Hadhrat Masih Mau’ud (Mirza Ghulam Ahmad as) menyatakan bahwa sumber dari ajaran yang diraih beliau tidak lain adalah apa yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada beliau berupa pengetahuan Al-Qur’an dan kemampuan bahasa Arab. Beliau bersabda:
“Allah Yang Maha Kuasa telah mengajarkan Al-Quran”. Ini adalah janji Allah Ta’ala yang disertai juga karunia lainnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna dari 40,000 akar kata Bahasa Arab. Saya telah dianugerahi karunia kefasihan dan penuturan yang keindahannya hampir sama dengan keindahan bahasa dalam Al-Qur’an dan tidak seorangpun mampu menandingi saya” (Zaruratul Imam, hlm. 25)
Bahkan tokoh termasyur dari dunia Arab sendiri pun tidak berani menerima tantangan dari seseorang yang berasal dari sebuah desa kecil di Punjab. Daerah di mana Bahasa Arab hanya dianggap sebagai bahasa sastra. Bahasa ini sangat dijunjung tinggi, namun tidak digunakan sebagai alat komunikasi di seluruh anak benua ini.
Ijazul Masih adalah buku pertama beliau dalam Bahasa Arab. Sebuah buku yang menjelaskan keagungan dan penafsiran Al-Qur’an telah digunakan untuk menantang ulama Arab maupun non-Arab. Seorang penulis Mesir ternama, Allama Rashid Raza, editor dari the Almanar (Kairo), diundang secara khusus untuk menerima tantangan ini. Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda jika ada seseorang yang mampu menandingi karya beliau, beliau akan membakar buku beliau. Beliau menjelaskan:
“Bahkan jika para orang tua dan anak-anak mereka dan para penyokong mereka, orang-orang terpelajar dan cerdas mereka, para ahli hukum mereka menyatukan pikiran bersama-sama, mereka tetap tidak akan mampu menghasilkan tafsir seperti ini.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan ‘buku ini tidak ada tandingannya, siapa pun yang berusaha membuat tandingannya harus dengan rendah hati bersiap menerima kekalahan. Semenjak itu Hadhrat Masih Mau’ud as kembali membuat beberapa karya dalam Bahasa Arab yang memikat dan penjelasan-penjelasan menarik berkenaan dengan kehalusan bahasa dalam Al-Quran.
1. Minanur Rahman; 2. Khutbah Ilhamiah; 3. Najmulhuda; 4. Tuhfatul Baghdad; 5. Nurul Haq; 6. Ijaz-e-Ahmadi; 7. Hamamatul Bushra; 8. Lujjatun-Nur; 9. Hujjatullah; 10. Mawahibur Rahman; 11. Al-Balagh; 12. Targhibul Mukminin; 13. Sirrul Khilafa; 14. Al-Istifta; 15. Sirat-ul-Abdal; 16. Karamat-us-Sadiqin; 17. Al-Anzar; 18. Itmamul Hujjah; 19. Al-huda dll.
Hadhrat Masih Mau’ud as juga menerbitkan sebuah eulogi (tulisan puji sanjungan) dalam Bahasa Arab yang berjudul Al-Qasidah, sebuah karya sastra yang mengagumkan. Beliau juga menantang ulama untuk menghasilkan karya serupa dan akan memberikan hadiah senilai 10,000 rupee bagi pemenangnya. Beliau menantang seluruh ulama dan menjadikan ini sebuah penentuan bagi pengakuan beliau sebagai Almasih. Jika para ulama mampu mengalahkan beliau maka mereka boleh menganggap saya telah berakhir dan semua pengakuan saya adalah palsu. Dan para pengkikut saya harus meninggalkan aku dan memutuskan semua hubungan denganku.
Eulogi tersebut dibuat karena perdebatan panjang dan sengit antara Hadhrat Sayyed Muhammad Sarwar Shah, juru bicara Ahmadiyah dengan Maulwi Sanaullah dari Amritsar, di Mudd, sebuah desa yang berlokasi di Distrik Amritsar. Hadhrat Masih Mau’ud as membuat eulogi ini disertai terjemahan Bahasa Urdu-nya hanya dalam waktu kurang dari seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak hanya ahli dalam Bahasa Arab, namun juga mutiara-mutiara dari petuah-petuah rohani, sebuah bukti luar biasa pengetahuan beliau berasal dari sumber Ilahi. Beliau menanggapi para ulama tersebut dengan jawaban sebagai berikut:
“Lihat, bumi dan langit menjadi saksi bahwa sejak hari ini, saya membawa tanda yang menunjukkan bahwa saya benar dan Allah Ta’ala menyaksikan saya orang yang benar. Maulwi Sanaullah dan semua ulama-ulamanya tidak akan mampu untuk menulis secara bersama seperti eulogi ini dengan teks Bahasa Urdunya dalam waktu lima hari. Karena, Allah Ta’ala akan mematahkan pena dan pikiran mereka. Dan Maulwi Sanaullah tidak memiliki alasan mencurigai eulogi ini dibuat jauh sebelumnya, karena, jika ia membaca dengan mata terbuka, ia akan tahu bahwa ini (eulogi) berhubungan dengan perdebatan. Jika saya memang membuatnya sebelum perdebatan tersebut terjadi, maka ia harus mengakui bahwa saya dapat mengetahui hal yang akan terjadi di masa mendatang. (Ijaz-e-Ahmadi, hlm. 37)
Lebih jauh lagi, mukjizat yang paling agung dan mengesankan berupa bukti yang nyata bahwa Hadhrat Masih Mau’ud as mendapatkan ilham dari Allah Ta’ala, adalah Khutbah Ilhamiah – Khutbah yang diilhamkan – yang disampaikan oleh beliau di Qadian pada 11 April 1900, saat diadakan pertemuan besar bagi pengikut beliau, yang diantaranya hadir sahabat dekat beliau Hadhrat Maulwi Nuruddin dan Hadhrat Maulwi Abdul Karim dari Sialkot. Sebelumnya tidak pernah Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan khutbah dalam Bahasa Arab, dan bukan merupakan kebiasaan di kalangan ulama India pada waktu itu menyampaikan khutbah dengan Bahasa Arab. Atas petunjuk Allah Ta’ala, Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan khutbah yang penuh keagungan disertai dengan bahasa yang indah dan menawan. Ketika beliau bersiap untuk mulai menyampaikan khutbahnya, muncul bayangan tangan yang menggenggam beliau. Suara si pemilik tangan tersebutlah yang keluar dari mulut beliau.
