Pengantar
“Zentrum Innere Fuhrung”, Pusat Kepemimpinan Internal, adalah Markas Besar yang digunakan oleh Angkatan Bersenjata Jerman untuk mendidik para anggotanya dalam berbagai bidang aspek pengetahuan dan kehidupan serta melatih mereka perihal organisasi internal dan strukturnya. Disamping sebagai tempat pendidikan moral, politik dan hukum serta tempat pelatihan para anggotanya, badan ini juga mendidik mereka tentang berbagai macam budaya, bangsa dan agama.
Untuk tujuan ini, berbagai orang telah diundang untuk menyampaikan materi pada bidang tertentu. Sebagai contoh, Jaksa Agung Nasional Jerman, Ketua Pusat Organisasi Yahudi di Jerman Ms Knoblock, Mr. Aiman Mazik dari Organisasi Muslim Central di Jerman dll semuanya telah diundang ke markas mereka. Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Ahmadiyah V juga telah diundang untuk memberikan ceramah tentang Islam pada 30 mei 2012. Diantara mereka yang hadir adalah: Komandan Pusat, Brigadir Jenderal Bach, Kolonel I.G. Janke, Komandan Angkatan laut Mr Liedtke, Angkatan Udara Comandan Trautvetter, Pendeta untuk Angkatan Bersenjata Jerman dan Walikota Koblenz, Prof, Dr. Joachim Hofmann-Göttig. Berikut kami ketengahkan pidato lengkap Hazrat Mirza Masroor Ahmad yang berjudul: Ajaran Islam tentang Kesetiaan dan Cinta Tanah Air.
Ajaran Islam tentang Kesetiaan dan Cinta Tanah Air
Oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad
di Markas Besar Militer Koblenz, Jerman, 2012
Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Assalamu ‘alaikum wa rohmatullahi wa barokaatuhu
Pada kesempatan ini saya ingin berterima kasih karena telah mengundang saya ke Markas Besar anda dan memberikan kesempatan untuk menyampaikan sepatah kata. Sebagai Pemimpin Jemaat muslim Ahmadiyah, saya ingin menyampaikan tentang ajaran Islam. Karena ajaran Islam sangat luas dan saya harus menyampaikannya secara ringkas dalam waktu yang pendek ini, maka saya harus membatasi diri saya untuk fokus pada satu aspek dalam Islam yang ingin saya sampaikan.
Pada saat saya memikirkan tentang sisi apa dalam Islam yang akan saya sampaikan, saya menerima permintaan dari Presiden Nasional Ahmadiyah Jerman disini, Abdullah Wagishauser, yang meminta saya untuk bicara tentang cinta dan loyalitas pada tanah air. Hal ini membantu saya dalam mengambil keputusan, Maka saat ini saya akan menyampaikan kepada anda mengenai beberapa aspek ajaran Islam mengenai hal tersebut.
Adalah sangat mudah untuk mendengar atau mengatakan “setia dan cinta tanah air ” namun pada kenyataannya, kalimat tersebut bermakna sangat luas, indah dan dalam. Tentunya, untuk lebih mengerti dan memahami apa arti sesungguhnya dari kalimat tersebut, dan apa yang dituntut oleh kalimat tersebut adalah sangat sulit. Tapi dalam waktu yang pendek ini saya akan mencoba menjelaskan konsep Islam mengenai loyalitas dan cinta tanah air .
Pertama-tama prinsip yang utama dalam Islam adalah perkataan dan perbuatan seseorang tidak boleh mencerminkan standar ganda atau kemunafikan. Kesetiaan sejati membutuhkan suatu hubungan yang dibangun berdasarkan ketulusan dan integritas. Hal ini membutuhkan apa yang seorang tampilkan di permukaan sama dengan apa yang ada dalam hatinya. Dalam konteks nasionalisme, prinsip-prinsip ini sangat penting. Oleh karena itu sangat penting bagi warga setiap warga negara membangun hubungan dengan tanah airnya dengan loyalitas dan kesetiaan yang murni. Tidak peduli apakah ia terlahir sebagai warga negara tersebut, atau mendapatkan kewarganegaraannya dengan cara imigrasi ataupun cara lain.
