Kegembiraan Sejati dalam Meraih Id Hakiki
Khotbah Idul Fitri
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz, Tanggal 21 Tabuk 1388 HS/September 2009, Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK.
“Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Dan diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk mencari ridha Allah; dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu sekalian kedalam kepatuhan seutuhnya dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya ia bagimu musuh yang nyata.” (Al Baqarah: 208-209)
Alhamdulillah, dengan karunia-Nya kita pada hari ini mendapat taufiq untuk merayakan Id lagi. Kita merayakan Idul Fitri karena merasa gembira bahwa demi memperoleh ridha Allah Ta’ala sesuai perintah-Nya, berhenti dari pekerjaan yang pada hari-hari biasa tidak ada sekatan atau larangan dan bebas dari setiap segi. Dan demi kemajuan ruhani, demi kemajuan akhlaq dan iman, setiap orang berusaha sesuai dengan kekuatan dan kemampuan masing-masing memahami Alqur’an Karim dan demi memperoleh berkat menilawatkannya selama 29 hari.
Allah Ta’ala telah memerintahkan pada hari-hari itu untuk menunaikan shalat-shalat fardu secara berjamaah lebih semangat lagi dan berusaha untuk meraih qurb Allah Ta’ala, sebab Ramadhan berkaitan khusus dengan firman Allah Ta’ala فَإِنِّي قَرِيبٌ Sesungguhnya Aku dekat (Al Baqarah:187).
Berusahalah untuk meraih standar keruhanian yang lebih tinggi. Allah Ta’ala berfirman: Aku menjawab permohonan orang yang berusaha berdoa kepada-Ku, khususnya pada hari-hari itu. Perintah menunaikan shalat wajib atas setiap orang mu’min balligh dan berakal. Maka, bagi orang-orang yang malas pada hari-hari ini harus menaruh perhatian secara khusus.
Kebanyakan atas pengumuman Allah Ta’ala ini; أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ Aku menjawab permohonan orang yang berusaha berdoa kepada-Ku, (Al Baqarah:187) mengamalkan perintah Allah Ta’ala ini secara sempurna. Lagi pula mereka menaruh perhatian khusus kepada perintah Allah Ta’ala ini; Berusahalah untuk meningkatkan standar akhlaq yang tinggi sehingga nampak jelas dibanding dengan keadaan sebelumnya.
Dalam bulan Suci Ramadhan jangan terpengaruh oleh kemarahan kecil-kecil dan oleh percekcokan atau pertengkaran sembari mengatakan, إِنِّي صَائِمٌ inni shoimun (aku sedang berpuasa) berusaha menahan diri.[1] Bahkan dalam tekanan pertengkaran yang sangat keras-pun, orang yang berusaha ingin meraih ridha Allah Ta’ala, menunjukkan contoh sangat luhur dan mengamalkan sepenuhnya perintah Allah Ta’ala ini, وَالَّذِينَ صَبَرُواْ ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُواْ الصَّلاةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ Artinya, “Mereka orang-orang yang bersabar demi meraih ridha Tuhan mereka…” (Ar Ra’d, 13:23). Jadi, orang-orang mu’min dan orang-orang Ahmadi mu’min sejati mengamalkan semua itu demi menegakkan standar ketaatan yang sangat tinggi.
Sebab, Ramadhan senantiasa tiba untuk mengajarkan standar ketaatan yang sangat tinggi. Maka, untuk itu manusia meninggalkan semua pekerjaan yang halal sekalipun karena Allah Ta’ala, atas dasar ketaatan itu. Pendeknya, kemajuan dalam iman, dalam akhlaq dan dalam ketaatan yang kita usahakan untuk meraih standar yang tinggi melalui training pada hari-hari yang sudah kita lalui, harus selalu kita tanamkan sekuat-kuatnya dalam diri kita. Barulah bisa mengatakan bahwa kita telah memperoleh banyak faedah dari hari-hari Ramadhan Mubarak itu.
Apabila Ramadhan sudah mulai, kebanyakan orang sering melakukan kebiasaan untuk saling mengucapkan ‘Ramadhan Mubarak’ atau ‘Selamat Ibadah Ramadhan!’ Memang hal itu baik juga, namun lebih baik lagi diucapkan, “Sekarang Ramadahan sudah tiba, berdoalah anda dan saya juga berdoa, semoga Ramadhan ini penuh berkat bagi anda dan bagi kami juga! Dan semoga kita memperoleh berkat dari segala seginya!” Secara lahiriah, dengan mengucapkan ‘Ramadhan Mubarak!’ atau ‘Selamat Ibadah Ramadhan!’ seolah-olah telah menunaikan ibadah Ramadhan. Itulah kebiasaan yang dilakukan banyak orang yang belum memahami intisari perkataan Ramadhan Mubarak itu.
