Pidato Pemimpin Jamaah Muslim Ahmadiyah kepada Tamu Non-Ahmadi pada hari Sabtu tanggal 2 September 2023 di Jalsah Salana Jerman 2023.
Pada tanggal 2 September 2023, Pemimpin Jamaah Muslim Ahmadiyah Sedunia menyampaikan pidato di hadapan lebih dari 880 tamu dan pejabat yang menghadiri Jalsah Salanah Jerman, tentang menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam dan beberapa tuduhan yang paling umum yang ditujukan pada Islam.
Setelah membaca tasyahud, ta’awudz dan bismillah, Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba), Pemimpin Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah Kelima Hazrat Masih Mau’ud (as) menyampaikan:
Para tamu yang saya hormati, Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuhu.
Pertama-tama, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua tamu yang dengan senang hati telah menerima undangan kami untuk menghadiri Jalsah Salanah meskipun bukan anggota jamaah kami. Minat kalian untuk mempelajarai Islam dan kesediaan untuk menghadiri acara keagamaan ini menunjukkan keterbukaan hati dan toleransi.
Pada hari ini, saya ingin membahas secara singkat dan menanggapi tuduhan-tuduhan umum yang ditujukan pada Islam.
Di antara tuduhan-tuduhan tersebut adalah, ajaran Islam dianggap sebagai ajaran ekstremis dan mendorong pengikutnya menggunakan paksaan dan kekerasan untuk menguasai suatu wilayah atau melenyapkan agama dan keyakinan lain. Ada juga yang mengatakan bahwa umat Islam memandang non-Muslim itu lebih rendah dan Islam tidak mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak memberikan persamaan hak kepada kelompok masyarakat tertentu, khususnya wanita.
Benarkah Islam Disebarkan dengan Pedang?
Seperti yang saya katakan, salah satu tuduhan utama yang dilontarkan terhadap Islam adalah Islam itu disebarkan dengan pedang dan umat Islam diperbolehkan melakukan kekerasan untuk memaksa orang lain menerima ajaran Islam.
Terkait hal ini, sangat penting bagi kita untuk mengetahui seperti apa pernyataan Al-Qur’an, yang merupakan dasar dari semua ajaran Islam terkait dengan penyebaran Islam.
Dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 100, Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ
“Dan sekiranya Tuhan engkau memaksakan kehendak-Nya, niscaya semua orang yang ada di bumi akan beriman semuanya. Apakah engkau akan memaksa manusia hingga menjadi orang-orang beriman?”
Di sini Allah Ta’ala menegaskan bahwa jika Dia menghendaki, Dia dapat memaksa semua orang untuk menerima Islam, tetapi Dia menetapkan bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Kemudian Allah Ta’ala berfirman bahwa jika Tuhan saja tidak memaksa umat manusia untuk menerima Islam, maka tidak mungkin bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam atau para pengikut beliau untuk melanggar prinsip kebebasan berkeyakinan ini.
Dari ayat ini saja telah terbukti bahwa Islam tidak memperbolehkan penggunaan paksaan dalam urusan agama dan setiap orang bebas memilih jalannya sendiri. Senada dengan ini, di dalam Surah Al-Kahfi ayat 30 Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ
“Dan katakanlah, “Inilah kebenaran dari Tuhanmu; maka barang siapa menghendaki, maka berimanlah, dan barang siapa menghendaki, maka ingkarlah.”
Seraya menegaskan bahwa Islam adalah agama yang benar dari Tuhan dan merupakan puncak kebenaran yang menuntun umat manusia menuju keselamatan, ayat ini menegaskan kembali bahwa setiap orang bebas menerima ataupun menolak ajaran Islam. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk menyebarkan agama mereka dengan paksaan melalui kekuatan pedang, bom atau senjata yang mematikan, namun sebaliknya Islam menyerukan kepada mereka untuk menggunakan akal, hujjah dan cinta untuk memenangkan hati dan pikiran umat manusia.
Di atas semua itu, Islam mengajarkan bahwa hal yang paling penting adalah semua orang dapat hidup bersama secara damai dan masyarakat ditopang oleh semangat toleransi dan saling menghormati, tanpa memandang perbedaan keyakinan.