Loyalitas atau kesetiaan adalah suatu kualitas utama, dan orang yang telah menunjukkan sikap ini dengan derajat dan standar tertinggi adalah para nabi Allah. Cinta dan ikatan mereka dengan Tuhan sangat kuat dalam segala hal sehingga mereka menjaga perintah Tuhannya dan berjuang untuk menjalankannya apapun yang terjadi. Hal ini menggambarkan komitmen mereka pada Tuhan dan standar yang sempurna mengenai loyalitas. Dengan demikian, standar loyalitas seperti itulah yang harus kita gunakan sebagai contoh dan model. Namun demikian, sebelum kita bicara lebih lanjut, adalah penting untuk memahami dahulu apa yang dimaksud dengan loyalitas.
Berdasarkan ajaran Islam, definisi dan arti sesungguhnya dari loyalitas adalah pemenuhan secara menyeluruh dari sumpah dan janji seseorang dalam keadaan apapun termasuk dalam keadaan sulit. Inilah standar sesungguhnya dari loyalitas yang dimaksud dalam Islam. Di berbagai tempat di dalam Al-Quran, Allah telah memerintahkan umat Islam untuk memenuhi sumpah dan janjinya, karena mereka akan dimintakan pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Umat Islam telah diperintahkan untuk memenuhi janjinya, termasuk janjinya kepada Tuhan yang Maha Besar, dan juga sumpah yang telah mereka buat berdasarkan tingkat kepentingannya.
Dalam konteks ini, sebuah pertanyaan yang bisa muncul dalam benak masyarakat adalah, karena umat Islam mengakui bahwa Tuhan dan agamanya adalah hal terpenting bagi mereka, maka sumpah dan kesetiaan mereka kepada Tuhannya menjadi prioritas utama dan janji mereka kepada Tuhan adalah sesuatu yang akan mereka letakan diatas segalanya dan akan mereka upayakan dengan segala cara untuk memenuhinya. Dengan demikian, suatu pemikiran akan muncul bahwa loyalitas seorang muslim pada negaranya dan janjinya untuk menegakkan hukum di tanah airnya hanya akan menjadi prioritas kedua baginya dan ia akan bersedia untuk mengorbankan janjinya pada negaranya pada saat-saat tertentu saja.
Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama saya ingin menyampaikan kepada anda, bahwa Nabi Muhammad s.a.w. sendiri mengajarkan bahwa “Cinta kepada tanah air adalah bagian dari iman”. Karenanya, patriotisme yang tulus adalah suatu keharusan dalam Islam. Kecintaan sejati kepada Tuhan dan kepada Islam, menyaratkan orang itu harus mencintai bangsanya sendiri. Jadi hal ini sangat jelas bahwa tidak ada pertentangan kepentingan kecintaan seseorang kepada Allah dan kecintaannya pada tanah airnya. Karena cinta tanah air telah menjadi bagian dari ajaran Islam, sudah jelas bahwa seorang muslim harus mencapai standar loyalitas tertinggi terhadap tanah airnya, karena hal tersebut adalah jalan untuk meraih Allah dan menjadi lebih dekat kepada-Nya. Dengan demikian, adalah tidak mungkin bahwa cinta seorang muslim sejati pada Tuhannya akan menjadi penghalang baginya untuk menunjukkan cinta dan kesetiaan pada tanah airnya.