Apabila kita sudah memahami dan mengamalkannya dengan sesungguhnya, barulah kita dapat mengatakan bahwa kita telah memperoleh banyak faedah selama hari-hari Bulan Ramadhan yang penuh berkat. Barulah kita boleh mengatakan, “Hari ini kita sedang merayakan Id atas kegembiraan bahwa kita telah membuat perobahan-perobahan suci dalam diri kita, dan telah berjanji untuk menegakkannya untuk selama-lamanya dan sebagai natijah dari janji ini, insya Allah Ta’ala, kita akan menjadi pewaris taman-taman Surga Allah Ta’ala.” Jika kita telah menerima kabar suka tentang taman-taman Surga Allah Ta’ala itu, mengapa kita tidak merayakan Id. Sedangkan Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk merayakannya. Jadi, alangkah baiknya nasib orang-orang yang telah berkumpul pada hari ini untuk merayakan Id ini.
Haruslah selalu diingat! Ramadhan telah memberi pelajaran ketaatan kepada kita, bahwa kita telah meninggalkan semua perkara atau barang-barang yang diperbolehkan dan di bawah perasaan ketaatan inilah kita sedang merayakan Id. Sebagaimana telah saya katakan, kesabaran, semangat, keteladanan akhlaq dan perobahan suci, serta perhatian untuk membaca dan menela’ah Kitab Suci Allah Ta’ala dan merayakan Id pada hari ini, semua itu kita lakukan demi mematuhi perintah atas dasar dorongan penuh rasa ketaatan kepada Allah Ta’ala.Jadi, Allah Ta’ala dengan cepat memberi kabar suka kepada kita. Sebagaimana Dia berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Barangsiapa yang patuh taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya kedalam Surga. Di dalamnya mengalir sungai-sungai dan di dalamnya ia akan tinggal selamanya.” (An Nisa: 14).
Maka apabila Allah Ta’ala memberi kabar suka untuk tinggal di dalam Surga untuk selamanya, maka hal ini bukan hanya sebagai pembalasan bagi ketaatan ibadah Ramadhan selama 29 hari. Atau bukan ganjaran ibadah selama satu bulan untuk masa 12 bulan atau satu tahun. Melainkan kabar suka bagi ketaatan yang senantiasa ditegakkan untuk selamanya. Sebagai ganjaran bagi penegakan ketaatan yang dilakukan untuk selamanya ini, di dalam dunia ini juga Allah Ta’ala segera memperlihatkan Id sebagai pembalasan yang diberikan kepada kita. Dan Id ini diperlihatkan segera, karena para pelaksana perintah Allah Ta’ala dan usaha pencari ridha Allah Ta’ala, telah memperoleh kecintaan dan ridha Allah Ta’ala. Dan ganjarannya berupa taman-taman Surga.
Ganjaran ini diterima di dalam dunia berupa ketenteraman kalbu sebagai natijah dari ibadah-ibadah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya, “…Ketahuilah, dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar Ra’d, 13:29).
Dengan mengingat Allah Ta’ala di dunia ini juga hati kita mendapat ketenteraman. Maka, standar inilah yang kita usahakan untuk memperolehnya di dalam bulan Ramadhan. Dan dengan ibadah-ibadah kepada Allah Ta’ala standar ini dapat kita peroleh, sebabnya adalah dengan dzikir kepada Allah Ta’ala, di dunia ini juga ketenteraman hati dapat kita peroleh. Bagi orang yang beruntung telah memperoleh ketenteraman hati, Surga apa lagi yang dia perlukan?
Seorang duniawi (materialistik) sekalipun telah memiliki segala sesuatu, hatinya selalu gelisah. Banyak sekali orang kaya raya yang merasa susah tidur di malam hari dan terpaksa harus menelan obat tidur. Perasaan takut dan gelisah selalu menghantuinya di siang hari juga. Jika kekayaan dapat menjauhkan ketakutan dan kegelisahan dan dapat memberi ketenteraman, pasti orang-orang kaya raya tidak akan mengalami perasaan gelisah atau takut. Jika kita analisa, pada umumnya orang-orang yang kaya raya itu banyak menderita sakit jantung disebabkan perasaan takut dan gelisah selalau mencekam hati mereka. Terutama mereka yang tidak mempunyai hubungan erat dengan Allah Ta’ala.
