Nubuatan Pembaharu yang Dijanjikan (Muslih Mau’ud)

Nubuatan Pembaharu yang Dijanjikan (Muslih Mau’ud)

muslih mau'ud, mirza basyiruddin mahmud ahmad

Pembahasan khusus salah satu keistimewaan beliau yang dinubuatkan dipenuhi dengan ilmu-ilmu lahiriah dan batiniah. Penggenapan nubuatan bahwa beliau akan sangat pandai dan cerdas.

Bahasan beberapa karya tulis beliau dari umur 17 hingga 35 tahun (1907 sampai 1924). 1906: pidato dalam Jalsah dengan tema Tauhid (Keesaan Tuhan); pada Maret 1907 ketika beliau (ra) berusia 18 tahun, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis sebuah karya fenomenal yang berjudul “Mahabbat Ilaahi’; Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) pada Jalsah tanggal 28 Desember 1908 menyampaikan satu ceramah yang sangat berbobot dengan judul “Bagaimana Cara untuk Meraih Kesuksesan”; Kemudian pada tahun 1916, dua tahun setelah terpilih sebagai Khalifah, Hadhrat Khalifatul Masih II (ra) menyampaikan pidato dengan topik Dzikr-e-Ilahi (mengingat Allah Ta’ala); Satu pidato beliau berjudul ‘Awal perpecahan dalam Islam’ yang beliau sampaikan tahun 1919 di satu pertemuan yang diatur oleh lembaga Martin Historical Society (Masyarakat Sejarawan Martin) di Islamiyah College, Lahore; Kemudian ada satu pidato beliau mengenai Takdir Ilahi yang beliau sampaikan di masjid Nur Qadian saat jalsah salanah tahun 1919; Mei 1920, mengundang beliau (ra) untuk menghadiri konferensi dan berbagi pemikirannya. Dalam satu hari, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis seluruh risalah dengan judul, “Perdamaian Turki dan Tanggung Jawab Muslim”; pidato berjudul Malaikat Allah yang disampaikan pada tanggal 28 Desember 1920 bertempat di Baitun Nur di Qadian, beliau menjelaskan 8 (delapan) sarana untuk menciptakan jalinan dengan Malaikat dan meraih keberkatan darinya; pidato beliau selanjutnya berkenaan dengan perlunya agama yang disampaikan pada tanggal 5 bulan Maret 1921 di Lahore; pada tahun 1921 Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyampaikan pidato berkenaan dengan keberadaan Tuhan; pada tahun 1921 beliau (ra) menulis satu buku yang berjudul Tuhfah Syahzadah Wales (“A Present to His Royal Highness – The Prince of Wales” atau Hadiah teruntuk Yang Mulia  Pangeran Wales); ada satu pidato beliau pada tahun 1924 yang berjudul “Ahmadiyyat atau Islam hakiki”. Buku tersebut dibacakan ringkasannya pada sebuah konferensi Wimbley di Inggris.

Imbauan untuk Doa: khususnya bagi para Ahmadi di Pakistan

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 19 Februari 2021 (Sulh 1400 Hijriyah Syamsiyah/30 Jumadil Akhir 1442 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.

بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)

Tanggal 20 Februari dikenang di dalam Jemaat sebagai nubuatan Mushlih Mau’ud (Pembaharu yang dijanjikan). Hari ini saya akan menyampaikan beberapa hal mengenai hal ini karena besok tanggal 20 Februari. Nubuatannya panjang, berisi berbagai keistimewaan putera Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang dijanjikan, yang telah Allah Ta’ala kabarkan kepada Hadhrat Masih Mau’ud (as). Hari ini saya akan menyampaikan salah satu segi nubuatan, yaitu, وہ علوم ظاہری و باطنی سے پُر کیا جائے گا ‘woh uluumi zhaahiri o baathini se pur kiya jaega’ – “Ia akan dipenuhi dengan ilmu-ilmu lahiriah dan batiniah” dan saya akan melakukannya berdasarkan penjelasan dari tulisan-tulisan, pidato-pidato dan sebagainya dari Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) sendiri. Dalam hal ini sampai batas tertentu menampakkan juga nubuatan yang menyatakan, وہ سخت ذہین و فہیم ہو گا ‘Woh sakhat dzahiin o fahiim hoga’- “Ia akan sangat pandai dan cerdas.”  

Meskipun terdapat kekurangan dari sisi pendidikan duniawi karena pendidikan beliau pada dasarnya hanya sampai pendidikan dasar, namun ilmu-ilmu lahiriah dan batiniah yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada beliau dan yang beliau sampaikan pada berbagai kesempatan begitu banyaknya, sehingga sulit untuk mencakup semuanya dalam satu khotbah atau bahkan untuk sekedar menyampaikan pengenalannya [berbagai segi ilmu beliau] dalam satu khotbah. Bahkan, untuk pengenalannya pun menuntut satu rangkaian khotbah-khotbah. Alhasil, tidak mungkin saya dapat menyampaikan semuanya, namun saya merasa untuk mengenalkannya dan demi memperlihatkan selayang pandang, saya akan sampaikan perkenalan singkat beberapa karya tulis beliau atau saya akan sampaikan beberapa pokok bahasan karya tulis-karya tulis tersebut supaya tampak sekilas pandang dari ilmu, ma’rifat dan keluasan pengetahuan beliau (ra).

Karya-karya tulis berupa pidato-pidato dan tulisan-tulisan ini berkenaan dengan Tauhid (Keesaan) Allah Ta’ala, hakikat malaikat, maqom (kedudukan) dan status para Nabi, maqom (kedudukan) dan status Hadhrat Khaatamul Anbiyaa Muhammad Mushtofa (saw) dan perkara-perkara kerohanian lainnya serta bimbingan bagi umat Islam dalam hal politik dan keagamaan, ekonomi Islam dan sistem keuangan, Tarikh (sejarah) Islam dan beberapa permasalahan yang ada pada zaman beliau yang juga pada hari ini pun beberapa diantaranya masih relevan.

Dengan membaca pemikiran-pemikiran beliau pada masa itu akan muncul solusi untuk permasalahan masa sekarang ini, dan khotbah-khotbah serta tulisan-tulisan beliau (ra) ini mencakup banyak ragam tema, namun sebagaimana telah saya sampaikan untuk sekedar mengenalkan semua itu pun tidak mungkin. Oleh karena itu, saya akan sampaikan pengenalan beberapa di antaranya dan ini pun saya batasi pada karya-karya di masa muda beliau (ra). Seorang pemuda berusia 16 atau 17 tahun yang tidak memiliki pendidikan formal duniawi maupun agama, menjelaskan poin-poin yang sedemikian rupa membuat takjub.

Pada usia 17 tahun beliau (ra) menyampaikan satu pidato dalam Jalsah dengan tema Tauhid (Keesaan Tuhan) yang mana Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (ra) pun memujinya dan bersabda bahwa beliau (ra) betul-betul telah menyampaikan pokok-pokok yang baru.[1] Alhasil, saya akan sampaikan sekilas pandang khazanah-khazanah ilmu dan ma’rifat beliau (ra) ketika beliau berusia 16, 17 atau 18 tahun hingga 34 atau 35 tahun yang merupakan masa awal kedewasaan. Apa yang beliau (ra) sampaikan di masa itu saya tidak akan mampu sampaikan pengenalan karyanya 1/50 (seperlimapuluh)nya pun, bahkan mungkin kurang dari itu. Setelahnya beliau (ra) mendapatkan umur yang panjang dan bertabur mutiara ilmu dan ma’rifat yang didapat dari Allah Ta’ala.

Pada Maret 1907 ketika beliau (ra) berusia 18 tahun, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis sebuah karya fenomenal yang berjudul “Mahabbat Ilaahi’ (محبت الٰہی) atau Kecintaan Ilahi yang belakangan dicetak dalam bentuk buku. Dari karya tulis ini nampak bagaimana Allah Ta’ala telah mulai memenuhi beliau (ra) sejak dini dan pada usia yang masih sangat muda dengan ilmu lahiriah dan batiniah. Beliau (ra) bersabda,

“Tuhan telah menciptakan manusia untuk cinta [kepada Tuhan] dan inilah tujuan penciptaannya yaitu mabuk dalam kecintaan Tuhan dan selalu menyelami lautan yang menganugerahkan kehidupan kekal ini.”

Manakah kehidupan kekal itu? Kehidupan akhirat.

“Hanya dengan cinta [kepada Tuhan]-lah manusia selamat dari dosa-dosa dan meningkat dalam derajat-derajat [keruhanian]nya. Cinta [kepada Tuhan] jugalah yang menjadi sarana ma’rifat Tuhan. Tanpa cinta ini, seseorang tidak dapat meraih hakikat dan ma’rifat Tuhan.”