Sayangnya, kita menemukan bahwa di negara-negara tertentu, hak beragama dibatasi atau bahkan benar-benar ditolak. Oleh karena itu, timbul pertanyaan lain yaitu apakah orang-orang yang dianiaya oleh negara mereka masih bisa menjaga hubungan cinta dan kesetiaan kepada bangsa dan negara mereka. Dengan kesedihan yang sangat dalam, saya harus menginformasikan kepada anda sekalian, bahwa keadaan ini terjadi di Pakistan, dimana pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang melarang komunitas kami
Undang-undang anti Ahmadiyah ini telah dipaksakan. Sehingga, di Pakistan, seluruh muslim Ahmadiyah telah resmi dinyatakan oleh undang-undang sebagai “Non Muslim”. Oleh karena itu mereka dilarang menyebut diri mereka muslim. Jemaat Ahmadiyah di Pakistan juga dilarang beribadah secara Islam, melakukan atau bersikap sesuai ajaran Islam, atau kebiasaan yang bisa mengidentifikasi mereka sebagai muslim. Dengan demikian, Negara Pakistan telah merenggut hak asasi anggota jamaah kami untuk beribadah.
Mengingat keadaan ini, sangat wajar jika timbul pertanyaan, dalam keadaan seperti itu, bagaimana bisa Ahmadi Muslim mengikuti hukum di tanah air mereka? Bagaimana mereka bisa terus menampilkan kesetiaan untuk bangsanya? Di sini saya harus jelaskan bahwa di mana keadaan ekstrim seperti itu terjadi, maka hukum dan loyalitas kepada bangsa, menjadi dua masalah terpisah. Kami, Muslim Ahmadi, percaya bahwa agama adalah masalah pribadi bagi setiap individu dan dirinya sendiri bebas untuk menentukan pilihan serta tidak boleh ada paksaan dalam hal keimanan. Dengan demikian, jika hukum diterapkan untuk mengganggu hak ini, tidak diragukan lagi, hal itu merupakan tindakan kekejaman dan penganiayaan besar. Dan Memang, Sanksi penganiayaan yang dilakukan negara seperti, yang telah terjadi selama berabad-abad, telah dikutuk oleh mayoritas.
Jika kita meninjau kembali sejarah Eropa, kita menemukan bahwa masyarakat di benua ini juga telah menjadi korban penganiayaan agama, dan sebagai dampaknya, ribuan orang harus bermigrasi dari satu negara ke negara lainnya. Semua sejarawan, pemerintahan dan orang-orang yang berpikiran adil, menganggap ini sebagai penganiayaan yang sangat kejam. Dalam keadaan seperti itu, Islam menganjurkan bahwa jika penganiayaan melampaui semua batas dan menjadi tak tertahankan, maka pada saat itu, seseorang harus meninggalkan kota atau negara dan bermigrasi ke tempat di mana dia bebas menjalankan agamanya dengan tenang. Namun, bersamaan dengan petunjuk ini, Islam juga mengajarkan bahwa dalam keadaan apapun seorang tidak boleh main hakim sendiri dan ambil bagian dalam konspirasi terhadap negaranya. Ini adalah perintah yang jelas dan tegas yang diberikan oleh Islam.
Meskipun terus mengalami diskriminasi dan kekejaman penganiayaan berat yang mereka hadapi, jutaan anggota Ahmadiyah tetap bertahan di Pakistan. Meski di perlakukan secara kejam dan diskriminatif dalam semua aspek kehidupan, mereka terus menjaga hubungan yang penuh loyalitas dan kesetiaan sejati pada negaranya. Apapun bidang pekerjaan mereka atau dimana pun mereka berada, mereka terus membantu membangun untuk kemajuan dan keberhasilan negara. Selama beberapa dekade, para penentang Ahmadiyah mencoba mengatakan bahwa Ahmadiyah tidak loyal pada Pakistan, tetapi mereka tidak pernah mampu membuktikannya atau menunjukkan bukti-bukti yang mendukung pernyataan mereka, malah sebaliknya, setiap kali ada kesempatan untuk berkorban bagi Pakistan, demi negaranya, Muslim Ahmadiyah selalu berdiri di barisan terdepan dan siap berkorban demi Negara mereka. Walaupun menjadi korban dan sasaran hukum, tetapi Muslim Ahmadiyah-lah yang mengikuti dan mematuhi hukum negaranya lebih baik dari yang lain. Hal ini karena mereka adalah Muslim sejati, yang mengikuti Islam sejati.