Terlebih lagi, Allah Ta’ala telah berulang kali memerintahkan umat Islam untuk meningkatkan standar akhlak yang paling tinggi. Termasuk hal-hal kecil atau sesuatu yang tampak remeh dalam kehidupan sehari-hari. Islam mengajarkan umatnya untuk memastikan akhlak mereka berada pada tingkat tertinggi.
Lebih lanjut, Islam memerintahkan umatnya untuk tidak membatasi kebaikan pada orang-orang yang merekai cintai atau sesama Muslim saja, sebaliknya Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk memperlakukan semua orang dengan adil, perbuatan baik dan kasih sayang. Misalnya dalam Surah Al-Maidah ayat 9 Al-Qur’an telah mengabadikan sebuah standar kebenaran dan intergritas yang luar biasa. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا
“Janganlah kebencian suatu kaum mendorongmu bertindak tidak adil.
Ayat tersebut selanjutnya berbunyi:
اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى
“Berlakulah adil, itu lebih dekat kepada takwa.”
Ayat ini telah mendefinisikan standar keadilan yang diajarkan Islam yang mensyaratkan bahwa meskipun orang lain telah menganiaya kalian dengan kejam, hal tersebut tidak boleh menjadikan kalian ingin balas dendam atau memberikan balasan yang tidak proporsional dan adil.
Sepanjang sejarah, peperangan dan perselisihan telah menjangkiti masyarakat, dan kecenderungan ini terus berlanjut hingga saat ini. Apakah kita dapat mengatakan bahwa standar keadilan yang adiluhung seperti itu telah ditegakkan dalam hubungan internasional atau di antara negara-negara yang bertikai, terlepas apakah pemerintah mereka sekuler atau beragama? Jawabannya sederhanyanya adalah tidak. Hanya dalam Islam kita menemukan prinsip keadilan yang tegas dan tiada banding itu. Tetapi sangat disesalkan bahkan pemerintahan Islam yang modernpun gagal menjalankan pemerintahan berdasarkan standar Islam ini.
Benarkah Islam Agama Perang dan Pertumpahan Darah?
Tuduhan lain yang sering diulang-ulang adalah Islam merupakan agama perang dan pertumpahan darah. Terkait dengan hal ini, perlu diketahui bahwa Allah Ta’ala tidak pernah memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk berperang atau mengangkat senjata. Kalaupun Al-Qur’an memberikan izin untuk berperang hal itu hanya dalam kondisi yang mendesak dan adanya pembatasan-pembatasan yang ketat terhadap Islam.
Tidak diragukan lagi, jika kita melihat periode awal Islam melalui kacamata obyektif dan tidak memihak, kita akan melihat bahwa peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallalallahu ‘alaihi wasallam sepenuhnya bersifat mempertahankan diri.
Setelah dengan sabar menanggung kekejaman bertahun-tahun dan penganiayaan yang terus menerus yang dilakukan oleh orang-orang kafir di kampung halaman beliau di Mekkah, Nabi Muhammad shallalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat terpaksa berhijrah ke Madinah. Namun kendati sudah berhijrah mereka tetap tidak dapat hidup damai, karena pasukan Mekkah terus mengejar mereka secara agresif dengan niat untuk membunuh Nabi Muhammad shallalallahu ‘alaihi wasallam dan membinasakan Islam.
Dalam kondisi sangat mendesak itu, Allah Ta’ala mengizinkan umat Islam untuk melakukan pertempuran defensif. Izin ini tercantum dalam Surah Al-Hajj ayat 40-41 yang berbunyi:
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ ۨۨالَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّآ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ
“Telah diizinkan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah,; dan sekiranya Allah tidak menahan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, maka biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah tentu telah dihancurkan.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tidak hanya memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melawan demi mempertahankan agama Islam, tetapi Al-Qur’an menunjukkan bahwa tujuan utama penduduk Mekkah yaitu ingin membinasakan semua agama dan menghancurkan semua tempat ibadah. Maka pada saat itulah Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam melakukan perlawanan demi menegakkan prinsip universal kebebasan hati nurani dan kebebasan berkeyakinan. Menurut ajaran Islam jika penganut agama lain meminta bantuan umat Islam untuk melindungi dan melestarikan kebebasan beragama, maka umat Islam harus membantu mereka.