Beliau (ra) bersabda,

“Alhasil, untuk selamat dari dosa-dosa dan meningkat dalam derajat-derajat [keruhanian]nya, penting bagi kita untuk mempererat hubungan kita dengan Tuhan dan menciptakan dalam hati kita keikhlasan dan kecintaan yang dengannya kita menjadi dekat dengan Tuhan dan kita menjadi seperti matahari yang darinya dunia mendapatkan terang.

Setelah itu, beliau (ra) membahas mengenai berbagai agama, “Tuhan memang satu, namun mengenai-Nya setiap agama memiliki gambaran yang berbeda-beda.”

Dalam uraian ini beliau (ra) menjelaskan akidah orang-orang Yahudi, Kristiani, Hindu dan Arya mengenai Tuhan dan membuktikan bahwa Tuhan dengan sifat dan ajaran yang seperti itu tidak layak disembah oleh manusia. Dengan mengemukakan ajaran Islam, beliau (ra) membuktikan hanya Tuhan Islam-lah yang merupakan kumpulan segala keistimewaan dan keindahan dan selayaknya hanya kepada-Nya-lah manusia mencintai dan beribadah.

Sebagaimana telah saya terangkan, telah jelas bahwa semua manusia memiliki Tuhan yang satu, namun gambaran Tuhan yang dikemukakan oleh Islam inilah gambaran yang hakiki berlawanan dengan gambaran Tuhan yang dikemukakan oleh agama-agama lain, dan dengan memahami yang dikemukakan Islam ini maka di dalam hati dapat timbul kecintaan pada Allah Ta’ala.

Beliau (ra) membuktikan dengan menyebutkan sifat-sifat Allah Ta’ala bahwa dalam agama lain tidak dijelaskan sifat-sifat Allah Ta’ala sedemikian rupa dan tidak ada agama lain menandingi sifat-sifat yang dijelaskan oleh Islam dari sisi keunggulan-keunggulan dan kesempurnaan-kesempurnaannya.

Di akhir beliau (ra) mengemukakan bukti Tuhan Islam yang hidup bahwa hanya Tuhan Islamlah yang di masa ini memberikan bimbingan kepada manusia dengan perantaraan wahyu dan Ilham, sebagaimana dulu sebelumnya Dia melakukannya, dan inilah keistimewaan terbesar dari Tuhan yang hidup. Kemudian beliau (ra) menulis, “Akhirnya saya sampai pada penutupan uraian saya karena saya telah membuktikam bahwa Tuhan agama-agama lain tidaklah layak untuk dicintai. Ajaran mereka cacat. Manusia tidak dapat mengamalkannya.”

Alhasil, kemudian beliau (ra) menulis,

“Ajaran Islam sesuai dengan fitrat manusia dan Tuhan adalah Pemilik Kekuasaan yang mutlak dan suci dari segala aib. Keistimewaan terbesar yang Islam sampaikan adalah seorang pecinta yang mengabdikan dirinya untuk Tuhan tidak akan mendapatkan jawaban yang segera jelas mengenai hal ini, melainkan Allah Ta’ala akan berbicara dengannya setelah mengujinya.”

Ini adalah hal yang hendaknya diingat, Allah Ta’ala tidak akan memberikan tanggapan jelas secara segera, melainkan setelah melalui suatu ujian, kemudian Dia berbicara dengannya.

“Panasnya cinta yang membakar segala sesuatu di dalam hati para pecinta akan segera sejuk setelah Dia dengan kalam-Nya yang menentramkan akan menjauhkan bara dan panas yang muncul dikarenakan tidak mendapatkan jawaban. Dengan demikian juga kecintaan semakin bersinar dan di dalam hatinya timbul satu gejolak untuk semakin dekat dengan Tuhan sedemikian rupa terus meningkat sampai-sampai begitu dekat sehingga Allah Ta’ala berfirman mengenai-Nya, انت منی وانا منک anta minnii wa anaa minka. Yakni engkau berasal dari-Ku dan Aku berasal dari Engkau. Itu artinya, ‘Keberadaan-Ku tampak di bumi melalui engkau dan kehormatan engkau adalah dikarenakan Aku. Intinya kehormatan orang-orang seperti itu hanyalah dikarenakan mereka mencintai Tuhan mereka dan mereka merefleksikan kemuliaan Tuhan. Orang-orang seperti itu menyerap sungai kecintaan Tuhan dan inilah satu-satunya penyebab mengapa mereka begitu dihormati.”

Beliau (ra) menulis,

“Semakin saya merenungkan kata kecintaan Ilahi, semakin timbul di dalam hati suatu suka cita dan kelezatan istimewa betapa indahnya agama Islam yang telah memberikan petunjuk kepada suatu nikmat yang dengannya hati kita menjadi terang dan otak kita menjadi bercahaya. Ajaran Islam memberikan manfaat seperti salep (marham) bagi hati kita yang terluka dan jika Islam tidak ada maka demi Tuhan para pencari kebenaran akan mati hidup-hidup dan mereka yang di dalam hatinya terdapat kenikmatan cinta punggung mereka akan patah dan cinta akan dianggap satu sarana yang tidak mungkin dan ia akan dinamai sebagai khayalan karena ketika orang-orang melihat bahwa tidak ada suatu wujud yang dapat kita cintai maka tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan selain meragukan kecintaan itu. Dengan menganugerahkan kepada manusia agama seperti Islam Tuhan telah memberikan ketentraman kepada hati yang bersedih dan memberikan kesembuhan pada hati-hati yang terluka. Ketika seorang insan yang mencintai Tuhan melihat bahwa wujud yang dia cintai itu melihat setiap dzarah dan mengetahui perkara-perkara yang ada di dalam hati, Dia mendengar dan berbicara dan kemudian Dia berkuasa untuk mengganjar orang-orang yang mencintai-Nya, maka pada saat itu di dalam hatinya ia akan meraih kesenangan disebabkan kecintaan ini dan merasakan kelezatan yang istimewa.” Yakni manusia meraih kesenangan dan merasakan kelezatan yang istimewa.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) pada Jalsah tanggal 28 Desember 1908 menyampaikan satu ceramah yang sangat berbobot dengan judul “Bagaimana Cara untuk Meraih Kesuksesan” (ہم کس طرح کامیاب ہو سکتے ہیں). Gagasan-gagasan ini adalah ketika beliau (ra) berusia 19 tahun. Beliau (ra) menilawatkan, ۞ إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111) التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112) yang merupakan surah At-Taubah ayat 111-112 dan setelah itu beliau (ra) bersabda,

“Setiap orang hendaknya memikirkan mengapa Allah Ta’ala menciptakannya dan ketika bagi setiap manusia kematian adalah pasti, maka hendaknya melihat setelah kematian apa yang akan terjadi. Ketika manusia untuk kehidupan singkat ini sedemikian rupa berusaha dan menempuh upaya-upaya, maka apa apakah untuk kehidupan yang tidak terbatas – yakni kehidupan akkhirat – hal ini tidak diperlukan? Dan apakah kita untuknya kita tidak perlu melakukan persiapan apa pun?”

Ini adalah satu pertanyaan yang penting. Beliau (ra) menjelaskan berdasarkan ajaran Al-Qur’an Karim, “Ketika manusia melakukan satu bisnis yang kecil maka ia akan sangat berhati-hati dan selalu membeli komoditas yang dapat mendatangkan laba dan keuntungan. Maka betapa sangat disayangkan orang yang tidak melakukan suatu perdagangan yang di dalamnya tidak hanya mendapatkan keuntungan ratusan ribu atau jutaan, bahkan memberikan keuntungan yang tidak terbatas.”

Alhasil, beliau (ra) bersabda dengan merujuk pada Al-Qur’an Karim,

“Hendaknya manusia mengumpulkan untuk dirinya harta yang bermanfaat untuk dirinya, bukan yang setelahnya para ahli waris akan menghancurkannya, namun harta duniawi ini dapat dihancurkan oleh para pewaris, akan tetapi jika ia melakukan perdagangan yang diberitahukan oleh Al-Qur’an maka ia akan meraih keuntungan yang setelahnya tidak akan ada yang dapat menghancurkannya, bahkan setelah mati pun akan bermanfaat untuknya.”

