Beragam Standar Kebahagiaan, Kerja Keras, Ekspresi Syukur Yang Tepat dan Id Hakiki
Khotbah Idul Fitri
Sayyidina Amirul Mu’minin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz [1] Tanggal 20 Zhuhur 1391 HS/Agustus 2012, Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK
Setelah mengimami Shalat Id, Hudhur ayyadahullah ke mimbar lalu mengucapkan,“Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”, selanjutnya:
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك لـه، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ. (آمين)
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ * نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ * نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (فصلت: 31-33)
Terjemahan ayat ini adalah: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata bahwa Allah adalah Rabb kami kemudian mereka beristiqamah, malaikat-malaikat turun kepada mereka, ‘Janganlah kamu takut, dan jangan pula bersedih; dan berilah kabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah teman-temanmu di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Dan bagi kamu di dalamnya apa yang diinginkan diri kamu dan bagi kamu di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maya Pengampun, Maha Penyayang.’” (Surah Haa Miim as-Sajdah [41] : 31-33)
Allah telah menjadikan fitrat manusia sedemikian rupa bahwa mereka selalu mencari kebahagiaan. Mereka berusaha supaya kesedihan mereka lenyap yang untuk itu mereka melakukan berbagai upaya. Usaha yang manusia lakukan untuk memperoleh dunia dan kemudahannya, itu adalah supaya dengan kemudahan yang timbul darinya menjadi sarana kebahagiaan bagi dirinya, keluarganya, dan anak-anaknya. Itu menjadi sarana demi menjauhkan kesulitan dan kesedihan yang untuk memperolehnya manusia bekerja keras dan berusaha.
Orang yang tidak biasa bekerja keras, ingin mendapatkan nikmat-nikmat dunia hanya dengan duduk-duduk saja di rumah, mereka cuma merasa iri ketika melihat kemajuan dan kebahagiaan orang lain. Ya, beda lagi jika sebagian orang kadang-kadang tidak punya kesempatan. Untuk mereka perlakuannya berbeda. Tapi pendeknya, dunia ini sedemikian rupa bahwa secara umumnya prinsipnya adalah urusan diselesaikan dengan kerja keras dan ini menjadi sebab manusia memperoleh kebahagiaan.
Salah satu bentuk kesenangan duniawi adalah manusia ingin dari kerja kerasnya memperoleh hasil sebanyak yang diinginkannya barulah dia merasa senang. Jika orang-orang duniawi (materialistis) tidak memperoleh hasil seperti yang diinginkannya maka dia merasa kecewa. Sementara keistimewaan seorang mu’min adalah dalam setiap keadaan dia selalu berusaha menjadi hamba yang bersyukur. Sementara kondisi sebagian orang adalah, bagaimanapun keadaannya, apapun karunia yang Allah berikan, mereka tidak mau bersyukur, tidak mau (tidak merasa) bahagia. Setiap saat mereka merasa putus asa dan gelisah.
Seseorang memberitahu saya, “Saya punya seorang teman yang setiap tahun selalu mengungkapkan keputus-asaan. Dia telah menetapkan, ‘Saya tidak mungkin bahagia. Tidak mungkin bersyukur kepada Allah Ta’ala.’ Dia selalu berkata, ‘Saya merugi.’ Ketika saya mengatakan kepadanya untuk menghitungnya, diketahui bahwa dia – dia adalah petani – mendapat untung. Ketika saya katakan padanya, ‘Engkau untung sekian, bagaimana bisa rugi.’ Dia menjawab, ‘Saya dari panen ini mengharapkan keuntungan 1,5 juta. Tapi hanya mendapatkan 1 juta. Jadi saya rugi 500.000.’ ada juga orang yang seperti ini.”
Kemudian di dunia ada juga orang yang standar kebahagiaannya berbeda. Meskipun punya semuanya, mereka tidak merasa puas, dan karena itu mereka tidak bisa merasa gembira, yang contohnya telah saya berikan. Rumahtangganya tidak bahagia. Walau punya semuanya, di rumah mereka tidak ada ketenangan. Hubungan dengan istrinya tidak baik. Mereka juga merasa khawatir dikarenakan anak-anaknya. Atau, di negara-negara Barat ini banyak sekali masalah yang menyebabkan kekhawatiran, dan orang-orang ini memikirkan hal ini sebagai jalan keluar, yaitu kesenangan-kesenangan duniawi sebagai sarana kebahagiaan mereka.