Mungkin kalian bertanya, jika memang ini ajaran Islam yang hakiki, mengapa teroris melakukan serangan keji dengan mengatasnamakan Islam dalam beberapa tahun terakhir.
Jawabannya adalah bahwa para ekstremis yang penuh dengan kebencian, atau mereka yang memiliki tujuan politik, telah membuat kesimpulan yang salah dari beberapa ayat-ayat Al-Qur’an untuk memenuhi keinginan dan kepentingan jahat mereka. Padahal jika orang-orang mempelajari konteks yang tepat dari ayat-ayat tersebut secara objektif, maka mereka akan mengetahui bahwa Islam tidak mengizinkan segala bentuk kekejaman, dan tidak ada pertentangan dalam Al-Qur’an atau ajaran Islam. Tidak diragukan lagi setiap ayat Al-Qur’an memiliki keselarasan yang sempurna satu sama lain.
Ajaran Islam untuk Menegakkan Perdamaian
Prinsip emas lainnya untuk menegakkan perdamaian dalam masyarakat terdapat dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 91, Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya, Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada orang lain, dan memberi seperti kepada kerabat sendiri; dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan pemberontakan. Dia memberimu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran.”
Dalam ayat ini, Allah Tala memerintahkan umat Islam supaya tidak hanya bertindak adil, namun juga berbuat lebih dari itu dan memperlakukan semua orang dengan cinta dan kasih sayang, apa pun agamanya. Islam mengharuskan umat Islam untuk membantu orang lain tanpa pamrih tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Lebih lanjut, ayat ini secara tegas melarang umat Islam melakukan tindakan pemberontakan atau melanggar hukum suatu negara. Atas dasar semua ini, tidak mungkin bahwa seorang Muslim sejati menjadi ancaman bagi bangsa atau masyarakat. Pada ayat berikutnya [Surah An-Nahl ayat 92) , Allah Ta’ala berfirman:
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
“Dan sempurnakanlah perjanjian dengan Allah apabila kamu telah mengadakan suatu perjajian, dan janganlah kamu melanggar sumpah-sumpah setelah diteguhkannya, padahal kamu telah menjadikan Allah sebagai jaminanmu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Di sini, Allah Ta’ala berfirman bahwa umat Islam tidak boleh mengingkari janji atau tidak menepati janji. Orang-orang yang melanggar sumpah, mereka akan dimintai pertanggungjawaban langsung oleh Allah Ta’ala. Acapkali, kesetiaan dan kejujuran para imigran Islam di Barat banyak dipertanyakan. Tetapi sebagai warga negara, baik di Jerman ataupun di tempat lain, umat Islam harus berjanji untuk setia dan tulus kepada negara mereka dan bertekad untuk menaati hukum yang berlaku. Janji ini merupakan sebuah kewajiban agama, yaitu mengabdi dengan setia kepada negara mereka dan berjuang untuk memajukannya. Terdapat dalam hadits yang terkenal bahwa ‘cinta tanah air merupakan bagian dari keimanan.’
Atas dasar ini bagaimana mungkin Muslim hakiki itu dikatakan bukan warga negara yang loyal atau cenderung menyebarkan benih perpecahan dalam mayarakat? Sebaliknya, memenuhi janji mereka mengharuskan umat Islam untuk selalu siap sedia berkorban demi negara mereka.
Sungguh bentuk integrasi yang lebih baik dari para imigran Muslim yang hidup dengan keyakinan yang teguh bahwa meskipun mereka lahir di tempat lain, tetapi mereka sekarang menjadi bagian dari negara baru mereka dan siap berkorban untuk kemakmurannya. Lebih lanjut, mereka berjanji untuk menolak segala bentuk pemberontakan pada negara dan menjauhi segala kegiatan yang melanggar hukum.
