Mengubah Rasa Takut menjadi Damai – Pembentukan Khilafat dan Berkahnya
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 28 Mei 2021 (Hijrah 1400 Hijriyah Syamsiyah/Syawal 1442 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Tilford.
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Yang Mulia, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad ayyadahuLlahu ta’ala bi nashrihil ‘aziz membacakan ayat-ayat berikut dari Al-Qur’an:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ()
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ()
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu Khalifah di bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan Khalifah orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia pasti akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan pasti Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang durhaka.”
“Dan dirikanlah shalat, dan bayarlah zakat, dan taatlah kepada Rasul itu supaya kamu mendapat rahmat”, (Al-Qur’an, Surah an-Nur, 24: 56-57)[1]
Kemarin, tanggal 27 Mei kita mengenangnya dengan sebutan Hari Khilafat. Pada Hari Khilafat biasa diadakan acara-acara pertemuan di dalam Jemaat supaya kita mengenal sejarah Jemaat dan tanggungjawab setiap individu dalam kaitannya dengan Khilafat. Setelah baiat kepada Khilafat, kita dapat memenuhi tanggungjawab itu sehingga senantiasa menjadi pewaris karunia Allah Ta’ala. Berkat kebaikan Allah Ta’ala, kita telah beriman kepada utusan Allah Ta’ala di zaman ini yang telah diutus oleh Allah Ta’ala untuk mengajarkan ajaran Islam yang hakiki kepada kita.
Setelah itu kita baiat kepada Khilafat agar dapat menerapkan bagi diri sendiri, ajaran yang telah disampaikan kepada kita oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as) untuk selanjutnya menyebarkannya ke seluruh dunia. Alhasil, keterikatan dengan Khilafat Ahmadiyah menuntut tanggung jawab besar setiap Ahmadi. Jika kita berhasil memenuhi tanggung jawab tersebut, baru kita dapat memenuhi hak ihsan (kebaikan) yang Allah Ta’ala telah anugerahkan kepada kita.
Ayat tentang Khilafah
Ayat-ayat yang saya tilawatkan baru saja, di dalamnya Allah Ta’ala menyampaikan janji akan menganugerahkan ketentraman dan merubah keadaan takut dengan kedamaian, di sana janji tersebut disertai dengan syarat yakni seseorang harus memiliki keimanan yang teguh, mengamalkan amal saleh, memenuhi hak ibadah dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Jangan sampai ada jenis syirk apapun di dalam diri kita. Untuk meraih itu semua, perlu bagi kita untuk beribadah dan shalat sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah Ta’ala. Begitu juga penting untuk membelanjakan harta di jalan Allah, belanjakanlah harta di jalan-Nya. Taat kepada Rasul pun sangat penting, taatlah pada setiap perintah beliau. Jadi, jika kita mengingat hal ini dan berusaha untuk menyelaraskan kehidupan kita dengannya begitu juga janji yang kita sampaikan untuk mendahulukan agama diatas duniawi, jika kita berusaha untuk mengamalkannya disertai ruh hakiki, kita akan mendapatkan bagian dari ni’mat-ni’mat yang telah Allah janjikan dan akan meraih limpahan hakiki dari ni’mat-ni’mat Khilafat. Alhasil, ayat ini memberikan kabar suka yang sangat besar bagi orang mukmin.
Namun seiring dengan itu, perlu untuk menjadi bahan renungan bagi kita, karena jika kita tidak memenuhi persyaratannya, kita tidak akan dapat meraih nikmat tersebut secara hakiki. Jika seseorang tidak melakukan shalat, tidak membayar zakat dan tidak memenuhi hak-hak Allah dan para hamba-Nya sebagaimana yang telah disebutkan tadi, kita tidak akan dapat menyerap rahmat dan karunia Allah Ta’ala. Meraih pengetahuan sejarah saja dan merayakan hari Khilafat saja tidak cukup, sebelum kita menjadi hamba-hamba yang hakiki. Sebelum kita menjaga shalat-shalat kita dan sebelum kita memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan para hamba-Nya, merayakan hari Khilafat yang kita lakukan ini belum bisa memberikan faedah berarti.
Perlu bagi kita untuk mengevaluasi diri, bagaimana keadaan keimanan kita. Apakah dalam diri kita terdapat rasa takut kepada Allah Ta’ala? Apakah kita melangkah di atas jalan ketakwaan yang sehalus-halusnya? Apakah kita lebih mencintai Allah Ta’ala lebih dari segala sesuatu? Apakah kita taat sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya? Seiring dengan itu, pandangan kita hendaknya mengarahkan kita pada amalan kita sendiri, yakni apakah setiap amalan kita sesuai dengan ajaran Islam yang hakiki, apakah amalan kita didasari niat pamer saja atau tidak? Apakah kita melakukan shalat didasari dengan niat pamer? Apakah pengorbanan harta dan zakat yang kita berikan didasari dengan niat pamer? Apakah kita melakukan puasa didasari dengan niat pamer? Apakah ibadah haji yang kita lakukan hanya untuk mendapatkan sebutan haji saja?
Ketaatan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya akan terpenuhi, ketentraman hati dan kedamaian akan dapat diraih jika amalan yang kita lakukan semata mata didasari untuk meraih keridhaan Allah semata. Masyarakat akan berada dibawah naungan Khilafat jika setiap amalan kita memenuhi hak hak Allah Ta’ala dan hambaNya. Jangan hanya sebatas di lisan saja, melainkan harus memberikan perhatian sepenuhnya terhadap petunjuk Allah Ta’ala tersebut. Artinya, seorang mukmin akan dapat meraih limpahan keberkatan jika disertai dengan amal saleh.