Orang-orang yang tidak tentram di rumah, dan orang yang suka kemewahan, di negara-negara ini — dimana minuman keras adalah barang yang umum untuk menghilangkan kesedihan atau mereka bergantung pada minuman untuk merayakan kegembiraan — dari itu mereka mendapatkan ketenangan hati. Kemudian musik, dansa-dansi, berteriak-teriak. Mereka melakukan ini untuk menghilangkan kesedihan dan menyatakan kegembiraan. Jadi semua jenis cara merayakan kebahagiaan atau memperoleh kebahagiaan, dan menghilangkan kesedihan. Semua hal ini, dengan menggunakan sarana-sarana duniawi, dengan berteriak-teriak, dansa-dansi, minum, dll., semuanya ini tidak berguna dan hanya sementara.
Orang-orang [Barat] ini sangat suka minum sehingga di setiap pojok terdapat tempat minum (bar), meskipun tahu minuman keras merugikan. Selain di bar, di kebanyakan toko dan restoran minuman keras juga tersedia. Seperti telah saya katakan, mereka tahu bahwa minuman keras merugikan. Banyak artikel yang diterbitkan mengenai itu. Karena itu, sampai umur tertentu, 16-17 tahun, mereka melarang putra-putri mereka minum alkohol. Kalau memang tidak merugikan dan bisa menenangkan pikiran, kenapa dilarang sampai umur tertentu. Kemudian, di sini (di Barat) minuman keras bukan hanya digunakan untuk menghilangkan kesedihan, tapi juga digunakan untuk mengungkapkan kegembiraan. Jika ada yang ingin mengungkapkan kegembiraan, misalnya timnya menang dalam perlombaan, atau ada perayaan lainnya, mereka mengocok botol minuman keras, lalu menumpahkan isinya. Ketika dihentak-hentakkan dengan keras, gas dalam botol bereaksi dan minuman tersebut mengalir deras bak mata air. Kadang-kadang orang-orang ini bermandikan minuman itu, saya tidak tahu apakah hidung mereka tidak terganggu dengan baunya.
Saya ingat suatu kali saya pergi ke toko [di Eropa]. Di sana satu krat minuman keras jatuh, dan botol-botolnya pecah dan airnya berceceran. Baunya begitu menyengat sehingga saya tidak tahan. Pendeknya, untuk memperlihatkan kegembiraan, mereka menyiramkan minuman keras satu sama lain, dan mereka memperlihatkan kegembiraan sedemikian rupa seakan-akan mendapatkan nikmat-nikmat kedua dunia. Demikian juga, untuk mengungkapkan kegembiraan ada juga kesenangan-kesenangan duniawi lainnya. Dan dalam mengungkapkan kesenangan ini, perempuan dan laki-laki bercampur sedemikian rupa, dengan pakaian yang sangat minim, sehingga orang yang terhormat tidak akan mampu melihatnya, apa yang mereka lakukan di tempat umum ini. Di televisi pun diperlihatkan.
Baru beberapa hari yang lalu di sini berlangsung olimpiade. Di kota, di negara, dan di dunia, sangat ramai (dibicarakan). Ribuan orang pergi untuk melihatnya, bahkan mungkin ratusan ribu. Dan mungkin ratusan ribu orang melihatnya di Televisi dan lain-lain. Channel Televisi Pass menggunakan tayangannya untuk menyiarkannya. Dan setiap channel Televisi di dunia, sekurang-kurangnya pasti menyiarkannya dalam program berita.
Pada waktu pembukaan dan penutupan pun ditampilkan show, yang di dalamnya, untuk memperlihatkan kegembiraan, mereka tidak memiliki rasa malu lagi (vulgar). Lebih banyak hal-hal yang tidak tahu malu daripada mengungkapkan kegembiraan. Di hari terakhir, ada dansa-dansi, pria dan perempuan menyanyi dalam show. Di dalamnya tiada hal lain kecuali mengungkapkan kegelisahan di dalam hati secara keliru. Tidak ada yang lebih jelas terlihat dari itu, karena ditampilkan pemandangan yang tidak berguna. Tetapi ini adalah pengungkapan kegembiraan mereka. Sebenarnya ini bukanlah pengungkapan kegembiraan, melainkan pengungkapan kegelisahan hati. Dan atas nama pengungkapan kegembiraan dan bersenang-senang, mungkin puluhan juta orang melihatnya di Televisi. Sebagian pemuda terpengaruh, bahwa ini sangat menyenangkan. Padahal ini bukan kesenangan, tapi kegelisahan dalam hati mereka.
