Doktrin-doktrin dasar Gereja Kristen didasarkan pada kematian Yesus di Kayu Salib, kebangkitannya dan kenaikan tubuhnya ke surga. Meskipun umat Kristen terus menerus menyebarkan cerita-cerita fiksi ini, hanya sedikit pemikir bahkan dari negara-negara Kristen ini yang percaya atau berani menegaskan keaslian sejarah dari peristiwa ini. Bahkan tidak ada pertimbangan prima fasie (bukti awal) untuk mendukung teori kematian di Kayu Salib dan tidak ada bukti kuat yang mendukung fenomena tidak wajar dari kebangkitan dan kenaikan ke surga.
Bahkan Injil sendiri memberikan sanggahan yang sangat kuat terhadap mitos-mitos ini. Doktrin dasar Gereja adalah, Yesus sebagai Anak Allah menampakkan diri ke dalam wujud manusia untuk menanggung ke atas dirinya beban dosa-dosa manusia yang telah terkumpul dan menebusnya di Kayu Salib; sehingga umat manusia dapat memperoleh keselamatan melalui keyakinan pada penebusan.
Sebagai anak Allah dan melalui kematiannya di kayu Salib, ia menjadi “terkutuk” demi umat manusia dan tetap dalam kondisi itu selama tiga hari untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Kemudian dia hidup kembali dan naik ke surga secara jasmani. Dia akan turun kembali ke bumi di akhir zaman dan menghakimi umat manusia.
Tidak ada satu pun perkataan maupun ajaran Yesus yang otentik yang mendukung atau membenarkan semua ini. Menurutnya, dia adalah seorang nabi yang diangkat di antara Bani Israil khususnya untuk membimbing ‘domba Bani Israil yang hilang’ (Mattius 15:24).
Doa Penuh Keperihan di Taman Getsemani
Jika benar bahwa Yesus benar-benar Allah dan satu-satunya tujuan perjalanannya di bumi adalah untuk menebus dosa manusia di kayu salib, maka ia tidak akan berdoa dengan penuh penderitaan dan meminta murid-muridnya untuk berdoa di Taman Getsemani ‘agar jika mungkin cawan (kematian di Kayu Salib) dapat dijauhkan’ (Matius 26:39). Yesus percaya bahwa Tuhan mendengar doa-doanya. Dia pasti percaya bahwa doa ini juga akan didengar. Jika seluruh tujuan kedatangannya adalah untuk menebus dosa-dosa umat manusia melalui kematiannya di Kayu Salib, mengapa ada doa yang menyakitkan ini supaya terhindar dari kematian seperti itu? Doa yang penuh keperihan ini adalah sanggahan kuat terhadap seluruh aggapan seputar tujuan kedatangannya.
Yesus tentunya pasti telah menerima jaminan Tuhan untuk membebaskannya (dari maut) sebagai jawaban atas doa-doanya (Ibrani 5:7). Sebab, ketika sebagai manusia biasa, ia merasakan bahwa semua kesempatan untuk dibebaskan dari kematian yang memalukan dan menyakitkan di kayu salip telah lenyap, ia dihinggapi kekhawatiran jangan-jangan ada kelalaian di sisi beliau yang dapat menggagalkan tujuan yang telah dipastikan Tuhan untuk membebaskannya setelah ia berdoa dengan sungguh-sungguh di Taman Getsemani. Hal ini menimbulkan penderitaan baru dan ia berseru, ‘Tuhanku, Tuhanku! Mengapa Engkau meninggalkan Aku‘? (Matius 27:46)
Jika kematian Yesus di Kayu Salib adalah penggenapan dari tujuan diutusnya beliau untuk umat manusia, maka kematian yang kini mengintainya dan ia akan dengan cepat tidak sadarkan diri, akan disambutnya dengan gembira bahwa ia sekarang hampir memenuhi tujuan kedatangannya, dan dalam beberapa jam tujuan itu akan terpenuhi sepenuhnya.
Jika demikian, maka seruannya bukanlah berupa seruan kesedihan dan putus asa, tetapi akan menjadi teriakan kegembiraan. Ia akan berseru, ‘Wahai kemuliaan! Wahai kemuliaan! Tujuan telah terpenuhi. Umat manusia ditebus melalui aku‘, bukannya berseru ‘Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkanku’.
Seandainya ia mati di Kayu Salib dan hidup kembali, dia akan pergi ke tempat yang paling tinggi di Yerusalem dan memproklamirkan kemenangannya atas kematian kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya, dan mengemukakan bukti yang tak terbantahkan bahwa dia adalah anak Allah kemudian mengundang mereka untuk percaya kepadanya.