Maka jika seseorang yang bertabiat baik dan soleh mendapat serangan suatu penyakit, akan gelisah memikirkan apakah ia telah menunaikan kewajiban terhadap Allah Ta’ala atau belum? Orang demikian tidak akan merasa gelisah memikirkan keadaan duniawi. Jadi, kesempatan yang telah dianugerahkan kepada kita dan dengan mengikuti printah-perintah Allah Ta’ala, menunaikan ibadah puasa hanya untuk beberapa hari saja dan sembari meningkatkan iman, demi memelihara semangat iman itu, maka setelah Ramadhan usai-pun kita harus berusaha terus untuk mempertahankan standar amal ibadah seperti itu.
Selain itu, jika kita berusaha penuh untuk meninggikan akhlaq yang luhur, dan sembari mengatakan inni shoimun menampilkan akhlaq luhur, maka orang berpuasa sekalipun lemah, tidak mampu berpuasa sebagaimana mestinya, namun akhlaq harus tetap dia tegakkan. Adalah ihsan atau kebaikan Allah Ta’ala bahwa Dia telah memerintahkan untuk menegakkan akhlaq yang tinggi, maka setiap tahun Dia pun telah memberi kesempatan kepada kita selama 29 hari untuk menegakkan standar akhlaq itu lebih baik dari sebelumnya.
Sekarang kalian jangan membuat-buat alasan bahwa karena pengaruh lingkungan duniawi dan pengaruh mengikuti perputaran zaman, kalian berkata: Saya telah lupa untuk mengamalkan atau menunjukkan akhlaq yang baik. Allah Ta’ala berfirman; Kami telah menyediakan kesempatan untuk beberapa hari saja bilangannya, tidak ada alasan untuk mengatakan lupa. Jika di dalam keadaan puasa kalian mengatakan inni shoimun, kalian akan dapat menampilkan akhlaq yang tinggi, maka artinya di dalam diri kalian terdapat kekuatan dan kemampuan, karenanya kalian dapat mengendalikan perasaan semangat kalian. Jika kalian telah mampu menperlihatkannya maka hendaknya kalian membuat hal itu bagian dari kehidupan kalian. Maka tentu kalian akan menjadi pewaris taman-taman Surga. Di dunia ini juga kalian akan tinggal seperti suasana di dalam surga. Dan di akhirat juga kalian akan berhak untuk memperoleh bagian dari pada ni’mat-ni’mat Surga itu.
Orang yang memperbaiki dirinya, meninggikan standar ibadahnya, meningkatkan mutu akhlaqnya, menunjukkan contoh tauladan ketaatan yang tinggi untuk meraih ridha Allah Ta’ala maka ia tentu dapat melepaskan diri dari lingkungan duniawi yang membuat kalian lengah dari kewajiban menunaikan ibadah. Di mana terdapat contoh akhlaq buruk, di mana ada pelanggaran ketaatan kepada ibu-bapak, kepada para pemimpin dan pelanggaran ketaatan terhadap Jemaat, lingkungan seperti itu membuat tabi’at manusia menjadi kotor.
Manusia wajib mencari lingkungan yang suci bersih. Atau berusaha untuk memperbaiki keadaan lingkungannya di mana ia tinggal. Jika hal itu semua telah tercipta, maka itulah yang akan membuat dirinya merayakan Id hakiki. Jika tidak, apabila pada hari ini kita sedang berkumpul untuk merayakan Id dengan memakai pakaian yang cantik-cantik, pada hari ini juga shalatpun tidak dihiraukan, maka Id yang dirayakan seperti itu bukanlah Id dan patut disesalkan dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam sebuah Hadis diriwayatkan Rasulullah (saw) bersabda: Perindahlah Id kalian dengan banyak mengucapkan takbir.[2] Jika pada suatu hari terpikir bahwa sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya saya harus memperbaiki kehidupan saya maka tentu akan menaruh perhatian untuk banyak-banyak mengucapkan takbir. Tentu akan terpikir, berapa banyak saya telah berusaha untuk memperoleh kebaikan-kebaikan selama Ramadhan, sebagai tanda syukur pada hari ini saya banyak mengucapkan takbir. Dan saya akan sibuk memanjatkan doa-doa dan banyak berzikir kepada Allah Ta’ala. Pada hari ini dengan mengucapkan banyak takbir saya akan berusaha untuk memperoleh pengertian tentang keagungan Allah Ta’ala. Dan apabila telah berhasil memperoleh pengertian itu tentu natijahnya akan menjadi orang yang taat kepada Allah Ta’ala. Akan menjadi orang yang berusaha untuk memperoleh ridha-Nya. Dan orang yang sudah betul-betul patuh taat kepada Allah Ta’ala, maka setiap mata hari terbit akan menjadi hari Id baginya.