Ratusan ribu pound dibelanjakan untuk show sebuah lagu, dan saya dengar ada banyak show. Pendeknya, olimpiade berakhir dengan cara pengungkapan kegembiraan seperti ini. Tim Inggris juga ikut berpartisipasi,dan mereka memenangkan medali emas dalam beberapa event, dan untuk mengungkapkan kegembiraan, sekarang mereka mengadakan perayaan di kota. Dan di jalan-jalan kota London akan diperlihatkan lagi show-show. Inilah pengungkapan kegembiraan mereka. Tapi, sebagian komentator mengatakan – kini mereka mulai memberikan komentar, dicetak juga dalam surat-surat kabar, – “Olimpiade tidak diadakan untuk pertandingan. Namun, event organizer (pengatur acara) menjadikannya sebagai alat mencari uang atas nama olimpiade dan mereka mendapatkan puluhan juta pound.“
Pendeknya, di dunia ini ada berbagai cara untuk mengungkapkan atau memperoleh kegembiraan yang dunia menggunakannya. Tapi semua kesenangan duniawi yang mereka berusaha memperolehnya atau merayakannya, adalah kesenangan sementara. Kebanyakan, bahkan pasti, akhirnya setelah beberapa waktu kesenangan ini akan habis, kemudian kegelisahan itu muncul lagi. Minuman keras dan lain-lain, sebagai cara untuk menghilangkan kesedihan, itu juga merusak kesehatan, dan membuat orang bangkrut. Di sisi lain kita melihat bahwa fitrat manusia menginginkan memperoleh kebahagiaan, dan terhindar dari kesedihan. Allah Ta’ala juga telah menyediakan sarana kegembiraan bagi orang-orang mu’min. Dan sarana yang Dia sediakan — sesuai dengan pendakwaan-Nya — bersifat kekal serta akan meningkatkan kehidupan dunia dan akhirat. Dia berfirman, “Jika kalian menggunakan sarana-sarana ini, berusaha beramal sesuai dengan itu, bukan hanya kalian akan mendapatkan kebahagiaan dunia ini, bahkan kalian juga akan mendapatkan bagian kebahagiaan akhirat.”
Sarana-sarana yang Allah firmankan ini akan memberikan kebahagiaan, salah satunya adalah bulan Ramadhan yang penuh berkat. Yang di dalamnya, dalam berpuasa, demi meraih ridha Allah, sampai waktu tertentu orang meninggalkan makanan yang halal, memberikan perhatian pada ibadah, dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. Sekarang lihatlah, orang-orang duniawi mencari kebahagiaan dalam makan minum, minuman keras, yang merusakan kesehatan, juga merusak akhlak. Dan orang mu’min — demi meraih ridha Allah Ta’ala — menahan dirinya dari makanan yang halal sampai waktu tertentu, dan merasakan kebahagiaan di dalamnya. Tetapi, Allah Ta’ala, yang mengganjar setiap amal berfirman kepada hamba-hamba-Nya, “Pengorbanan yang kalian berikan demi Aku, dan satu bulan yang kalian habiskan untuk meraih ridha-Ku. Kebahagiaan yang bisa kalian peroleh dari makan minum yang kalian korbankan demi meraih kebahagiaan dari-Ku, Aku ada untuk mengganjar setiap hari dalam bulan itu, dan sekarang, pada hari ‘Id kalian berkumpullah dan ungkapkanlah. Secara berjamaah juga, di rumah-rumah kalian juga, di keluarga kalian juga.“
Sekarang adalah hari-hari musim panas. Di sini (Inggris) sangat panas dan suhunya mencapai 29-30◦ C. dan orang-orang terus berkata, ‘Panas!’ ‘Panas!’ Di Pakistan dan negara-negara sekitarnya suhu mencapai 45-50◦ C, bagaimana keadaan orang-orang yang berpuasa di sana? Sementara fasilitas-fasilitas lain juga tidak ada. Khususnya di Pakistan, di mana listrik mati sampai 17-18 jam, dan orang-orang sangat menginginkan air dingin dan kipas angin dan AC. Bagaimana kondisi puasa mereka, bayangkanlah. Kemudian, departemen [Pemerintah] yang bertanggung jawab masalah listrik di Pakistan, demikianlah ‘kemurahan hati’ mereka kepada penduduk Rabwah. Saya mendengar bahwa pada waktu sahur dan buka, listrik mati selama dua jam. Sekarang, dalam kondisi seperti kita tidak tahu bagaimana orang-orang miskin yang malang menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka. Tapi, bagaimanapun, mereka tetap berpuasa. Mereka melakukan semua ini demi ridha Allah Ta’ala, supaya mendapatkan kebahagiaan yang kekal.
