Rintangan terbesar bagi umat Islam non-Ahmadi dalam menerima Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as), sebagai Al-Masih dan Mahdi yang Dijanjikan adalah keyakinan mereka terhadap Nabi Isa (as); bahwa setelah orang-orang Yahudi memutuskan untuk menangkap Nabi Isa, Allah mengangkat Nabi Isa (as) ke langit, dan sebagai gantinya, ditangkaplah salah satu musuh beliau dan, menampakkan wujudnya sama seperti Isa (as) dan kemudian meletakkan musuh Nabi Isa (as) ini di Salib sebagai penggantinya.
Mereka lebih percaya bahwa Nabi Isa (as) masih hidup di langit (surga) sejak kenaikannya, tanpa mengalami perubahan apa pun, dan Isa (as) ini akan turun untuk mereformasi umat Islam, dan untuk membuat Islam menang atas agama lain. Konsep ini sepenuhnya bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits dan ijma’ para ulama terdahulu, sebagaimana akan dijelaskan dalam tulisan ini. Insyaa Allah.
Keterangan Al-Qur’an
Pada bagian akhir Surah Kelima Al-Qur’an tentang pertanyaan dari Tuhan, apakah ia mengajarkan Trinitas kepada para pengikutnya, Nabi Isa (as) menyangkal dengan tegas. Kemudian ia mengatakan bahwa ia bahkan tidak mengetahui bahwa mereka telah menyekutukan Allah. Kemudian dalam menegaskan ketidakbersalahannya, beliau berkata:
مَا قُلْتُ لَهُمْ اِلَّا مَآ اَمَرْتَنِيْ بِهٖٓ اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۚوَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا مَّا دُمْتُ فِيْهِمْ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِيْ كُنْتَ اَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ ۗوَاَنْتَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
“Aku sama sekali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu, ‘Beribadahlah kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu,’ dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau telah mewafatkanku maka Engkaulah Yang menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. (QS Al-Ma’idah [5]:118)
Kerusakan yang dilakukan oleh umat Nasrani telah dijelaskan dalam Al-Qur’an:
Sungguh kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Almasih ibnu Maryam”, (5:73) Sungguh kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah ketiga dari yang tiga;” padahal tidak ada Tuhan kecuali Tuhan Yang Maha Esa.” (5:74)
Sebagaimana Allah, atas nama Isa (as) menyatakan bahwa orang-orang Kristen menjadi rusak setelah wafatnya Isa (as), bagaimana kita bisa menganggap bahwa Isa (as) tidak mati melainkan hidup di langit?
Imam Bukhari dalam kitabnya, Sahih Bukhari—kitab paling shahih setelah Kitabullah—telah mengutip perkataan Ibnu Abbas (ra) tentang tafsir surah 5:118: “Qaala Ibnu Abbasin, Mutawaffiika Mumiituka“, artinya, Ibnu Abbas (ra) berkata, makna Tawaffi adalah wafat.
Masih dalam hadits Bukhari dalam kitab tafsir Surah 5:118 Rasulullah saw mengartikan tawaffi Isa (as) untuk tawaffi beliau sendiri. Rasulullah saw bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya beberapa orang dari umatku akan didatangkan lalu mereka didorong ke golongan kiri (neraka), aku berkata: ‘Wahai Rabb, mereka adalah sahabat-sahabatku.’ Dikatakan: ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.’ Lalu aku mengucapkan seperti perkataan seorang hamba shalih (Nabi Isa as):
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ
‘Aku menjadi saksi atas mereka selagi aku bersama mereka namun tatkala Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkau Maha menyaksikan terhadap segala sesuatu.’ (Al-Maa`idah: 117-118) lalu dijawab: Mereka senantiasa kembali ke belakang (murtad) sejak engkau tinggalkan mereka.” (Sahih Bukhari 4625, Kitabut tafsir Nabi Muhammad saw)
Sekali lagi, kita juga membaca dalam Al-Quran:
اِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسٰٓى اِنِّيْ مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ
Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hal Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara wajar dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar kepada engkau, dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat.” (QS Ali Imran [3]:56)
Nabi Isa (as) ditinggikan (atau diangkat) kepada Allah setelah kewafatannya sebagaimana semua hamba Allah yang saleh.