Oleh karena itu, sangat keliru mengatakan bahwa ajaran Islam itu tidak mampu berasimilasi ke negara-negara non-Muslim. Jika karena keyakinan agama mereka, seorang Muslim tidak minum alkohol, memilih untuk tidak pergi ke kelab malam, berpakaian sopan, atau menolak perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai moralnya, hal itu tidak berarti bahwa ia telah gagal berintegrasi dengan masyarakat. Sebaliknya, saya yakin integrasi itu seharusnya menjadikan seorang imigran untuk selalu mengupayakan perbaikan bagi negara barunya, siap berkorban demi negaranya, dan berusaha melayani rakyatnya dengan tulus. Integrasi semacam itu merupakan cara untuk memastikan bahwa keberagaman dalam masyarakat tidak akan mengakibatkan perpecahan atau konflik. Sebaliknya, hal ini akan menjadi sarana perkembangan bagi masyarakat, dan ikatan persatuan yang kuat akan terjalin di antara warganya.
Dalam hal berbuat baik kepada masyarakat, terdapat suatu kewajiban khusus bagi umat Islam untuk membantu dan melindungi orang-orang yang lemah atau menderita dengan berbagai cara. Misalnya dalam surah Adz Dzariyat ayat 20, Allah Ta’ala berfirman:
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan dalam harta benda mereka ada hak bagi yang meminta dan bagi yang tidak meminta.”
Dalam ayat ini, Al-Qur’an menyatakan bahwa ciri khas seorang Muslim hakiki adalah mereka harus peduli pada semua ciptaan Tuhan dan membantu orang-orang yang membutuhkan, baik mereka yang meminta ataupun tidak. Seorang Muslim tidak boleh menunggu seseorang meminta bantuan, tetapi ia harus proaktif mengidentifikasi mereka yang sedang kesulitan dan membantu mereka mengatasi kesulitan atau masalah mereka.
Di dalam ayat ini, Al-Qur’an menyatakan bahwa beberapa makhluk hidup tidak dapat berbicara atau mengutarakan kebutuhan mereka, termasuk di antaranya hewan-hewan. Beberapa orang menganggap bahwa Islam melarang memelihara hewan peliharaan atau menunjukkan kasih sayang pada hewan, tetapi ayat ini mengharuskan seseorang Muslim untuk merawat hewan dengan penuh perhatian. Demikian pula ayat ini juga memberikan petunjuk akan pentingnya konservasi satwa liar dan melindungi lingkungan di sekitar kita.
Demikian pula dalam Surah Al-Balad ayat 14-17, Allah Ta’ala memerintahkan umat Islam untuk membantu masyarakat yang paling membutuhkan. Ayat-ayat ini menyerukan umat Islam untuk memberi makan orang yang lapar dan membantu mereka yang menderita dalam kemiskinan.
Umat Islam diajarkan untuk membantu orang-orang yang terasing, yang tidak memiliki keluarga atau sahabat yang dapat membantu mereka. Lebih jauh ayat-ayat ini mengarahkan umat Islam untuk mencari keadilan dan pembebasan bagi orang-orang yang secara tidak manusiawi terikat dalam belenggu perbudakan dan penindasan. Umat Islam diperintahkan untuk memperlakukan anak yatim dengan kasih sayang dengan memastikan terlindunginya hak-hak mereka dan menghibur orang-orang yang terampas hak-haknya dengan berbagai cara.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang mencerahkan ini merupakan seruan bagi umat manusia untuk membela hak-hak anggota masyarakat yang paling lemah dan membantu mereka untuk berdiri sendiri. Ayat-ayat tersebut memerintahkan umat Islam untuk berperan aktif dalam menghapuskan segala bentuk perbudakan, kemiskinan, dan kezaliman dari dunia. Intinya, Al-Qur’an mengajarkan kita bahwa melayani sesama manusia adalah sarana untuk mencapai kemajuan rohani.
Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya memenuhi hak-hak orang lain. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 149, Allah Ta’ala berfirman bahwa setiap orang berbeda-beda dan memiliki perspektif hidup dan keinginan pribadi masing-masing. Tetapi Allah berfirman bahwa tujuan utama seorang Muslim adalah menjadi yang terbaik dalam hal ketakwaan, dan hal yang mendasar dalam ketakwaan adalah menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada orang lain.