Allah Ta’ala juga, ketika melihat amalan orang-orang yang melakukan pengorbanan demi Dia, telah menetapkan hari ‘Id setelah puasa, seperti yang telah saya beritahukan, untuk merayakan kegembiraan. Sekarang, dalam kondisi yang di dalamnya mereka terus berpuasa, seperti telah saya jelaskan, khususnya di Pakistan, kondisi hari ‘Id mereka pun juga seperti itu. Tidak ada listrik, air, dan cuaca pun panas. Kegembiraan ‘Id apa yang mereka rayakan, atau apa yang bisa mereka rayakan? Tetapi, meskipun demikian, mereka merayakan kegembiraan ‘Id, dan memang sedang merayakannya. Bahwa “Ini hari ‘Id”. Orang-orang merasa gembira. Kondisi ini memang khusus di Pakistan.
Tapi di hari itu, seperti saya katakan, demi ridha Allah Ta’ala, tanpa keluhan di mulut mereka, mereka merayakan ‘Id. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, misalnya Saudara-saudara, bagaimanapun, di kondisi itu tidak ada di sini. Sekarang pun Saudara-saudara di sini sedang merayakan ‘Id, dan merasa gembira bahwa satu bulan yang Saudara-saudara korbankan demi ridha Allah Ta’ala, Allah Ta’ala sedang memberikan buahnya, dan ‘Id ini pun demi Allah.
Jadi ‘Id ini pun untuk orang-orang yang menjalankan puasa Ramadhan, dan berusaha meraih ridha Allah. Orang-orang yang melewatkan Ramadhan seperti orang-orang duniawi, tanpa memberikan perhatian pada ibadah, tanpa melakukan amal-amal baik maka ‘Id mereka bukanlah ‘Id yang Allah inginkan dari seorang mu’min, atau yang kesempatannya Allah berikan kepada seorang mu’min. Allah Ta’ala setelah menganugerahkan kesempatan ‘Id ini, memang menarik semua larangan yang berkaitan dengan makan minum, tetapi dia tidak memberikan izin untuk berteriak-teriak seperti orang-orang duniawi, Dia tidak mengizinkan minum-minum [minuman keras], melainkan berfirman, “Untuk menjadikan kebahagiaan ini kebahagiaan hakiki, berjanjilah untuk membayar semua hak-hak (memenuhi semua kewajiban) yang menjadi tanggungjawab kalian.”
Pengalaman membayar huququlLah (hak-hak Allah, kewajiban-kewajiban terhadap-Nya) yang saudara-saudara rasakan dalam Ramadhan, bersamaan dengan kegembiraan ‘Id ini berjanjilah untuk terus melanjutkannya. Perhatian Saudara-saudara yang timbul terhadap huququl ‘ibad (hak-hak makhluk), itupun bersamaan dengan kegembiraan hari ‘Id ini berjanjilah untuk terus menjalankannya. Ingatlah selalu, kehidupan hakiki adalah kehidupan akhirat. Kebahagiaan dunia ini adalah gambaran kebahagiaan yang diperoleh seorang mu’min di akhirat. Jadi seorang mu’min hendaknya mencari kebahagiaan yang kekal ini. Allah Ta’ala berfirman bahwa standar ini akan tegak ketika setiap saat saudara-saudara selalu memperhatikan dan berusaha mengamalkan lafaz ‘Rabbunallaahu’ – “Rabb kami adalah Allah”.