Kata-kata ‘meninggikanmu’ atau ‘mengangkatmu’ (raafiuka) muncul setelah kata ‘mematikan engkau’ (mutawaffiika). Kita tidak berhak mengubah urutan Al-Qur’an.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (saw) ditanya, apakah beliau akan melakukan sa’i dari Safa terlebih dahulu atau Marwah. Beliau menjawab Abda’u bima bad’a-Allah – saya akan mulai dengan apa yang telah dimulai dari Allah. Jadi kita harus menjaga tata tertib Al-Qur’an. Arti dari tawaffi telah jelaskan.
Ayat lain dari Al-Qur’an berbunyi:
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ
Dan, Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh sebelumnya telah berlalu rasul-rasul. Apakah jika ia mati atau terbunuh kamu akan berbalik atas tumitmu? (QS Ali Imran [3]:145)
Dalam ayat ini telah ditegaskan tentang kewafatan semua Utusan sebelum Rasulullah (saw); dan kematian hanya disebabkan dengan dua cara, yaitu dengan kematian atau karena pembunuhan. Jika ada cara ketiga (seperti naik ke langit), maka hal itu pasti disebutkan oleh Allah Ta’ala. Ayat ini (3:145) secara khusus diturunkan untuk menyatakan kewafatan Nabi Isa (as), karena untuk kewafatan Utusan-utusan lainnya telah disebutkan dalam QS 5:76:
مَا الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
“Almasih ibnu Maryam tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya, dan ibunya adalah seorang yang benar, keduanya dahulu biasa makan makanan.”
Sudah menjadi fakta umum bahwa Maryam tidak lagi makan disebabkan karena kematiannnya. Maka dengan analogi yang sama, berhentinya Nabi Isa (as) makan, juga disebabkan karena kewafatannya, sebagaimana keduanya telah disebutkan secara setara.
Mengenai ayat yang dikutip di atas (3:145), perlu diperhatikan bahwa ketika Nabi Muhammad (saw) meninggal, para sahabat menjadi terguncang karena sedih. Sosok yang sangat terguncang salah satunya adalah Umar (ra) sampai-sampai beliau menghunuskan pedangnya dan mengatakan bahwa siapa pun yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) wafat maka dia akan kehilangan kepalanya. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah (saw) hanya menghilang sementara di tengah-tengah mereka, sebagaimana Musa (as) yang menghilang sementara atas panggilan Tuhan, dan Musa (as) kembali kepada kaumnya setelah empat puluh hari. Demikian pula Rasulullah (saw). Saat itu tidak ada satu pun sahabat yang menyanggah apa yang dikatakan beliau.
Imam Bukhari meriwayatkan:
“Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa Abu Bakar (ra) datang ketika Umar tengah berbicara pada orang-orang. Ia berkata kepada Umar (ra) untuk duduk, tetapi ia menolak untuk mematuhinya. Maka orang-orang berbalik ke arahnya (Abu Bakar) dan meninggalkan Umar (ra). Kemudian Abu Bakar (ra) berkata: Siapa pun di antara kalian yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa Muhammad telah wafat, dan siapa pun di antara kalian yang menyembah Allah, ketahuilah bahwa Allah itu hidup, dan tidak ada kematian bagi-Nya. Allah telah berfirman: ‘Dan, Muhammad tidak lain melainkan seorang rasul. Sesungguhnya telah berlalu rasul-rasul sebelumnya…’ Perawi mengatakan, Demi Allah, orang-orang tidak tahu bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar ra membacakannya. Maka mereka semua mengetahuinya dari beliau. Setiap orang di antara mereka yang mendengar ayat itu kemudian membacanya. Kemudian Said bin Musayyab memberitahu saya, bahwa Umar bersumpah demi Allah, bahwa ia tidak tahu tentang ayat ini sampai dia mendengarnya dari Abu Bakar (ra). Alhasil kakinya tidak bisa menopangnya dan ia pun jatuh terhuyung-huyung karena kesedihan yang amat dalam.” (Bukhari, Kitabun Nabiyyi Ila Kisra Wa Qaisara, Musnad Imam Abu Hanifa, hal. 188, Hamamul Islamiyya, hal. 54, Bukhari, Vol. 2, Manaqib Abu Bakr)
Jadi, jika para sahabat yang hadir saat itu mengira bahwa Nabi Isa (as) hidup di surga selama 600 tahun, mereka tentu akan berdiri dan menerangkan kepada Abu Bakar (ra) bahwa keliru mengatakan bahwa semua nabi sebelum Rasulullah saw telah meninggal. Jika Nabi Isa (as) masih hidup, mengapa tidak Rasulullah saw juga dapat hidup?