Maka, Id seperti itulah yang harus kita usahakan untuk meraihnya, bukan merayakan Id sembari menunaikan ibadah pada hari Id dalam keadaan mati ruhani. Jadi, orang yang menjalani kehidupan semata-mata demi meraih ridha Allah Ta’ala, itulah orang yang merayakan Id hakiki. Pada hari manusia berjanji untuk menjauhkan diri dari keburukan-keburukan untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala, pada hari manusia berjanji untuk mengadakan perbaikan dirinya dan mulai mengamalkan kebaikan-kebaikannya, maka pada hari itu merupakan Id hakiki baginya. Jika hari ini kita bukan berjanji untuk melupakan Ramadhan, melainkan berjanji untuk mengingatnya, maka Id kita akan menjadi Id yang penuh berkat, dan Ramadhan kita juga menjadi Ramadhan yang penuh berkat. Dan Id kita akan menjamin kehidupan kita yang sangat baik di dunia maupun di akhirat.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
”Hari apakah gerangan, yang lebih baik dari pada Jumat dan kedua Id (Idul Fithri dan Idul Adha) dan hari yang sangat penuh berkat? Saya beritahu kepada kalian hari itu adalah hari bertaubat, hari yang paling baik dari semua hari dan lebih baik dari semua Id. Mengapa? Sebab catatan amal yang membuat manusia semakin dekat kepada Jahannam dan di dalamnya kemurkaan Ilahi memanggil sembari melambai-lambai kepadanya, dicuci bersih dan dosa-dosanya dimaafkan.
Sesungguhnya tidak ada hari lain yang lebih besar dan paling menggembirakan bagi manusia dari pada hari itu, yang menyelamatkan-nya dari Jahannam yang kekal dan dari kemurkaan Ilahi yang abadi. Orang yang taubah, pelaku dosa yang sebelumnya jauh dari Allah Ta’ala bahkan telah menjadi sasaran kemurkaan-Nya, sekarang dengan karunia-Nya menjadi dekat kepada-Nya dan dijauhkan dari azab Jahannam. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ Yakni, sesungguhnya Allah mencintai orang yang betul-betul bertobah dan orang-orang yang sungguh-sungguh mensucikan diri (Al Baqarah: 223). Di dalam ayat ini Allah Ta’ala tidak hanya memberi tahu bahwa Dia mencintai orang-orang yang bertobah, bahkan memberitahu bahwa untuk bertobah juga ada syaratnya yaitu menyucikan diri.
Menjauhkan diri dari setiap keburukan dan kejahatan adalah syarat yang sangat diperlukan sekali. Jika tidak, taubah hanya dengan lisan dan dengan pernyataan secara berulang-ulang tidak ada faedahnya samasekali. Maka hari itu demikian penuh berkat, bahwa manusia yang bertobah dari semua dosa, berjanji untuk berserah diri dengan hati yang murni kepada Allah Ta’ala dan demi mengamalkan hukum-hukum-Nya melepaskan waktu istirahatnya, padahal disebabkan dosa-dosanya itu dia sedang siap untuk menerima hukuman, namun tidak ragu-ragu lagi dia akan diselamatkan. Dengan demikian ia memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak ada sedikitpun harapan baginya.”
Jadi itulah Id hakiki, menciptakan perubahan-perubahan yang baik dan suci, merobah keadaan-keadaan diri peribadi. Jika kita melewatkan Ramadhan itu untuk bertobah kepada Allah Ta’ala dan untuk itu berusaha sekuat tenaga sembari mengadakan perobahan-perobahan pada diri kita, maka setiap hari adalah hari Id bagi kita. Akan tetapi kita merayakannya pada hari ini sesuai dengan perintah Allah Ta’ala.