Hazrat Adqas Masih Mau’ud (as) bersabda, “Di dalam Al-Quran, Allah Ta’ala menggandengan keimanan dengan amalan saleh. Amalan saleh adalah suatu amalan yang didalamnya tidak terdapat kerusakan (fasadaanah) walaupun sebesar zarrah (sekecil apapun). Ingatlah, amal manusia senantiasa diincar oleh pencuri. Apakah pencuri itu? Pencurinya adalah rasa pamer. Artinya, ketika seseorang melakukan suatu amalan didasari oleh perbuatan riya, ‘ujb (membanggakan diri) yakni setelah beramal hati menjadi senang dan bangga beranggapan bahwa ia telah berbuat kebaikan yang besar. Begitu juga berbagai jenis keburukan yang terkadang tidak disadari oleh manusia dan dosa yang ia lakukan. Disebabkan oleh hal tersebut, amalannya menjadi batil. Amal saleh adalah amalan yang didalamnya tidak terdapat kezaliman (aniaya), kebanggaan diri, pamer, takabbur dan tidak terpikir sedikit pun untuk merampas hak orang lain. Itu adalah amal saleh. Tidak hanya tidak melakukan [hal-hal buruk itu], bahkan pemikiran pun jangan sampai timbul di dalam hati, dengan begitu akan dapat menjadi mukmin hakiki dan amalannya merupakan amalan saleh.
Sebagaimana amalan saleh dapat menyelamatkan manusia di akhirat, begitu juga amalan saleh dapat menyelamatkan kita di dunia ini.
Jika seorang saja melakukan amalan saleh di dalam suatu rumah tangga, maka seluruh rumah akan selamat. Ketahuilah, sebelum seseorang melakukan amalan saleh, hanya beriman saja tidak akan memberikan manfaat padanya.”[2]
Alhasil, seiring dengan keimanan, amalan saleh merupakan syarat yang sangat penting. Beliau bersabda: Amal saleh tidak dapat terwujud dengan pernyataan dan ketetapan kita, dengan mangatakan bahwa amalannya adalah amal saleh. Sebenarnya amal saleh adalah amalan yang didalamnya tidak terdapat jenis kerusakan apapun, karena salih sendiri merupakan kebalikan dari kefasadan. Sebagaimana makanan akan dikatakan thayyib (bagus) jika tidak mentah, tidak juga terlampau matang dan tidak juga memiliki kualitas rendah, melainkan akan menjadi bagian tubuh manusia. makanan yang tayyib adalah yang didalamnya tidak terdapat kekurangan apapun. Demikian pula, adalah perlu agar dalam amalan salih tersebut tidak terdapat jenis kefasadan apapun yakni harus sesuai dengan hukum yang Allah Ta’ala tetapkan dan sesuai denga napa yang disunnahkan oleh Rasulullah (saw) dan dicontohkan oleh beliau. Di dalamnya tidak dijumpai kemalasan. Ketika melakukan amalan tersebut jangan dijumpai rasa bangga diri, pamer, tidak dengan ketetapan sendiri. Jika sudah memenuhi syarat tersebut, maka itu merupakan amalan saleh. Untuk itu, janganlah mengada adakan ketetapan sendiri, jangan menafsirkan sesukanya, jangan mengatakan sesukanya bahwa yang dimaksud adalah ini dan itu melainkan lakukan huruf demi huruf seperti yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya. Jika demikian, maka itulah amal saleh.
Bersabda. Ini merupakan perkara yang sangat besar dan penting. Jika keadaan tersebut dapat diraih maka yakinlah bahwa kita telah meraih limpahan keberkatan dari janji janji Allah Ta’ala.”[3]
Orang-orang seperti inilah yang memenuhi janji untuk menegakkan Khilafat Ahmadiyah. Bukanlah orang-orang yang mulai menfasirkan amal saleh Ketika berhubungan dengan kemaslahatannya sendiri. Mereka menafsirkan sendiri keputusan ma’ruf. Kesombongannya telah menguasainya.
Pengakuan orang-orang seperti itu bahwa mereka terjalin dengan Khilafat tidak bisa memberikan manfaat baginya, sekalipun mereka tetap mengatakan bahwa mereka tetap terjalin dengan Khilafat. Orang yang menjalin hubungan kesetiaan dengan Khilafat dalam corak hakiki adalah mereka yang taat dengan segenap ketulusan kepada Khilafat, merekalah yang menjaga Khilafat dan Khilafat juga menjaga mereka. Doa-doa yang dipanjatkan oleh Khalifah akan menyertai mereka, penderitaan yang mereka alami akan menarik perhatian Khilafat untuk mendoakannya. Merekalah yang melakukan amalan saleh yang mana jalinan hubungannya dengan Khilafat atau Khilafat dengannya semata mata untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala.
Alhasil, inilah Khilafat hakiki yang didalamnya jalinan Jemaat dengan Khilafat semata mata untuk meraih keridhaan Ilahi. Inilah Khilafat yang akan memberikan ketentraman dan kedamaian. Inilah jalinan antara individu dengan Khilafat yang akan menjadikan keduanya meraih karunia Allah Ta’ala.
Umat Muslim yang lain berkeinginan untuk mendirikan Khilafat, namun mereka melakukannya dengan upaya duniawi yang mana upaya itu tidak akan bisa memberikan manfaat bagi mereka dan tidak juga Khilafat seperti itu akan dapat berdiri, seberapapun besarnya upaya yang mereka lakukan. Khilafat akan berlangsung sesuai dengan ketetapan Allah Ta’ala. Dengan fakta ini, selain harus timbul gejolak rasa syukur dalam diri kita dan membuat kita tunduk di hadapan Allah Ta’ala karena Dia telah menganugerahkan ni’mat Khilafat kepada kita, di sisi lain, kita pun setiap saat harus menanamkan rasa takut kepada Allah Ta’ala dan perlu untuk mengarahkan pandangan setiap saat pada amalan kita, apakah amalan kita sudah sesuai dengan perintah Allah Ta’ala dan RasulNya, apakah pemenuhan huququllah dan huququl ibad yang kita lakukan telah sesuai dengan yang Allah tetapkan ataukah belum?
Jadi, dimana setiap Ahmadi hendaknya melewati hidup dengan rasa syukur kepada Allah Ta’ala yang telah menganugerahkan ni’mat Khilafat kepada kita, disisi lain kita harus mengevaluasi diri yakni, apakah kita tengah mengamalkan perintah Allah Ta’ala ataukah tidak? Jika kita mengarungi hidup disertai dengan pemikiran seperti itu dan menyelaraskan amalan kita dengan itu dan juga berdoa untuk tetap tegaknya Khilafat, dengan begitu kita akan terus menjadi pewaris ni’mat ni’mat Allah Ta’ala. Inilah yang diajarkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as) kepada kita yakni Allah Ta’ala meyakinkan beliau bahwa nizam Khilafat akan terus berlangsung dan berbagai kabar suka yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau, semuanya pasti akan tergenapi, jika kita memenuhi persyaratan-persyaratan itu.