Tetapi semua sahabat yang mendengar ayat ini (3:145) dan setelah mendengar penjelasan ayat tersebut, tidak hanya mereka terdiam, tetapi juga mulai lega dan berkeliling kota membacakannya. Hal ini membuktikan tanpa sedikitpun keraguan bahwa para sahabat setuju dengan penafsiran Abu Bakar (ra) tentang ayat yang menyebutkan bahwa semua nabi sebelum Rasulullah saw telah wafat.
Ayat lain dari Al-Qur’an yang membuktikan kematian Nabi Isa (as) adalah:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَۗ اَفَا۟ىِٕنْ مِّتَّ فَهُمُ الْخٰلِدُوْنَ
“Dan Kami tidak pernah menjadikan seorang manusia pun sebelum engkau untuk hidup kekal. Maka jika engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal?” (QS Al-Anbiya [21]:35)
Allah mencintai Rasululah saw lebih dari cinta-Nya kepada siapa pun. Dialah tujuan semua penciptaan sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits: “Kalau bukan karena engkau Muhammad, Aku tidak akan akan menciptakan alam ini.”
Oleh karena itu, jika ada orang yang layak untuk tetap hidup dan naik ke surga, maka orang tersebut adalah Muhammad (saw). Jadi, jika beliau meninggal dengan cara biasa maka nabi-nabi lain pun tentu meninggal dengan cara yang sama.
Pernah suatu ketika orang-orang kafir menantang Rasulullah saw dan bertanya apakah beliau bisa menunjukkan mukjizat naik ke langit? Mereka mengatakan:
“Kami tidak akan beriman hingga engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan beriman pada kenaikanmu itu, hingga engkau turunkan kepada kami sebuah kitab dari langit yang kami dapat membacanya.” (QS Bani Israil [17]:94)
Dalam menjawab tantangan itu, Allah tidak memberikan kekuasaan kepada nabi Muhammad saw untuk memperlihatkan mukjizat yang diminta orang-orang kafir tersebut. Sebaliknya Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk bersabda: “Maha Suci Tuhanku, aku tidak lain hanyalah seorang manusia yang diutus sebagai Rasul.” (QS Bani Israil [17]:94)
Dari ayat ini, bagaimana bisa kita dapat berpikir bahwa Rasulullah saw yang harusnya naik ke langit, tetapi beliau meninggal dengan cara normal dan dimakamkan di bumi, sedangkan Nabi Isa benar-benar naik ke langit, dan masih hidup selama 2000 tahun?
وَالَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَخْلُقُوْنَ شَيْـًٔا وَّهُمْ يُخْلَقُوْنَۗ اَمْوَاتٌ غَيْرُ اَحْيَاۤءٍ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَۙ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
Dan mereka yang diseru selain Allah mereka itu tidak menciptakan sesuatu pun, bahkan mereka sendiri yang telah diciptakan. Mereka itu mati, tidak hidup; dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan. (QS An-Nahl [16]:21-22)
Nabi Isa (as) juga termasuk di antara orang-orang yang mereka seru selain Allah (5:73), oleh karena itu Nabi Isa telah wafat.
Keterangan Hadits
Rasulullah saw bersabda:
“Jika Musa dan Isa masih hidup, mereka pasti akan beriman kepadaku dan mengikutiku.” (Zurqani, Vol. VI, hal. 54, Tibrani Kabeer, Alyawaqiit Wal Jawahir, Vol. II, hal. 23)
Selama sakit di masa-masa akhir, Nabi Muhammad (saw) berkata kepada putrinya Fatimah (ra):
“Setiap tahun, Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku. Tahun ini ia membacakannya dua kali. Ia juga memberi tahuku bahwa setiap nabi penerus hidup hingga setengah usia pendahulunya. Ia memberitahuku bahwa Isa bin Maryam, hidup hingga 120 tahun. Jadi, menurutku, aku mungkin hidup hingga sekitar 60 tahun.” (Mawahib-ud-Duniya by Qastalani, Vol. I, p. 42, Kanzul Ummal Vol. 6, p. 160)
Para Ulama
Imam Malik mengatakan bahwa Nabi isa telah wafat. (Majma Biharul Anwar, Vol. I, hal. 286). Pendapat Imam Bukhari, Ibnu Abbas dan para sahabat Rasulullah saw telah disebutkan sebelumnya.