Selanjutnya, surah An-Nisa ayat 37 Al-Qur’an menegaskan kembali pentingnya menunjukkan kasih sayang kepada sesama. Misalnya, surah ini menekankan bahwa kita harus memperlakukan orang tua dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Surah ini juga menyebutkan hak-hak kerabat, orang yang dicintai, dan orang-orang miskin atau yatim piatu. Ayat ini juga menghargai hak-hak tetangga, dan definisi tetangga menurut Islam sangat luas di mana minimal tetangga itu adalah empat puluh rumah di sekitar mereka. Tetangga juga termasuk teman seperjalanan, rekan kerja, dan bawahan. Jika setiap orang memenuhi hak-hak 40 rumah di sekitar rumah dan rekan serta sahabat mereka, tidak diragukan lagi bahwa masyarakat akan tenteram dan bebas dari konflik.
Prinsip luar biasa lainnya untuk memastikan kedamaian dalam masyarakat terdapat dalam surah 49 ayat 12 di mana Allah Ta’ala berfirman bahwa mencemooh atau mempermalukan bangsa atau masyarakat lain merupakan tindakan yang keliru. Mengejek atau merendahkan orang lain pasti akan menimbulkan kebencian dan menghancurkan kedamaian masyarakat.
Baru-baru ini di Swedia, beberapa orang telah membakar dan merusak Al-Qur’an dan dengan bangga memamerkan tindakan tercela ini di media sosial. Demikian pula, selama bertahun-tahun telah diterbitkan kartun yang sangat menyinggung tentang Nabi Muhammad (saw).
Keberatan kami atas perbuatan keji tersebut tidak hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang menyasar Islam atau umat Islam. Tetapi kami sangat yakin bahwa merendahkan sesuatu yang sakral bagi para pengikut agama manapun adalah hal yang tercela dan harus dikecam dengan keras. Tindakan-tindakan seperti itu akan memprovokasi dan menyakiti orang-orang yang tidak bersalah dan memicu kemarahan besar dan dendam. Tindakan-tindakan tersebut akan menjadi sarana perusak perdamaian dan keutuhan masyarakat.
Islam mengajarkan untuk menjaga perasaan satu sama lain dengan penuh sensitifitas dan pertimbangan.
Hak-hak Perempuan Dalam Islam
Kembali pada pembahasan berikutnya, sebelum mengakhiri, saya juga ingin membahas pertanyaan tentang hak-hak perempuan dalam Islam.
Dalam hal hak-hak perempuan, Islam seringkali disalahpahami. Tidak benar Islam mengabaikan hak-hak perempuan, sebaliknya Islam telah menegakkan hak-hak perempuan berabad-abad lamanya sebelum hak serupa diberikan oleh negara-negara yang dianggap maju saat ini. Di zaman ketika hak-hak perempuan dianggap tidak perlu diperhatikan, Al-Qur’an dan Rasulullah saw telah mengabadikan hak-hak yang begitu banyak bagi wanita dan anak-anak peremuan, termasuk hak-hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk bercerai dan hak untuk mendapatkan warisan.
Pada suatu kesempatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan analogi bahwa wanita itu seperti tulang rusuk. Jadi wanita itu lembut dan harus diperlakukan dengan cinta dan kelembutan. Jika seseorang memperhatikan pernyataan ini dengan saksama, mereka akan menyadari betapa terhormatnya status wanita dalam Islam.
Tulang rusuk manusia dirancang untuk melindungi organ vital seseorang. Jadi, dengan menggambarkan wanita seperti itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukkan bahwa wanita memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terkenal lainnya adalah, “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
Perempuan diberi kedudukan yang khusus dan tinggi ini karena ibu memegang peranan utama dalam mendidik generasi penerus masyarakat dan memberikan pengorbanan besar demi anak-anaknya. Jika seorang perempuan memenuhi kewajibannya kepada anak-anaknya, maka mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak dan saleh yang memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, ibu adalah sarana kesuksesan dan kemajuan bagi anak-anaknya dalam kehidupan ini dan membimbing mereka di jalan menuju surga di akhirat.