Beliau (ra) bersabda,

“Allah Ta’ala sendiri yang akan menjadi penjaga harta para pedagang yang demikian. Alhasil, mereka yang penjaga hartanya adalah Allah Ta’ala sendiri, ia tidak memerlukan lagi orang lain. Mereka yang berbisnis dengan Allah Ta’ala dengan cara ini dan masuk ke dalam golongan bala tentara-Nya, di dalam diri mereka timbul keberanian, sekalipun mereka harus menyerahkan nyawanya ke hadapan Tuhan secara amalan nyata, bukan sekedar secara lisan.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyebutkan kesuksesan-kesuksesan dan kemenangan-kemenangan yang diraih oleh Hadhrat Musa (as) dan Hadhrat Rasulullah (saw) sebagai contoh dari orang-orang yang melakukan perdagangan semacam ini, bagaimana Allah Ta’ala menganugerahkan kemenangan kepada mereka atas para musuh dan memberikan keunggulan. Untuk perdagangan atau jual beli ini juga terdapat beberapa syarat, yang pertama, hendaknya manusia setiap saat senantiasa memohon ampun atas dosa-dosanya dan menghilangkan karat di hatinya dengan memohon ampunan. Kedua, hendaknya memberikan perhatian terhadap ibadah untuk memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala. Yang ketiga, melazimkan untuk memuji dan bersyukur serta mengingat ihsan-ihsan Allah Ta’ala. Yang keempat melaksanakan amar bil ma’ruf. Yang kelima, menjaga batasan-batasan Allah Ta’ala. Batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala, hendaknya itu dijaga. Orang-orang yang ikhlas mengamalkan perkara-perkara tersebut akan meraih kesuksesan dan mendapatkan kabar-kabar suka dari Allah Ta’ala.”

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 36)

Kemudian pada tahun 1916, dua tahun setelah terpilih sebagai Khalifah, Hadhrat Khalifatul Masih II (ra) menyampaikan pidato dengan topik Dzikr-e-Ilahi (mengingat Allah Ta’ala), di mana beliau menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan dzikr Ilahi dengan cara yang paling unik dan mempesona. Beliau menjelaskan tentang apa yang dimaksud ddzikr Allah, mengapa itu diperlukan, berbagai bentuk dan manfaat ddzikr Allah. Dalam pidatonya ini beliau menjelaskan konsep “Zikr” di antara para Sufi dan bagaimana kebiasaan mereka yang salah sehingga menghalangi mereka untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Beliau mengemukakan bahwa terdapat empat jenis “Dzikr”: 1 – shalat, 2 – membaca Al-Qur’an, 3 – mengingat sifat-sifat Allah, mengakui kebenarannya dan mengungkapkan rinciannya 4 – untuk merenungkan sifat-sifat Allah dalam kesendirian dan juga untuk mengungkapkannya di hadapan publik.

Demikian pula, beliau menguraikan cara-cara supaya dzikr seseorang dapat diterima dan juga waktu-waktu khusus untuk mengingat Allah. Dalam pidatonya ini, beliau menekankan pentingnya melakukan Dzikr yang menjadi sarana bagi seseorang untuk mencapai Maqam Mahmud [kedudukan yang terpuji], yaitu dengan melakukan shalat Tahajud secara teratur. Beliau menguraikan lebih dari selusin bagaimana supaya seseorang dapat melakukan shalat Tahajud secara teratur. Demikian pula, dengan merujuk pada ayat-ayat Alquran dan Hadits, beliau menyajikan 22 metode bagaimana seseorang dapat mempertahankan tawajjuh dalam shalatnya. Di akhir beliau menyebutkan 12 manfaat luar biasa dari dzikr terhadap Allah.

Sebuah insiden penting terjadi ketika pidato berlangsung; seorang Sufi non-Ahmadi menghadiri jalsah Tahunan dan duduk mendengarkan pidato beliau (ra). Sufi tersebut mengirimkan sebuah catatan kepada Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra), mengatakan:

“Sungguh dahsyat penjelasan anda! Untuk menjelaskan satu poin seperti yang telah anda sampaikan tadi, biasanya para sufi akan mengajarkannya kepada seseorang setelah 10 tahun dilayani oleh orang itu, yakni setelah seseorang mau tinggal dan mengkhidmati para sufi terlebih dahulu. Namun Anda telah mengungkapkan semua poin kebijaksanaan itu dalam satu waktu. Betapa menakjubkannya ini! Anda telah mengungkapkan semua poin kebijaksanaan ini sekaligus. “

Pidato berjudul (ربوبیت باری تعالیٰ کائنات کی ہر چیز پر محیط ہے) “Sifat Rabbubiyat Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu di alam semesta” telah Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) sampaikan di Pathiala pada tanggal 9 Oktober 1917. Ringkasannya sebagai berikut, beliau berbicara mengenai pembuktian kebenaran Allah Ta’ala, Islam, Al-Quran Karim dan juga kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud (as) dengan merujuk pada sifat Rabbubiyat. Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Salah satu bukti keberadaan Allah Ta’ala ialah sifat-sifat-Nya. Melalui merenungi sifat-sifat Ilahiah dan menyaksikan kehebatan kudrat-kudrat-Nya – yang penampakannya senantiasa terjadi – maka akan terpaksa seseorang yakini bahwa pasti ada satu Wujud yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Pemurah dan Maha Penyayang.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Di dalam surah Al-Fatihah yang merupakan Ummul Quran (induk al-Qur’an), dijelaskan keempat sifat yang adalah ringkasan semua sifat, dan yang dengan merenungkannya seseorang dapat terhindar dari setiap corak pemikiran dan amal buruk. Contohnya, sifat pertama rabbul ‘alamin. Sifat rabubiyat Allah Ta’ala berkaitan dengan seluruh makhluk. Setiap sesuatu tengah meraih berkat sifat rabubbiyat-Nya. Jadi, kenyataan Allah Ta’ala sebagai rabbul ‘alamin menyimpulkan, sebagaimana Tuhan telah menyediakan sarana-sarana luar biasa untuk penciptaan dan kemajuan jasmani, Dia pun pasti telah menyediakan sarana-sarana untuk kehidupan ruhani yang adalah lebih berharga dari jasmani. Maka dari itu, Dia berfirman و ان من امّۃ الا خلا فیھا نذیر . Di setiap kaum, telah datang para Nabi Allah Ta’ala, di mana mereka terus memberikan sarana untuk membimbing dan memajukan keruhanian manusia. Pada akhirnya Allah Ta’ala membangkitkan Hadhrat Muhammad Mustafa (saw.) untuk memperbaiki seluruh kaum dan masa, karena melalui beliau, syariat telah disempurnakan. Maka beliau (saw) bersabda, ‘Sekarang setelahku, akan terus datang hamba-hamba Tuhan yang meraih percakapan dengan Tuhan, di mana ia akan terus menyadarkan manusia akan makna-makna syariat ini dan mempertemukannya dengan Tuhan.’”

Jadi, di masa ini pun Allah Ta’ala telah mengutus Mirza Sahib sesuai sifat rabubiyyat-Nya, di mana ia telah mengaku meraih percakapan dengan Tuhan dan diutus demi perbaikan manusia, dukungan Tuhan tampak dalam penggenapan nubuatan-nubuatannya, dan tanda-tanda yang hidup telah membuktikan kebenaran pengakuannya.

Di akhir Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Islamlah agama yang mempersembahkan Tuhan yang hidup, dan di dalamnya terbukti kehidupan-Nya. Kemudian, sebagaimana Tuhan memberikan kemajuan kepada keruhanian hamba-hamba-Nya di masa silam, sekarang pun Dia melakukannya; dan dengan berjalan di atas jalan itu, sekarang pun kita dapat meraih segala nikmat dan faedah yang telah diraih ribuan tahun silam itu.”

Kemudian ada satu pidato beliau berjudul ‘Awal perpecahan dalam Islam’ (اسلام میں اختلافات کے آغاز) yang beliau sampaikan tahun 1919 di satu pertemuan yang diatur oleh lembaga Martin Historical Society (Masyarakat Sejarawan Martin) di Islamiyah College, Lahore. Kurang lebih ada 100 halaman. Ringkasnya, beliau telah menyampaikan ini pada 26 Februari 1919 di satu pertemuan Martin Historical Society di Islamiyah College Lahore yang sangat luar biasa. Pertemuan ini dipimpin oleh Sayyid Abdul Qadir Sahib, guru besar sejarah saat itu yang bukan Ahmadi.

Seraya menjelaskan pentingnya tema tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“awal perselisihan dalam Islam terjadi 15 tahun setelah kewafatan Rasul yang mulia (saw), dan setelah itu api perpecahan semakin meluas.[2] Sejarah zaman itu telah terselimuti kabut pekat. Para musuh Islam melihat sebuah noda buruk di atas Islam, dan bagi para sahabatnya pun ini adalah persoalan yang sangat membingungkan. Sangat sedikit orang yang ingin selamat dari kepekatan sejarah zaman itu dapat berhasil dalam upayanya itu. Oleh karena itu sekarang saya berkeinginan untuk menjelaskan hal ini di hadapan Anda sekalian.”

Walhasil, ikhtisar dari segenap nasihat dan hasil penelitian berharga yang telah disampaikan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dalam ceramahnya adalah, “Anggapan penyebab fitnah-fitnah dalam Islam adalah beberapa sahabat terkemuka, sama sekali salah.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) di dalam makalah beliau tersebut menerangkan tentang keadaan awal Hadhrat Utsman, kedudukan Hadhrat Utsman dalam pandangan Rasul yang mulia (saw.) dan dari mana awal terjadinya fitnah dan pemberontakan; [jadi], saat itu Khilafat Islamiyah adalah satu pengaturan keagamaan, dan beranggapan buruk tentang para sahabat adalah tanpa alasan. Seraya membahasnya, beliau menjelaskan sebab-sebab dan faktor-faktor fitnah tersebut dan peristiwa-peristiwa di masa Hadhrat Utsman yang menjadi awal mula terjadinya itu. Beliau menerangkan tentang siapakah sosok penyulut pemberontakan yaitu Abdullah bin Saba.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga menggambarkan keadaan umum saat itu di Kufah, Basra, Syam, dan umat Islam yang ada di sana. Mengenai keberatan yang juga dilontarkan kepada Hadhrat Utsman bahwa beliau mengangkat para amir sekehendak beliau, di mana hal ini menjadi sebab fitnah tersebut, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyampaikan pendapat beliau,

“Oleh karena itu, orang-orang yang telah dikirim untuk menyelidiki adalah mereka yang sangat mulia, tidak memihak dan tidak ada yang sanggup mengkritik hasil penyelidikan mereka. Jadi, hasil kesepakatan ketiga sahabat ini.” (ketiga orang ini diutus oleh Hadhrat ‘Utsman (ra) untuk melakukan penyelidikan) “bersama penyelidikan orang-orang lainnya yang telah diutus di negeri-negeri lainnya bahwa keadaan negeri tersebut adalah aman damai, tidak ada tanda kekerasan dan pemberontakan, dan pemerintah setempat menjalankan tugasnya dengan adil, adalah suatu keputusan yang mana tidak ada seorangpun kemudian yang meragukannya; dan dengan jelas diketahui bahwa kekisruhan ini semua adalah semata kenakalan beberapa orang yang buas serta merupakan hasil hasutan Abdullah bin Saba, sementara Hadhrat ‘Utsman dan para pembesar yaitu gubernur yang beliau tunjuk adalah suci dari setiap tuduhan. Hadhrat ‘Utsman memiliki tabiat yang senantiasa lemah lembut dan baik hati. Terhadap kenakalan dan gejolak fitnah para pemberontak tersebut beliau kerap bersabda, ‘Aku tidak ingin melumuri tanganku dengan darah sesama Muslim.’

Beberapa sahabat terkemuka dan Hadhrat Muawiyah menyodorkan beberapa usulan terkait penegakan keamanan dalam hal ini, namun Hadhrat ‘Utsman tetap condong di jalan atau cara kelembutan hati beliau. Bahkan untuk membuat diam para penuduh, beliau pun kerap menerima permintaan dan tuntutan mereka hingga batas yang diizinkan.”

Dalam menjelaskan satu perkara yang sangat penting untuk memahami secara benar beraneka ragam riwayat dan peristiwa sejarah Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Perlu sangat berhati-hati terkait sejarah masa itu, karena di suatu masa lalu diikuti setelah suatu masa lagi pasti ada orang-orang yang bersimpati terhadap satu pihak (kelompok) atau mendukung kelompok yang lain. Fakta hal ini sangat merugikan untuk sejarah; karena ketika rasa permusuhan hebat atau malah kecintaan ikut serta terlibat pada penceritaan riwayat maka sebuah riwayat sejarah tidak akan dapat utuh terjaga kebenarannya. Asas utama pelurusan sejarah adalah, peristiwa-peristiwa di dunia adalah laksana rantai, dimana untuk mencari kelurusan suatu peristiwa, hendaknya dilihat secara seksama bilamana mata rantai tepat pada tautannya.”

Ikhtisar penelitian Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) adalah, Hadhrat ‘Utsman dan para sahabat lainnya bersih dari setiap hal yang patut disalahkan dari peristiwa pemberontakan tersebut; bahkan, perilaku mereka adalah pantulan akhlak mulia, dan jejak langkah mereka berada di atas tingkatan kebaikan yang luhur. Kemudian, para sahabat tidak pernah menuduh atau keberatan terhadap kekhalifahan Hadhrat Usman; mereka senantiasa berlaku setia kepada Khilafat hingga akhir hayatnya. Tuduhan keji yang menyatakan Hadhrat Ali, Hadhrat Talhah dan Hadhrat Zubair telah membuat komplotan tersembunyi untuk melawan Khalifah ‘Utsman adalah sama sekali salah. Tuduhan atas golongan Ansar bahwa mereka marah kepada Hadhrat ‘Utsman adalah salah, karena kita menyaksikan semua pemuka Ansar terus berupaya untuk menjauhkan fitnah kekisruhan penentangan terhadap Hadhrat ‘Utsman ini.

Terkait ini, sebagian tokoh memberikan kesan mereka. di edisi pertama, Sayyid Abdul Qadir Sahib M.A. Profesor Islamiyah College Lahore menuliskan kata pendahuluan,

“Nama luhur Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad sebagai putra istimewa dari Ayah istimewa adalah mencukupi sebagai jaminan bahwa pidato ini sangatlah ilmiah. Saya pun memiliki suatu keyakinan tentang sejarah kemanusiaan, dan saya sanggup menyatakan bahwa baik diantara muslim dan ghair muslim, hanya sedikit sejarawan yang telah mampu menggapai dasar perselisihan-perselisihan di masa Hadhrat Usman, dan telah berhasil dalam memahami sebab-sebab sebenarnya pertikaian yang membinasakan ini. Hadhrat Mirza Sahib tidak hanya berhasil dalam memahami sebab-sebab pertikaian; lebih lagi, beliau telah menjelaskan runtutan peristiwa-peristiwa yang terus mengguncang khilafat dalam kurun waktu lama tersebut secara sangat jelas. Menurut saya, ulasan yang sangat bernas ini belum pernah sebelumnya terpikirkan dalam pandangan mereka yang menaruh perhatian dalam sejarah Islam. Hal sebenarnya adalah, hanya dengan penelaahan khilafat Hadhrat Usman berdasarkan sumber-sumber utama sejarah Islam yang valid, maka kita akan dapat mempelajari peristiwa-peristiwa ini dan memahami nilai yang sangat berharga.”

Kemudian ada satu pidato beliau mengenai Takdir Ilahi (تقدیر الٰہی) yang beliau sampaikan di masjid Nur Qadian saat jalsah salanah tahun 1919. Ringkasannya adalah sebagai berikut. Takdir Ilahi adalah perkara yang sangat sulit dan halus. Beliau telah menyampaikan ulasan yang penuh dengan makrifat. Beliau bersabda,

“saya mengucapkan ini dengan sangat merendah kepada Allah Ta’ala, “Wahai Allah, seandainya menyampaikan ulasan tidaklah tepat, maka gerakkanlah hati saya agar saya tidak menyampaikannya”. Namun gerakan yang ada justru agar saya menyampaikannya. Meskipun seolah ini ulasan sulit, dan diperlukan usaha serta kerja keras untuk memahaminya; tetapi apabila Anda sekalian memahaminya, maka akan meraih faidah yang sangat besar”.

Tentang hal ini, Hadhrat Khalifatul Masih IV (r.h.) seraya mengutip beberapa bagian pidato ini menjelaskan,

“Pidato yang disampaikan oleh Hadhrat Khalifatul Masih II terkait hal ini di dalam satu pertemuan umum, dimana segenap kalangan baik yang berpendidikan maupun tidak, pintar dan dangkal berkumpul, sungguh ini bukanlah pekerjaan yang sederhana. Cara bagaimana beliau menyampaikan hal tersebut sungguh merupakan keistimewaan beliau.”

Hadhrat Khalifatul Masih IV (rh) bersabda,

“Apakah isi pidato ini? pidato ini sungguh merupakan mahakarya ilmu kalam. Setelah menjelaskan pentingnya perkara Qada dan Qadar serta petunjuk-petunjuk Hadhrat (saw), beliau menyampaikan bahwa antara perkara iman terhadap Takdir dan iman terhadap keberadaan Pencipta, satu sama lain adalah saling melazimkan. Selanjutnya seraya membahas pandangan-pandangan yang saling berselisih terkait Qada dan Qadar, beliau menyelaraskannya dengan beberapa petunjuk-petunjuk Hadhrat Rasulullah (saw). Selanjutnya beliau bersabda mengenai kesalahan-kesalahan besar yang dialami manusia akibat ketidakpahaman terhadap perkara takdir. Kemudian dalam menyingkapkan kesalahan-kesalahan keyakinan wahdatul wujud (kesatuan wujud, yaitu anggapan Tuhan dan ciptaan-Nya adalah satu), beliau menampilkan dalil-dalil yang sangat halus dan jitu dari enam ayat Al-Quran untuk menolak keyakinan tersebut. Setelahnya, beliau pun dengan berbagai dalil membuktikan kesalahan keyakinan yang berseberangan darinya seolah-olah Tuhan tidak mampu melakukan hal apapun dan yang ada hanyalah hasil usaha. Kemudian berkenaan dengan kesalahan-kesalahan yang menghinggapi pemikiran manusia akibat mencampuradukkan ilmu Ilahi dan Takdir Ilahi, beliau menjelaskan masalah ini dengan sangat rinci.”

Kemudian Hadhrat Khalifatul Masih IV bersabda,

“Pidato ini menjelaskan segala sisi mengenai Takdir Ilahi, dan menjawab berbagai keberatan baik dari masa lalu hingga terkini. Dalam menjelaskan Takdir, beliau pun menyampaikan tujuh maqom keruhanian, di mana insan akan dapat meraihnya dengan memahami seutuhnya perihal Takdir Ilahi serta dengan memenuhi tuntutan-tuntutannya”. Walhasil, ini merupakan ulasan tentang Takdir Ilahi yang hendaknya kita baca karena orang-orang kerap bertanya perihal ini.

Pada kesempatan lain, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) memberikan bimbingan kepada umat Islam dengan topik, “Perdamaian Turki dan Tanggung Jawab orang-orang Muslim” pada kesempatan konferensi di Allahabad yang diselenggarakan oleh Komite Khilafat.[3] Inti pokok risalah ini adalah setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama, istilah perdamaian yang dirumuskan oleh Sekutu kepada Kekaisaran Ottoman (Daulah Utsmaniyah di Turki) sangat memalukan dan akan mengakibatkan pecahnya Kekaisaran Ottoman sepenuhnya. Selain itu, angkatan laut, darat dan udaranya akan dibatasi secara signifikan serta memberlakukan berbagai pembatasan yang sangat keras terhadap mereka. Karena itu, dalam situasi ini, sebuah konferensi diselenggarakan oleh Komite Khilafat yang diadakan dari tanggal 1-2 Juni 1920 di Allahabad untuk membahas persyaratan yang ditawarkan kepada Kekaisaran Ottoman dan untuk menentukan strategi masa depan umat Muslim [India].

Terkait:   Keberkatan, Penghargaan dan Tinjauan atas Jalsah Salanah UK 2022

Pemimpin Jami’at-e-Ulama yang terkenal di India, Maulawi Abdul Bari dari Firangi Mahal menulis surat kepada Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) tertanggal 20 Mei 1920, mengundang beliau (ra) untuk menghadiri konferensi dan berbagi pemikirannya. Dalam satu hari, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis seluruh risalah dengan judul, “Perdamaian Turki dan Tanggung Jawab Muslim” dan menerbitkannya dalam semalam dan mengirimkannya dengan Hadhrat Maulana Muhammad Sarwar Shah Sahib, Hadhrat Syed Walliullah Shah Sahib dan Hadhrat Chaudhry Muhammad Zafrulla Khan Sahib. Dalam risalah ini, Hadhrat Mushlih Maud (ra) menyoroti kelemahan dalam istilah perdamaian yang pihak Sekutu tawarkan kepada Kekaisaran Ottoman dan juga memberikan rekomendasi tentang bagaimana Muslim dapat dilindungi dari konsekuensi yang mengerikan. Melalui argumen yang komprehensif dan meyakinkan, Hadhrat Mushlih Maud (ra) menjelaskan sudut pandangnya dan juga menyatakan bahwa beberapa usulan yang telah diusulkan seperti migrasi [dari India ke wilayah Muslim yang masih merdeka seperti Ottoman Turki, Afghanistan dan lain-lain], menyerukan Jihad umum dan memutuskan hubungan [tidak mau bekerja sama] dengan pemerintah penjajah Inggris tidak layak diamalkan dan akan merugikan umat Islam sendiri.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) mengemukakan anjuran bahwa umat Islam harus bersatu, dan dengan satu suara, menyampaikan kepada Sekutu bahwa ketentuan perdamaian yang mereka tawarkan kepada Turki bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh Sekutu sendiri. Lebih jauh, umat Muslim melihat persyaratan ini [didorong oleh] tangan tersembunyi dari permusuhan kekristenan dan untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis. Oleh karena itu, umat Islam harus menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap persyaratan ini dan meminta agar dirubah.

Terlepas dari proposal yang disebutkan di atas dalam risalahnya, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga merekomendasikan bahwa untuk kesuksesan dan kemajuan umat Islam dan Islam di masa yang akan data, organisasi Islam internasional yang tepat harus didirikan. Saat ini, umat Islam mengklaim bahwa mereka telah membentuk suatu organisasi, namun mereka bahkan tidak dapat secara kolektif menyetujui suatu keputusan. Namun meskipun demikian, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) yang pertama kali memberikan saran ini. Bahkan saat ini, sikap kekuatan Barat tertentu dan perlakuan mereka terhadap pemerintah Muslim mirip dengan kondisi yang dijelaskan oleh Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dalam risalahnya ini. Analisis yang luar biasa yang telah beliau sampaikan, yang mana pada zaman itu internet dan lain-lain belum lahir. Jelas menunjukkan fakta bahwa bantuan dan dukungan khusus Allah Yang Maha Kuasa menyertai Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dan membuktikan bahwa Allah Yang Mahakuasa telah memberikan pengetahuan duniawi juga kepada beliau dan juga memenuhi janji untuk menganugerahkan kebijaksanaan kepada beliau.

Selanjutnya pidato Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) berjudul Malaikat Allah yang disampaikan pada tanggal 28 Desember 1920 bertempat di Baitun Nur. Pembahasan ini selama dua hari. Bahasan Malaikat Allah ini termasuk dalam prinsip pokok Islam dan keimanan. Meskipun ini merupakan topik yang sangat halus dan pelik, namun Hudhur telah memaparkannya dengan cara yang mudah dicerna dan penuh bashirat. Hudhur telah menjelaskan hakikat dan keutamaan malaikah berdasarkan Al Quran, jenis-jenisnya, kewajibannya dan pengkhidmatannya. Selain itu memapatkan dalil dalil keberadaan Malaikat, dan menjawab keraguan dan keberatan yang berhubungan dengan malaikat dengan jawaban yang rinci dan logis.

Di akhir, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan 8 (delapan) sarana untuk menciptakan jalinan dengan Malaikat dan meraih keberkatan darinya. Pertama, Jibril turun kepada orang-orang yang bergaul dengan orang orang bai, para nabi dan orang-orang saleh. Kedua, Dengan menyamaikan salawat kepada Rasulullah. Ketiga, ada Gerakan dalam kalbu manusia untuk memaafkan dan mengampuni dan meninggalkan prasangka buruk. Keempat, Manusia hendaknya bertasbih dan tahmid. Kelima, menilawatkan Al Quran dengan penuh perenungan. Keenam, dengan membaca buku buku karya orang-orang kepadanya malaikat turun. Pada zaman ini, bacalah buku buku Hadhrat Masih Mau’ud (as) as. Ketujuh, manusia harus pergi ketempat dimana malaikat turun yakni beberapa tempat tempat suci. Kedelapan, harus menjalin hubungan dengan Khilafat. Semua ini beliau jelaskan di dalam buku tersebut.

Pidato beliau selanjutnya berkenaan dengan perlunya agama yang disampaikan pada tanggal 5 bulan Maret 1921 di Lahore sebagai jawaban beragam pertanyaan yang dilontarkan oleh para mahasiswa. Rinciannya secara singkat sebagai berikut, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) berangkat ke Lahore pada tanggal 4 Maret 1921 untuk tujuan memberikan kesaksian pada suatu persidangan. Beliau tinggal di sana dari tanggal 4 hingga tanggal 7 maret.

Ketika mulaqat dengan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) pada tanggal 5 Maret, Sebagian mahasiswa menyampaikan tiga pertanyaan kepada beliau (ra). Pertanyaan pertama, keberadaan agama tidaklah diperlukan dan tidak memberikan manfaat. Akan tetapi, jika seseorang menganut suatu agama untuk meraih beberapa manfaat, maka bukanlah sesuatu yang buruk. Pertanyaan kedua, dalam agama agama lain pun ditemukan Sebagian orang yang menyampaikan nubuatan, untuk itu tidak menjadi suatu keistimewaan bagi Islam jika ada yang menubuatkan juga. Ketiga, menyebarnya jemaat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah merupakan bukti kebenaran beliau karena Lenin (seorang Revolusioner dan Pemimpin] juga mengalami keberhasilan yang besar di Rusia.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjawab ketiga pertanyaan tersebut dengan cara yang mudah dan logis. Beliau bersabda bahwa keperluan adanya agama berkaitan dengan keberadaan Tuhan (Sang Pencipta). Jika memang Tuhan ada, berarti diperlukan juga keberadaan agama. Bukti keberadaan Tuhan adalah Dia bercakap-cakap dengan hamba-Nya dan di zaman ini nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud (as) tengah tergenapi sehingga memberikan bukti keberadaan-Nya.

Dalam menjawab pertanyaan kedua, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Perbedaan mendasar antara nubuatan seorang nabi dan manusia biasa adalah manusia biasa menyampaikan nubuatan dengan berdasar pada ilmu pengetahuannya dan memiliki corak terkaan (dugaan, perkiraan). Sedangkan nubuatan para Nabi berasal dari Tuhan dalam keadaan yang tidak berpihak kepada mereka. Nubuatan mereka memiliki banyak segi dan mempunyai keagungan dan kekuasaan yang bijaksana.”

Sebagai jawaban atas pertanyan ketiga Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Kemajuan yang diraih oleh Hadhrat Mirza Sahib, berkenaan dengan kemajuan tersebut telah dinyatakan sebelumnya oleh beliau dan kemajuan yang terjadi pun sesuai dengan itu. Jadi, keliru jika dikatakan bahwa kemajuan yang diraih oleh Mirza Sahib bukanlah tanda kebenarannya karena orang lain pun mengalami kemajuan juga.” Alhasil, sebetulnya topik pembahasannya panjang.

Selanjutnya, pada tahun 1921 Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyampaikan pidato berkenaan dengan keberadaan Tuhan. Pidato tersebut pun sangat panjang terdiri dari 190 halaman. Ringkasannya sebagai berikut, pada tahun 1921 beliau telah menyampaikan pidato bertemakan keberadaan Tuhan dengan penuh hakikat dan makrifat dalam gaya yang menggugah, ilmiah dan lengkap. Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) telah menerangkan 8 dalil perihal keberadaan Tuhan dan memberikan jawaban atas beberapa keberatan. Beliau juga menjelaskan bukti keberadaan Tuhan berdasarkan sifat-sifat-Nya dan menerangkan jenis-jenis sifat Ilahi juga. Beleiau juga menjabarkan secara rinci ajaran Islam berkenaan dengan wujud Tuhan yang bertentangan dengan pemikiran penduduk Eropa beerkenaan dengan Tuhan, pemikiran pengikut Zaratusta, Hindu, Arya. Selain itu, dalam pidatonya, Hudhur menjelaskan definisi Syirik dan jenis jenisnya juga menyampaikan bantahannya. Begitu juga menjelaskan perihal perjumpaan dengan Allah Ta’ala, tingkatan dan derajatnya, faidah faidahnya dan sarana untuk meraihnya.

Selanjutnya pada tahun 1921 beliau (ra) menulis satu buku yang berjudul Tuhfah Syahzadah Wales (“A Present to His Royal Highness – The Prince of Wales” atau Hadiah teruntuk Yang Mulia  Pangeran Wales). Buku tersebut dipersembahkan kepada sang pangeran pada saat kunjungannya ke Hindustan (India). Ringkasnya sebagai berikut, pewaris tahta Inggris raya, pangeran Wales berkunjung ke Hindustan pada tahun 1921. Pangeran inilah yang di kemudian hari disebut dengan Edward VIII (ke-8 atau bahasa Persianya hastam). Pada tahun 1936 beliau melepaskan diri dari tahtanya setelah terjadi pertentangan dengan Church of England (Gereja Inggris).[4]

Dalam kunjungan Pangeran ke Hindustan, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menulis satu makalah berjudul Tuhfah Syahzadah Wales (Hadiah untuk pangeran Wales). Dalam rangka ini, berdasarkan himbauan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra), sejumlah 32.208 orang anggota Ahmadi mengumpulkan 1 ana per orangnya (1/16 India rupees) dan mengatur penerbitan buku tersebut. Kemudian pada tanggal 27 Februari 1922, satu kelompok perwakilan Jemaat, dengan perantaraan pemerintah Punjab Lahore menyerahkan dalam bentuk hadiah yang berisi buku yang merupakan hadiah tak ternilai dari Islam teruntuk pangeran Wales disertai dengan sebuah ucapan.

Selain menyatakan kesetiaan pada pemerintah pada masa itu dalam tulisan singkat itu, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan riwayat singkat pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Masih Mau’ud (as), ajaran, sejarah dan tujuan berdirinya jemaat Ahmadiyah. Di akhir, dengan mengikuti sunnah Rasulullah, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyampaikan pesan Islam sampai kepada pewaris tahta kerajaan Inggris dengan cara yang sangat berkesan dan menyeru beliau kepada Islam. Sang pangeran menerima hadiah yang dipersembahkan dari Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dan menyampaikan ucapan terima kasih atas hal itu melalui kepala sekretaris beliau.

Seperti yang saya katakan, Pangeran Wales yang di kemudian hari menjadi Edward VIII pada tahun 1936 dan melepaskan diri dari tahta Raja disebabkan oleh pertentangan dengan Gereja, beliau menerima hadiah tersebut dengan penuh rasa hormat. Beliau tidak hanya menyampaikan ucapan terima kasih melalui kepala sekretarisnya, bahkan pada bulan Maret 1922, dalam perjalanan dari Lahore ke Jammu beliau sangat bahagia setelah menelaah buku tersebut sepenuhnya. Sebagaimana diketahui dari informasi dikemudian hari, ketika sampai pada beberapa point dalam buku tersebut, wajah beliau begitu merona bagaikan mawar. Demikian pula, orang yang menyertai beliau mengabarkan bahwa ketika membaca buku tersebut terkadang sang pangeran berdiri secara tiba-tiba. Setelah berlalu beberapa masa, beliau pun menyatakan secara jelas ketidaksukaannya terhadap agama Kristen.

Dalam suratkabar Zulfiqar [suratkabar dikelola Muslim bukan Ahmadi] edisi 24 April 1922 tertulis pandangan berkenaan dengan buku tersebut, “Kami tidak dapat diam tanpa menyampaikan pujian atas kegigihan Khalifah kedua jemaat Ahmadiyah dalam menyebarkan Islam. Sebagian besar isi buku Tuhfah Syahzadah Wales dipenuhi dengan tabligh Islam dan ini merupakan karya agung yang dengan membacanya orang bukan Ahmadi pasti akan merasa iri. Adalah perlu bagi kita untuk membuka kalung kebencian dari leher kita dan meletakkannya di meja penulisan kolom surat kabar. Untuk itu, setelah membaca makalah ini kami merasa sangat bahagia.

Dalam hadiah buku tersebut, penulis yang notabene seorang cendekia (Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra)) telah mengamalkan sepenuhnya sunnah Rasulullah (saw). Beliau telah menyampaikan tabligh Islam sampai kepada pewaris tahta kerajaan inggris Raya dengan penuh keberanian dan tanpa segan.

Hal lain, jika ada individu dari golongan Islam manapun atau surat kabar yang tidak setia pada negara di zaman ini menyerang hadiah ini dengan kedengkian dan permusuhan, kami tidak mendapati didalam hadiah buku ini sesuatu yang bersifat hasutan. Memang sebagiannya dijelaskan juga secara singkat riwayat hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari awal hingga akhir, namun didalamnya penuh dengan hal-hal yang cinta damai dan kesetiaan kepada negara. Jelas sekali bahwa Tuhan tidak pernah bersahabat dengan firqah-firqah pembangkang dan Dia akan membinasakan mereka.”

Demikian pula, sebuah surat kabar yang didukung pemerintah Punjab bernama Civil And Military Gazette, pada edisi 18 April 1922 terpaksa mengakui dan menulis,

“Di dalam buku tersebut dalil dan bukti dipersembahkannya dengan baik, elegan dan penuh pencerahan. Terlepas dari tujuan besarnya untuk tabligh. Apakah pangeran Wales itu menjadi Ahmadi ataupun bukan, tidak diragukan lagi bahwa tidak akan berkurang nilai dari buku ini dalam pandangan orang-orang yang memiliki ketertarikan dengan agama khususnya kepada banyak sekali agama di Hindustan dan Inggris.”

Buku ini juga telah memberikan kesan yang mendalam di luar negeri, bahkan di negeri-negeri barat, buku ini telah membuka jalan baru untuk pertablighan Islam. Sebagaimana di Wina (Vienna), ibukota Austria, di sana ada seorang profesor yang mahir dalam tiga bahasa, menyatakan kebahagiaan yang tak terhingga setelah membaca buku tersebut. Beliau menyesali karena sudah berumur renta, jika tidak [ia masih muda], ia pasti akan menyebarkannya di seluruh dunia. Hadhrat Mufti Muhammad Sadiq menulis dari Amerika, “Buku ini telah menorehkan kesan mendalam di Amerika bahkan seakan-akan buku ini ditulis sesuai dengan apa yang menjadi harapan Amerika.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 39)

Selain di negerinegeri Barat, di Afrika juga buku itu sangat berpengaruh. Sebagaimana dalam surat kabar di Nairobi seorang pemimpin menulis, “Sekalipun saya adalah bukan Kristen, namun terlahir di keluarga Kristen dan saya memahami baik buku-buku Kristen, namun apa yang telah saya dapatkan dari buku ini dan kelezatan yang saya rasakan tidak dapat saya ungkapkan.

Meskipun penulis buku ini adalah seorang Muslim, namun kemungkinan besar beliau telah hidup di kalangan Kristen selama bertahun-tahun dan juga telah membaca literatur-literatur Kristen dengan serius. Jika tidak, akan sulit baginya untuk menjelaskan perihal Kristen dengan begitu jelas sampai ke hal-hal yang halus. Sampai saat ini saya tidak pernah membaca buku yang serupa yang ditulis dengan berlandaskan pada agama dan bersih dari fanatisme. Ini merupakan buku pertama yang memiliki keistimewaan itu.”

Demikian pula, ada satu pidato beliau pada tahun 1924 yang berjudul “Ahmadiyyat atau Islam hakiki. Buku tersebut dibacakan ringkasannya pada sebuah konferensi Wimbley. Buku tersebut sangat tebal dan terdiri dari 250 halaman. Konferensi tersebut diadakan pada tahun 1924. Berbagai ulama besar dari berbagai agama di dunia diundang dalam konferensi tersebut untuk menyampaikan keistimewaan agamanya masing masing. Di dalamnya Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga diundang untuk ikut serta. Untuk konferensi tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) telah menulis satu buku tebal dalam kurun waktu kurang dari dua minggu terhitung dari tanggal 24 Mei hingga 6 Juni. Buku tersebut diberi judul Islam Hakiki.

Hadhrat Choudry Zafrullah Khan membacakan ringkasan buku tersebut pada konferensi di hadapan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra). Pidato tersebut begitu special sehingga para tokoh besar Kristen pun berkata secara spontan, “Tidak diragukan lagi, pemikiran yang dijelaskan dalam makalah ini dari sisi tarbiyat, dalil, kelebihan dan keindahannya teramat istimewa.” Dengan perantaraan pidato tersebut Tuhan telah memberikan kesempatan untuk menyampaikan pesan Ahmadiyah yakni Islam hakiki dihadapan para tokoh besar agama agama di dunia, sehingga mereka terpaksa mengakui kebenaran islam.

Dalam buku tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) telah menerangkan ajaran Islam yang indah dari berbagai sudut pandang dengan gaya penulisan yang luar biasa. Pertama, beliau telah membuktikan dengan ayat ayat surat Shaffat bahwa konferensi agama agama yang sedang berlangsung ini 1300 tahun yang lalu telah dikabarkan penyelenggaraannya oleh Al Quran. Setelah itu beliau memperkenalkan jemaat Ahmadiyah dan membuktikan dengan dalil qath’i bahwa Ahmadiyah dan Islam hakiki adalah dua hal yang sama. Kemudian beliau menjelaskan perihal 4 tujuan agama. Pertama tama beliau menjabarkan secara gamblang pandangan Islam berkenaan dengan Tuhan. Dijelaskan bagaimana Islam mengharapkan adanya jalinan antara manusia dengan Tuhannya. Apa saya tanggung jawab yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada hambanya.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga menjauhkan keraguan yang mengatakan bahwa Islam mengajarkan untuk tidak memanfaatkan sarana-sarana duniawi dan menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala, dengan kata lain, tidak perlu untuk menggerakkan tangan dan kaki (berusaha). Seperti itulah tuduhan yang dilontarkan kepada umat Islam.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Dari ayat Al Quran terbukti bahwa ajaran Islam sama sekali tidak seperti itu, melainkan memanfaatkan sarana semaksimal mungkin, setelah itu bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Tawakkal sama sekali bukan nama lain dari meninggalkan sarana, melainkan merupakan suatu keyakinan bahwa Allah Ta’ala merupakan Tuhan yang maha hidup.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) juga menerangkan bahwa, saat ini hanya Islam lah yang dapat mempertemukan manusia dengan Tuhan, karena Islam mengatakan bahwa barangsiapa yang mengamalkan sesuai dengan ajaran Islam lalu mengharapkan pertemuan denganNya, maka pasti dia akan mendapatkan Tuhan.

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda,

“Hanya Islam lah yang dapat menjauhkan keraguan bahwa dengan mengamalkan ajarannya akan terus menerus terlahir individu yang menjadi manifestasi sifat-sifat Allah Ta’ala, yakni pertama tama mereka merefleksikan sifat sifat Ilahiyah dalam dirinya, kemudian memperlihatkan tanda itu kepada orang lain dan memberikan pengenalan sempurna akan Zat Allah Ta’ala. Sebagaimana untuk memperkenalkan wujudNya dan untuk menjauhkan keragu raguan itu, di zaman ini Allah Ta’ala telah mengutus Hadhrat Masih Mau’ud (as).”

Setelah itu Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) membahas secara rinci berkenaan dengan akhlak ditinjau dari berbagai segi. Beliau membuktikan bahwa ajaran Akhlaki islam lah yang paling sempurna dan tidak ada agama lain yang dapat menandinginya. Setelah Beliau menerangkan secara rinci perihal prinsip akhlak hasanah dan sarana sarana untuk terhindar dari akhlak yang buruk. Lalu menjelaskan tentang perbaikan akhlak dan ajaran Islam.

Berikutnya beliau menjelaskan perihal ajaran Islam mengenai peradaban dan menjelaskan dengan cara istimewa mengenai perbedaan antara akhlak dan peradaban. Selanjutnya, menjelaskan perihal hubungan antara manusia dengan beragam orang dalam masyarakat bagaimana seharusnya. Dijelaskan pula perihal prinsip sebagai warga negara.

Setelah itu beliau juga menjelaskan secara rinci perihal kewajiban dan hak hak pemerintah dan rakyat. Dengan menjelaskan lebih lanjut tema tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra)  menjelaskan bagaimana seharusnya hubungan antara satu sama lain. Juga untuk mengatasi sengketa dalam berbagai negara, beliau menjelaskan prinsip berdasarkan Al Quran dan memberitahukan bahwa jika pondasi liga bangsa bangs aini diletakkan pada prinsip prinsip tersebut maka akan berhasil. Namun mereka tidak mengamalkannya sehingga gagal. Begitu pun jika PBB tidak berjalan diatas prinsip tersebut mereka pun mengalami kegagalan dan akan gagal.

Alhasil, pada akhir buku tersebut Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menjelaskan perihal apa yang akan terjadi setelah kematian lalu memberitahukan bahwa ganjaran yang akan diraih di kehidupan nanti dan bagaimana hakikatnya.

Dalam buku tersebut bukan hanya beliau (ra) jelaskan perihal ajaran-ajaran Hadhrat Masih Mau’ud (as), bahkan beliau pun memberikan permisalan orang-orang yang mengamalkan ajaran tersebut dan mereka telah menciptakan revolusi dalam kehidupannya dan bagaimana ajaran Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah memberikan pengaruh yang besar sehingga sebagian diantara mereka rela untuk mengorbankan jiwanya dan tidak suka meninggalkan ajaran Hadhrat Masih Mau’ud (as).

Di akhir, Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) menyeru penduduk dunia untuk menerima jemaat Ahmadiyah dan memberikan kabar suka bahwa telah tiba waktunya untuk terjauh dari musibah musibah yang melanda, untuk itu jika manusia berkumpul dibawah tangan utusan pada zaman ini, maka mereka akan meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

Setelah selesai, Presiden (Ketua Panitia) pertemuan menyampaikan sambutannya, mengatakan,

“Tidak perlu bagi saya untuk berbicara banyak, makalah ini telah memperkirakan sendiri akan keindahan, kehalusannya, saya semata mata hanya ingin menyampaikan dan mewakili hadirin juga untuk mengucapkan terima kasih kepada Hadhrat Khalifatul Masih akan keistimewaan makalah, urutannya, pemikirannya, dan juga penyampaikan dalil pendukung dengan cara yang luar biasa. Dari raut wajah dan llisan para hadirin sepakat dengan ucapan saya dan saya meyakini bahwa mereka menyatakan saya adalah berhak untuk menyampaikan ucapan terima kasih mewakili mereka dan memenuhi hak untuk menjabarkan keinginan mereka.”

Ada seorang pria datang menghampiri Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) lalu berkata, “Saya telah bekerja selama 30 tahun di Hindustan, juga telah menelaah kondisi umat Islam dan juga dalil dalinya, karena saya tinggal di Hindusan sebagai Missionary. Namun keindahan, kejelasan dan kehalusan dalam pidato yang anda sampaikan pada hari ini, tidak pernah saya dengarkan yang serupa ditempat lainnya. Setelah menyimak makalah anda memberikan pengaruh yang mendalam kepada saya baik itu dari sisi pemikiran, urutannya dan juga dalil dalilnya. Saya ucapkan selamat kepada anda.”

Ada seorang pria lagi yang datang dan menyampaikan, saya datang dari Perancis untuk menyimak pidato anda. Sebelum ini saya selalu memprioritaskan Islam diatas Kristen, namun memprioritaskan agama Budha diatas Islam. Namun setelah menyimak pidato anda, saya meyakini bahwa memang Islam lah yang paling unggul. Anda telah mempersembahkan Islam dengan gaya yang indah dan elegan sehingga tidak ada agama lain yang dapat menandinginya. Hal itu memberikan kesan yang mendalam dalam diri saya.”

Masih banyak sambutan sambutan lainnya. Sekretaris konferensi bernama Mrs. Sharples mengatakan kepada Choudry Zafrullah Khan shab, “Saya ucapkan selamat untuk anda, orang-orang sangat berterima kasih kepada anda.” Wanita itu mengatakan, “Para pria dan wanita datang menemui saya dan menyampaikan banyak pujian atas pidato tadi.”

Ada seorang dosen berkebangsaan Jerman yang tengah pulang dari acara tersebut dan tengah berjalan di jalan lalu menghampiri Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) dan menyampaikan ucapan selamat lalu mengatakan: Ketika menyimak pidato tadi, di sebelah saya duduk beberapa tokoh besar dari Inggris. Saya perhatikan para tokoh itu sambil memukul mukul lututnya sendiri mengatakan, ‘Rare ideas. One can not hear such ideas everyday – Sungguh berharga pemikiran ini dan tidak setiap saat kita dapat mendengar pemikiran seperti ini.’”

Dosen dari Jerman itu menceritakan, “Ketika menyimak pada beberapa pokok pidato, orang-orang Inggris itu spontan mengatakan, ‘What a beautiful and true principle – ‘Sungguh indah dan benar prinsip yang disampaikan ini.’”

Dosen dari jerman itu menyampaikan kesannya dengan mengatakan, “Kesempatan ini merupakan ajang bagi para Ahmadi untuk merauh kemajuan dan ini merupakan keberhasilan yang mana sekalipun anda membelanjakan ribuan poundsterling, tetap tidak akan dapat meraih keberhasilan seperti yang diraih dengan perantaraan pidato tersebut.”

Ada seorang wanita dari agama Bahaiy yang menyimak pidato Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra), wanita itu ikut pergi persama kami sampai dekat rumah. Wanita itu mengatakan, sebelum ini saya berpemikiran Bahai, namun setelah mendengar pidato pada hari ini, pemikiran saya menjadi berubah. Mulai sekarang saya ingin sering sering menyimak pidato anda. Jika anda berkenan menginformasikan kepada saya yakni kapan dan dimana pidato Hudhur selanjutnya, saya pasti akan hadir didalamnya.

Ada seorang wanita yang memelas untuk mengundang Hudhur ke rumahnya untuk minum teh.

Ada seorang pria yang mengatakan bahwa begitu indahnya pidato Hudhur, yang mana lebih indah dari hubbul wathan [kecintaannya pada tanah air].

Pendek kata, hanya sekilas saja yang dapat saya sampaikan, itu pun permata ilmu makrifat beliau dari umur 18 sampai 35 tahun yang merupakan masa remaja hingga permulaan masa dewasa beliau. Apa yang saya sampaikan tadi berasal dari beliau ketika beliau masih muda hingga awal dewasa. Seperti yang saya katakan, beliau tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, namun bagaimana beliau telah dipenuhi dengan pengetahuan duniawi dan ruhani. Ini pun merupakan satu tanda akan kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan nubuatan Rasulullah (saw).

Beberapa yang saya sampaikan tadi terjadi dari periode 17 tahun [umur 17 s.d. 35] beliau. Ada diantaranya yang terjadi sebelum beliau menjadi Khalifah, ada juga setelah menjadi Khalifah. Apa yang saya sampaikan tadi, mungkin hanya 1/50 bahkan 1/100 (seperseratus) dari apa yang telah belau berikan. Itu pun tidak dapat tersampaikan sepenuhnya.

Saya berpikir akan dapat menyampaikan perkenalan buku-buku lainnya karya Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra). Selain itu, ada juga pidato-pidato atau pun tafsir-tafsir beliau yang penuh dengan kebenaran yang jelas dan mutiara keilmuan yang darinya mengalir sungai ilmu dan makrifat. Lebih lanjut lagi, dalam berbagai kesempatan beliau telah memberikan bimbingan kepada dunia. Maka dari itu, Setiap individu Ahmadi hendaknya membaca khazanah keilmuan yang sebagiannya telah terbit. Semoga Allah senantiasa Ta’ala meninggikan derajat yang tinggi kepada Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra).

Doakan juga untuk kondisi di Pakistan, semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada para Ahmadi di sana untuk dapat hidup dengan damai dan tentram dan semoga dengan karunia, Allah Ta’ala menghancurkan segala serangan dan makar para penentang.

Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ

 وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK), Mln. Fazl Umar Faruq dan Mln. Muhammad Hasyim. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.


[1] Judul pidato beliau pada Jalsah Salanah tersebut ialah Casmah Tauhid atau mata air Tauhid (چشمۂ توحید), (تقریر جلسہ سالانہ ۱۹۰۶ء) karya (حضرت مرزا بشیرالدین محمود احمد، المصلح موعود خلیفۃ المسیح الثانیؓ)

[2] Lima belas tahun setelah kewafatan Nabi Muhammad (saw) berarti periode Khilafat ‘Utsman (ra).

[3] Komite Khilafat ialah sebuah komite gabungan banyak organisasi Islam di India demi mendukung Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah).

[4] Edward VIII (Edward Albert Christian George Andrew Patrick David). 23 Juni 1894-28 Mei 1972. Statusnya setelah Raja George, ayahnya, meninggal pada 20 Januari 1936 ialah sebagai Raja Britania Raya, Dominion-Dominion (termasuk Kanada, Australia, New Zealand dan lain-lain) serta jajahan-jajahan Inggris seperti India dan lain-lain. Krisis tahta berlangsung setelah Raja Edward VIII menyatakan kepada Perdana Menteri Baldwin bahwa ia ingin menikahi Mrs. Wallis Simpson, janda dua kali dari Amerika Serikat. Menurut aturan Gereja Inggris, menikahi seorang perempuan yang pernah bercerai adalah terlarang. Uskup Agung Canterbury saat itu mendesak Raja turun tahta bila bersikeras melanjutkan niatnya. Raja menyatakan turun tahta pada 11 Desember 1936.

Comments (2)

Tim Ahmadiyah.Id
05/03/2021, 07:04
Admin -dengan hormat. Mohon diunggah softcopy DOC dan/atau PDF-nya. Terima kasih banyak, jzKm.
Tim Ahmadiyah.Id
31/03/2021, 18:37
Sudah tuan.

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.