Sanggahan Terhadap Argumen yang Mendukung Kenaikan Isa (as) ke Langit secara Fisik
ARGUMEN: Allah berfirman dalam Al-Quran:
وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۗوَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ ۗمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًاۢ ۙ بَلْ رَّفَعَهُ اللّٰهُ اِلَيْهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا
…padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang menurut mereka menyerupai (Isa). Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentangnya (pembunuhan Isa), selalu dalam keragu-raguan terhadapnya. Mereka benar-benar tidak mengetahui (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), kecuali mengikuti persangkaan belaka. (Jadi,) mereka tidak yakin telah membunuhnya. Akan tetapi, Allah telah mengangkatnya (Isa) ke hadirat-Nya. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisa [4]:158-159)
JAWABAN: Tidak masuk akal menganggap seseorang yang tidak dibunuh, atau dihukum mati dengan cara disalib, tentu telah naik ke langit secara jasmani. Apakah mereka percaya bahwa Nabi Musa (as) dan Rasulullah (saw) masih hidup di langit karena mereka tidak dibunuh atau dihukum mati dengan cara disalib?
Selain itu, kalimat وَمَا صَلَبُوْهُ wa maa shalabuuhu tidak menyangkal fakta bahwa Nabi Isa tetap dipaku di kayu salib, tetapi menyangkal ia wafat di salib, sebagaimana jelas dari kamus Bahasa Arab.
Mereka mengatakan, Salaba asy-syaia, yaitu ia membakar benda itu. Shalaba Idzoma artinya, ia mengeluarkan sumsum dari tulang-tulangnya. Shalabal lissa artinya ia menyalibkan pencuri, yaitu ia membunuhnya dengan cara tertentu yang terkenal (Lane & Aqrab).
Dalam penyaliban, seseroang dipaku pada rangka berbentuk salib, dan karena tidak diberi makan dan minum, ia perlahan-lahan mati karena rasa sakit, lapar, lelah dan kedinginan.
ARGUMEN: Kata-kata وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ dalam ayat 4:158 artinya adalah rupa Nabi Isa (as) telah diserupakan dengan orang lain—yaitu Yudas atau orang lain yang kemudian disalibkan menggantikan Nabi Isa (as).
JAWABAN: Hal yang menarik adalah tidak hanya ada satu kisah yang membahas tentang penyerupaan Nabi (as), tetapi ada beberapa kisah lainnya. Tetapi, para mufassir cerdas seperti Abu Hayyan telah membuang semua kisah tersebut.
Kata syubbiha artinya, ia dibuat agar nampak seperti, atau dibuat menyerupai. Sekarang muncul pertanyaan, siapa orang yang dibuat tampak “seperti orang yang disalibkan”? Jelas sosok tersebut adalah Nabi isa (as) yang ingin disalibkan dan dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Tidak ada orang lain yang dimaksudkan di sini, karena sama sekali tidak ada rujukan kepada orang lain dalam konteks ayat ini. Kita tidak dapat memutarbalikkan konteks ayat hanya untuk memberi ruang bagi adanya sosok lain yang sama sekali tidak disebutkan dalam ayat tersebut.
Lalu, seperti apa Nabi Isa (as) disamarkan? Konteks ayat ini memberikan penjelasan yang gamblang. Orang-orang Yahudi tidak membunuh beliau dengan cara disalib, tetapi ia dibuat agar nampak seperti ‘orang yang disalibkan’. Jadi orang-orang Yahudi memiliki anggapan yang keliru dengan berpikir bahwa Nabi Isa (as) sudah wafat. Jadi, Nabi Isa-lah yang dibuat menyerupai ‘orang yang disalibkan’. Penafsiran ini tidak hanya selaras dengan konteks ayat, tetapi juga didukung oleh fakta sejarah yang relevan.