Surah An-Nisa ayat 20 memberikan gambar luar biasa dalam menegakkan hak-hak perempuan di rumah tangga. Ayat tersebut secara khusus memerintahkan laki-laki Muslim untuk memperlakukan istri mereka dengan penuh kasih sayang dan memperhatikan kebutuhan mereka. Islam menetapkan bahwa perempuan adalah individu yang bebas dan tidak dapat dipaksa untuk mendapatkan laki-laki manapun.
Dalam hal keuangan, apa pun yang diperoleh wanita hal itu menjadi haknya, suaminya tidak dapat menuntut bagian. Setelah bercerai, Islam mengajarkan bahwa wanita bebas untuk menyimpan apa pun yang diberikan suami mereka selama pernikahan. Di dunia saat ini, ketika pernikahan berakhir, sering terjadi konflik berkepanjangan dan pertikaian sengit karena laki-laki berusaha mendapatkan kembali apa yang telah mereka berikan kepada istri mereka. Namun, Islam tidak mengizinkan hal ini.
Al-Qur’an Surat 16 ayat 73 kembali menekankan bagaimana seharusnya wanita diperlakukan. Laki-laki harus memperlakukan istri mereka dengan kelembutan dan menyayangi mereka yang telah melahirkan anak-anak mereka.
Selain itu, dalam Surat 2 ayat 188, Allah Ta’ala menyatakan bahwa istri adalah pakaian bagi suaminya, dan suami adalah pakaian bagi istrinya. Artinya, suami dan istri itu memiliki kedudukan yang sama dan masing-masing merupakan pelindung bagi pasangannya. Mereka harus menunjukkan cinta dan melindungi satu sama lain, bukannya menjadi sumber kesengsaraan atau kesedihan bagi pasangan mereka.
Dalam waktu singkat singkat ini, saya hanya menyebutkan beberapa hak perempuan yang ditetapkan oleh Islam. Cukuplah untuk mengatakan bahwa tuduhan bahwa Islam mengingkari hak-hak perempuan tidak berdasar dan bertentangan dengan fakta. Bahkan tidak berlebihan mengatakan bahwa konsep Islam tentang hak-hak perempuan sangatlah revolusioner.
Dan seperti yang saya uraikan sebelumnya, banyak tuduhan lain telah dilontarkan kepada Islam, dan semuanya tidak berdasar. Tentu saja, sangat keliru mengatakan bahwa Islam adalah agama kekerasan atau ekstremisme atau mengatakan nilai-nilai moral dalam Islam itu kurang. Sangat tidak adil mengatakan bahwa Islam berusaha memicu kekacauan dalam masyarakat, padalah Islam adalah agama yang berusaha untuk membangun jembatan di antara para pengikut semua agama dan kepercayaan. Islam adalah agama yang mempromosikan perdamaian, cinta, dan kerukunan.
Secara harfiah kata Islam itu artinya adalah kedamaian dan keamanan. Jika terdapat beberapa umat Islam yang tidak memenuhi hak-hak orang lain, maka itu adalah karena pribadi mereka dan bukan kesalahan Islam atau ajarannya. Tentu orang-orang seperti bersalah karena melanggar ajaran agama mereka.
Melalui pemaparan ini saya berharap bahwa apapun pertanyaan yang kalian ajukan tentang Islam dapat dijawab dengan tepat. Namun jika ada di antara kalian yang menginginkan penjelasan lebih dalam lagi, kalian dapat berbicara dengan para mubaligh atau pusat kami di sini dan para cendikiawan kami di lain waktu.
Akhir kata, saya berdoa semoga orang-orang di dunia dapat menyadari Tuhan Pencipta mereka dan semoga seluruh umat manusia dapat hidup bersama dalam damai dengan semangat kasih sayang dan saling menghormati tanpa membeda-bedakan agama mereka.
Sekali lagi dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kembali kepada kalian semua yang telah bergabung dengan kami pada hari ini. Terima kasih banyak.
Sumber: Alislam.org