Menjauhi Pemberontakan
Ajaran lain yang diberikan oleh Al-Quran dalam kaitannya dengan loyalitas adalah manusia harus menjauhkan diri dari semua perbuatan keji, dan munkar dan segala bentuk pemberontakan. Sebuah gambaran yang indah dan membedakan Islam adalah ia tidak hanya menarik perhatian kita ke titik kulminasi, dimana hal itu memiliki konsekuensi yang sangat berbahaya, tatapi juga memperingatkan kita tentang masalah-masalah yang lebih kecil, yang dapat menjadi batu pijakan manusia untuk melewati jalan yang penuh bahaya. Jadi, jika petunjuk Islam diikuti dengan benar, maka setiap permasalahan dapat diselesaikan sedini mungkin, sebelum situasinya sebelum situasi menjadi tak terkendali.
Sebagai contoh, sebuah permasalahan yang dapat merugikan Negara adalah korupsi. Seringkali orang terasuki oleh keinginan materialistis yang berputar tanpa kendali, dan akhirnya keinginan tersebut membawa manusia pada tindakan tidak terpuji. Hal tersebut dapat menjadi penyebab penghianatan pada Negara. Mari saya jelaskan sedikit. Dalam bahasa Arab kata bagha telah digunakan untuk menggambarkan orang-orang atau tindakan orang-orang yang menimbulkan kerugian bagi negara mereka, ini merujuk pada mereka yang melakukan hal-hal yang buruk atau mencelakakan orang lain.
Hal ini juga termasuk orang-orang yang melakukan penipuan dan mencoba untuk mendapatkan sesuatu secara ilegal atau tidak adil. Kata ini juga merujuk pada orang-orang yang melewati batas sehingga menyebabkan kerugian dan kerusakan. Islam mengajarkan bahwa orang yang bersikap demikian tidak dapat diharapkan bersikap setia, karena kesetiaan berkaitan erat dengan nilai moral yang tinggi. Kesetiaan tidak akan terjadi tanpa nilai-nilai moral yang tinggi, dan nilai moral yang tinggi tidak akan terjadi tanpa kesetiaan.
Meskipun benar bahwa orang bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang standar moral yang tinggi, namun agama Islam hanya berkaitan dengan hal mencari keridhaan Allah. Dengan demikian, umat Islam diperintahkan untuk selalu melakukan hal yang mendatangkan keridhaan-Nya. Singkatnya, menurut ajaran Islam, Allah telah melarang semua bentuk pengkhianatan atau pemberontakan, baik terhadap negara atau pemerintah. Hal ini karena pemberontakan atau tindakan melawan negara adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan suatu bangsa. Sungguh, dimana terjadi pemberontakan internal ataupun oposisi, maka akan mengobarkan api dari pihak oposisi luar dan mendorong orang luar untuk mengambil kesempatan dari kekacauan di dalam Negara tersebut. Oleh karenanya, akibat ketidaksetiaan bangsa bisa berdampak luas dan ekstrim. Dengan demikian, apapun yang dapat menyebabkan kerugian bagi negara dapat dapat masuk dalam pengertian bagha yang telah saya uraikan. Ingatlah loyalitas pada Negara akan meminta kesabaran dari seseorang untuk menunjukkan moralitas dan mengikuti peraturan yang berlaku di Negara tersebut.
Secara umum, di era modern ini, sebagian besar pemerintah dijalankan secara demokratis. Oleh karena itu jika seseorang atau kelompok berkeinginan untuk mengubah suatu pemerintahan, maka mereka harus melakukannya dengan mengikuti proses demokrasi yang tepat. Mereka harus membuat diri mereka didengar melalui pemungutan suara di kotak suara. Suara tidak boleh diberikan atas dasar preferensi atau kepentingan pribadi, tetapi Islam mengajarkan bahwa memilih seseorang harus diberikan kepada orang yang memiliki rasa kesetiaan dan cinta tanah air nya. Karenanya seseorang tidak boleh melihat pada prioritasnya sendiri atau kandidat mana dan dari partai apa yang bisa mendapatkan keuntungan, namun seseorang harus membuat keputusan secara berimbang dimana ia menilai mana kandidat atau partai yang akan membantu kemajuan bangsa dan Negara. Kunci pemerintah adalah kepercayaan yang tinggi sehingga mereka harus menyerahkan kepada partai dimana para pemilih dengan jujur mempercayakan kepada sosok yang paling pantas dan layak. Ini adalah Islam yang benar dan ini adalah kesetiaan sejati.