Arti kedua kata syubbiha lahum adalah ‘masalah ini menjadi membingungkan bagi mereka.” Panafsiran ini juga didukung oleh sejarah, karena meskipun orang-orang Yahudi mengklaim bahwa mereka telah membunuh Nabi Isa (as) dengan menggantungnya di kayu salib, tetapi mereka tidak yakin akan hal itu karena keadaannya tidak jelas, tentu masalah ini menjadi membingungkan bagi mereka. Fakta bahwa orang-orang Yahudi sendiri tidak yakin apakah Nabi Isa (as) benar-benar telah wafat di kayu salib didukung oleh Alkitab dan fakta-fakta sejarah yang autentik.
ARGUMEN: Kata-kata dalam Surah 4:159 بَلْ رَّفَعَهُ اللّٰهُ اِلَيْهِ Bal Rafaahullahu ilahi – Melainkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya’ dengan jelas menunjukkan bahwa Allah telah mengangkat tubuh Nabi Isa (as) ke langit.
JAWABAN: Sebenarnya kalimat bahasa Arab yang dimaksud tidak lain artinya Allah telah meninggikan beliau (Isa as) di sisi-Nya. Di sini pengangkatan yang dimaksudkan adalah pengangkatan jiwa yang mana kaum Yahudi berupaya mencabutnya dengan cara membunuhnya melalui penyaliban, tetapi Allah menggagalkan rencana jahat mereka. Rincian kegagalan mereka telah dijelaskan di Bagian Awal tulisan ini.
Dalam Al-Qur’an, Hadits Rasulullah (saw), Kitab-kitab tafsir dan ungkapan-ungkapan bahasa Arab, setiap kali kata Rafa’a digunakan Allah untuk manusia, artinya selalu mengandung makna pengangkatan derajat dan kedekatan rohani, karena tidak ada tempat tinggal yang dapat atau pernah diberikan kepada Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Alquran: “Dan Dia-lah Allah, Tuhan di seluruh langit dan bumi.” (QS Al-An’am [6]:4). “Karena itu ke mana pun kamu menghadap, di sana ada wajah Allah.” (QS Al-Baqarah [2]:116). “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS Qaf [50]:17).
Oleh karena itu Rafa’a ilallah tidak mengharuskan pengangkatan fisik seseorang ke langit, melainkan Rafa’a di sini dicapai di bumi ini juga.
Sebenarnya kata Rafa’a tidak pernah digunakan dalam seluruh Al-Qur’an maupun dalam hadits-hadits Nabi Muhammad saw sebagai makna kenaikan fisik ke langit sebagaimana jelas dalam referensi berikut:
1. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهٗٓ اَخْلَدَ اِلَى الْاَرْضِ
Dan, seandainya Kami menghendaki niscaya Kami menginggikannya dengan tanda-tanda itu; akan tetapi ia cenderung ke bumi. (QS Al-A’raf [7]: 177)
Di sini para mufassir sepakat dalam penafsiran mereka tentang meninggikan derajat orang-orang yang dimaksud. Maksud ayat ini tidak pernah ke arah mengangkat orang yang dimaksud secara fisik ke surga.
2. وَّرَفَعْنٰهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Dan Kami telah mengangkatnya [Idris as] kepada derajat yang sangat tinggi. (QS Maryam [19]: 58). Demikian juga lihat 24:37; 80:14-15; 56:35; 58:12.
3. إِذَا تَوَاضَعَ الْعَبدُ رَفَعَهُ اللهُ إلى السَّمَاءِ السَّابِعَة (Kanzul Ummaal Vol. 2, page 53)
“Ketika seseorang menunjukkan kerendahan hati, Allah mengangkatnya ke langit ke tujuh.”
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa meskipun di sini digunakan kata السَّمَاء sebagai pengganti Allah, tetapi hadits tersebut tidak mungkin bermakna lain selain penghormatan dan pengagungan rohani.
