Peristiwa penyaliban Nabi Isa memiliki banyak penafsiran dan pendapat. Umat Islam umumnya berpendapat bahwa Nabi Isa tidak terbunuh dan tidak disalibkan tetapi langsung diangkat ke atas langit dan akan turun di akhir zaman. Sementara umat Kristiani berpendapat bahwa Nabi Isa (Yesus) disalibkan dan wafat, tetapi hidup kembali dan pergi ke langit dan duduk di sebelah kanan sang Bapak, beliau juga dianggap Tuhan dan di akhir zaman ia akan turun kembali ke dunia untuk menghakimi manusia.
Muslim Ahmadi percaya bahwa Nabi Isa tidak diangkat ke langit melainkan selamat dari penyaliban karena ia diturunkan dari salib dalam keadaan tidak sadarkan diri – bukan kematian. Berikut beberapa fakta bahwa Nabi Isa selamat dari Penyaliban.
Tanda Nabi Yunus
Nabi Isa (as) pernah menubuatkan bahwa beliau akan selamat seperti Nabi Yunus.
Keselamatan – Bukan Kebangkitan
Tanda-tanda Yunus yang tertulis di Injil:
“Maka atas perintah Tuhan seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.” (Yunus 1:17)
“Berdoalah Yunus kepada Tuhan, dari dalam perut ikan itu. Katanya: Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawabku, dari kedalaman kubur aku berteriak, dan Engkau mendengarkan suaraku.” (Yunus 2:1,2)
Tanda yang diberikan kepada orang Niniwe oleh Nabi Yunus a.s adalah beliau diselamatkan dari kematian. Beliau berada dalam kondisi kritis selama beberapa waktu, tapi akhirnya sembuh. Beliau masuk dalam perut ikan secara hidup, bertahan hidup berhari-hari, dan keluar juga secara hidup-hidup.
Nasib yang sama telah dinubuatkan terhadap Nabi Isa (as). Beliau akan memasuki makam hidup-hidup, tetap selama berhari-hari, dan keluar hidup-hidup. Jika Nabi Isa (as) wafat, maka tidak akan ada kemiripan dengan Yunus as.
Kisah Nabi Yunus a.d adalah cerita keselamatan – bukan kebangkitan.
Doa di Taman Getsemani
Nabi Isa (as) berdoa agar diselamatkan dari kematian di kayu salib.
Ketika Nabi Isa (as) menyadari tidak ada cara untuk menghindari rencana licik orang Yahudi untuk menghukum beliau dengan disalib, Nabi Isa (as) berdoa dengan sungguh-sungguh ‘untuk menghapus cawan kematian’ di kayu salib (Markus 14:36).
Nabi Isa (as) memiliki keyakinan penuh bahwa doa-doanya di Taman Getsemani akan diterima karena beliau sendiri memberi tahu murid-muridnya:
“Jika engkau percaya, engkau akan menerima apapun yang engkau minta dalam doa” (Matius 21:22).
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,atau memberi ular, jika ia meminta ikan?” (Matius 7:7-10)
Tuhan Menerima Doa Nabi Isa
Doa di Taman Getsemani adalah doa terpenting dan agung yang dipanjatkan oleh Nabi Isa (as), dan digambarkan dengan sangat jelas di dalam Injil. Tidak mungkin doa semacam itu tidak mencapai singgasana Tuhan, terutama saat Nabi Isa (as) mengajarkan kepada murid-muridnya tentang kekuatan doa.
Tidak perlu diragukan, Injil pun memberi bukti bahwa doa Nabi Isa (as) diterima. Injil Lukas menyatakan bahwa malaikat datang dari Surga “menguatkan dia” (Lukas 22:43). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan telah mendengar ketulusan doa Nabi Isa (as).
Setelah berdoa di taman, Nabi Isa (as) ditangkap. Salah seorang pengikutnya menghunus pedang, memukul pelayan seorang imam besar dan memotong telinganya. Nabi Isa (as) dengan keras memarahi pengikutnya itu dan berkata:
“Orang-orang yang menggunakan pedang akan dibunuh oleh pedang. Tidakkah kamu sadar bahwa aku dapat meminta kepada Bapa-Ku agar ribuan malaikat melindungi kita, dan Dia akan akan dapat segera mengirim mereka?” (Matius 26: 52-53).
Ini menunjukkan bahwa Nabi Isa (as) yakin sepenuhnya bahwa doanya akan diterima dan menyerahkan semua keadaan di tangan Tuhan, tanpa perlu untuk membela diri.