Karena tugas dari Masih Mau’ud as diantaranya adalah membantah fitnah terhadap isi Al-Quran, tentu beliau dianugerahi dengan wawasan yang jauh tentang hakikat kebenaran abadi, ilmu-ilmu hikmah yang melimpah, pengetahuan yang luas serta ajaran Al-Quran yang dapat merubah dan menyembuhkan, dengan demikian beliau dapat membalikkan secara tepat sasaran serangan para filsuf dan orang-orang tidak beriman yang cenderung merusak kepercayaan terhadap alam akhirat, malaikat, hari pembalasan dan tujuan Allah Ta’ala menciptakan jagat raya dan manusia. Beliau datang dengan menyatakan bahwa Allah Ta’ala dengan Rahmat-Nya telah mengajarkan beliau ajaran fundamental Al-Quran serta melengkapi beliau dengan pengetahuan akan sifat-sifat-Nya, kehendak-Nya dan firman-Nya. Dan sebagai penegak ajaran-Nya, beliau pun diberi ilham untuk menerjemahkan Al-Quran sesuai dengan kemurniannya. Bagi beliau, Al-Quran adalah kitab yang hidup yang tidak ada perubahan atau amandemen, sangat jelas, mukjizat kehidupan yang mengandung obat untuk menyembuhkan penyakit bagi segala umur serta ikhtisar hakikat kebenaran moral dan spiritual yang penting bagi kesejahteraan dan keselamatan umat manusia. Penjelasan beliau tentang kemuliaan Al-Qur’an menarik banyak orang untuk serius mendalami Al-Qur’an. Lalu mereka menjadikan Al-Qur’an pedoman hidup sehingga menemukan semangat rohani yang baru. Al-Qur’an menjadi wahyu yang hidup. Allah Ta’ala menjadi Tuhan yang hidup. Malaikat, hari pembalasan, alam akhirat, hukum Tuhan, wahyu dan ridho Tuhan bukan lagi sebuah khayalan dan mitos. Mereka merasakan masa awal kehidupan Islam.
Tidak ada yang menyambut tantangan beliau untuk menjelaskan secara rinci maksud dan filosofi perintah dalam Al-Qur’an.
Tantangan tersebut diutarakan kembali oleh putra beliau, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II. Masih tidak ada seorangpun yang mampu menandingi keagungan karya beliau. Tantangan tersebut diutarakan berkali-kali.
Hadhrat Masih Mau’ud as begitu mencintai Al-Quran dan sebagai ganjarannya beliau dianugerahi pengetahuan bahwa bahasa Arab adalah bahasa induk manusia dan akar dari semua bahasa. Buku beliau, Minanur Rahman, isinya menggemparkan dunia sastra. Buku ini dibaca dengan penuh minat. Karya tulis beliau bersifat ilmiah dan masuk akal, walaupun hanya berasal dari satu sumber – Bahasa Arab, yang karena berjalannya waktu telah mengalami perubahan struktural karena berbagai faktor yang biasanya membentuk bahasa dan dialek.
Tidak ada Pembaharu yang berani menganggap bahwa sumber karunia rohani yang beliau dapat adalah karena kejeniusan pribadi beliau melainkan karena kesetiaan dan pengabdian kepada Nabi Muhammad saw, sosok sentral penerima karunia dan rahmat Ilahi. Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan kedudukan tinggi yang didapatkan beliau adalah karena syafa’at dari sosok yang paling suci. Beliau bersabda. ‘Semua keberkatan adalah karena Muhammad’ (Haqiqatulwahyi, hlm. 71).
Beliau melanjutkan,
‘Ada kalanya saya benar-benar asyik memohon keberkatan Allah Ta’ala melalui Rasulullah saw karena saya yakin cara meraih Tuhan tidak lain hanya dengan melalui Wujud Suci tersebut. Sebagaimana Allah mewahyukan kepada-ku ‘Carilah sarana pendekatan kepada-Nya’. Tidak lama setelah itu saya mendapat mimpi. Dua orang pemanggul air masuk ke rumah saya. Satu dari mereka lewat lorong bagian dalam dan satunya lagi lewat lorong bagian luar. Punggung mereka penuh dengan cahaya. Mereka berkata ‘Ini adalah apa yang telah engkau mohonkan pada Muhammad saw’.
Judul Asli: Miraculous Knowledge of Arabic
Penulis: Mian Ataullah, The Review of Religions, July 1993
Penerjemah: Terjemah: Luthfi Julian Putra
Sumber: Alislam.org