Dalam Al-Quran surah 4 ayat 59, Allah telah memerintahkan agar kita menyerahkan amanat kepada orang yang berhak menerimanya serta jika menghakimi di antara manusia, dia dapat memutuskannya dengan adil dan jujur. Jadi loyalitas kepada suatu bangsa mensyaratkan bahwa kekuasaan pemerintahan harus diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak untuk itu, sehingga bangsa tersebut memperoleh kemajuan dan berdiri di garis depan di antara bangsa-bangsa di dunia.
Di banyak negara kita melihat dimana warganya ikut dalam aksi mogok dan protes melawan kebijakan pemerintah. Di beberapa negara berkembang, mereka bahkan melakukan vandalisme dan perusakan aset milik pemerintah maupun perseorangan. Meskipun mereka mungkin mengatakan tindakan mereka didasarkan karena cinta, tetapi faktanya tindakan tersebut tidak ada hubungannya dengan loyalitas atau cinta bagi negaranya.
Perlu diingat bahwa walaupun protes dan demonstrasi dilakukan secara damai, tanpa melakukan perusakan atau aksi kriminal atau kekerasan, hal ini tetap masih memiliki dampak negatif. Hal ini disebabkan karena walaupun suatu protes dilakukan secara damai, namun bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar bagi suatu Negara. Perilaku seperti itu tidak dapat dianggap sebagai contoh loyalitas terhadap Negara.
Sebuah prinsip emas diajarkan oleh Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah yaitu dalam semua keadaan, kita harus selalu taat kepada Allah, kepada Nabi dan para penguasa bangsa kita. Ini adalah ajaran yang sama diajarkan dalam Al-Quran. Oleh karena itu, sekalipun suatu negara mengizinkan aksi mogok atau demonstrasi, maka hal itu hanya boleh dilakukan sebatas mereka tidak membahayakan atau menyebabkan kerusakan pada bangsa atau ekonomi.
Bolehkan Bergabung Dalam Pasukan Militer di Negara Lain?
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apakah umat Islam bisa bergabung dengan pasukan militer dari negara-negara Barat, dan jika mereka diizinkan untuk bergabung, apakah mereka bisa mengambil bagian dalam serangan militer terhadap Negara-negara Muslim? Salah satu prinsip yang dasar Islam adalah seseorang tidak boleh membantu dalam tindakan kekejaman. Ini adalah perintah kunci yang harus senantiasa tertatan di dalam benak setiap Muslim. Pada saat suatu negara muslim di serang, karena negara tersebut melakukan cara-cara yang kejam dan tidak adil, dan memulai tindakan agresi, maka dalam kondisi tersebut Al-Quran telah memerintahkan pemerintahan muslim agar mereka menghentikan tindakan para penindas. Ini berarti bahwa mereka harus menghentikan kekejaman untuk menciptakan perdamaian.
Dengan demikian, dalam keadaan seperti itu mengambil tindakan sebagai sarana untuk mengakhiri kekejaman diperbolehkan. Namun, ketika bangsa yang melampaui batas itu memperbaiki diri dan menerima perdamaian, maka negara dan rakyatnya tidak boleh dimanfaatkan atau ditundukkan atas dasar alasan atau dalih palsu. Sebaliknya mereka harus diberi kebebasan secara normal sebagai negara yang bebas dan merdeka kembali. Sehingga ambisi militer harus untuk menciptakan perdamaian, bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi.
