggunaan pedang untuk tujuan penyebaran agama adalah kewajiban yang sudah ditetapkan. Hanya sedikit dari mereka yang tidak mengikuti doktrin ini. Mayoritas dari mereka sangat berpegang teguh terhadap doktrin palsu yang sebenarnya bertentangan dengan Al-Qur’an dan ajaran Rasullullah saw, dimana mereka akan menghukum siapapun yang berbeda pendapat dengan mereka dan menyebutnya sebagai dajjal, dan memfatwa bahwa dajjal ini boleh dibunuh.  Saya sendiri sudah sejak lama menjadi sasaran fatwa seperti ini.

Terkait:   Terorisme Agama, Penyebab dan Penanggulangannya

Mereka harus ingat bahwa doktrin Jihad yang mereka pahami sama sekali tidak benar. Akibat langsung dari doktrin jihad seperti ini adalah dikorbankannya sifat welas asih manusia. Anggapan mereka bahwa sebagaimana Jihad diizinkan di masa awal Islam maka tidak ada alasan mengapa sekarang jihad tidak diperbolehkan – adalah benar-benar anggapan yang menyesatkan. Kami memiliki dua jawaban untuk ini. Yang pertama adalah bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah mengangkat pedangnya kecuali terhadap mereka yang pertama kali menghunuskan pedang dan dengan kejam membunuh orang-orang saleh yang tidak berdosa, wanita dan anak-anak.

Mereka dibunuh dengan cara yang sedemikian rupa kejinya sehingga dengan membacanya sekarangpun akan membuat kita meneteskan air mata. Kedua, walaupun dengan asumsi bahwa di awal kedatangan Islam Jihad adalah suatu kewajiban, seperti yang telah keliru dipahami oleh para maulwi tersebut, namun pada masa sekarang ini hal itu tidak lagi berlaku karena sudah disuratkan bahwa ketika Almasih Yang Dijanjikan datang, jihad dengan pedang dan semua peperangan agama akan diakhiri, karena ia tidak akan mengangkat pedang atau senjata duniawi lainnya dan satu-satunya senjata yang dipergunakannya adalah doa-doanya, sedangkan keteguhan hati akan menjadi pedangnya.

Ia akan meletakkan pondasi perdamaian dan akan menghimpun domba dan singa bersama-sama. Era-nya akan menjadi era kedamaian, era yang penuh kebaikan dan kasih sayang manusia. Mengapa orang-orang ini tidak merenungkan kenyataan bahwa seribu tiga ratus tahun lalu, Nabi Muhammad saw telah mengatakan mengenai Al Masih yang dijanjikan: Ia akan menghentikan peperangan.

Wahai para ulama Islam dan maulwi, dengarkanlah aku. Aku katakan pada kalian bahwa sekarang ini bukanlah masa peperangan agama. Jangan melawan perintah Nabi Muhammad saw.  Al Masih yang dijanjikan, telah datang, dan telah mengarahkan:

Sejak saat ini, berhentilah dari perang agama yang menggunakan pedang dan mengakibatkan pertumpahan darah. Terus terlibat dalam pertumpahan darah dan tidak berhenti dari ceramah semacam itu bukanlah cara Islam. Ia yang beriman kepadaku tidak hanya akan berhenti dari ceramah-ceramah semacam itu, tetapi juga akan menganggapnya sebagai cara yang keji dan akan mengundang murka Ilahi.

Sekarang Almasih yang dijanjikan itu telah datang, dan merupakan tugas setiap muslim untuk menghentikan peperangan untuk penyebaran agama. Seandainya aku tidak diutus, mungkin akan ada alasan untuk kesalahpahaman ini. Namun sekarang aku telah muncul dan kalian telah menyaksikan hari yang dijanjikan itu, maka mereka yang mengangkat pedang atas nama agama tidak lagi memiliki alasan yang dapat mereka ajukan kehadapan Allah swt. Mereka yang mempunyai mata dan dapat membaca Al-Quran dan Al-Hadist dapat menyadari bahwa Jihad semacam ini yang digalakkan oleh orang-orang bodoh pada zaman ini sesungguhnya tidak dibenarkan dalam Islam.  Pandangan mereka itu merupakan suatu kesalahan yang telah menyebar di kalangan umat muslim disebabkan oleh luapan nafsu yang tidak benar atau harapan kosong guna mengharapkan surga melalui tindakan yang sesat tersebut.

Para maulwi bodoh itu, Semoga Allah membimbing mereka, sangat disayangkan telah menyesatkan masyarakat umum, dan telah mengatakan kepada mereka bahwa tindakan yang jelas-jelas keliru dan kejam itu, yang bertentangan dengan semua nilai-nilai moral, adalah kunci menuju surga. Apakah bisa dikatakan sebagai perbuatan yang mulia dengan membunuh seorang asing yang melintas di jalan dan tidak melakukan tindakan membayakan kepada kita? Jika hal semacam ini disebut sebagai kebajikan, maka hewan liar memiliki kebajikan yang lebih baik daripada orang-orang seperti ini. Maha Besar Allah, betapa salehnya mereka dan begitu terinspirasinya mereka oleh semangat Nabi Muhammad saw yang ketika mereka berada di Mekah diperintahkan untuk tidak melawan kejahatan, meskipun mereka sampai dipotong-potong dengan keji, mereka bersikap layaknya bayi menyusui yang lemah tak berdaya, seakan tangan dan lengan mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa.

Betapa menyedihkan dan memalukan dimana seorang asing yang tidak melakukan kejahatan terhadap kita, dan yang sedang menjalani suatu tugas yang sah, harus ditembak mati tanpa sebab, sehingga mengakibatkan istrinya menjadi janda, dan anaknya menjadi yatim, dan rumahnya menjadi rumah duka?  Hadis dan ayat Al-Quran mana yang membenarkan hal tersebut? Dapatkah seorang ulama memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini? Orang-orang bodoh yang baru mendengar kata Jihad, langsung menjadikannya sebagai dalih untuk memenuhi keinginan nafsu mereka. (British Government and Jihad, hal . 5-12)

Aku telah membawakanmu sebuah firman yang menyatakan bahwa Jihad dengan pedang telah berakhir, namun Jihad untuk penyucian kalbu kalian tetap harus ditegakkan. Aku mengatakan hal ini bukan dari diriku sendiri, tetapi merupakan perintah Ilahi. Renungkanlah hadis Bukhari dimana dinyatakan bahwa Almasih yang dijanjikan akan mengakhiri peperangan agama. Oleh karena itu aku perintahkan kepada mereka yang telah masuk ke dalam golonganku agar mereka meninggalkan pandangan yang keliru tersebut. Mereka harus mensucikan kalbu mereka dan menumbuhkan cinta kasih mereka dan memiliki rasa simpati pada mereka yang menderita. Mereka harus menyebarkan kedamaian di bumi, karena dengan cara inilah maka agama Islam akan menyebar. Mereka tak perlu menerka-nerka bagaimana hal ini akan terjadi. Karena Allah swt telah memanfaatkan semua unsur dan sarana duniawi untuk tujuan terciptanya penemuan-penemuan baru bagi kebutuhan mansia seperti lokomotif dan lain-lain. Dengan cara yang sama, ia akan mengerahkan para malaikatnya untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan rohani melalui tanda-tanda surgawi, tanpa intervensi dari manusia dan akan muncul banyak kilatan cahaya dimana banyak mata dari orang-orang akan terbuka. (British Government and Jihad, pp. 14-15).

* Tulisan ini dihimpun dari buku-buku karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.


Penerjemah: Damayanti Natalia

Sumber: www.alislam.org

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.