Sebagaimana dalam buku Al-Wasiyat beliau telah menjelaskan secara rinci berkenaan dengan nizam Khilafat. Beliau bersabda, “Ini adalah Sunnah Ilahi. Semenjak Dia menciptakan manusia di atas bumi ini, Dia senantiasa memperlihatkan Sunnah Ilahi ini. Yaitu Dia selalu menolong Nabi-nabi-Nya dan Rasul-rasul-Nya dan memberi kemenangan kepada mereka, sebagaimana firman-Nya,
كَتَبَ اللّٰهُ لَاَغْلِبَنَّ اَنَا۠ وَرُسُلِيْۗ
Allah telah menetapkan, “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.”
Dan yang dimaksud dengan kemenangan ialah sebagaimana cita cita para Rasul dan para Nabi yaitu keterangan dan Hujjatullah sempurna diatas bumi dan tidak seorang pun dapat melawannya. Maka, demikianlah Allah Ta’ala menunjukkan kebenaran para Nabi itu dengan tanda-tanda yang kuat dan kebenaran yang hendak mereka sebarluaskan di dunia. Dia membiarkan tangan mereka menanam benih kebenaran itu, akan tetapi Dia tidak menumbuhkannya hingga berbuah sempurna ditangan mereka. Melainkan Dia mewafatkan mereka dalam kurun waktu tertentu yang secara lahiriah mengandung kecemasan seakan-akan missi ini gagal, karenanya para penentang mendapatkan kesempatan untuk mentertawakan, mengolok-olok, mencela dan memaki para utusan Tuhan. Dan ketika para penentang itu telah puas mengolok- olok dan mentertawakan, maka barulah kemudian Dia memperlihatkan Kemahakuasaan-Nya lalu Dia ciptakan sarana-sarana yang dengan perantaraanya, cita-cita yang terbengkalai tadi akan sampai kepada kesempurnaannya.”[4]
Kita menyaksikan kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah menggetarkan para Ahmadi, di sana para penentang Jemaat merayakan kebahagiaannya. Ketika kewafatan beliau as, sedemikian rupa mereka begitu rupa menyampaikan bualan kosong sehingga dengan mendengarnya manusia akan merasa malu. Mereka melakukan hal hal yang sia sia sehingga manusia terheran heran dibuatnya, yakni orang-orang yang menyebut nama Allah dan RasulNya sampai begitu rupa jatuh dalam jurang amoral. Tidaklah perlu bagi saya untuk menyebutkan semua ulah buruk mereka itu, namun akan saya sampaikan beberapa upaya mereka lainnya yakni bagaimana mereka berusaha untuk menghancurkan Jemaat paska kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Berkenaan dengan terpecah belahnya Jemaat dan bagaimana mereka menyebarkan kabar dusta perihal murtadnya para Ahmadi. Misalnya, Murid murid Peer Jamaat Ali Syah mengatakan: Paska kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud (as), Mirzai (sebutan mereka untuk para Ahmadi) telah tobat dan baiat.’”[5] Maksudnya, mereka menyebarkan berita bohong bahwa para Ahmadi telah menyatakan keluar dari Ahmadiyah dan bergabung dengan mereka.
Khawajah Hasan Nizami Sahib merayu para Ahmadi dengan mengatakan, “Sekarang buatlah pernyataan pengingkaran atas penda’waan Kemasihan dan Kemahdian Mirza Sahib, jika tidak, ada kekhawatiran, tanpa keberadaan orang yang bijak dan figur pemimpin seperti Mirza Sahib, Jemaat Ahmadi tidak akan dapat lagi bertahan menghadapi penentangan para penentang dan akan tercerai-berai.”[6] (orang ini menyampaikan rayuan tersebut dengan gaya yang politis dan Bahasa yang halus)
Orang tersebut memiliki tabiat yang serius, meskipun nampaknya ia menyampaikan ajakan itu kepada para Ahmadi dengan penuh rasa simpatik yakni sekarang Mirza Sahib telah wafat, tidak ada lagi yang akan menjaga kalian, untuk itu tinggalkanlah Ahmadiyah dan bergabunglah bersama kami.
Namun mereka tidak tahu bahwa mata mereka tidak dapat menyaksikan keagungan janji yang disampaikan oleh Allah Ta’ala kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as), میں تیرے ساتھ اور تیرے تمام پیاروں کے ساتھ ہوں۔ Aku menyertaimu dan orang-orang yang engkau cintai.’”[7]
Allah Ta’ala menyampaikannya kepada beliau dalam Ilham. Allah Ta’ala telah berjanji kepada beliau dan meyakinkan bahwa sepeninggal beliau akan dimulai silsilah kekhilafatan beliau dan semua janji serta nubuatan pasti akan terpenuhi. Beliau (as) menjelaskan, “Jemaat para Nabi ini pun [akan] melihat adanya kudrat kedua.”
Dalam hal ini, dengan beliau (as) menyampaikan bahwa Jemaat ini adalah Jemaat para Nabi, hal ini memberikan jawaban kepada beberapa Ahmadi yang rendah keimanannya yang terkadang enggan menyatakan Hadhrat Masih Mau’ud (as) adalah seorang Nabi. (ini pun adalah jawaban untuk mereka). Beliau sendirilah yang telah bersabda, “Jemaatku adalah Jemaat Nabi, dan aku adalah Nabi”.
Beliau pun bersabda, “Jemaat para Nabi pun melihat adanya kudrat kedua. Inilah yang Anda sekalian akan saksikan, yaitu bagi yang teguh dalam keimanan dan beramal saleh.”