Akankah kita menganggap bahwa setiap tindakan rendah hati akan menjadikan seseorang diangkat ke langit (surga) dalam arti harfiah, baik jasmani maupun rohani? Tentu saja tidak. Lalu mengapa kita menarik kesimpulan demikian dalam kasus Isa as? Mengapa beliau harus diangkat ke surga dalam keadaan hidup? Bukankah bumi ini cukup bagi beliau sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an:
اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ كِفَاتًاۙ اَحْيَاۤءً وَّاَمْوَاتًاۙ
“Apakah Kami tidak menjadikan bumi cukup menampung, yang hidup dan yang mati?” (QS Al-Mursalat [77]: 26-27)
4. Setiap Muslim mengetahui bahwa terdapat doa yang kita baca setiap shalat saat duduk di antara dua sujud; yaitu doa Warfa’ani (tinggikanlah aku beberapa derajat) (Kitab Ibnu Majah). Setiap Muslim memanjatkan doa ini dalam shalat mereka, tetapi pernahkan ada yang berpikir bahwa ia sedang berdoa supaya naik ke surga secara fisik? Atau adakah keraguan mengenai Rafa’a (peningkatan derajat) Nabi Muhammad saw, meskipun beliau tinggal di bumi ini?
5. Dalam tafsir Saafi, di bawah ayat Ma Muhammadun illa rasuul, qod kholat min qoblihir-Rusul (QS Ali Imran [3]:145), wafatnya Nabi Muhammad saw telah disebutkan dalam kalimat: Hatta idza da’a-Allahu Nabiyyahu, wa rafa’ahu ilaihi – sampai ketika Allah memanggil Nabi-Nya dan mengangkatnya ke sisi-Nya.
Sekarang kata-kata Rafa’ahu ilaihi yang digunakan untuk Rasulullah saw belum pernah ditasirkan sebagai kenaikan jasmani ke surga. Sungguh terlihat aneh dan seperti penistaan jika terhadap Rasulullah ditafsirkan sebagai pengangkatan derajat beliau, tetapi untuk Nabi Isa (as) ditafsirkan sebagai kenaikan secara jasmani ke surga?
ARGUMEN: Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاِنْ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهٖ قَبْلَ مَوْتِهٖ ۚوَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًاۚ
“Dan tidak ada seorang pun dari Ahlikitab melainkan akan tetap mempercayai peristiwa itu sebelum ajalnya; dan pada hari Kiamat, ia, Nabi Isa, akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS An-Nisa [4]: 160)
Karena tidak semua orang Yahudi dan Kristen beriman pada Isa (as), maka beliau pasti masih hidup dengan tubuh fisiknya di surga, dan setelah turun dari surga pada akhir zaman, beliau akan menjadikan mereka orang-orang beriman.
JAWABAN: Meskipun ayat 4:160 tidak menunjukkan bahwa Isa (as) saat ini duduk di langit dalam tubuh fisiknya, namun tetap saja ditarik kesimpulan yang fantastis. Namun, kita lupa bahwa jika Nabi Isa (as) diyakini masih hidup, maka semua orang Yahudi dan Kristen pun tidak dapat beriman kepada Nabi Isa (as); karena banyak generasi mereka telah meninggal. Bagaimana mereka bisa beriman? Jadi, jelaslah bahwa jika mereka semua harus beriman kepada Nabi Isa (as), maka harus diasumsikan bahwa orang-orang Yahudi dan Kristen juga hidup bersama beliau, yang tentu saja absurd. Kemudian jika penafsiran ini diterima sebagai dalil, maka hal ini akan menimbulkan kontradiksi dalam Al-Qur’an, sebagaimana jelas dalam keterangan berikut:
1 . بَلْ طَبَعَ اللّٰهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ
“…Melainkan Allah telah mencap hati mereka disebabkan kekafiran mereka. Maka tidaklah mereka beriman kecuali sedikit.” (QS An-Nisa [4]: 156)
2 . فَاَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ ۗ
“Maka Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka hingga hari Kiamat.” (QS Al-Maidah [5]:15)
3. “Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau secara wajar… dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. (QS Ali Imran [3]:56) Ayat-ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa semua orang Yahudi tidak akan percaya kepada Nabi Isa (as), oleh karena itu, penafsiran orang-orang Non-Ahmadi adalah keliru.
Terjemahan yang benar dari ayat 4:160 adalah: “Dan tidak seorang pun di antara ahli Kitab, melainkan akan beriman kepadanya (penyaliban Isa) sebelum kematiannya, dan pada Hari Kiamat, dia (Isa) akan menjadi saksi di antara mereka.”