Di dalam ayat yang telah saya tilwatkan pada permulaan Khotbah ini, Allah Ta’ala mengingatkan terhadap beberapa hak-hak, bagaimana mengadakan perbaikan yang bersih dan suci. Bagaimana dapat diketahui bahwa kita betul-betul berusaha untuk menghasilkan ridha Allah Ta’ala. Firman-Nya وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللَّهِ Yakni menyerahkan diri demi menghasilkan ridha Allah Ta’ala. Orang yang betul-betul bertobah dan menginginkan untuk meraih ridha Allah Ta’ala, ia tidak akan menghiraukan dirinya terkorban di jalan Allah Ta’ala. Ia sungguh-sungguh siap untuk mengurbankan jiwanya di jalan Allah Ta’ala. Bagaimana ia dapat diharapkan akan keluar dari hukum-hukum Allah Ta’ala?
Disebabkan dorongan kemarahan, demi ego pribadinya, manusia bersedia mengurbankan jiwanya sekalipun ia tidak mempunyai hubungan dengan Allah Ta’ala. Akan tetapi pengurbanan jiwanya itu demi kepentingan pribadinya semata. Atau jika ia seorang tentera Nasional juga, setiap bulan menerima gaji, ia dilatih sedemikian rupa, hanya untuk mengerjakan tugas tertentu. Tujuannya juga bukan untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Tetapi, orang-orang yang mengadakan perubahan suci diri mereka, dengan penuh pengertian, tidak tergoda oleh keserakahan duniawi, melainkan dengan tekad bulat menyerahkan jiwa mereka kepangkuan Allah Ta’ala dan menjual diri mereka demi meraih ridha Allah Ta’ala. Dan semangat menjual jiwa tidak timbul secara tiba-tiba dan bukan untuk sementara waktu. Tidak ada keraguan sedikitpun mengurbankan jiwa, bahkan untuk selama-lamanya, selama hayat dikandung badan, demi meraih ridha Allah Ta’ala.
Disamping itu harus memenuhi huququl ‘ibaad dan huququLlah juga. Di banyak kesempatan dalam memenuhi huququl ‘ibaad, dapat membawa kearah huququLlah juga. Maka, Allah Ta’ala sangat mencintai orang-orang yang giat berusaha memenuhi huququLlah dan huququl ‘ibaad. Jadi, seorang mu’min merasakan keni’matan Id hakiki, ketika ia sedang giat menunaikan hak-hak itu di setiap kesempatan. Setiap hari ia menjual dirinya di jalan Allah Ta’ala. Dengan karunia Allah Ta’ala terdapat ribuan orang di dalam Jemaat kita yang betul-betul siap mengurbankan jiwa mereka dengan semangat seperti itu. Bahkan pada saat ini mereka sedang melakukannya. Apa yang Tuhan perintahkan, mereka laksanakan. Sembari meningkatkan keadaan iman, demi menghormati perasaan orang lain mereka juga melakukan pengurbanan-pengurbanan. Pengurbanan itu dilakukan semata-mata demi meraih ridha Allah Ta’ala. Perhatian mereka tidak hanya tercurah kepada keperluan pribadi atau keperluan anak istri mereka saja, melainkan juga kepada orang-orang fakir miskin.
Pendeknya, bagi seorang Ahmadi, penampakan kesucian hati di dalam Id harus ditunjukkan melalui tindakan pengurbanan terhadap orang-orang fakir miskin juga. Sebab, sesuai hukum Allah Ta’ala orang-orang miskin itu harus selalu diperhatikan. Bahkan Allah Ta’ala memerintah agar mengayomi orang-orang fakir miskin itu. Di setiap kesempatan orang-orang Ahmadi di seluruh dunia harus melapangkan kalbu-kalbu mereka lebih terbuka dari sebelumnya dalam memperhatikan dan mengayomi orang-orang fakir miskin.
Di UK terdapat ada The International Association of Ahmadi Architects and Engineers, sebuah Asosiasi para Arsitek dan Insinyur Ahmadi Internasional yang membuat program-program yang sangat baik. Mereka telah memilih sebuah kampung di Afrika untuk membuat proyek penyediaan air minum dan listrik tenaga surya (matahari) di sana atas biaya mereka sendiri. Para anggotanya ingin melakukan itu semua atas usaha dan karya mereka sendiri. Semoga Allah Ta’ala mengabulkan niat baik mereka itu. Mereka itu adalah orang-orang yang ingin meraih ridha Allah Ta’ala melalui karya baik mereka itu. Karena kasih sayang Allah Ta’ala harta mereka diberkati oleh-Nya.