Kudrat Kedua
Lalu berkenaan dengan terus berlangsungnya kudrat kedua, beliau bersabda, “Alhasil, Dia memperlihatkan dua macam kudrat. Pertama, Dia memperlihatkan tangan kudrat-Nya melalui para Nabi-Nya. Kedua, setelah kewafatan Nabi, di waktu menghadapi kesukaran-kesukaran, sedang musuh lagi berusaha sekuat tenaga dan menyangka bahwa sekarang usaha [mereka] telah gagal, dan mereka yakin bahwa sekarang Jemaat ini akan hancur – sementara orang-orang dari kalangan Jemaat pun merasa ragu, dan mereka menjadi putus harapan, dan beberapa yang bernasib buruk diantaranya pun menyimpang ke arah kemurtadan – maka saat itulah Allah Ta’ala untuk kedua kalinya menunjukkan kudrat-Nya yang amat kuat, dan Jemaat yang hampir akan roboh itu disambut-Nya kembali. Jadi, orang yang sabar sampai akhir, ia akan menyaksikan mukjizat Allah Ta’ala ini. Sebagaimana telah terjadi di waktu Hadhrat Abu Bakar Siddiq (ra) ketika kewafatan Rasulullah (saw) dianggap sebagai bukanlah pada waktunya, dan banyak sekali orang-orang di daerah pedalaman yang lantas menjadi murtad, dan para sahabat pun menjadi hampir-hampir gila karena terlampau sedihnya. Maka pada waktu itulah Allah Ta’ala menegakkan Hadhrat Abu Bakar Siddiq untuk memperlihatkan kudrat-Nya untuk kedua kali, dan Islam yang hampir-hampir akan tumbang itu ditopang-Nya kembali. Dan janji yang difirmankan-Nya telah ditepati-Nya, yaitu: ولیمکننّ لھم دینھم الّذی ارتضیٰ لھم و لیبدّلنّھم من بعد خوفھم امنًا yakni Kami pasti akan meneguhkan kembali langkah mereka setelah adanya ketakutan.”[8]
Lalu beliau bersabda: “Sebab itu, wahai saudara-saudara! Sebagaimana inilah sunnatullah sejak masa silam, bahwa Allah Ta’ala memperlihatkan dua kudrat-Nya, supaya Dia membinasakan kegembiraan-kegembiraan semu para musuh-Nya. Jadi, kini tidaklah mungkin Allah Ta’ala meninggalkan sunnah-Nya yang ada semenjak silam. Oleh karena itu, janganlah Anda sekalian menjadi sedih dengan apa yang telah aku sampaikan di hadapanmu, dan janganlah hatimu dirundung kekhawatiran; karena, haruslah bagimu untuk menyaksikan kudrat kedua itu. Kedatangannya kepadamu adalah membawa kebaikan, karena Dia akan selamanya tinggal bersamamu, dan hingga kiamat silsilahnya tidak akan terputus. Kudrat kedua itu tak dapat datang sebelum aku pergi; namun tatkala aku pergi, maka Tuhan akan mengirimkan Kudrat Kedua itu kepadamu, dan ia akan tinggal bersamamu selama-lamanya; sebagaimana janji Allah Ta’ala dalam “Barahin Ahmadiyah”. Janji itu bukan untukku, melainkan untukmu, seperti firman Tuhan: Aku akan memberi kepada Jemaat ini, yaitu pengikut-pengikut engkau, kemenangan di atas golongan-golongan lain sampai hari kiamat”
Maka dari itu, pasti akan datang kepadamu hari perpisahanku, supaya sesudah itu akan datang hari yang merupakan hari “janji kekal” itu. Tuhan kita adalah Tuhan yang menepati janji, yang setia dan yang benar. Dia akan memperlihatkan kepadamu segala apa yang sudah dijanjikan-Nya. Meskipun masa ini adalah masa akhir dunia serta banyak malapetaka akan tiba, tetapi pastilah dunia akan tetap berdiri sebelum segala hal yang dikabarkan Tuhan itu semua sempurna. Aku lahir sebagai suatu corak Kudrat dari Tuhan. Aku adalah Kudrat Tuhan yang berjasad. Kemudian sesudah aku akan ada lagi keberapa wujud yang akan menjadi penzahiran Kudrat Kedua. Sebab itu senantiasalah Anda semua berhimpun seraya mendoa menanti Kudrat Tuhan yang kedua itu.”[9]
Maka dari itu, sesuai dengan nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud (as), dan sesuai yang telah Allah Ta’ala janjikan kepada beliau, kita sekarang tengah menyaksikan bagaimana karunia Allah Ta’ala kata demi kata tengah sempurna semenjak 113 tahun silam. Mereka yang Ketika kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud (as) mengatakan, “Kepala orang-orang Ahmadi telah terpotong, dan kini tak ada lagi yang tersisa”. Mereka mengatakan kepada para Ahmadi, “tinggalkan Ahmadiyah, karena kini tak ada lagi yang dapat menjalankannya”.
Khalifatul Masih I
Kemudian, tentang Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (ra), tertulis di surat kabar Curzon Gazette, “Kini apa lagi yang tersisa pada Jemaat Mirzai. Kepalanya telah terputus, yaitu sesosok yang menjadi imam mereka.” (ini ditulis setelah [terpilihnya] Khilafat Hadhrat Khalifatul Masih Awwal). “Seseorang yang [kini] menjadi imam mereka, tiada perbedaannya. Ia hanya akan menyampaikan dars Quran kepada kalian di Masjid.”
Namun mereka yang tuna akal itu tidak tahu bahwa inilah pekerjaan mulia yang demi itu Hadhrat Ibrahim (as) telah mendoakan untuk kebangkitan satu rasul yang agung dari antara keturunannya. Inilah syariat mulia yang karenanya Rasulullah (saw) telah dibangkitkan, dan inilah kitab yang lengkap lagi sempurna yang dengan menilawatkan dan mengajarkannya seorang akan berhasil di dunia dan di akhirat. Inilah kitab yang demi menyebarkannya Hadhrat Masih Mau’ud (as) pun telah dibangkitkan, dan inilah pekerjaan yang demi melaksanakannya telah ditegakkan suatu nizam Khilafat.