Apa yang ayat tersebut tekankan adalah setiap orang Yahudi dan Kristen, sesuai keyakinan mereka akan terus beriman kepada wafatnya Nabi Isa (as) di kayu salib.
Orang Yahudi karena ingin menunjukkan bahwa menurut Ulangan 21:23, kutukan Allah menimpa Nabi Isa as, sedangkan orang Kristen karena ingin menegaskan doktrin penebusan dosa seperti disebutkan dalam Galatia 3: 13. Maka, kedua bangsa ini, terus berpegang pada kayakinan yang tidak masuk akal dan tak berdasar ini (kematian Yesus di kayu Salib) meskipun telah dibantah oleh akal sehat dan fakta sejarah yang kuat.
Upaya mengartikan kalimat la yu’minuuna bihi, qobla mautihi sebagai ‘akan beriman kepadanya (Isa) sebelum wafatnya (Isa)” sungguh menggelikan. Konteks ayat menolak gagasan tersebut, begitu pula pembacaan kedua ungkapan tersebut, begitu juga pembacaan kedua pernyataan tersebut, yaitu mautihi (kematiannya) yang diriwayatkan oleh Ubayy dalam Ibnu Jarir, Jil. 6, halaman 13.
ARGUMEN: Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاِذْ كَفَفْتُ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَنْكَ اِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ
“Dan ketika Aku menghalangi Bani Israil dari membunuh engkau ketika engkau datang kepada mereka dengan tanda-tanda yang nyata.” (QS Al-Ma’idah [5]:111)
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi bahkan tidak dapat menyentuh Nabi Isa a.s. Namun, jika diterima bahwa beliau digantung di kayu salib, tangannya berdarah, dan beliau diturunkan dari kayu salib setelah mengalami banyak penderitaan, maka ayat ini terbukti salah.
JAWABAN: Tidak ada satu kata pun yang menunjukkan bahwa Allah menahan orang-orang Yahudi dari melakukan kekerasan terhadap Nabi Isa (as), oleh karena itu, penerjemah Non-Ahmadi Allaama Yusuf Ali tidak punya pilihan lain selain menempatkan kata-kata “kekerasan terhadap” dalam tanda kurung.
Ayat tersebut tidak berarti bahwa Isa tidak mendapatkan penganiayaan di tangan musuh. Ungkapan serupa telah digunakan berkaitan dengan umat Islam awal dalam Al-Quran:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْٓا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْۚ
“Hai orang-orang yang beriman! Ingatlha nikmat Allah atasmu, ketika satu kaum bermaksud menjangkaukan tangan mereka terhadapmu, tetapi Dia telah menahan tangan mereka darimu.” (QS Al-Maidah [5]:12) Namun, sudah menjadi fakta umum bahwa umat Islam mengalami ujian dan penderitaan yang hebat.
Sebenarnya, ayat (5:111) menjelaskan upaya orang-orang Yahudi untuk membunuh Nabi Isa (as) di kayu salib, yang kemudian diselamatkan oleh Allah dari kematian terkutuk. Perlindungan serupa dijanjikan kepada Rasulullah saw (dalam 5:68), tetapi tidak berarti bahwa musuh-musuh beliau tidak akan dibiarkan untuk menyakiti beliau secara fisik. Hal ini artinya mereka tidak akan dibiarkan mengambil nyawa beliau sehingga menjadikannya tidak layak dalam menjalankan misi beliau.
ARGUMEN: Nabi Muhammad saw. diriwayatkan bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
Bagaimana sikap kalian jika Ibnu Maryam turun di tengah-tengah kalian dan menjadi imam kalian? (Bukhari, Kitabu Ahaditsul Anbiya, Bab Nuzuulu ‘Isa ibn Maryam). Kata ‘Nuzul’ menurut pendapat mereka menunjukkan bahwa Nabi Isa as akan turun secara fisik dari surga, sehingga beliau secara fisik hidup di surga. Selain itu, Nabi Muhammad saw bersabda bahwa putra bin Marya akan datang, sehingga pastilah Nabi Isa (as) sendiri yang akan datang.
JAWABAN: Pertama-tama, dalam hadits tersebut tidak ada disebutkan kata minas-samaa (dari langit). Tidak diragukan lagi ada dua hal yang perlu dijelaskan: pertama, nuzuul dan kedua adalah Ibn Maryam. Perlu diingat bahwa kata Nazala dapat berarti ‘ia turun’ tetapi tidak dapat diartikan ‘ia turun secara fisik dari langit’. Tidak ada sedikit pun pembenaran untuk hal ini.