Makrifat, pengenalan, ketergantungan, dan ruju’ (kembali) pada Allah hanya mungkin ketika Saudara-saudara selalu mengingat lafaz ini, dan mengulang-ulangnya. Ketika Saudara-saudara benar-benar memahami lafaz ini maka Saudara-saudara akan mendapatkan makrifat tentang Tuhan. Dan ketika ini terjadi maka tujuan manusia bukan lagi untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi, bahkan tujuannya menjadi untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Keramaian duniawi ini, makan minum, dan lain-lain tidak lagi menjadi tujuannya. Tujuannya bukan lagi hal-hal tak berguna dan laghaw (sia-sia) atas nama kebahagiaan. Dansa-dansi dan bernyanyi tidak lagi menjadi tujuannya. Bahkan, meraih ridha Allah Ta’ala dan berusaha untuk itu menjadi tujuannya.
Hal yang seorang mu’min selalu usahakan dalam bulan puasa, itu menjadi tujuan, yang untuk meraihnya dia berpuasa selama 29-30 hari. Menahan diri dari hal-hal yang halal selama waktu tertentu. Terus memberikan perhatian pada tahajud, nafal-nafal lainnya, dan dzikir Ilahi. Terus memberikan perhatian pada infaq fii sabilillaah. Memberikan perhatian pada sedekah dan amal. Berusaha maju dalam ibadah-ibadah, datang ke masjid dan memberikan perhatian pada shalat berjamaah, sehingga masjid menjadi kecil. Berusaha memperoleh pemahaman sifat-sifat Allah Ta’ala, yang merupakan Pemilik segala sifat. Mereka selalu berusaha secara berjamaah memberikan perhatian bagaimana supaya mereka dapat diwarnai dengan warna Allah Ta’ala. Ketika semua orang berusaha dalam hal ini, maka orang yang paling lemah pun akan memberikan perhatian kepada hal ini. Mereka memperkeras usaha atau keinginan ini, yakni bagaimana perintah untuk mengkopi (meniru) sifat-sifat Allah Ta’ala dapat diamalkan. Kemudian mereka memberikan perhatian, berusaha, dan melihat, apakah faedah memiliki sifat-sifat tersebut jika manfaatnya tidak mencapai orang lain. Jadi, ini memberi petunjuk pada cara-cara baru untuk membayar hak-hak makhluk.
Jadi pemikiran ini timbul pada banyak orang pada bulan Ramadhan, bahwa salah satu sifat Allah Ta’ala adalah Rabbubiyyat. Bagaimana kita bisa menjadi cerminan sifat tersebut. Maka terpikir bahwa selain merawat anak-anak mereka sendiri, mereka hendaknya keluar dan memperhatikan pemeliharaan anak yatim, karena ini juga salah satu diantara perintah-perintah umum Allah Ta’ala di dalam Al-Quran. Kalau mereka berusaha meraih sifat Rahmaaniyyat Allah, dan memperolehnya, dan melihat pengungkapannya maka mereka hendaknya berusaha — tanpa mementingkan diri sendiri — melakukan sesuatu untuk manfaat orang lain. Hendaknya perhatian untuk memperlakukan makhluk Allah Ta’ala dengan kasih-sayang. Dengan melihat ihsan Allah Ta’ala maka karena puasa dan lingkungan keruhanian timbul pemikiran sebagai berikut: “Saya mesti berbuat ihsan pada orang lain, dan melangkah maju dari adil menuju ihsan, supaya dapat menjadi pewaris karunia-karunia Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah memberikan kelebihan. Karena puasa Ramadhan timbul perhatian ke arah ini, yaitu banyaknya orang yang mungkin tidak punya sarana yang layak untuk berbuka. Hendaknya saya memberi hadiah, sedikit hadiah yang berguna untuk mereka makan. Pertama, saya akan mendapat pahala (memberi makan) orang yang berbuka, kedua, kebutuhan orang miskin akan terpenuhi.”
Khususnya di negara-negara miskin, harga-harga mahal, makanan ini akan menolong mereka. Karena Allah Ta’ala juga memerintahkan, ‘Perhatikanlah orang-orang miskin’. Seseorang di Pakistan memberitahu saya, “Saya pada bulan Ramadhan hari ke-20-30 mengirimkan kurma kepada seseorang. Di Pakistan sekarang harga-harga sangat mahal. Ketika mengirim kurma kepadanya, itu adalah karena (mengharap) pahala puasa, karena saya memberi makan orang yang berpuasa. Tetapi, ketika dikirimi kurma, orang itu mengirimi surat untuk mengucapkan terima kasih: ‘Sekarang, sudah berlalu 15 hari, dan kami sekeluarga terus berpuasa. Tetapi, kini ketika datang kurma dari Anda, ini pertama kalinya di bulan Ramadhan ini kami makan kurma. Inilah keadaannya. Anak-anak berbuka puasa dengan gembira.’” Ada juga orang-orang yang seperti ini. Jadi, ketika Ramadhan – karena suasana kebaikan – menarik perhatian pada karunia dan ihsan Allah Ta’ala. Timbul juga perhatian pada orang-orang miskin.