Orang-orang yang berada di beberapa Negara lain juga, disamping membayar chandah-chandah wajib lainnya, mereka mengambil bagian dalam pengurbanan bagi pekerjaan-pekerjaan social yang baik seperti itu. Sebagian besar chandah-chandah wajib yang diterima oleh Jemaat dibelanjakan untuk memenuhi huququLlah misalnya, untuk membangun Masjid-masjid, membuka Misi tabligh, membangun Rumah Misi, menerbitkan berbagai literatur dan pengadaan sarana-sarana tabligh lainnya. Untuk itu diperlukan banyak sekali uang. Itulah sebabnya untuk meraih kiridhaan Allah Ta’ala orang-orang yang berada dan mempunyai banyak kemampuan, harus mengambil bagian di dalam pengurbanan untuk memenuhi hak-hak orang-orang miskin dan tidak mampu.
Dalam menjelaskan وَاللَّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Allah Ta’ala berlaku kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya yang mendahulukan kepentingan agama diatas kepentingan pribadi mereka. Bahkan Allah Ta’ala sendiri berfirman, وَاللَّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ yakni, Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba.(Al Baqarah 208). Itulah orang-orang yang telah diberi kehidupan oleh Allah Ta’ala kemudian mewaqafkannya di jalan-Nya. Mengurbankan jiwa di jalan Allah Ta’ala dan membelanjakan harta di jalan Allah Ta’ala menganggap satu karunia dan keberuntungan baginya. Akan tetapi banyak orang-orang yang membuat harta milik dan kekayaan sebagai tujuan hidup mereka, memandang Agama dengan pandangan suram. Dan orang-orang Muslim sejati tidak berbuat demikian.
Islam yang hakiki adalah mengurbankan semua kekuatan dan kemampuan di jalan Allah Ta’ala selama hayat dikandung badan, agar menjadi pewaris kehidupan toyyibah. Yakni menjadi pewaris kehidupan suci yang dapat menyaksikan kasih sayang Allah Ta’ala di dunia ini juga. Apa-pun yang tersedia di dalam kehidupannya diwaqafkannya. Memang manusia mempunyai haknya sendiri, anak-anaknya juga mempunyai hak yang harus mendapat perhatian untuk memenuhinya. Akan tetapi jangan hanya memikirkan kepentingan sendiri. Maka orang yang keadaannya demikian akan menyaksikan kasih sayang Allah Ta’ala kepadanya di hari Akhirat nanti.
Di dalam ayat berikutnya Allah Ta’ala mengingatkan, iman yang sempurna diperlukan ketaatan yang sempurna. Yakni, hanya dengan memenuhi hak-hak Allah Ta’ala saja standar ketaatan tidak dapat mencapai ketinggiannya. Hanya dengan memenuhi huququl ‘ibaad saja standar ketaatan tidak dapat mencapai ketinggiannya. Hanya dengan menunaikan ibadah satu bulan saja standar ketaatan tidak akan mencapai ketinggiannya. Hanya dengan mengamalkan beberapa hukum-hukum Al Qur‘an standar ketaatan tidak dapat mencapai ketinggiannya. Hanya dengan mengabulkan keputusan sendiri standar ketaatan kepada Nizam Jemaat tidak dapat mencapai ketinggiannya. Melainkan berfirman; Semua wujud kalian, semua pikiran kalian, semua perasaan semangat kalian, jika siap sedia untuk melakukan pengurbanan demi mencari ridha Allah Ta’ala, maka barulah standar ketaatan kalian secara perorangan maupun secara keseluruhan akan mencapai ketinggiannya.
Saya melihat kebanyakan orang yang menyatakan diri sangat taat. Namun apabila menerima keputusan suatu perkara di dalam Dewan Qadha, mulai berkata: Tidak, kami akan mengajukannya ke Pengadilan Negeri. Apabila setelah dibawa ke Pengadilan Negeri mendapat keraguan tentang keputusan yang akan diterimanya, maka ia segera kembali dan meminta keputusan dari Jemaat. Maka ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَافَّةً yakni; masuklah kamu sekalian kedalam kepatuhan seutuhnya! Maksudnya adalah, ketaatan sifatnya harus sempurna. Percaya sepenuhnya kepada Nizam Jemaat. Jika keputusan dari Jemaat bertentangan dengan kehendak hati kalian, maka perlihatkanlah contoh ketaatan yang sempurna.