Alhasil, setelah mendegar perkataan mereka itu, Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (ra) bersabda, “Saya berdoa semoga inilah yang terjadi, yaitu supaya saya senantiasa memperdengarkan Al-Quran kepadamu.”[10]
Amanat ini telah dijalankan secara luar biasa oleh Hadhrat Khalifatul Masih Awwal. Anggapan para musuh bahwa kini akan muncul kekurangan-kekurangan dalam hal pengaturan Jemaat dan ikatan Jemaat akan tercerai berai, maka ini menjadi kekecewaan mereka belaka.
Hadhrat Khalifatul Masih Awwal dengan sangat keras menekan segenap fitnah dari mereka yang munafik dan beberapa pemuka Anjuman, hingga mereka tak lagi memiliki keberanian untuk menimbulkan kejahatan. Beliau di dalam pidato pertama keKhalifahan bersabda: “Kini, ke arah manapun tabiat engkau, engkau harus menjalankan semua perintahku”.[11]
Kemudian pada satu kesempatan di Masjid Mubarak, dengan segenap kejalalan beliau berpidato dan bersabda, “Engkau telah sedemikian rupa melukaiku dengan perbuatanmu, hingga aku pun tak sanggup berdiri di bagian masjid yang engkau bangun; namun [kini] aku berdiri di bagian masjid milik sosok Mirzaku dulu (yakni bagian masjid dahulu yang dibangun di masa Hadhrat Masih Mau’ud (as), dan beliau berdiri di sana, bukan di bagian masjid hasil dari perluasan yang dibangun dari candah Jemaat).
Beliau bersabda, “Saya pun tidak berdiri di sana, dan saya berdiri di bagian asli masjid yang dibangun di zaman Masih Mau’ud (as)” (atau bagian yang ada sejak masa awal beliau, bukan setelah adanya perluasan di masa selanjutnya). Lalu bersabda, “Saya putuskan bahwa baik Jemaat maupun Anjuman keduanya taat pada Khalifah dan keduanya adalah khadim, (yakni baik Anjuman maupun pengikut beliau, semuanya adalah khadim). Anjuman adalah penasihat”. (Ya, sebagai penasihat, dapat diambil pendapat dari Anjuman dan musyawarah ini pun adalah hal yang penting).
Beliau pun bersabda, “Siapa saja yang menulis tugas Khalifah [hanyalah] mengambil baiat, dan pemimpin sebenarnya adalah Anjuman, hendaknya ia bertaubat. Tuhan telah memberitahukan kepadaku, ‘Bila ada diantara Jemaat ini yang murtad meninggalkan engkau, Aku akan memberikan satu Jemaat sebagai gantinya.’”
Lalu bersabda, “Ada orang yang mengatakan bahwa tugas Khalifah hanyalah mengimani shalat, menikahkan, atau mengambil baiat, Seorang mullah pun dapat melakukan pekerjaan ini, dan apa gunanya Khalifah, sehingga tidaklah perlu ada Khalifah.”
Bersabda, “Untuk pekerjaan itu, tidaklah perlu ada Khalifah, dan saya pun tidak ingin mengambil baiat yang semacam itu. Baiat yang sebenarnya adalah yang padanya ada ketaatan sempurna, yang di dalamnya tak ada satu perintah Khalifah pun yang diabaikan.”[12]
Pidato ini tidak hanya menggagalkan rencana-rencana orang-orang munafik, namun juga membungkam mulut para penentang. Dan kepada sosok yang orang-orang menganggapnya sebagai sosok tua dan lemah, maka tatkala ia berbicara melalui dukungan Allah Ta’ala, semua orang pun terduduk laksana buih, dan mereka yang memperolok pun menyembunyikan mulutnya. Orang-orang mukhlis Jemaat memperbaharui janji baiat mereka dengan semangat baru, dan dunia pun menyaksikan betapa Jemaat semakin melaju kearah kemajuan-kemajuan.
Khalifatul Masih II
Kemudian pada Maret 1914 ketika Hadhrat Khalifatul Masih Awwal wafat, saat itu pun muncul gejolak yang amat menggemparkan dalam Jemaat. Para pemuka Anjuman yang mengganggap dirinya sebagai penerus sebenarnya dari Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan mereka pun diam karena [keberadaan] Hadhrat Khalifatul Masih Awwal, pada akhirnya mereka pun menampakkan dirinya. Demikianlah orang-orang munafik pun lantas berupaya menampakkan dirinya. Namun tangan pertolongan dan dukungan Allah Ta’ala menjadi perantara untuk menopang kembali kedudukan Khilafat sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as).
Para petinggi Anjuman khawatir jangan sampai Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad terpilih menjadi Khalifah selanjutnya. Oleh karena itulah, mereka sangat berusaha supaya jangan ada sosok Khalifah dan bagaimana agar perkara ini tersingkirkan meskipun untuk jangka waktu tertentu saja. Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dengan jelas bersabda, “Khalifah harus tetap ada, dan dengan ini saya jelaskan bahwa saya tidak gemar untuk menjadi Khalifah. Pilihlah siapa saja Khalifah sesuai keinginan kalian. Saya dan semua keluarga besar saya akan baiat padanya dengan kesungguhan hati”.
Namun mereka ini yang menganggap dirinya paling berilmu, dan mereka pun takut jangan sampai keputusan tidak memihak mereka, karena bukan merekalah yang menginginkannya [Khilafat], sehingga atas hal ini pun mereka tidak menerimanya. Hadhrat Khalifatul Masih Kedua, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, ketika beliau bersabda bahwa beliau siap untuk berbaiat kepada siapapun, sehingga tunjuklah seseorang untuk itu, dan bagaimanapun juga Khalifah harus ada, mereka tidak menerima hal ini.
Walhasil, sesuai dengan wasiat Hadhrat Masih Mau’ud (as), Jemaat orang-orang mukmin berkumpul di Masjid Nur dan ada sekitar 2.000 (dua ribu) lebih Jemaat, dimana hampir semuanya telah memilih Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad sebagai Khalifah mereka, dan saat itu semua orang berupaya saling maju dan mendekat untuk melakukan baiat. Mereka yang menyaksikan menulis bahwa seolah-olah para malaikat menggiring semua orang untuk menunaikan baiat saat pemilihan [Khalifah] Allah Ta’ala ini.”[13]
Setelah melihat semua ini, kelompok Anjuman yang beberapa orang itu pun (ada diantaranya yang merupakan para petinggi Anjuman) pergi dari sana seraya mengambil semua perbendaharaan Anjuman. Namun dunia menyaksikan, betapa Allah Ta’ala telah menganugerahkan keteguhan kepada Jemaat ini dengan perantaraan Khilafat Ahmadiyah.