Pendeknya, ‘Id kita akan menjadi ‘Id hakiki, dan karunia kekal dari Ramadhan dan puasa kita akan terus mengalir ketika diantara kita yang memiliki kelonggaran atau orang-orang kaya yang tinggal di negara-negara ini, dimana dengan karunia Allah Ta’ala makanan berlimpah-limpah, juga memperhatikan saudara-saudaranya yang miskin. Mereka hendaknya tidak menganggap kebaikan-kebaikan ini terbatas pada bulan Ramadhan. Bahkan berusaha melanjutkannya menjadi suatu kebiasaan. Dengan mengingat karunia dan ihsan Allah Ta’ala, kita juga harus mengingat saudara-saudara kita yang miskin. Kita hendaknya berpikir, ketika kita mengingat karunia-karunia Allah Ta’ala, kita juga akan mengingat mereka.
Sembari menggunakan harta dan kelonggaran kita dengan benar, kita juga akan memberikan perhatian kepada orang-orang miskin. Tidak seperti orang-orang duniawi (materialistis) yang untuk mendapatkan kebahagiaannya sendiri, melewatkan hidupnya dengan sorak-sorai dan mabuk. Jika kita ingin meraih rahmat Ramadhan untuk diri kita dan menjadi orang yang meraih kecintaan Allah Ta’ala, maka janganlah menghambur-hamburkan uang seperti orang-orang duniawi. Yang contohnya kita lihat pemandangannya dalam berteriak-teriak, dansa-dansi, kemegahan, dan lain-lain. Tetapi, dengan menjadi mu’min hakiki, pengalaman haus dan lapar yang kita lalui dalam puasa — saya menyebutkan haus dulu baru lapar, karena dalam cuaca panas haus lebih terasa daripada lapar — kita harus mempertahankan perasaan ini. Kita juga harus meneruskan kebaikan ibadah-ibadah kita, dan juga meneruskan kebaikan-kebaikan yang lain, supaya kita selalu menjadi orang yang meraih ridha Allah Ta’ala.
Ketika seorang mu’min menyerukan ‘Rabbunaallaahu’ (Tuhan kami Allah), menyatakan ‘Rabbunaallaahu’ (Tuhan kami Allah) maka perintah-perintah Allah Ta’ala menjadi segalanya baginya, dan hendaknya demikian, karena tanpa itu iman tidak akan sempurna. Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada orang yang menyatakan ‘Rabbunaallaahu’ dan memerintahkan, ‘tsumma staqaamuu’ (kemudian tetap teguh), yakni tanda seorang mu’min adalah bahwa ini bukan pernyataan sesaat, bahkan dia selalu istiqamah (teguh) diatasnya, selalu teguh. Jadi ketika berbicara mengenai Ramadhan, kebaikan-kebaikan Ramadhan baru akan tampak secara hakiki, ketika kita terus menjalankannya dengan keteguhan langkah. Bukan hanya menyatakan dengan mulut, tapi amalan juga nampak untuk mempertahankannya. Jadi jika ingin menjadikan hari ‘Id sebagai ‘Id hakiki, maka kita mesti berjanji untuk menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan teguh. Untuk ke depannya juga, insya Allah. Contoh athii’ulLaah (menaati Allah) baru akan sempurna ketika kita berusaha menaati perintah-perintah Allah Ta’ala dengan sekuat tenaga. ‘Id hakiki seorang mu’min yaitu dia mendapat taufik untuk menaati Allah Ta’ala.