Jangan sampai terjadi, dimana keputusan Jemaat berdasarkan Syari’at dapat diperoleh faedah, disana meminta pertolongan kepada Jemaat. Atau dimana menganggap undang-undang Negara lebih menguntungkan, kemudian lari kesana meminta pertolongan kepada Negara. Maka, setelah mengeluarkan perintah ketaatan Allah Ta’ala berfirman, وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya ia bagimu musuh yang nyata (Al Baqarah:209). Jika hal ini selalu diperhatikan setiap waktu bahwa, ‘Saya ingin memperoleh ridha Allah Ta’ala’ maka tentu akan berusaha meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari godaan Setan.
Pada bulan Ramadhan saya menerima banyak sekali surat permohonan doa katanya; ‘Mohon doa agar perbaikan suci diri kami senantiasa tetap bertahan di dalam Ramadhan. Dan Setan jangan kembali menguasai kami.’ Untuk ini, jika kita berusaha untuk meraih ridha Allah Ta’ala, siap sedia mengeluarkan pengorbanan dari yang terkecil sampai jumlah yang besar, maka barulah kita akan jauh dari setan. Sebab, setan tidak dapat membawa manusia kepada pengurbanan. Jika senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, maka perobahan-perobahan yang telah tercipta dalam diri kita selama Ramadhan akan tetap bertahan di dalam diri kita. Harus selalu diingat bahwa Setan menyerang dengan cara yang sangat aneh-aneh sekali. Kadang-kala mengingatkan kita kepada kebaikan, kemudian Setan menghalangi untuk melakukannya.
Harus selalu dipikirkan bahwa ridha Allah Ta’ala itu terletak dalam apa saja. Setiap orang Ahmadi harus senantiasa ingat bahwa kita mempunyai Nizam. Kita bisa berbuat kebaikan sembari menginkatkan diri kepada Nizam ini (Nizam Jemaat). Hadhrat Rasulullah (saw) telah memberi kabar suka terhadap golongan yang merupakan sebuah Jemaat. Maka, mengikatkan diri dengan Jemaat dan mentaati Jemaat juga menjadi sumber untuk kebaikan dan menjadi sarana untuk memperoleh ridha Allah Ta’ala. Jadi, Ramadhan yang telah mengajar kita tentang ketaatan dan menyuruh berpegang teguh kepadanya, jika kita lakukan maka kita akan memperoleh ganjaran. Kita harus selalu menaruh perhatian penuh kepada hal itu. Maka itulah Id kita.
Pada suatu ketika Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Manusia yang meraih derajat iman yang tinggi adalah yang membenamkan dirinya dalam lautan kecintaan Allah Ta’ala. Dia menjual dirinya untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Itulah orang yang menerima cucuran rahmat Allah Ta’ala. Itulah orang yang telah sampai ke puncak keruhanian yang tinggi dan telah mengurbankan dirinya di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman; ‘Kamu adalah orang yang telah selamat dari berbagai kesulitan dan penderitaan dan telah menjual jiwa di jalan-Ku demi meraih ridha-Ku.’
Dan, orang yang telah membuktikan dengan mengurbankan jiwanya, ia adalah milik Tuhan. Ia menganggap semua wujudnya sebagai benda yang telah diciptakan untuk ketaatan kepada Khaliq dan untuk mengkhidmati makhluq. Yakni telah diciptakan untuk mentaati Allah Ta’ala dan mengkhidmati makhluq-Nya. Kemudian semua kebaikan-kebaikan hakikinya yang berkaitan dengan setiap kekuatan dan kemampuannya, ia lakukan dengan penuh semangat dan keikhlasan. Seakan-akan ia sedang melihat Tuhan, Mahbub Hakikinya dikala ia sedang melakukannya. Begitulah amal perbuatan yang dilakukan karena Allah Ta’ala. Dan iradahnya sejalan dengan iradah (kehendak) Allah Ta’ala.
Semua kelezatan terletak dalam mentaati hukum-hukum-Nya. Dan semua amal saleh dilaksanakan dengan senang hati, mudah dan ni’mat, tidak dengan kesulitan. Amal saleh itu tidak dilakukan dengan paksa. Melainkan dalam mengamalkannya terasa senang dan nyaman, terasa gembira dan suka cita. Itulah ganjaran ruhani yang spontan diterima oleh manusia, yakni diterima di dunia ini juga.”