Akhirnya, ketika kematian tampak dekat dan beliau menderita di kayu salib, beliau berseru “Eli Eli lama sabachthani” (Ya Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan aku?) (Matius 27: 45-46) karena Nabi Isa (as) tidak menyangka akan mengalami penderitaan seberat ini. Beliau sepenuhnya percaya bahwa doanya akan diterima.
Rencana Pilatus
Pilatus bersimpati, dan berencana untuk menyelamatkan Nabi Isa (as).
Pilatus Meyakini Yesus tidak bersalah
Pernyataan penting dalam Perjanjian Baru adalah Pontius Pilatus meyakini bahwa Nabi Isa (as) tidak bersalah dan ia tidak ingin beliau dieksekusi. Salah satu yang mempengaruhinya adalah mimpi Istri Pilatus yang meyakinkannya bahwa Nabi Isa (as) tidak bersalah, dan pesan yang disampaikannya kepada Pilatus adalah “tinggalkan orang yang tidak bersalah itu” (Matius 27:19).
Tetapi karena kerusuhan yang semakin memuncak, akhirnya Pilatus menyetujui permintaan orang-orang Yahudi supaya Nabi Isa (as) disalibkan. Namun dia kemudian meminta semangkuk air dan mencuci tangannya di depan orang banyak dan berseru “Saya tidak bertanggung jawab atas kematian orang ini! Itu urusan kalian!” (Matius 27:24).
Rencana untuk Menyelamatkan Nabi Isa (as)
Analisa terhadap Injil jelas menunjukkan bahwa Pilatus memiliki niat untuk menyelamatkan hidup Nabi Isa (as) dengan segala kemampuannya, sambil mencoba menaati prosedur hukuman sebagaimana diamanatkan oleh hukum Romawi. Tiga poin penting dapat dicatat:
Pilatus menetapkan hari penyaliban tepat sebelum hari Sabat, karena hukum Yahudi secara khusus melarang adanya tubuh yang digantung di kayu salib pada awal hari Sabat. Kematian di atas salib seharusnya tidak akan terjadi dalam waktu singkat selama 6 jam.
Ketika tiba saatnya untuk menurunkan Nabi Isa (as) dan dua orang lainnya dari kayu salib, orang-orang Yahudi meminta Pilatus untuk mematahkan kaki Yesus (Yohanes 19:31). Namun perwira yang bertindak atas perintah Pilatus tidak mematahkan kaki Yesus (Yohanes 19:33). Karena ia telah mengambil langkah-langkah pencegahan ini, ia terkejut ketika diberitahu bahwa Yesus “sudah mati” (Markus 15:44).
Dalam hukum Romawi, seharusnya mayat yang sudah diturunkan dari kayu salib dan dibiarkan menjadi mangsa hewan dan membusuk oleh alam. Namun Pilatus mengizinkan sesuatu yang cukup menarik untuk dilakukan yang menyimpang dari aturan. Pilatus mengizinkan Nabi Isa (as) diberikan kepada sahabat-sahabatnya bukan kepada para musuh beliau.
Kaki yang Tidak Patah
Kami yang tidak dipatahkan akan mencegah kematian karena kesulitan pernapasan.
Terselamatkan dari Pukulan Keras
Setelah Nabi Isa (as) diduga ‘mati’ di kayu salib seorang tentara Romawi membuat keputusan untuk tidak mematahkan kaki Nabi Isa (as) saat di kayu salib. Kejadian itu menggenapi nubuatan dan bukan tanpa makna.
Injil Yohanes (19:36) mengatakan bahwa Kitab Suci telah digenapi (berdasarkan Mazmur 34:20) – tulangnya tidak akan dipatahkan. Tentara Romawi tidak mau repot-repot mematahkan kaki Nabi Isa (as) untuk mempercepat kematian karena dia mengira Nabi Isa (as) sudah meninggal. Mematahkan kaki akan sangat menyiksa, karena trauma berat kehilangan darah dan syok hipovolemik karena mematahkan salah satu tulang besar di tubuh, tibia, di setiap kaki.
Perhatian Alkitab untuk tidak mematahkan kaki hanya bisa bermakna jika tubuh itu masih hidup – sebaliknya menjadi tidak berarti jika Nabi Isa (as) dinyatakan sudah mati. Bacaan lebih lengkap dari Mazmur 34, ayat 19 dan 20 menggarisbawahi hal itu:
“Banyaklah penderitaan orang baik, tetapi TUHAN membebaskan dia dari semuanya. Tubuhnya tetap dijaga TUHAN, dari tulangnya tak satu pun dipatahkan.”