Kata yang sama digunakan untuk menjelaskan kedatangan Rasulullah (saw). Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكُمْ ذِكْرًاۙ رَّسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ مُبَيِّنٰتٍ
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu seorang Pemberi ingat, seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan. (QS At-Talaq [65]:11-12) Namun, tidak seorang pun dapat mengatakan bahwa Rasulullah (saw) turun dari langit secara fisik.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman:
وَاَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ
Dan Kami menurunkan besi. (QS Al-Hadid [57]: 26) dan kita tahu bahwa besi tidak dijatuhkan dari langit. Demikian pula kata nuzuul telah disebutkan untuk ternak (QS 39:7), pakaian (QS 7:27). Bahkan digunakan untuk segala hal dimana Allah Ta’ala berfirman:
وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا عِنْدَنَا خَزَاۤىِٕنُهٗ وَمَا نُنَزِّلُهٗٓ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُوْمٍ
“Dan tiada suatu benda pun melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan tidaklah Kami menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu.” (QS [15]:22)
Oleh karena itu, tampak bahwa segala sesuatu di alam ini berasal dari Tuhan—dianugerahkan oleh Tuhan—namun tidak jatuh dari Surga. Penciptaan mereka terjadi di dunia ini. Oleh karena itu, kata nuzuul (turun), ketika digunakan untuk kedatangan Nabi Isa (as), tidak memiliki arti lain. Kata ini hanya menunjukkan signifikansi dan keberkahan spiritual Masih Mau’ud. Kata ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau akan turun secara fisik dari langit ke dunia.
Sebutan Ibnu Maryam—Putra Maryam
Karena Imam yang dijanjikan adalah Nabi Isa, maka Nabi Muhammad saw menyebutnya putra Maryam. Nama seseorang umumnya diberikan kepada orang lain ketika terdapat kemiripan yang mencolok di antara keduanya. Abu Sufyan setelah bertemu Heraklius berkata kepada para sahabatnya,
لَقَدْ أَمِرَ أَمْرُ ابْنِ أَبِي كَبْشَةَ، إِنَّهُ يَخَافُهُ مَلِكُ بَنِي الأَصْفَرِ.
Sungguh, Ibnu Abi Kabsha telah berhasil karena Raja Bani Al-Asfar takut kepadanya. (HR Bukhari, Kitabul Jihad was-siyar)
Semua orang mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw bukanlah putra Abi Kabyah, tetapi Abu Sufyan menyebutnya demikian karena beliau meyakini Keesaan Tuhan seperti putra Abi Kabsyah.
Metafora tersebar di semua bahasa. Bukankah sebuah fakta bahwa orang yang unggul dalam amal kebaikan secara metafora disebut Hatim ath-Tha’i? Jika nama Ibnu Maryam adalah nama seseorang yang dikenal, bukankah Hatam adalah nama seseorang yang dikenal? Jika dengan menyematkan nama kepada orang lain, tidak akan ada orang yang tertipu dan mengira bahwa orang itu benar-benar Hatam yang asli. Apakah kita harus berpikir bahwa ketika sosok yang dijanjikan bernama Isa bin Maryam maka ia pasti Nabi Isa (as) yang asli yang muncul hampir 2000 tahun yang lalu?
Oleh karena itu, ketika diriwayatkan dalam hadits bahwa Isa putra Maryam akan datang, maka jangan diartikan secara harfiah tetapi dipahami dalam arti metaforis seperti yang telah ditafsirkan oleh seorang ulama yang sangat dihormati, Muhyuddin Ibn Arabi, ketika dia berkata: “Turunnya dia di akhir zaman akan dengan tubuh yang berbeda.” (Tafsir Araisul Bayan, Vol. I, h. 262)
Maka kesimpulan yang dibuat oleh orang-orang Non-Ahmadi dari hadis Bukhari yang dikutip di atas untuk membuktikan kehidupan fisik Nabi Isa (as) di surga sama sekali bertentangan dengan ajaran Al-Quran, metafora yang umum, dan status ketinggian rohani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sumber: Alislam.org
Penerjemah: Jusmansyah