Dalam kata lain kesenangan dan kegembiraan yang dirasakan setelah memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak makhluq-Nya dengan keketaatanan yang sempurna, maka itulah jannat yang diperoleh di dunia ini. Dan Jannat atau Surga yang akan diterima di hari kemudian, sesungguhnya adalah realisasi dari Jannat di dunia ini dan diperlihatkan dengan bentuk jisim yang sebenarnya. Surga yang diterima di dunia adalah sebagai contoh atau gambaran dari Jannat atau surga yang sesungguhnya di Akhirat nanti. Allah Ta’ala Yang lebih Mengetahui akan hal itu.
Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita semua agar kita menjadi pewaris dari semua ni’mat yang telah Allah Ta’ala beritahukan kepada kita. Semoga kita menjadi contoh tauladan yang luhur, selalu mengorekasi status amal-amal pribadi kita. Semoga kita menjadi pelaku amal-amal salih yang membawa kita lebih dekat kepada Allah Ta’ala. Jika langkah kita senantiasa berderap maju kearah itu semua maka itulah kesuksesan kita yang sangat besar dan itulah maksud dan tujuan kita telah diciptakan kedunia. Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita untuk mengamalkan semua itu.
Sekarang kita akan sama-sama berdoa, namun pertama saya mengucapkan Id mubarak kepada semua dan kepada para Ahmadi diseluruh dunia. Banyak sekali para Ahmadi yang sedang merayakan Id pada hari ini dalam situasi yang sangat mencekam, dimana mereka tidak dapat menyatakan kegembiraan Id ini secara terbuka, karena dikenakan beberapa sekatan atau larangan, banyak para Ahmadi yang sembunyi-sembunyi menunaikan shalat Id. Semoga Allah Ta’ala menciptakan suasana yang aman dan bebas bagi para Ahmadi diseluruh dunia sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala. Namun demikian saya mengucapkan Id Mubarak kepada semua Ahmadi di manapun juga berada di seluruh dunia.
Di dalam berdoa ingatlah kepada para asiraani rah-e-Maula (Ahmadi yang dipenjarakan), ingatlah pula kepada para Syuhada semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat mereka, menjadi Pengayom dan Pemelihara anak-anak isteri mereka, semoga Allah Ta’ala melindungi mereka. Dan semoga Allah Ta’ala memberi kesehatan kepada para Ahmadi yang sedang menderita sakit, semoga Allah Ta’ala melimpahkan ni’mat dan karunia-Nya kepada para Ahmadi yang banyak memberikan pengurbanan di jalan Allah Ta’ala, memberkati harta dan anak keturunan mereka. Semoga Allah Ta’al menurunkan bantuan dan pertolongan khas kepada setiap orang yang lemah dan memerlukan bantuan, kepada setiap orang yang sakit, yang lemah tidak berdaya dan karena situasi terpaksa menghadapi banyak kesulitan, serta menjauhkan semua keprihatinan dan kegelisahan mereka. [Aamiin!]
Kemudian beliau menyampaikan Khotbah ke-2 seperti biasa, dan setelahnya memimpin doa bersama.
[1] Sunan al-Kubra, karya al-Baihaqi, kitab tentang Jumat, kumpulan bab tentang Zakat Fitri, bab man kariha madhghal ‘ilki lish shaa-im: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ ، وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ ” . “Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum. Puasa itu hanyalah (menahan diri) dari kesia-siaan dan kejelekan, maka kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, katakanlah, ‘Saya sedang puasa. Saya sedang puasa.’” Shahih al-Bukhari, kitab ash-shaum, bab hal yaqulu inni shoim, 1904
عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah berfirman, ‘Semua amalan Bani Adam untuknya, kecuali puasa, maka itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.’ Puasa itu perisai. Jika seseorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata-kata kotor dan keji. Jika ada orang yang mencelanya dan menyakitinya, hendaklah dia berkata, ‘Aku sedang diperintahkan berpuasa.’ Demi Zat Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi misik. Orang yang berpuasa itu memiliki 2 kebahagiaan yang membahagiakannya, yaitu jika berbuka, dia berbahagia, dan jika berjumpa dengan Tuhannya dia berbahagia dengan puasanya.”
[2] (Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallahu Akbar. Allahu Akbar walilahil hamd)