Seperti yang saya katakan, sekarang kita hendaknya memberi perhatian kepada ibadah-ibadah, karena ini adalah perintah Allah yang tetap, ini bukan hanya khusus pada bulan Ramadhan saja. Perintah memberikan perhatian kepada merawat anak-anak yatim adalah tetap, tidak khusus pada bulan Ramadhan saja. Perintah memberi makan orang-orang miskin adalah tetap, tidak khusus pada bulan Ramadhan. Ini bukan hanya terbatas pada memberi kurma dan makanan berbuka pada bulan Ramadhan. Jadi, setiap Ahmadi yang punya kemampuan, secara perorangan juga hendaknya memperhatikan kerabat-kerabatnya, dan secara berjemaah — ketika Jemaat memberikan berbagai macam bantuan — juga hendaknya ikut serta, supaya mendapatkan kebahagiaan hakiki, supaya mendapatkan ridha Allah Ta’ala.
Doa yang dipanjatkan dengan kerendahan hati itulah yang menyebabkan kebahagiaan hakiki. Oleh karena itu, kita hendaknya selalu ingat, bahwa ketika manusia menginginkan penampakan sifat-sifat Allah Ta’ala, menginginkan karunia dan rahmat-Nya, maka dia sendiri juga perlu terus menerus menjalankan perintah-perintah-Nya dan menaati-Nya. Ketika hal ini terjadi, para malaikat pun dalam setiap langkah akan menolong orang-orang seperti ini. Kemudian mukjizat bantuan dan pertolongan Allah Ta’ala akan lahir, sehingga orang-orang terheran-heran. Kemudian dia akan mendapatkan kabar suka berupa surga.
Allah Ta’ala menyatakan, “Hai hamba-Ku, mintalah apapun yang kamu inginkan, karena kamu mengharapkan ridha Allah Ta’ala, kalian akan mendapatkan ‘maa tasytahii anfusukum’ – apa pun yang hati kalian inginkan, itu akan kalian dapatkan.” Dan inilah ‘Id hakiki seorang mu’min, dan hendaknya demikian. Yakni setelah (meraih) ridha Allah Ta’ala dia menjadi orang yang mendapatkan nikmat-nikmat Allah Ta’ala. Dan nikmat Allah yang paling besar adalah rahmat serta maghfirat-Nya (ampunan-Nya).
Dia berfirman, ’nuzulam min Ghafuurir Rahiim’ – “Ini adalah sebagai kemurahan dari Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Artinya, “Jika kalian menjadikan Allah Ta’ala sebagai Rabb kalian, terus-menerus berusaha meraih ridha-Nya, mengamalkan perintah-perintah-Nya dan mengerjakan kebaikan, maka bukan hanya semua kesedihan kalian akan hilang, bahkan, kalian juga akan mendapatkan surga di dunia dan di akhirat. Pasti setiap ‘Id akan meningkat, keinginan kalian akan terpenuhi, dan inilah kemurahan, hidangan dari Allah Ta’ala.” Makna nuzulan adalah makanan, hidangan, dan pelayanan tamu juga. Beruntunglah diantara kita yang memperoleh surga dunia dan akhirat, serta menikmati hidangan ‘Id dari Allah Ta’ala juga. Semoga Allah menganugerahi ‘Id seperti ini kepada kita semua.
Saya ingin menyampaikan sedikit mengenai para Ahmadi Pakistan atau di negara-negara lain yang mengalami kesulitan. Karena kesulitan ini, khususnya di Pakistan, dan di negara-negara lainnya di Timur Tengah juga, tidak bisa berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan shalat ‘Id. Mereka tidak bisa melakukannya dengan mudah. Apalagi di Pakistan sangat sulit, khususnya perempuan dan anak-anak mereka terpaksa tinggal di rumah.
Banyak sekali surat yang datang, yang mengungkapkan kegelisahan dan ketidakberdayaan, mengungkapkan kemahruman bahwa, ‘Kami luput dari pahala.’ Laki-laki memang bisa datang shalat ‘Id, dengan membuat kelompok-kelompok kecil. Perempuan dan anak-anak tidak bisa pergi ke tempat shalat ‘Id atau masjid. Pertama, orang-orang yang hidup dengan bebas [Jemaat yang tinggal di tempat aman dan bebas beribadah], berdoalah untuk mereka itu, supaya Allah segera mengganti hari-hari kesulitan ini dengan kemudahan, dan supaya mereka juga terus memperlihatkan kesabaran dan keteguhan. Untuk orang-orang yang menanggung kesulitan inipun ada kabar suka berupa surga.