Masa 52 tahun Khilafat Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra), Khalifatul Masih Kedua adalah bukti bahwa sosok pemuda yang di atas pundaknya telah Allah Ta’ala letakkan tanggung jawab Khilafat, betapa sosok tersebut telah membawa Jemaat ini dengan sangat cepat menuju jenjang-jenjang kemajuan. Mereka yang dahulu membawa semua perbendaharaan Anjuman dan mengatakan bahwa Qadian akan berada di bawah kekuasaan Kristen, sekarang segenap keturunan mereka tengah menyaksikan betapa dukungan-dukungan Allah Ta’ala kepada Khilafat Ahmadiyah ini memperlihatkan bahwa Dia menjadikan orang-orang Kristen itu bersatu di bawah bendera Almasih Muhammadi.
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) telah membuka misi di banyak sekali negara di dunia. Di Afrika, para misionaris Kristen tak sanggup berdiri menghadapi para mubalig Ahmadiyah. Pada akhirnya, mereka harus menerima bahwa Ahmadiyah adalah halangan terbesar mereka dalam penyebaran Kristen, dan hal ini tertulis di dalam laporan-laporan mereka. Alhasil, kita menyaksikan, bahwa baik dalam hal penyerangan terhadap Qadian, atau di medan pertabligan, atau di peristiwa hijrah, Pada setiap kesempatan Sang Khalifah pemilik keteguhan hati yang luar biasa ini (Ulul Azmi) mengantarkan bahtera Jemaat pada tonggak-tonggak kesuksesan dan menjaganya.
Khalifatul Masih III
Pada akhirnya sesuai dengan taqdir ilahi beliau wafat pada November 1965. Allah Ta’ala sesuai dengan janji-janji-Nya menegakkan Qudrat Tsaniyah yang ketiga. Kemudian seraya membawa Jemaat dari ketakutan menuju pada keamanan, Allah Ta’ala menghimpun mereka di tangan Hazrat Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih Ats-Tsalit (rh) dan kemudian Jemaat mulai melangkah pada tonggak-tonggak kemajuan.
Dimulailah satu era baru pembukaan sekolah dan rumah sakit di Afrika. Satu era baru pengenalan Jemaat di Afrika. Pengenalan Jemaat di dunia terus berkembang. Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsalits (rh) melakukan lawatan pertama kalinya ke Afrika untuk bertemu dengan para Ahmadi di beberapa negara Afrika yang mana ini memberikan dampak-dampak yang luar biasa. Khalifatul Masih Ats-Tsalits (rh) adalah Khalifah pertama yang melakukan lawatan ke negara-negara Afrika.
Pada tahun 1974, pemerintahan (Pakistan) pada masa itu melancarkan kampanye sengit melawan Ahmadiyah dan mengeluarkan undang-undang yang menyatakan para Ahmadi sebagai non-Muslim. Maka di belakang tameng Khilafat, Jemaat kembali sukses keluar dari serangan yang mengerikan ini dan upaya musuh untuk menghentikan laju kemajuan Jemaat menjadi gagal dan sia-sia. Para musuh yang dulu biasa berbicara tentang memborgol tangan para Ahmadi, keinginan mereka ini menjadi hancur lebur dan Allah Ta’ala membukakan jalan-jalan baru kelapangan finansial (keuangan). Para anggota Jemaat yang berusaha dilumpuhkan secara keuangan, Allah Ta’ala juga memberikan kepada mereka kelapangan harta dan membukakan jalan keluar bagi mereka. Orang-orang yang setelah tahun 1974 bermigrasi ke Jerman dan ke berbagai tempat lainnya, mereka mendapatkan kelapangan harta. Mereka harus menceritakan kepada anak keturunan mereka mengenai bagaimana musuh telah melakukan satu upaya dan bagaimana di bawah naungan Khilafat, Allah Ta’ala telah membukakan jalan baru bagi mereka dan menganugerahkan kelapangan harta ribuan kali lipat dari sebelumnya.
Khalifatul Masih IV
Kemudian pada Juni 1982, Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsalits (rha) juga meninggalkan kita, maka Allah Ta’ala sesuai dengan janji-Nya kembali merubah ketakutan dengan keamanan melalui perantaraan Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih Al-Rabi’ (rh) Pada masa itu musuh sangat ketakutan melihat kemajuan Jemaat. Mereka merencanakan serangan baru dan berupaya untuk melumpuhkan Khilafat Ahmadiyah. Di sini musuh mencoba untuk memenggal kepala, namun orang-orang yang jahil dan buta akal ini tidak tahu bagaimana rencana Allah Ta’ala?
Dengan dukungan dan pertolongan yang luar biasa, Allah Ta’ala telah menyukseskan hijrah Hadhrat Khalifatul Masih Al-Rabi’ (rha) dari Pakistan dan musuh dibuat tercengang. Kemudian setelah hijrah, di masa Khilafat ke-4 dimulai satu era baru kemajuan dan melalui satelit, pesan Khalifah dan Islam sejati mulai sampai ke rumah-rumah para Ahmadi maupun ghair Ahmadi dan ke setiap negeri, sehingga terbuka jalan pertablighan baru. Tunas-tunas Ahmadiyah mulai tumbuh di berbagai negara dan ajaran Islam yang hakiki mulai tersebar. Penyebaran Al-Qur’an lebih masif dari sebelumnya dan mulai dilakukan penerjemahannya ke dalam bahasa-bahasa yang baru.
Khalifatul Masih V
Kemudian sesuai taqdir Ilahi, pada April 2003 Khalifatul Masih Al-Rabi’ (rha) wafat, ini menjadi satu pukulan besar bagi Jemaat dan musuh beranggapan ini adalah satu kesempatan yang sangat baik untuk menghapuskan Jemaat. Namun, sebagaimana yang Allah Ta’ala sendiri telah janjikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as), Dia sekali lagi telah melindungi Jemaat ini dan melindunginya sedemikian rupa sehingga para Maulwi penentang pun mengatakan, “Meskipun kami tidak mengakui kalian benar, namun kami menyaksikan bukti dukungan Allah Ta’ala bersama kalian.”