Darah dan Air
Semburan dari luka tombak sebagai tanda jantung yang masih berdetak.
Mayat tidak Mengeluarkan Darah
Sebuah informasi penting disebutkan dalam Injil Yohanes yang mendukung pandangan bahwa Nabi Isa (as) tidak mati di kayu salib:
“Seorang dari antara prajurit itu menikam sisi tubuh Yesus dengan tombak, dan segera menyembur keluar darah dan air.” (Yohanes 19:34)
Darah yang menyembur keluar adalah pertanda sirkulasi darah yang masih bagus, saat tombak melukai arteri. Kata-kata ‘semburan’ menyiratkan tekanan darah. ‘Air’ kemungkinan merupakan cairan pleura, yang ada di antara tulang rusuk dan paru-paru.
Karena mayat tidak mengeluarkan darah, ayat yang dikutip tersebut menjadi masalah setidaknya bagi seorang Bapa Gereja, Origen. Dalam menafsirkan Yohanes 19:34, dia mengakui bahwa umumnya darah membeku setelah kematian, namun aliran darah dalam kasus ini merupakan mukjizat dan karenanya tidak memerlukan penjelasan. (Contra Celsus, oleh Origen, diterjemahkan oleh H. Chadwick, Cambridge U).
Tombak yang ditusukkan ke sisi tubuh Nabi Isa (as) tidak dimaksudkan sebagai sebuah serangan untuk membunuh, namun untuk mencari indikasi kematian (yang sebenarnya tidak akurat). Jika niatnya untuk membunuh, tentara tersebut seharusnya menikam bagian depan dada untuk melukai jantung. Bagaimanapun, jika seseorang tidak disalibkan untuk jangka waktu yang lama, kematiannya biasanya disebabkan karena patah kaki, seperti yang dilakukan terhadap orang yang disalib bersamaan dengan Nabi Isa (as).
Melanggar Aturan
Kesaksian Injil yang harus digarisbawahi adalah tidak konsistennya tindakan seorang perwira Romawi yang ingin memastikan kematian Nabi Isa (as). Di satu sisi, perwira tersebut melihat bahwa Nabi Isa (as) ‘sudah mati’ sehingga dia tidak merasa perlu untuk mematahkan kakinya karena ada tuntutan orang-orang Yahudi untuk mempercepat kematian Nabi Isa (as) dengan menghancurkan tulang-tulangnya karena hari Sabat (Yohanes 19:31) yang merupakan protokol standar. Di sisi lain perwira itu menusuk sisi tubuh Nabi Isa (as). Apakah ini dilakukan untuk menyebabkan kematian bila ia tidak yakin Nabi Isa (as) sudah mati? Jika demikian, mengapa dia tidak mematahkan kaki Nabi Isa (as) sesuai tata cara standar? Hal ini membuat kita berasumsi bahwa ada unsur simpati setidaknya dari beberapa orang Romawi, dimulai dari Pilatus dan menurunkan simpati tersebut melalui rantai komando.
Dikatakan bahwa algojo Romawi adalah orang-orang yang dingin, brutal dan ahli dalam membunuh orang. Tetapi kita menjumpai beberapa ketidak-konsistenan dalam tindakan dari dokumen-dokumen tentang perwira itu, kita juga melihat rasa simpati dari seorang perwira romawi dan bahkan seorang pengikut setia Nabi Isa (as), hal itu dapat kita ketahui dari perkataannya saat ia melihat pada salib di mana Nabi Isa (as) diduga meninggal: “Sesungguhnya orang ini adalah Anak Tuhan” (Markus 15:39).
Durasi Singkat
Kematian di kayu salib seharusnya dilakukan berhari-hari, bukan berjam-jam.
Kematian oleh Penyaliban Seharusnya Berlangsung Berhari-hari
Ketika dugaan kematian Nabi Isa (as) sampai ke telinga Pilatus, dia terkejut saat mengetahui bahwa Nabi Isa (as) telah meninggal begitu cepat (Markus 15:44). Kesaksiannya sangat penting dalam pengungkapan kebenaran. Beliau nampaknya sosok yang memiliki lebih banyak pengetahuan di zamannya tentang sifat hukuman penyaliban karena mungkin mengatur banyak penyaliban semacam itu.
