Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 21 Juni 2021 (Ihsan 1400 Hijriyah Syamsiyah/Syawal 1442 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Setelah membaca Tashahhud, Ta’awwuz dan Surah al-Fatihah, Yang Mulia, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz membacakan ayat berikut dari Al-Qur’an: “Sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, dagingnya dan tidak pula darahnya, akan tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan darimu. Demikianlah Dia menundukkan mereka untuk kamu, supaya kamu mengagungkan Allah sesuai petunjuk kepadamu. Dan berikan khabar suka kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Kitab Suci Al-Qur’an, Surah al-Hajj, 22:38)
Apa Tujuan Mengorbankan Hewan? Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala bersabda bahwa hari ini adalah ‘Idul Qurban (Hari Raya pengorbanan) atau juga dinamai Idul Adha, di mana umat Islam di seluruh dunia mengorbankan hewan. Ratusan ribu hewan dikorbankan pada kesempatan Haji juga. Dengan begitu banyak daging, dikatakan bahwa itu dibagikan kepada orang miskin, namun ada juga laporan bahwa kadang-kadang, daging ini juga terbuang sia-sia.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala bersabda bahwa ada orang yang berusaha mendapatkan hewan yang lebih besar dari orang lain di sekitar mereka, untuk menunjukkan mereka telah melakukan pengorbanan besar, dan mereka bangga akan hal ini. Bahkan, di Pakistan, mereka bangga dengan kenyataan bahwa mereka menghalangi para Ahmadi dari menyembelih hewan pada hari ini karena mereka menganggap orang Ahmadi sebagai bukan Muslim (bukan orang Islam). Sungguh mengherankan bahwa mereka yang dimaksudkan untuk menegakkan keadilan berada di bawah pengaruh para ulama dan mereka yang disebut Muslim, dan dengan demikian menghentikan orang Ahmadi yang juga umat Islam dari melakukan pengorbanan, atau paling baik, menyuruh mereka melakukannya secara rahasia. Melakukan hal itu tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam.
Bagaimanapun, para Ahmadi sudah terbiasa dengan permusuhan yang seperti itu dan cara para penentang mereka mengganggu mereka (para Ahmadi) dengan satu atau lain cara. Alasan yang mendasari di balik tindakan para penentang adalah mereka tidak bertindak dengan kebenaran (ketakwaan). Pada akhirnya, hanya Tuhan yang bisa menilai tingkat kebenaran (ketakwaan) seseorang. Oleh karena itu, tugas utama kita adalah bersujud di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan jika kita menapaki jalan kebenaran, maka Tuhan pasti akan membantu kita.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala bersabda bahwa dalam ayat yang beliau baca di awal, Tuhan telah menyatakan bahwa pengorbanan jasmani tidak mencapai-Nya, melainkan ruh ketakwaan yang mencapai-Nya. Oleh karena itu, kita tidak perlu direpotkan dengan dilarangnya pelaksanaan kurban [oleh pemerintah Pakistan kepada Ahmadi Pakistani]. Jika kita berniat melakukannya dan niat kita dibuat dengan kebenaran, maka kita tidak perlu khawatir karena ini akan diterima di sisi Tuhan.
Kita beruntung telah menerima Al Masih di zaman ini, yang mengajari kita realitas kebenaran melalui ajaran Al-Qur’an dan Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kita tidak perlu bersedih hati jika terhalang untuk melaksanakan kurban, karena jika niat kita murni maka akan diterima. Kita menemukan dari zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa seseorang yang secara jasmani tidak mampu pergi haji, tetapi telah membuat niat dan bertindak dengan benar, hajinya masih diterima.