Tetapi ia tidak melakukan hal ini. Sebaliknya ia bertemu dengan murid-muridnya beberapa kali untuk meyakinkan mereka tentang fakta bahwa dia tidak mati di kayu salib, tidak menjadi “terkutuk” dan masih hidup dalam tubuh fisiknya (Matius 28: 9,10). Dia memerintahkan para murid untuk tidak menyebarkan berita tentang dia, dan dia mengambil Tindakan pencegahan untuk bertemu mereka hanya secara rahasia (Matius 23:19). Tidak ada satu contoh pun yang tercatat tentang orang Yahudi atau non Yahudi masa kini yang percaya bahwa ia telah mati dan hidup kembali, namun jika memang demikian, mukjizat mana lagi yang lebih besar yang ingin dilihat oleh setiap orang? Semua ini sepenuhnya membantah pernyataan bahwa kematian di kayu salib adalah tujuan kedatangannya dan tujuan itu telah digenapi.
Keselamatan itu Dengan Mengikuti Hukum Musa
Yesus sendiri tidak pernah mengajarkan hal ini. Ia menegaskan bahwa jalan menuju keselamatan adalah dengan menaati “Hukum dan para nabi”. Hukum yang mana? Jelas Hukum Musa. Nabi yang mana? Jelas nabi-nabi Bani Israil yang menggantikan. Beliau menegaskan kembali bahwa ia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya. ‘selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat‘. (Matius 5:17,18). Dia menasihati murid-murid dan pengikutnya untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh para ahli Taurat dan orang Farisi, karena mereka duduk di kursi Musa dan dengan demikian menjadi penafsir resmi Hukum Musa, meskipun ia memperingatkan agar tidak meniru perbuatan mereka karena “mereka mengajarkan dan tidak melakukannya.” (Matius 23:2,3)
Seluruh doktrin yang didasarkan pada hukum yang terkutuk dan keselamatan hanya melalui penebusan, merupakan inovasi di kemudian hari dan tidak didukung apapun dari perkataan dan perbuatan Yesus.
Hakikat penyebutan Anak Allah
Dikatakan bahwa Yesus menggambarkan dirinya sebagai anak Allah; padahal jelas hal ini merupakan metafora yang umum digunakan dalam kitap suci. Ketika dituduh melakukan hal ini, dia berbalik kepada para penuduhnya dengan mengatakan bahwa ketika orang-orang yang menerima Firman Tuhan disebut sebagai Tuhan atau bahkan anak sulung Tuhan, mengapa beliau dituduh melakukan penghujatan karena menggunakan kata-kata seperti itu? Jika mereka memiliki hak untuk menjelaskannya secara metafora mengapa Yesus tidak memiliki hak? (Yohanes 10:34, 35).
Alkitab menggambarkan Israel (Yakub) sebagai anak Allah bahkan “anak sulung” (Keluaran 4:22). Para pembawa damai digambarkan sebagai “anak-anak Allah” (Matius: 5). Dalam doa Bapa Kami, Allah dipanggil oleh umat beriman sebagai Bapa, dengan umat beriman adalah anak-anak Allah. Alkitab sering menggunakan ungkapan ini secara metafora untuk menggambarkan orang-orang pilihan Tuhan, orang-orang benar, bahkan seluruh umat manusia.
Yesus telah mengumumkan bahwa angkatan (generasi) yang ‘jahat dan durhaka’ tidak akan diberi tanda apa pun selain tanda nabi Yunus. (Matius 16:4). Perlu diketahui bahwa Nabi Yunus masuk ke perut ikan paus dalam keadaan hidup, dan bertahan hidup di sana dalam keadaan pingsan, dan muncul (bertahan) dalam keadaan hidup. Demikian pula halnya dengan Yesus yang diturunkan dari salib dalam keadaan hidup (pingsan), tetap hidup di dalam makam gua dan muncul kembali dari sana dalam kondisi hidup. Jika beliau mati di kayu salib, maka tidak ada kemiripan antara kondisi beliau dengan peritiwa Nabi Yunus, kecuali jika kita juga percaya bahwa Nabi Yunus mati di dalam perut ikan paus dan hidup kembali setelah keluar dari sana; sebuah teori yang hampir tidak akan diterima oleh Gereja. (Yunus pasal 2).
Penting untuk diketahui bahwa teks Perjanjian Baru Revised Standard Version (1946), yang diterbitkan oleh Thomas Nelson and Sons, New York, tidak lagi menyebutkan kenaikan jasmani Yesus ke surga.