Di dunia inipun Allah adalah wali (pelindung –peny) mereka, ini adalah janji Allah. Allah beserta mereka. Dan dukungan Allah Ta’ala lah yang — walaupun adanya para pegawai, orang-orang, atau para maulwi yang hanya namanya, yang setiap tindakannya berdasarkan niat buruk dan kedzaliman — menyelamatkan dari kejahatan-kejahatan mereka. Kalau tidak, entah apa yang terjadi akibat makar-makar musuh, jika Allah Ta’ala bukan wali kita. Allah Ta’ala-lah yang menyokong kita. Semoga Allah Ta’ala terus menyokong kita. Yakinlah pada janji Allah Ta’ala. Seperti yang saya katakan, ‘Id (kegembiraan) kita bukanlah ‘Id orang duniawi. ‘Id kita adalah ‘Id meraih ridha Allah Ta’ala, yang di dunia diperoleh dengan menegakkan perintah-perintah-Nya. Untuk usaha itu juga memberikan pengorbanan, dan hasil dari pengorbanan itu, memperoleh kabar suka surga di dunia ini juga di akhirat. Memperoleh kabar suka ‘Id.
Semoga orang-orang yang menanggung kesulitan ini, melewati masa kesulitan ini dengan memperlihatkan keteguhan, dan menjadi orang-orang yang meraih ridha Allah Ta’ala. Menikmati kemurahan hakiki Allah Ta’ala, di dunia ini, juga di akhirat. Dan, berdoalah, “Ya Allah, kami juga memohon kepada-Mu, bahwa di dunia ini pun perlihatkanlah kepada kami manifestasi ‘Id, yang mengandung warna ‘Id sejati bagi kami.”
Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufik untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah Ta’ala sedemikian rupa, bahwa kita dapat melihat kehancuran pihak-pihak yang memusuhi, [yaitu dari antara] mereka yang tidak mungkin diperbaiki, supaya mereka menjadi contoh yang menjadi sebab ishlah (perbaikan) bagi umat manusia, supaya kita bisa melihat dan merayakan ‘Id di dunia ini dalam bentuk kemenangan Islam dan Ahmadiyah di seluruh dunia. Semoga kita melihat pemandangan ini di seluruh dunia.
Sekarang kita akan berdoa, tapi sebelum itu saya menyampaikan ‘Id Mubarak kepada Jemaat, kepada saudara-saudara juga, Jemaat di seluruh dunia, kepada orang-orang yang teraniaya juga, yang tidak bisa merayakan ‘Id dengan baik. Semoga Allah memberikan berkat yang tak terhingga pada ‘Id ini. [Jamaah shalat Id menanggapi doa-doa Hudhur dengan serempak, ‘Aamiin.’]
Dalam doa ini juga ingatlah ihsan (jasa, kebaikan) Rasulullah (saw) yang paling besar kepada kita, untuk itu kita akan berdoa. Ihsan Hadhrat Masih Mau’ud as kepada kita di zaman ini, kita mengingat keluarga beliau supaya mereka terus melangkah di jalan yang baik dan benar. Berdoalah untuk Dunia Islam yang kini dalam kesulitan besar, supaya Allah Ta’ala memberi akal pada para pemimpinnya dan melindungi mereka dari musuh-musuh.
Berdoalah secara khusus untuk kemajuan Jemaat, berdoalah untuk para waqf zindegi, berdoalah untuk para Waqf-e-Nou, para waqifin ini akan menjadi hamba Jemaat. Jumlah mereka telah mencapai 50.000, dukunglah mereka, jangan sampai tersia-siakan. Berdoalah untuk orang-orang yang sakit, semoga Allah Ta’ala memberikan kesembuhan dari penyakit. Berdoalah untuk orang-orang yang ditahan, semoga Allah segera mengakhiri hari-hari penahanan mereka. Berdoalah untuk orang-orang yang mengorbankan harta, supaya Allah Ta’ala memberikan berkat pada harta dan jiwa mereka. Bagaimanapun bentuknya, berdoalah untuk setiap orang yang membutuhkan doa semoga Allah memberikan karunia-Nya kepada mereka semua.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ‑ وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
‑ عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ ‑ أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Doa kar le’ – “Mari kita berdoa!” Hudhur V atba bersama jamaah lalu berdoa bersama, di akhir doa Hudhur V atba kemudian bersabda, ‘Aamiin’ lalu meninggalkan ruangan masjid setelah mengucapkan عَلَيْكُمْاَلسَّلاَمُ “Assalamu ‘alaikum”
[1] Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa