Pidato oleh Tommy Kallon, Sadr Majlis Khuddamul Ahmadiyya UK
Yang Mulia Ketua, Para Sesepuh yang Terhormat, Saudara-saudari sekalian! Assalamu Alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu.
Saya berdiri di hadapan Anda dengan penuh kerendahan hati atas kehormatan besar dapat berbicara di hadapan majelis yang mulia ini. Saya bersyukur atas kesempatan ini dan menyadari tanggung jawab yang ada di pundak saya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam – teladan sempurna, pangeran perdamaian, dan kebanggaan alam semesta – adalah sosok yang hidupnya tanpa cela dan karakternya tak tertandingi, diutus sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Namun, selama berabad-abad, para penentang Islam terus-menerus mengabaikan semua hal baik, mulia, dan bermanfaat yang ada dalam kehidupan, teladan, serta ajaran beliau. Sebaliknya, mereka berusaha menggambarkan beliau sebagai sosok haus darah dan kejam, na’uzubillah min dzalik. Karikatur dan kartun yang kasar dan menghina yang diterbitkan di buku-buku dan surat kabar, menunjukkan niat jahat serta sikap kurang ajar mereka terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Nabi kita tercinta juga juga banyak disalahpahami oleh sebagian pengikutnya sendiri, baik di masa lampau maupun masa kini. Mereka melakukan kekejaman dan kejahatan mengerikan atas nama beliau yang suci.
Merupakan tugas saya hari ini, dalam waktu singkat yang saya miliki, untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah benar-benar seorang Rasul Perdamaian dan Kerukunan
Islam Agama Perdamaian
Merupakan keistimewaan besar dari Nabi Muhammad bahwa agama yang beliau bawa memiliki nama yang secara harfiah artinya “perdamaian”. Kata Islam mencerminkan inti dari sistem agama yang dikenal dengan namanya itu. Ajaran Nabi Muhammad menjamin dan mewujudkan perdamaian di semua tingkat dan bidang kehidupan: individu, sosial, ekonomi, nasional, hingga internasional.
Seseorang yang menjadi Muslim tidak hanya akan mendapat tempat berlindung yang aman tetapi juga memberikan jaminan keamanan kepada orang lain. Nabi Muhammad mendefinisikan seorang Muslim sebagai orang yang ucapan atau tindakannya tidak merugikan orang lain. Salam (damai) adalah sapaan khas umat Islam, dan Salam juga akan menjadi sapaan bagi penghuni Surga.
Perdamaian Antar-Agama
Merupakan kebenaran yang kini diakui dan diterima secara luas bahwa agama-agama besar di dunia memiliki bentuk yang beragam namun berasal dari satu sumber. Namun sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kebenaran ini belum diketahui. Dari padang pasir Arab, Nabi yang tak bisa baca tulis ini menyampaikan kebenaran agung: bahwa Tuhan kita adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan bagi suku atau bangsa tertentu, tetapi Tuhan bagi semua orang dan semua bangsa, dan setiap bangsa telah diberkahi dengan petunjuk Ilahi melalui kenabian.
Tuhan telah berbelas kasih dan murah hati kepada semua bangsa. Jika Dia mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari Arab, maka Dia juga mengutus Musa dari Mesir, Yesus dari Yudea, Buddha dan Krishna dari India, Konfusius dari Cina dan Zoroaster dari Iran – semoga kedamaian menyertai mereka semua.
Meskipun ajaran mereka terbatas pada waktu dan tempat tertentu serta telah mengalami distorsi, para nabi ini menyampaikan kebenaran fundamental yang sama tentang Keesaan Tuhan.
Islam adalah satu-satunya agama yang menerima para pendiri semua agama yang diwahyukan sebagai utusan Tuhan dan mewajibkan pengikutnya untuk beriman kepada mereka semua. Telusurilah halaman kitab suci agama mana pun, Anda tidak akan menemukan ajaran serupa di dalamnya.
Seorang Kristen mungkin memandang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penipu, seorang Yahudi mungkin menganggap Yesus (as) sebagai nabi palsu, seorang Hindu mungkin melihat Musa (as) sebagai pendusta, tetapi seorang Muslim akan dianggap meninggalkan batas-batas Islam jika ia tidak mengakui mereka semua sebagai Nabi Allah.
Langkah ini adalah upaya paling praktis yang dilakukan Islam untuk menciptakan suasana perdamaian dan keharmonisan di antara para pengikut berbagai agama. Sejak penciptaan manusia, tidak ada nabi lain selain Nabi Islam shallallahu ‘alaihi wasallam yang membawa ajaran seperti ini.
Menghargai sentimen agama adalah pelajaran berharga lain yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita. Suatu ketika, di masa hidup beliau, seorang Muslim dan seorang Yahudi terlibat dalam sebuah perdebatan. Keduanya saling mengklaim dan menyanggah keunggulan nabi mereka masing-masing. Tampaknya, si Muslim mungkin menyampaikan argumennya dengan cara yang melukai perasaan si Yahudi, sehingga ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah mendengar pengaduan tersebut, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan agar berhati-hati terhadap sentimen orang lain. Beliau berkata, ‘Jangan meninggikan aku di atas Musa‘. Hal ini beliau katakan meskipun Al-Qur’an menyatakan bahwa beliau lebih unggul daripada semua nabi. Begitulah standar kesopanan dan kesantunan tinggi yang diminta oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para pengikutnya, bahkan di tengah-tengah perdebatan teologis yang panas.
Piagam Kebebasan yang beliau berikan kepada Biara St. Catherine di Gunung Sinai pada tahun 628 Masehi, tahun ke-6 Hijriah, mungkin merupakan gambaran terbaik dari keinginan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk perdamaian antar-agama. Dokumen monumental ini tidak ada bandingnya dalam sejarah umat manusia. Piagam tersebut berbunyi:
“Ini adalah dokumen yang telah ditulis oleh Muhammad, putra Abdullah, Nabi Allah, pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira, sehingga tidak ada dalih bagi orang-orang yang datang kemudian. Aku telah menulis dokumen ini untuk orang-orang Kristen di Timur dan Barat, untuk mereka yang tinggal di dekat dan di negeri-negeri yang jauh, untuk orang-orang Kristen yang hidup pada masa sekarang dan untuk mereka yang akan datang, untuk orang-orang Kristen yang kita kenal dan untuk mereka yang tidak kita kenal.
Setiap Muslim yang melanggar atau memutarbalikkan apa yang telah ditetapkan akan dianggap melanggar Perjanjian Allah dan melanggar Janji-Nya dan dengan melakukannya, akan mendatangkan kemurkaan Tuhan, baik dia seorang raja atau rakyat biasa. Aku berjanji bahwa setiap biarawan atau musafir yang mencari bantuan dariku di pegunungan, di hutan, di gurun, di pemukiman, atau di tempat-tempat ibadah, aku akan melindungi mereka dari musuh-musuhnya dengan bantuan teman-teman dan pendukungku, dengan semua sanak saudaraku dan dengan semua pengikutku. Aku akan melindungi mereka, karena mereka adalah perjanjianku. Dan aku juga akan membela mereka dari penganiayaan, cedera, dan gangguan yang dilakukan oleh musuh mereka, sebagai imbalan atas pajak yang telah mereka janjikan. Jika mereka lebih memilih untuk melindungi harta dan diri mereka sendiri, mereka akan diizinkan melakukannya tanpa dipersulit.
Tidak ada Uskup yang akan diusir dari keuskupannya, tidak ada Biarawan yang akan diusir dari biaranya, tidak ada Pendeta yang akan diusir dari tempat ibadahnya, dan tidak ada peziarah yang akan dihalangi dalam ziarahnya. Tidak ada gereja atau tempat ibadah mereka yang akan dirusak, dihancurkan, atau diruntuhkan. Tidak ada bahan dari gereja mereka yang akan digunakan untuk membangun masjid atau rumah bagi Muslim; siapa pun Muslim yang melakukan hal tersebut akan dianggap orang yang tidak taat kepada Allah dan Nabi-Nya. Para Biarawan dan Uskup tidak akan dikenakan pajak atau ganti rugi, baik mereka tinggal di hutan atau di sungai, di Timur, di Barat, di Utara, atau di Selatan. Aku memberikan kehormatanku pada mereka. Mereka ada dalam perjanjianku dan jaminanku, dan mereka akan menikmati kekebalan penuh dari segala macam gangguan. Setiap bantuan akan diberikan untuk memperbaiki gereja mereka. Mereka tidak akan diwajibkan membawa senjata. Mereka akan dilindungi oleh umat Muslim. Janganlah dokumen ini dilanggar hingga Hari Kiamat!” (Tertanda: Muhammad, Rasul Allah. Surat-surat Nabi)
Dokumen sejarah penting ini menegaskan ketulusan Nabi Muhammad Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak menyisakan keraguan tentang komitmen beliau terhadap perdamaian.
Perdamaian Sosial
Dalam upaya mewujudkan perdamaian sosial, teladan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri tegak bagaikan mercusuar yang menerangi jalan menuju harmoni abadi. Ajaran beliau memberikan kondisi damai bagi siapa pun yang mematuhi nasihat-nasihatnya—baik tetangga maupun musafir, kaya maupun miskin, tua maupun muda, pria maupun wanita. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, kaum wanita di Arab tidak memiliki hak-hak mereka dan tidak mendapat bagian harta warisan.
Dengan mengakui status sosial wanita dan tempat mereka yang layak dalam masyarakat sebagai istri dan ibu; dengan menjamin hak-hak mereka dalam warisan, perceraian, hak asuh anak, pengelolaan urusan keluarga, dan dalam beribadah; Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan dasar yang kuat bagi perdamaian dalam keluarga.
Pidato penting yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tak lama sebelum wafatnya, setelah pelaksanaan Haji Wada’ (Haji Perpisahan), merupakan lambang dari semangat dan ajaran Islam. Dalam pidato tersebut, beliau menyampaikan:
“Wahai manusia, apa yang aku katakan kepada kalian, kalian harus dengar dan ingat. Semua Muslim adalah saudara satu sama lain. Kalian semua setara. Semua manusia, dari bangsa atau suku mana pun, dan apa pun kedudukannya, adalah setara. Seperti jari-jari pada dua tangan yang sama, begitu pula manusia satu sama lain. Tak seorang pun berhak mengklaim keunggulan atas yang lain. Kalian semua adalah saudara.
Wahai manusia, Tuhan kalian satu, dan nenek moyang kalian satu. Seorang Arab tidak memiliki keunggulan atas non-Arab, dan non-Arab juga tidak memiliki keunggulan atas Arab. Orang kulit putih tidak lebih unggul dari kulit hitam, dan begitu pula sebaliknya, kecuali dalam ketakwaan dan pengabdiannya kepada Tuhan dan sesama. Orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Tuhan adalah yang paling bertakwa…
Sebagaimana bulan ini suci, tanah ini tak suci, dan hari ini suci, begitu pula Tuhan telah menjadikan nyawa, harta benda, dan kehormatan setiap manusia sebagai sesuatu yang suci. Mengambil nyawa seseorang, merampas hartanya, atau menyerang kehormatannya adalah tindakan tidak adil dan salah, sama seperti melanggar kesucian hari ini, bulan ini, dan tempat ini. Apa yang aku perintahkan hari ini bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk selamanya. Kalian diharapkan mengingatnya dan menjalankannya hingga meninggalkan dunia ini dan bertemu Pencipta kalian…
Apa yang telah aku katakan kepada kalian, sampaikanlah ke seluruh penjuru bumi. Barangkali mereka yang belum mendengar pesan ini dapat mengambil manfaat lebih besar daripada mereka yang telah mendengarnya.”
Khutbah ini adalah Piagam Perdamaian abadi bagi seluruh umat manusia. Ini menunjukkan betapa dalamnya kepedulian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap kesejahteraan manusia dan perdamaian dunia.
Perdamaian Ekonomi
“Perdamaian bergantung pada keadilan dan kemajuan ekonomi bergantung pada perdamaian.” Ini adalah sebuah nasihat paling relevan dari Hazrat Mirza Masroor Ahmad (atba) dalam salah satu pidato terbaru beliau.
Keadilan ekonomi adalah slogan indah yang biasa digunakan dalam kapitalisme dan sosialisme. Namun sayangnya, keduanya gagal untuk menegakkan prinsip emas ini dengan baik, karena eksploitasi ekonomi dan praktik yang tidak adil terus memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Dalam ranah perdamaian ekonomi, ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber bimbingan yang sangat berharga bagi kita. Beliau mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan kesenjangan besar antara kekayaan dan kemiskinan yang diperlukan untuk menciptakan perdamaian ekonomi.
Beliau mewajibkan pembagian warisan di antara semua ahli waris—orang tua, anak-anak, janda, saudara laki-laki dan perempuan—sehingga tidak ada seorang pun yang memiliki kekuasaan untuk mewariskan seluruh harta bendanya kepada satu orang saja, yang dapat menyebabkan penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang.
Beliau juga mengakui, secara prinsip, hak orang miskin atas kekayaan orang kaya. Melalui institusi zakat, beliau menetapkan mekanisme untuk memenuhi hak-hak orang miskin atas kekayaan orang kaya, sehingga tercipta kerukunan antara mereka yang kaya dan miskin.
Konsep riba (bunga) telah membawa kerugian besar bagi perdamaian ekonomi dalam rumah tangga, institusi, bahkan pemerintah. Dalam pidatonya yang bersejarah di Gedung Parlemen Inggris, Hazrat Mirza Masroor Ahmad (atba) menyampaikan:
“Masalah utama saat ini adalah krisis ekonomi yang dikenal sebagai ‘kredit macet’. Meski terdengar aneh, bukti mengarah pada satu fakta: Al-Qur’an menuntun kita dengan mengatakan hindarilah riba karena riba adalah kutukan yang membahayakan perdamaian dalam negeri, nasional, dan internasional.” (22 Oktober 2008)
Larangan terhadap riba adalah inti dari filosofi ekonomi dalam Islam. Allah mencintai kebaikan terhadap kaum miskin dan yang membutuhkan, serta distribusi kekayaan yang adil di antara manusia. Sistem riba menyerang jantung dari berkat-berkat ini.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka, yang mencari alternatif terhadap ekonomi global berbasis riba, menyimpulkan bahwa “dengan menerapkan pendekatan Islam, banyak penderitaan manusia dapat dihindari.” (A Short Review of the Historical Critique of Usury, Wayne A.M. Visser dan Alastair McIntosh). Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah meletakkan dasar untuk perdamaian ekonomi.
Perdamaian Nasional
Hubungan yang tegang antara penguasa dan rakyat adalah faktor lain yang dapat mengganggu perdamaian. Islam lebih memilih pemerintahan demokratis, tetapi tidak menutup kemungkinan bentuk pemerintahan lainnya. Kegagalan pemerintah dan sistem politik, bagaimanapun, dapat menyebabkan penderitaan dan ketidakpuasan, dan akhirnya mengarah pada demonstrasi, perselisihan industri, pemberontakan, dan kekacauan.
Ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangat diperlukan untuk mewujudkan perdamaian nasional. Beliau mengajarkan bahwa kekuasaan yang dimiliki penguasa bukanlah milik pribadi mereka, melainkan amanah nasional yang harus dijalankan dengan keadilan mutlak, dan pemerintahan harus dilakukan melalui musyawarah dengan rakyat. Di sisi lain, beliau menasihati rakyat untuk menyadari bahwa hak memilih pemimpin adalah anugerah dari Tuhan, sehingga harus diberikan kepada mereka yang benar-benar pantas menerimanya. Al-Qur’an menyatakan:
“Sesungguhnya, Allah memerintahkanmu agar menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menghakimi di antara manusia hendaklah kamu menghakmi dengan adil, sesungguhnya Alah menasihatimu sebaik-baiknya dengan itu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa [5]:58)
Setelah memberikan kewenangan kepada penguasa yang layak, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan bahwa mereka harus diberikan kerjasama dan ketaatan penuh, serta tidak memberontak terhadap mereka. Ayat selanjutnya menyatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antaramu…” (QS. An-Nisa: 59)
Ketaatan memotong akar segala bentuk pemberontakan dan anarki. Dengan menekankan pentingnya ketaatan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan dasar bagi perdamaian nasional.
Perdamaian Internasional
Untuk penyelesaian sengketa internasional, ayat Al-Qur’an berikut sangat relevan:
“Dan jika dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah di antara keduanya; maka jika sesudah itu salah satu dari mereka menyerang yang lain, maka dengan bersatu padu, perangilah pihak yang menyerang, hingga kembali kepada perintah Allah. Kemudian sekiranya ia kembali, damaikanlah di antara keduanya dengan adil dan berbuatlah adil. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (QS Al-Hujuran [49]: 10)
Ayat ini menjadi contoh yang luar biasa bagi dunia, terutama bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Islam melarang agresi tetapi mendorong perlawanan jika kegagalan untuk melawan dapat membahayakan perdamaian dan mendorong perang. Inilah ajaran yang menjadi dasar perdamaian sejati, dan inilah ajaran yang menjadi landasan praktik Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jihad
Saudara-saudari sekalian! Tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang adalah salah satu tuduhan yang sering diulang-ulang. Tuduhan semacam ini, yang muncul dari prasangka dan rasa iri, menjadi dasar bagi klaim bahwa Islam adalah agama perang dan teror. Namun, para komentator yang berpikiran adil telah sepenuhnya menolak pandangan keliru ini. Sebagai contoh, De L. O’Leary menulis:
“Sejarah dengan jelas menunjukkan bahwa legenda tentang Muslim fanatik yang menyapu dunia dan memaksakan Islam dengan ancaman pedang kepada bangsa-bangsa yang ditaklukkan adalah salah satu mitos paling absurd yang pernah diulang-ulang oleh para sejarawan.” (Islam at the Crossroads, hlm. 8)
Mengenai hal ini, Hadhrat Masih Mau’ud (as) menulis:
“Sebagian orang, dalam ketidaktahuan mereka, menyalahkan Islam atas Jihad [mengobarkan perang] untuk menyebarkan ajarannya dan mendapatkan pengikut melalui ancaman pedang. Mereka mengklaim bahwa para mualaf ini dipaksa untuk mengubah agama mereka di bawah ancaman pedang. Celakalah mereka seribu kali! Mereka telah melampaui batas dalam ketidakadilan mereka dan dalam upaya mereka untuk menyembunyikan kebenaran. Betapa malangnya.. Apa yang salah dengan mereka, sehingga mereka sengaja berpaling dari kenyataan? Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam muncul di tanah Arab bukan dalam kapasitas sebagai seorang raja. Oleh karena itu, tidak dapat dianggap bahwa beliau memiliki keagungan dan kekuasaan suatu kerajaan, sehingga orang-orang berkumpul di bawah panjinya karena takut akan nyawa mereka.” (A Message of Peace, hal. 37)
Fakta-fakta berbicara dengan jelas. Selama tiga belas tahun di Makkah setelah menerima wahyu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengalami penganiayaan dan penderitaan yang pahit, kejam, dan terus-menerus. Kelompok kecil pengikut beliau juga mengalami kekejaman yang brutal. Mereka menghadapi semua itu dengan penuh martabat dan keteguhan hati, memberikan teladan kesabaran yang luar biasa. Tidak pernah mereka membalas kekerasan dengan kekerasan, mereka lebih memilih untuk berhijrah dari tanah air nya sejauh 200 mil ke Madinah. Namun, bahkan di sana mereka tidak dibiarkan hidup dengan tenang. Musuh terus mengejar mereka dengan tujuan menghancurkan Islam melalui kekerasan. Hanya saat itulah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam terpaksa mengangkat pedang demi membela kebenaran dan kebebasan beragama. Jika tidak melawan, maka kebebasan beragama dan pencarian kebenaran akan musnah.
Bahkan selama peperangan, Nabi Muhammad dengan hati-hati menetapkan sejumlah aturan perang bagi pengikutnya untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran yang terjadi. Mereka dilarang menyerang wanita, anak-anak, orang tua, dan orang yang lemah. Mereka tidak diperbolehkan menebarkan teror di kalangan masyarakat umum dan harus selalu mencari peluang untuk perdamaian. Selain itu, mereka diperintahkan untuk menjaga dan melindungi bangunan umum, pohon buah-buahan, ternak, dan tempat ibadah.
Ketua yang terhormat, saudara-saudari yang saya cintai!
Perjuangan melawan musuh-musuh Islam yang pada awalnya tampak mustahil untuk dimenangkan, berhasil mencapai puncak kemenangan, ketika Mekkah, tanpa pertumpahan darah, membuka pintu-pintunya bagi Nabi Muhammad dan para sahabat pada hari penaklukan.
Peristiwa penaklukan Mekkah ini adalah hari yang mulia, peristiwa ini menjadi momen luar biasa dalam sejarah umat manusia. Peristiwa ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa Nabi Tercinta kita adalah Pembela Perdamaian sejati. Kemenangan itu tidak membuatnya sombong. Keberhasilan tidak mengurangi kebajikan beliau yang luhur. Kekuasaan tidak merusaknya. Dunia menyaksikan pemandangan luar biasa berupa tindakan pengampunan yang paling mulia dan murah hati dalam catatan sejarah. Nabi Muhammad dengan mudah memberikan amnesti kepada mereka yang pernah menganiaya beliau. Kedermawanan ini mampu melunakkan hati yang paling keras sekalipun. Musuh bebuyutan di pagi hari berubah menjadi sahabat hangat menjelang siang. Bahkan para penentang Islam yang paling keras sekalipun tidak dapat menolak pengaruh kebaikan dan kasih sayang yang diberikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mengomentari penaklukan Makkah, Pendeta Bosworth Smith menulis:
“Ini adalah momen di mana Muhammad bisa memuaskan ambisinya, memenuhi hasratnya, atau melampiaskan dendamnya. Bacalah kisah masuknya Muhammad ke Makkah dan bandingkan dengan kisah masuknya Marins atau Sulla ke Roma. Bandingkan semua kejadian yang menyertainya — kekejaman yang terjadi sebelumnya dan bagaimana masing-masing menggunakan kekuasaan yang telah mereka dapatkan kembali. Dari situ, kita akan lebih mampu menghargai kebesaran hati dan sikap moderat Nabi dari Arabia ini. Tidak ada daftar orang yang dihabisi, tidak ada penjarahan, tidak ada pembalasan dendam yang kejam. Perjalanan dari seorang anak yatim piatu yang tak berdaya hingga menjadi penguasa sebuah negara besar adalah perubahan yang luar biasa, namun Nabi tetap mempertahankan kemuliaan akhlaknya dalam segala keadaan.” (Muhammad and Muhammadanism)
Perdamaian Antara Manusia dan Tuhan
Saudara-saudaraku yang terhormat! Jangan ada keraguan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Rasul perdamaian dan kerukunan, yang pencapaian terbesarnya adalah menciptakan perdamaian antara manusia dan Tuhan. Beliau lahir di zaman yang dianggap sebagai era paling kelam dalam sejarah manusia. Agama, moralitas, dan filosofi berada pada titik terendah. Bangsa Arab terpecah belah dalam permusuhan dan perang antarkelompok; namun beliau mempersatukan mereka dengan cinta kepada sesama dan kepada Sang Pencipta.
Mereka sebelumnya hidup seperti binatang, mengikuti naluri liar mereka; namun beliau mengubah dorongan itu menjadi hasrat untuk mencapai hal-hal yang luhur. Mereka adalah penyembah berhala yang tidak memahami konsep keesaan Tuhan; namun beliau menjadikan mereka penyembah sejati kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bahkan dengan pencapaiannya yang luar biasa, Nabi Muhammad tetap berdoa tanpa henti untuk keselamatan umatnya. Meskipun beliau tidak memiliki dosa, beliau memohon ampunan bagi dosa-dosa kita. Untuk menyelamatkan kita dari api neraka, beliau berdiri dalam shalat begitu lama hingga kakinya bengkak. Beliau menangis demi kita, hingga dadanya bergetar seperti panci mendidih, dan sajadahnya basah oleh air mata.
Beliau menarik rahmat Allah untuk kita, berjuang demi keridhaan-Nya demi kebaikan kita. Beliau membungkus kita dengan jubah kasih sayang Allah dan pakaian belas kasih-Nya. Singkatnya, beliau membuka jalan bagi kita untuk mencapai kedamaian abadi, hubungan yang mendalam, dan kesatuan dengan Sang Pencipta.
Kesimpulan
Ketua yang terhormat, saudara-saudara yang tercinta! Tidak ada yang terasa lebih ironis daripada kenyataan bahwa Nabi yang lahir di Makkah, yang dikenal sebagai Balad-ul-Amiin atau Tanah Perdamaian; Nabi yang mendirikan agama yang namanya sendiri artinya damai; Nabi yang menghancurkan akar permusuhan agama dengan mengharuskan pengikutnya untuk percaya kepada semua Nabi Allah; Nabi yang ajarannya, jika diterapkan sepenuhnya, akan menciptakan era perdamaian abadi di segala aspek kehidupan; Nabi yang menunjukkan jalan menuju kedamaian, hubungan, dan persatuan abadi dengan Tuhan kita; justru dicap sebagai nabi perang, dan agamanya dituduh disebarkan dengan pedang.
Namun, kita akan merasa puas dengan keyakinan bahwa setiap studi objektif tentang kehidupan Nabi tercinta kita, tidak bisa tidak menegaskan keutamaan akhlaknya dan sifat damainya. Seorang penulis Kristen, Karen Armstrong, ketika memberikan saran bagaimana dunia Barat dapat memahami Islam, menulis:
“Mungkin salah satu cara untuk memulai adalah dengan memahami sosok Muhammad: seorang manusia yang kompleks dan penuh semangat, yang terkadang melakukan hal-hal yang sulit kita terima, tetapi memiliki kecerdasan yang luar biasa dan mendirikan agama serta tradisi budaya yang tidak didasarkan pada pedang—meskipun ada mitos Barat yang mengatakan demikian—dan yang namanya, ‘Islam,’ berarti ‘damai dan kerukunan.'” (Muhammad, A Western Attempt To Understand Islam, hlm. 265/266)
Penulis dan dramawan Inggris ternama, George Bernard Shaw, menyimpulkan:
“…jauh dari disebut seorang anti-Kristus, ia harus disebut sebagai Penyelamat Kemanusiaan. Saya percaya bahwa jika seorang seperti dia memimpin dunia modern, dia akan berhasil menyelesaikan berbagai masalah dengan cara yang membawa perdamaian dan kebahagiaan yang sangat dibutuhkan.” (The Genuine Islam, Vol. 1, No. 8, 1936)
Tanggung Jawab Para Ahmadi
Bapak-bapak yang kami hormati! Saya akan lalai dalam tugas saya hari ini jika pada akhirnya saya tidak menyoroti tanggung jawab kita sebagai Muslim Ahmadi dalam hal ini. Kita hidup di dunia yang terpecah oleh perselisihan; di mana perang dan konflik menjadi hal biasa; di mana perekonomian runtuh karena ketidakadilan, dan sistem politik rusak akibat korupsi; di mana hak-hak dasar yang seharusnya milik semua orang justru dirampas oleh segelintir orang; dan di mana para pemimpin dunia semakin tidak berdaya untuk menawarkan solusi yang abadi bagi permasalahan global. Di setiap tingkat kehidupan manusia—baik individu, komunitas, nasional, maupun internasional—sangat jelas bahwa dunia modern kita kekurangan perdamaian dan harmoni.
Ini adalah gambaran menyedihkan tentang keadaan dunia saat ini, yang menjadi semakin buruk ketika kita mempertimbangkan bahwa lebih dari 1400 tahun yang lalu, di padang pasir tandus Arab, pada masa ketika populasi jarang, sarana komunikasi terbatas, dan metode perang masih sederhana, Allah Yang Mahakuasa menanamkan pesan damai yang paling indah kepada salah satu hamba-Nya yang paling rendah hati yang pernah berjalan di bumi ini. Pesan ini adalah anugerah luar biasa bagi umat manusia. Allah juga membentuk kehidupan Rasul-Nya sedemikian rupa sehingga setiap aspek keberadaannya didedikasikan untuk membimbing manusia tentang cara yang benar untuk menerapkan pesan tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari kita.
Sebagai pengikut Masih Mau’ud (as) yang diutus oleh Allah untuk memperbarui hubungan antara manusia dan Tuhan, menghapus perang agama, dan meletakkan dasar-dasar perdamaian, adalah tanggung jawab kita di dunia saat ini untuk menjelaskan semua ajaran indah tentang perdamaian dan kerukunan yang dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah. Kita, anggota Jemaat ini, harus menghadapi kekuatan gelap kebodohan dan prasangka yang mengelilingi peradaban dengan ajaran sejati Rasulullah, agar umat manusia dapat merasakan manfaat dari ajaran dan teladan beliau.
Oleh karena itu, sangat tepat jika saya mengakhiri dengan sabda Huzur yang tercinta, yang dalam salah satu Khutbah Jumatnya pernah menyampaikan :
“Adalah kewajiban setiap Ahmadi saat ini untuk menyampaikan pesan ini kepada seluruh dunia bahwa ajaran sejati Islam adalah yang diberikan kepada kita oleh Al-Masih yang Dijanjikan (as). Anda harus menyampaikan pesan cinta, perdamaian, dan persaudaraan, serta menyatakan kepada seluruh dunia bahwa Islam tidak menyebar dengan pedang, melainkan melalui keunggulan ajarannya… Inilah kebutuhan mendesak zaman ini: meyakinkan dunia bahwa Islam menyebar pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena doa-doa dan munajat beliau, dan pada masa ini, InsyaAllah, hal itu akan terjadi dengan cara menyampaikan ajaran sejati Islam sebagaimana dijelaskan oleh Al-Masih yang Dijanjikan (as), hamba sejati dan pecinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga Allah menetapkan bahwa kita mampu menjawab seruan Hadhrat Amirul Mukminin dan menjadi perantara dalam mewujudkan perdamaian di dunia, yang begitu dirindukan oleh Rasulullah. Aamiin.
Ketua, saudara-saudari sekalian! Terima kasih atas kesempatannya.
Wassalamu Alaikum.
Sumber: Alislam.org
Penerjemah: Nafilatun Nafiah