Umat Islam percaya, seperti yang diajarkan Al-Qur’an bahwa Yesus adalah seorang Nabi yang benar yang dibangkitkan oleh Tuhan di antara Bani Israil. Beliau sendiri menegaskan hal itu, dan jika orang Yahudi menolaknya kerajaan surga akan berpindah ke bangsa lain. Oleh karena itu, kenabian berakhir di antara suku Bani Israil dan ‘Roh Kebenaran’ akan dibangkitkan dari antara keturunan Ismail, yaitu dari antara saudara-saudara Israel.” (Ulangan 18:18). Ia adalah Nabi Pembawa Syariat terakhir, dan syariat yang diturunkan kepadanya dalam bentuk Firman Tuhan (Al-Qur’an) adalah ‘seluruh kebenaran’ yang menuntut umat manusia, sebagaimana dikatakan oleh Yesus. (Yohanes, 16:13)
Doa Yesus yang sungguh-sungguh di taman Getsemani, tangisan pilu di kayu salib, tindakan pencegahan dilakukannya ketika bertemu murid-muridnya setelah pemulihan dari pingsan yang dialaminya saat disalibkan – semuanya sesuai dengan kebenaran seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an. Doa di taman Getsemani didasari oleh keinginan alami Yesus untuk terhindar dari kehinaan dan penderitaan kematian di kayu salib. Keinginan ini semakin kuat ketika dia menyadari bahwa jika orang-orang Yahudi berhasil mematikannya di kayu salib, mereka akan terus mengklaim, seperti yang mereka lakukan sampai hari ini, bahwa Yesus yang mati di kayu salib menjadi ‘terkutuk’ dan karenanya ia tidak mungkin menjadi seorang nabi yang benar. (Ulangan 21:23)
Jauh dari keinginan untuk menjadi “terkutuk” demi umat manusia, Yesus justru sangat ingin terbebas dari stigma semacam itu, demi umatnya, sehingga hal ini tidak menjadi penghalang permanen bagi mereka untuk menerimanya sebagai nabi yang benar.
Gagasan untuk menjadi ‘terkutuk’ bahkan untuk waktu yang singkat demi umat manusia begitu asing dalam pikirannya sehingga ia meyakinkan bahwa salah satu dari dua pencuri yang disalibkan pada saat yang sama dengannya akan bersamanya di Firdaus pada hari itu juga. Pada saat itu Yesus yang menyadari bahwa tidak ada jalan keluar untuk menyelamatkan diri, mulai berdamai dengan kematian di depan mata jika itu adalah kehendak Tuhan yang ghaib, meskipun ia masih takut akan dampak mengerikan bagi orang Yahudi, jika dia pernah menjadi “terkutuk” di mata mereka. Maka dia meyakinkan pencuri itu bahwa jika mereka berdua menyeberangi lembah bayang-bayang kematian pada hari itu, mereka akan bersama-sama di surga! (Lukas 23:43).
Bahkan pada saat tubuh Yesus hendak diturunkan dari kayu salib untuk diserahkan kepada Yusuf dari Arimatea dan ditusuk lambung (mungkin di daerah pleura) oleh seorang prajurit Romawi dengan tombaknya, darah dan air keluar, sebuah bukti kuat bahwa hidupnya belum berakhir. (Yohanes 19:34)
Meninggal di Kashmir
Oleh karena itu, dapat diterima sebagai sesuatu yang tidak dapat dibantah bahwa Yesus tidak mati di kayu salib. Dia pingsan ketika tubuhnya diturunkan dari salib. Ia dirawat dengan penuh kasih sayang dan dioleskan salep penyembuh serta ramuan herbal pada luka-lukanya, sehingga ia pulih pada hari ketiga untuk dapat meninggalkan makam gua.
Setelah itu ia bertemu dengan murid-muridnya pada berbagai kesempatan (ada banyak kebingungan mengenai hal ini dalam kisah Injil), dengan selalu berhati-hati, agar kehadirannya di antara mereka dan selamatnya beliau dari kematian, tidak diketahui oleh musuh-musuhnya. Setelah benar-benar membuktikan bahwa beliau tidak mati di kayu salib, beliau memutuskan, di bawah perintah Ilahi, untuk meninggalkan Palestina dan melakukan perjalanan melalui negeri-negeri yang dulu ditinggali suku-suku Bani Israel yang hilang, agar beliau dapat menyampaikan pesan Ilahi kepada mereka.
Demikianlah Yesus menyelesaikan misinya, meninggal secara alami dan dimakamkan di Srinagar, Kashmir. Berdasarkan wahyu Ilahi dan penelitian, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Pendiri Jamaah Ahmadiyah, menemukan makam Yesus di jalan Khanyar di kota Srinagar yang masih dapat dikunjungi hingga kini. Penemuan ini telah menghilangkan keraguan bahwa Yesus tidak mati di kayu salib dan telah menghilangkan semua ketidakpastian yang telah menyelimuti kehidupan Yesus selama berabad-abad.
Sumber: Alislam.org – Jesus in Kashmir
Penerjemah: Natalia Damayanti Khalid
20 Oktober 2024
Comments (1)