Tetapi, meskipun mereka mengakui bukti dukungan Allah Ta’ala bersama kita, mereka tetap tidak siap untuk menerima. Allah Ta’ala telah mendengar doa-doa orang beriman dan mengubah ketakutan menjadi keamanan dan dalam sejarah Islam melalui Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah dimulai era Khilafat ke-5. Jika di masa awal Islam, Khilafat Rasyidah hanya terbatas sampai empat (4) Khilafat, maka itu adalah sesuai dengan nubuatan Hadhrat Rasulullah (saw). Sekarang era Khilafat ke-5 yang dimulai dengan era Hadhrat Masih Mau’ud (as), ini pun adalah sesuai dengan nubuatan Hadhrat Rasulullah (saw). Sebagaimana setelah pengutusan Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah dibuka bab baru dalam sejarah Islam, maka Khilafat ke-5 pun adalah bagian dari ini.
Para musuh beranggapan bahwa sekarang tampuk kepemimpinan Jemaat tidaklah berada di tangan yang kuat, namun mereka tidak mengetahui tangan sesungguhnya adalah tangan Allah Ta’ala yang memperkuat orang yang Dia dukung dan yang bersama-Nya. Hari ini mata kedengkian para musuh sedang menyaksikan kemajuan Jemaat lebih dari pada sebelumnya. Pengenalan Islam dan manifestasinya di dunia pada setiap lapisan dan tingkatan begitu luar biasa di era ini.
Saya adalah seorang insan yang lemah, kemajuan yang tengah terjadi ini bukanlah karena suatu kelebihan saya. Pengenalan Jemaat Ahmadiyah yang tengah berlangsung kepada para pemimpin pemerintahan dunia dan di gedung-gedung parlemen, ini semua terjadi semata-mata hanya dikarenakan karunia-karunia Allah Ta’ala dan janji-janji yang telah Dia berikan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Ini semua terjadi sesuai dengan nubuatan Hadhrat Rasulullah (saw).
Setiap hari kita menyaksikan pemandangan karunia-karunia Allah Ta’ala. Penyebaran Al-Qur’an dan penerjemahan buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah sangat meningkat. Dengan perantaraan MTA (Muslim Television Ahmadiyya) pesan sejati Islam tengah sampai ke semua negara di dunia. Sebelumnya hanya dalam satu bahasa dan satu saluran saja, namun kini ada 8 saluran MTA yang sedang tayang di dunia. Di berbagai negara di dunia telah berdiri studio MTA yang mana dari sana terus disiarkan program-program MTA. Kini studio tidak hanya di satu tempat saja, bahkan telah berdiri di beberapa tempat. Memang tidak di setiap tempat, namun di beberapa tempat seperti di Afrika, Amerika Utara dan di Eropa juga. Jika kita melihat sumber daya kita, ini tidaklah mungkin.
Pesan sejati Islam juga terus tersampaikan dengan perantaraan media sosial. Pemerintah Pakistan telah melarangnya dengan berbagai cara. Namun, di negara-negara lain di dunia, Allah Ta’ala telah membukakan jalan lebih dari pada sebelumnya.
Kemudian, Allah Ta’ala juga telah memberitahukan satu cara baru untuk meneguhkan hubungan dengan Khilafat yang muncul dikarenakan wabah Covid ini, dengan perantaraan mulaqat online atau mulaqat virtual. Dengan perantaraan ini dilaksanakan juga meeting-meeting dan mulaqat-mulaqat yang dengannya terjalin rabtah secara langsung dengan Jemaat-Jemaat dan orang-orang mendapatkan bimbingan langsung dari Khalifah-e-waqt. Saya dari London melakukan mulaqat kadang dengan suatu negara di Afrika, kadang dengan Indonesia, kadang dengan Australia, kadang dengan Amerika. Ini semua adalah fenomena-fenomena dukungan Allah Ta’ala.
Alhasil, kita hendaknya janganlah lupa bahwa karunia-karunia yang Allah Ta’ala telah perlihatkan dan nikmat-nikmat Khilafat yang telah Dia anugerahkan kepada kita, kita harus senantiasa menjadi orang-orang yang memenuhi hak-Nya, supaya kita bisa terus mengambil faedah dari nikmat ini hingga hari kiamat sesuai dengan nubuatan Hadhrat Rasulullah (saw).
Allah Ta’ala memang telah menjanjikan kemajuan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan Allah Ta’ala tidak menyalahi janji-Nya, namun untuk meraih faedah darinya kita harus memberikan peranan kita, seraya menjadi hamba yang bersykur kepada Allah Ta’ala kita harus tunduk di hadapan-Nya dan kita perlu menyatakan rasa syukur atas nikmat Khilafat ini baik melalui setiap perkataan maupun perbuatan kita. Untuk menunaikan janji ketaatan sempurna kepada Khilafat kita hendaknya senantiasa siap untuk melakukan segala pengorbanan, barulah kita bisa menunaikan kewajiban menjadikan anak keturunan kita orang-orang yang mentaati Khilafat hingga hari kiamat.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah memberikan keyakinan untuk menjadi pewaris karunia-karunia Allah Ta’ala kepada mereka di antara kita yang seraya teguh dalam keimanan, juga senantiasa siap untuk memberikan segala pengorbanan. Beliau (as) bersabda, “Janganlah beranggapan bahwa Tuhan akan menyia-nyiakan kalian. Kalian adalah satu benih yang ditanam oleh tangan Tuhan di bumi, benih ini akan tumbuh dan berkembang dan cabang-cabangnya akan tumbuh dari setiap sisi dan akan menjadi satu pohon yang besar. Jadi, selamat untuk mereka yang beriman kepada firman Tuhan dan tidak takut dengan musibah-musibah yang datang di pertengahan, karena datangnya bala musibah juga perlu, supaya Tuhan menguji kalian mengenai siapa yang tulus dalam pernyataan baiatnya dan siapa yang berdusta. Barangsiapa yang tergelincir karena suatu musibah, sedikitpun ia tidak akan merugikan Tuhan dan kemalangan akan mengantarkannya ke jahanam. Jika saja ia tidak lahir maka itu lebih baik untuknya. Namun semua orang yang bersabar hingga akhir, sedangkan guncangan bala bencana menimpa mereka dan angin topan malapetaka menimpa mereka dan bangsa-bangsa menertawakan dan mencemooh mereka dan dunia menunjukkan kebencian yang hebat kepada mereka, pada akhirnya mereka akan meraih kemenangan dan pintu-pintu keberkatan akan dibukakan untuk mereka.