Dengan cara yang sama, Islam membolehkan semua negara, baik Muslim atau non-Muslim, hak untuk menghentikan kekejaman dan penindasan. Dengan demikian, jika perlu, negara-negara non-Muslim dapat menyerang negara-negara Muslim untuk mencapai tujuan tersebut (menciptakan perdamaian). Umat Islam di negara-negara non-Muslim diperbolehkan bergabung dengan pasukan tentara non–Muslim untuk mencegah kekejaman negara lain. Dimana kondisi tersebut terjadi maka tentara muslim yang bergabung dengan militer negara barat manapun harus mengikuti perintah dan bertempur untuk menegakkan kedamaian. Namun, jika militer membuat keputusan untuk menyerang negara lain secara tidak adil, sehingga mereka menjadi penindas, maka seorang Muslim memiliki pilihan untuk meninggalkan ketentaraan, karena jika tidak ia akan ikut membantu kekejaman.
Dengan mengambil keputusan ini, tidak berarti ia tidak loyal pada negaranya. Namun sesungguhnya, pada keadaan demikian, loyalitas kepada negaranya menuntut ia untuk mengambil langkah tersebut dan menyatakan kepada pemerintahnya bahwa mereka seharusnya tidak membiarkan diri mereka ikut terjerumus seperti pemerintahan-pemerintahan yang tidak adil tersebut dan negara-negara yang bertindak kejam.
Jika bergabung dengan tentara adalah kewajiban dan tidak ada cara untuk keluar, padahal hati nuraninya tidak menerima, maka Muslim itu harus meninggalkan negara itu, tetapi ia tidak bisa menaikkan suara penentangan terhadap hukum negara. Ia harus pergi karena alasan sebagai Muslim yang tidak diizinkan untuk tinggal di negara sebagai warga negara, sementara pada saat yang sama, melakukan tindakan yang bertentangan dengan negaranya atau berpihak kepada oposisi.
Jadi ini hanya beberapa aspek ajaran Islam, yang membimbing semua Muslim sejati pada keharusan untuk setia dan cinta tanah air . Dalam waktu yang tersedia, saya hanya mampu menyentuh topik ini secara singkat.
Jadi kesimpulannya, saya ingin mengatakan bahwa hari ini kita lihat dunia telah menjadi desa global. Manusia sudah menjadi satu kesatuan yang erat. Orang-orang dari semua bangsa, agama dan budaya dapat ditemukan di setiap negara. Hal Ini mengharuskan pemimpin setiap bangsa mempertimbangkan dan menghormati perasaan dan sentimen dari semua orang. Para pemimpin dan pemerintahan mereka harus berusaha membuat undang-undang yang menciptakan lingkungan dan spirit kebenaran serta keadilan, bukannya membuat undang-undang yang menjadi sarana yang menyebabkan kesulitan dan frustrasi warga. Ketidakadilan dan kekejaman harus dihilangkan dan sebaliknya kita harus mengupayakan keadilan sejati. Cara terbaik untuk melakukan ini adalah dunia harus mengenali Sang Pencipta. Setiap bentuk loyalitas harus dikaitkan dengan loyalitas dengan Tuhan. Jika hal ini terjadi maka kita akan menyaksikan dengan mata kita sendiri standar loyalitas yang tinggi akan terbentuk oleh orang-orang dari semua negara dan sebuah jalan baru akan membimbing kita menuju perdamaian dan serta akan membuka keamanan di seluruh dunia.
Sebelum mengakhiri, pada kesempatan ini, sekali lagi saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Anda semua atas undangan kepada saya pada hari ini dan telah mendengarkan uraian saya. Semoga Tuhan memberkati Anda semua, dan Tuhan memberkati Negara Jerman.
Terima kasih banyak.
Sumber Pidato Cinta Tanah Air Menurut Ajaran Islam:
Mirza Masroor Ahmad (2014), “Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian”, , Neratja Press, hal. 26-66. ISBN: 78-602-14539-0-2