Meskipun banyak rincian-rincian tentang penyaliban telah hilang saat berakhirnya Kekaisaran Romawi, terdapat banyak catatan yang menunjukkan bahwa hukuman penyaliban ini seharusnya memakan waktu setidaknya dua sampai tiga hari untuk membunuh seseorang. Sebagai contoh, ada sebuah kesaksian yang berasal dari sejarawan Flavius Josephus pada abad pertama masehi yang menggambarkan orang-orang yang selamat dari penyaliban. Seorang penulis, Plutarch (sekitar tahun 75 masehi) menyebutkan beberapa orang dapat bertahan sekitar sepuluh hari di atas kayu salib.
New Bible Dictionary juga menyimpulkan berdasarkan fakta sejarah penyaliban bahwa “kematian dengan metode ini biasanya memakan waktu lama, beberapa kasus memakan waktu sampai 36 jam, dan kadang-kadang sampai sembilan hari” (1962 ed, Intervarsity Press, Page 282).
Ramuan Herbal
Untuk mengobati orang hidup – bukan untuk membalsem orang mati.
Gaharu dan Mur
Setelah penyaliban, tubuh Nabi Isa (as) diberikan kepada murid-muridnya, Yusuf Arimatea dan Nikodemus.
Injil Yohanes mencatat bahwa Nikodemus membawa mur dan gaharu “sekitar tiga puluh kilogram” (Yohanes 19:39). Tanaman-tanaman ini, terutama gaharu digunakan sebagai obat dan dioleskan pada luka. Gaharu digunakan secara luas dalam banyak budaya kuno bahkan sampai hari ini untuk meringankan sakit pada luka luar. Tabib Romawi Pedanius Dioscrorides (tahun 75 masehi) merekomendasikan gaharu untuk luka dan gangguan kulit. Guru Alexander Agung, Aristoteles, membujuk Alexander Agung untuk menaklukkan pulau Socotra agar dapat memanen tanaman gaharu untuk merawat tentara yang terluka.
Menariknya, buku teks pengobatan abad pertengahan dari daerah timur (Persia, tahun 1025) berjudul Canon of Medicine oleh Avicenna menyebutkan salep yang disebut Marhami Isa (Salep Yesus).
Penyangkalan Nabi Isa
Nabi Isa menyangkal dirinya sebagai penampakan roh, dengan memperlihatkan bekas luka dan meminta makanan.
Terluka, tetapi Masih Hidup
Setelah penyaliban, Nabi Isa (as) berada dalam perawatan para pengikut setia yang membawanya ke sebuah makam yang luas.
Jika seorang selamat dari hukuman mati, kita akan berpikir bahwa orang seperti itu pasti memiliki bukti luka yang jelas di tubuhnya. Kita akan menduga ia diam dan menjauh dari tempat penyalibannya, karena bisa saja orang tersebut ketahuan oleh para tentara dan ditangkap kembali. Ketakutan akan ditunjukkan oleh para pengikutnya karena khawatir kepada tuan mereka.
Kesaksian Injil dengan tepat mengarah pada kesimpulan ini.
Nabi Isa (as) menunjukkan luka-lukanya kepada Thomas (Yohanes 20: 25-7), hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak memiliki tubuh supranatural yang dapat hidup kembali, namun tubuh manusia yang penuh luka.
Nabi Isa (as) buru-buru pergi jauh dari area tersebut dan memilih untuk hanya bertemu dengan pengikut terdekatnya:
“Berilah tahu saudara-saudaraku untuk pergi ke Galilea, dan mereka akan melihat aku di sana” (Matius 28:10).
Para pengikut Nabi Isa (as) merasa ketakutan sampai-sampai mereka memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun tentang kemunculan Nabi Isa (as) dari makam (Markus 16: 8).
Tidak sekali pun Nabi Isa (as) tampil di hadapan para penganiaya atau berjalan melalui pusat kota Yerusalem meminta orang-orang untuk menerimanya sebagai Almasih yang telah bangkit yang telah menebus dosa-dosa mereka.
Faktanya Nabi Isa (as) hanyalah manusia dalam tubuh duniawi dengan daging dan tulangnya (Lukas 24:39) yang menderita rasa lapar (Lukas 24:41) dan bersembunyi dari perhatian banyak orang. Untuk meyakinkan murid-muridnya bahwa dia memiliki tubuh terluka yang sama, Nabi Isa (as) menunjukkan bahwa dia tidak pernah mati saat Tuhan menyelamatkan dia dari cobaan tersebut seperti Yunus keluar hidup-hidup dari perut ikan. (lihat “Tanda Yunus”)
Sumber: Alislam.org – Jesus – A Humble Prophet of God
Penerjemah: Khaerani Adenan