Tuhan berfirman kepadaku supaya aku mengumumkan kepada Jemaatku bahwa siapa yang beriman dengan keimanan yang tidak tercemari dengan keduniawian dan keimanan itu tidak terkotori dengan kemunafikan dan kepengecutan. Keimanan itu tidak luput dari satu pun tingkatan ketaatan. Orang-orang yang seperti inilah yang paling disukai Tuhan dan Tuhan berfirman bahwa mereka itulah orang-orang yang mana langkah mereka adalah langkah yang tulus.’”[14]
Kemudian beliau (as) bersabda, “Tuhan berfirman kepadaku bahwa bala bencana-bala bencana akan muncul dan beberapa malapetaka akan turun ke bumi. Diantaranya ada yang terjadi di masa hidupku dan beberapa terjadi sepeninggalku dan Dia akan memberikan kemajuan penuh pada Jemaat ini, beberapa melalui tanganku dan beberapa sepeninggalku.”[15]
Alhasil, insya Allah kemajuan ini pasti terjadi. Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan langkah kita, semoga kita menjadi saksi dengan mata kepala sendiri pemandangan kemajuan sempurna Jemaat ini. semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang menyempurnakan janji-janji kita, supaya kita bisa menyaksikan pemandangan sempurnanya janji-janji Allah Ta’ala dalam kehidupan kita. Semoga amal-amal ibadah kita, shalat-shalat kita dan amalan kita meraih keridhoan Allah Ta’ala. Semoga kita meraih pemahaman yang sejati mengenai Khilafat dan menyampaikan mengenai ini kepada anak keturunan kita supaya anak keturunan kita terus meraih faedah dari nikmat ini hingga hari kiamat.
Hari ini saya juga ingin menghimbau untuk banyak berdoa. Ingatlah para Ahmadi Pakistan dalam doa-doa, ingatlah dalam doa-doa kita para Ahmadi yang teraniaya di mana pun berada, Umat Islam yang teraniaya di mana pun berada, di Palestina atau di mana pun juga, ingatlah mereka dalam doa-doa kita, semoga Allah Ta’ala menjauhkan segala kesulitan mereka semua dan menciptakan kemudahan-kemudahan dan memberikan taufik kepada mereka yang Ahmadi supaya menjadi pengamal ajaran Hadhrat Masih Mau’ud (as) dalam corak yang sebenar-benarnya dan menjadi Ahmadi sejati, dan umat Islam yang hingga saat ini belum mengenal Masih Mau’ud (as), semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada mereka untuk dapat mengenal dan juga baiat, dan kita sesegera mungkin bisa melihat bendera Islam dan bendera Hadhrat Rasulullah (saw) berkibar di seluruh dunia dan kita bisa menyaksikan tauhid tegak di seluruh dunia.[16]
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq.
Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Rujukan pembanding: https://www.IslamAhmadiyya.net (bahasa Arab)
[1] Dalam metode penomoran ayat-ayat AlQur’an Karim, bismillahirrahmaanirrahiim yang terletak pada permulaan setiap Surah sebagai ayat pertama sesuai dengan standar penomoran ayat-ayat Al-Qur’an Karim yang digunakan oleh Jemaat Ahmadiyah, kecuali pada permulaan Surah at-Taubah.
[2] Malfuzhaat jilid 4 halaman 274-275 (ملفوظات جلد 4 صفحہ 274-275)
[3] Malfuzhaat jilid 4 halaman 425-426 (ملفوظات جلد 6 صفحہ 425-426)
[4] Risalah al-Washiyyat, Ruhani Khazain jilid 20, 304-305. (رسالہ الوصیت، روحانی خزائن جلد 20 صفحہ 304۔ 305)
[5] Tarikh Ahmadiyyat jilid som halaman 204 (تاریخ احمدیت جلد سوم صفحہ 204)
[6] Tarikh Ahmadiyyat jilid som halaman 206 (تاریخ احمدیت جلد سوم صفحہ 206)
[7] Al-Hakam, jilid 11, nomor 46, tanggal 24 Desember 1907, halaman 4. (الحکم جلد 11 نمبر 46 مورخہ 24 دسمبر1907ء صفحہ 4)
[8] Risalah al-Washiyyat, Ruhani Khazain jilid 20, 304-305. (رسالہ الوصیت، روحانی خزائن جلد 20 صفحہ 304-305)
[9] Risalah al-Washiyyat, Ruhani Khazain jilid 20, 305-306. (رسالہ الوصیت۔ روحانی خزائن جلد20 صفحہ305-306)
[10] Badr Qadian, 07 Januari 1909 (بدر قادیان 7؍جنوری 1909ء جلد8 شمارہ نمبر10صفحہ5)
[11] Badr Qadian 1908 (بدر قادیان 2 جون 1908ء شمارہ نمبر22 جلد7 صفحہ8)
[12] Tarikh Ahmadiyyat jilid 3 halaman 262 (تاریخ احمدیت جلد3 صفحہ262)
[13] Silsilah Ahmadiyah jilid awwal 330-331 (سلسلہ احمدیہ جلد اول صفحہ 330-331)
[14] Risalah al-Washiyat, Ruhani Khazain jilid 20, 309 (رسالہ الوصیت، روحانی خزائن جلد 20 صفحہ 309)
[15] Risalah al-Washiyat, Ruhani Khazain jilid 20, 303-304 (رسالہ الوصیت، روحانی خزائن جلد 20 صفحہ 303-304)
[16] Al-Fadhl International 18 Juni 2021 (الفضل انٹرنیشنل 18؍جون 2021ءصفحہ 5تا9)