Arti Taqwa: Al-Qur’an telah menyebutkan ketakwaan berkali-kali. Mengingat hal ini, Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam telah menjelaskan tentang ketakwaan dan apa yang diharapkan dari Jemaatnya dalam hal ini, dari berbagai sudut.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang mengatakan bahwa dalam bertindak dengan ketakwaan, setiap pengorbanan jasmani yang kita lakukan harus menarik perhatian kita pada pengorbanan yang harus kita lakukan di dalam. Hanya dengan demikian ini dapat dianggap sebagai pengorbanan sejati, dan roh ketakwaannya, bukan pengorbanan jasmani itu sendiri, mencapai Tuhan.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang berkata bahwa jika Tuhan hanya menuntut ketakwaan hati sedangkan jasmani tidak mencapai-Nya, lalu apa perlunya pengorbanan jasmani? Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam bersabda bahwa siapa yang tidak menggunakan kemampuan jasmaninya, maka ruhnya tidak terpengaruh, karena ada hubungan antara jasmani dan ruhani. Dengan demikian, tindakan jasmani berdampak pada jiwa. Demikian pula, jika tindakan jasmani dilakukan tanpa semangat jiwa di belakangnya, maka itu berbahaya dan tidak berarti apa-apa. Jadi, tindakan jasmani ada untuk mempengaruhi jiwa dan membawa keadaan serupa di dalam.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang bersabda bahwa jika seseorang jatuh sakit jasmaninya, dia tidak dapat disembuhkan sampai menjalani semacam pengobatan. Demikian pula, pengkhianatan dan perbuatan jahat membawa penyakit di dalam hati, yang hanya dapat disembuhkan melalui penegakan ketakwaan.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang bersabda bahwa ketika Allah melihat ada sebuah komunitas yang membuat klaim–klaim (banyak pernyataan-pernyataan) besar tetapi tidak berbuat atas dasar pernyataan itu, maka murka Tuhan turun atas mereka. Meskipun mereka telah dijanjikan kemenangan besar, ada saat-saat dalam pertempuran di mana umat Islam dibuat menderita kekalahan juga, karena klaim kebenaran mereka tidak didukung oleh tindakan [amal perbuatan]. Dengan demikian, setelah menerima Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan membuat janji untuk mendahulukan iman atas urusan duniawi, kita harus melihat ke dalam diri kita sendiri dan melihat apakah kita benar-benar melaksanakan ini dan memenuhi janji kita.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang bersabda bahwa ketakwaanlah yang memungkinkan Ibrahim ‘alaihis salaam, Bapak para Nabi, untuk bersedia mengorbankan putranya. Ketakwaanlah yang memungkinkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun menghadapi keadaan dan perlakuan yang paling keras, untuk tetap teguh dalam perilaku moral tertinggi, yang kemudian mengakibatkan Allah berfirman bahwa Dia mengirimkan shalawat dan salam kepadanya. Itu adalah semangat yang sama yang memungkinkan Nabi (saw) untuk menjadikan orang-orang yang tidak kalah liarnya sebagai pengikut beliau, dan mengubah mereka menjadi hamba-hamba Tuhan.
Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam membantu kita memahami derajat dan kedudukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tetap saja, Ulama dari kalangan penentang mengatakan bahwa Ahmadiyah tidak menghormati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka dapat melakukan semua upaya mereka, tetapi mereka tidak dapat memadamkan kecintaan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada di dalam hati kita.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang mengatakan bahwa seseorang harus menerapkan ketakwaan, karena ketakwaan adalah inti dari ajaran Islam. Jika seseorang menerapkan ketakwaan bahkan dalam hal-hal terkecil, maka mereka akan mencapai keluhuran derajat dan diberi kesempatan untuk melakukan perbuatan yang lebih baik lagi. Demikian pula, jika seseorang ingin doanya diterima, maka mereka harus menerapkan ketakwaan.
Sarana Kita untuk Kemenangan: Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang mengatakan bahwa berperang dengan pedang sekarang dilarang. Jika umat Islam ingin menang, maka mereka harus menerapkan ketakwaan, dan ini akan menghasilkan kemenangan besar. Jika Jemaat ini ingin maju dan menjadi pemenang, maka Jemaat ini harus menerapkan ketakwaan.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang mengatakan bahwa dengan menerapkan ketakwaan, semua kesulitan seseorang dapat diringankan. Dengan menerapkan ketakwaan, perbedaan yang jelas dibuat antara mereka yang mempunyainya dan mereka yang kehilangan kualitas ini. Ketakwaan memberikan satu kehormatan, karena Islam mengajarkan bahwa yang paling terhormat adalah yang paling bertakwa.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengutip Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam yang mengatakan bahwa tidak cukup untuk mengklaim kebenaran. Selain itu, tidak cukup hanya memiliki mutu kebaikan tertentu dan menganggapnya cukup untuk menjadi orang benar. Sebaliknya, kebenaran sejati adalah pembentukan dan pengembangan terus-menerus standar moralitas (tolok ukur akhlak) tertinggi.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala bersabda pada Idul Fitri ini, kita harus berjanji untuk membawa diri kita sendiri ke standar kebenaran yang digariskan oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as). Jika kita melakukannya, maka Tuhan Yang Maha Esa akan memberi kita apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang saleh, dan permusuhan dari penentang kita tidak akan menghalangi kita sedikit pun. Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala berdoa agar kita semua dapat memahami dan menerapkan esensi ketakwaan yang sebenarnya.
Hudhur ayyadahuLlahu ta’ala mengatakan bahwa beliau akan memimpin doa hening. Dalam doa, setiap orang harus mengingat mereka yang menghadapi hukuman penjara di jalan Allah, mereka yang menghadapi berbagai kesulitan karena iman dan menjadi Ahmadi, berdoa untuk semua yang menghadapi ketidakadilan, berdoa untuk kemanusiaan agar mereka mengenal Tuhan, berdoa agar orang-orang di dunia diselamatkan dari kehancuran yang mereka sendiri tujukan ke sana.
Semoga Allah Ta’ala menjadikan Idul Adhha ini sangat diberkati untuk semua Ahmadi.[1]
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ
وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Doa bersama dipimpin Imam.
[1] Ringkasan disiapkan oleh The Review of Religions. Penerjemah: Dildaar Ahmad Dartono.