Perempuan dalam Al-Qur’an

perempuan dalam Alquran

The Review of Religions, February 1992

Islam memberikan kepada perempuan semua hak politik dan sosial, yang dinikmati laki-laki.  Dia berhak atas semua hak Istimewa yang diberikan kepada manusia.  Selain hal-hal yang duniawi, perempuan juga setara dengan laki-laki dalam hal rohani. Allah berfirman dalam Al Quran:

“Sesunggunya laki-laki dan perempuan yang berserah diri, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang patuh, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang merendahkan diri, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,  laki-laki dan perempuan yang menjaga kesuciannya, serta laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, Allah menyediakan bagi mereka semua ampunan dan ganjaran yang besar.” (QS Al-Ahzab, 33:36)

Ayat ini menjelaskan bahwa perempuan Muslim berdiri pada tingkat yang sama dengan laki-laki Muslim dan mereka dapat mencapai semua ketinggian rohani yang dapat dicapai laki-laki, Di beberapa tempat dalam Al-Qur’an, laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman disapa dalam bahasa yang sama dan sama-sama tunduk pada perintah yang sama dan berhak atas hak dan keistimewa yang sama.  Hanya tugas mereka berbeda kerena lingkup kegiatan mereka berbeda.

Ketika Al-Qur’an berbicara tentang jiwa manusia, ia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu Yang menciptakanmu dari satu jiwa dan dari jenis-nya Dia menciptakan pasangannya, serta memperkembangbiakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan takutlah kepada Allah, yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan takutlah pada-Nya mengenai hubungan kekerabatan. Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasimu.” (QS An-Nisa, 4:2)

Kata-kata satu jiwa dalam ayat ini menandakan laki-laki dan perempuan dianggap satu. Mereka dianggap satu karena mereka adalah dua hal yang bersama-sama melakukan satu fungsi.  Ayat ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan termasuk dalam jenis dan spesies yang sama dan mereka memiliki kecenderungan yang sama.

Rantai tubuh fisik diputus di alam rohani dan laki-laki dan perempuan dianggap sebagai satu. Kesetaraan status jiwa laki-laki dan perempuan semakin ditekankan ketika Allah juga mengisyaratkan fakta bahwa laki-laki dan perempuan saling melengkapi.

“Maka Tuhan mereka mengabulkan doa mereka seraya berfirman, ‘Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amalan orang-orang yang beramal dari antara kamu, baik laki-laki, maupun perepuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang ditimpa kesusahan pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukannya dan niscaya Aku akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari Allah, dan di sisi Allah ada sebaik-baik ganjaran.” (QS Ali Imran, 3:196)

Al-Qur’an tidak berhenti pada tingkat ini, ia terus menjelaskan fakta-fakta ini dengan cara yang berbeda dan dari sudut yang berbeda. Al-Qur’an menyebutkan penglihatan Nabi Musa as, dan sebagai penjelasan dari salah satu kejadian dalam penglihatannya kita membaca:

“Dan adapun anak muda itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, lalu kami khawatir jangan-jangan sesudah ia besar kelak akan menyulitkan kedua orangtuanya karena pembangkangan dan kekafiran. (QS Al-Kahfi, 18:81)

Di sini kalimat orang tuanya mengacu pada tubuh dan jiwanya karena orang tua adalah sumber munculnya semua kualitas moral yang merupakan kombinasi dari tubuh dan jiwa manusia yang adalah manusia itu sendiri.

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas.  Dia menganugerahkan kepadanya kekuatan alami yang besar yang memungkinkannya melakukan kebaikan-kebaikan yang bermutu tinggi. Manusia dapat memenuhi tujuan besar hidupnya dengan memanfaatkan kekuatan ini yang muncul dari kombinasi tubuh dan jiwanya.  Tetapi jika kekuatan-kekuatan ini tidak disimpan di bawah kendali yang tepat, maka hal itu akan menuntunnya pada kekafiran dan pembangkangan.  Kekuatan-kekuatan ini telah dikendalikan dengan baik dan kekuatan yang tidak semestinya dikekang oleh perintah-perintah dan aturan-aturan yang telah Allah turunkan kepada dunia dalam agama-Nya. 

Setiap manusia bebas memilih apakah akan mengikuti tuntunan Allah atau tidak.  Kebebasannya terdiri dari dua komponen.  Kebebasan berpikir yang dikendalikan oleh akal dan kebebasan merasa yang dikendalikan oleh hati.  Perasaan hati merupakan dampak dari pikiran yang ada dalam akal.  Yang pertama tunduk kepada yang terakhir.  Inilah sebabnya mengapa dua komponen diri batin manusia dapat diungkapkan secara kiasan dengan kata-kata ‘orang tuanya’ di mana akal diibaratkan sebagai ayah yang merupakan kepala keluarga dan hati diibaratkan dengan ibu yang merupakan tubuhnya.

Karena kedamaian dan ketenangan anak-anak dalam keluarga tergantung pada hubungan antara ayah dan ibu dan upaya gabungan mereka berdua, begitu juga kedamaian dan ketenangan seseorang bergantung pada keharmonisan antara pikiran dan hatinya saat mereka membentuk orang tua spiritualnya.

Akhlak dan perilaku setiap orang adalah hasil dari kombinasi tindakan, pikiran dan hatinya.  Jika dia tidak menganut agama Allah maka perpaduan ini, dalam pandangan Allah, merupakan hubungan terlarang yang menghasilkan buah yang tidak sah. Orang itu dibuang dari Allah dan dia hidup di neraka yang penuh kehancuran.  Tetapi ketika dia menjawab panggilan Allah dan memeluk agama-Nya dan berserah diri kepada-Nya, pikiran dan hatinya bergabung bersama untuk memenuhi tujuan keberandaannya.  Maka hubungan ini menjadi sah dan menghasilkan buah yang sah dan diberkati.  Orang tersebut dibawa ke kehidupan spiritual yang baru dan mencapai kedamaian dan keharmonisan batinnya dan dia akan diganjar dengan cinta dan kedekatan Allah.

Terkait:   Apakah Muslimah Diwajibkan Memakai Jilbab?

Allah telah mengisyaratkan kesamaan ini ketika mengacu pada perempuan.

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka” (QS Al-Baqarah 2:188)

Untuk memahami hal ini sepenuhnya kita perlu mamahami arti kata pakaian yang disebutkan disini.  Al-Qur’an sendiri menjelaskan arti dari kata ini.

“Wahai Bani Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan  sebagai perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu adalah sebagian dari hukum-hukum Allah, supaya mereka mendapat nasihat.” (QS Al-A’raf, 7:27)

Disini kata Bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai pakaian adalah libaas.  Pakaian digunakan untuk menutupi aurat kita dan juga untuk berfungsi sebagai hiasan dan membuat kita terlihat anggun.  Tetapi ayat ini memberi tahu kita lebih banyak lagi. Ia terus memberitahu kita bahwa pakaian takwa sebenarnya adalah pakaian yang terbaik bagi kita.  Pakaian biasa menutupi aurat fisik kita sedangkan pakaian takwa menutupi aurat Rohani dan akhlak kita.  Jadi ayat ini mengingatkan kita bahwa ketika kita mengangggap perlu untuk memiliki pakaian yang bagus untuk menutupi aurat fisik kita dan menggunakan pakaian yan elegan agar terlihat Anggun, kita seharusnya lebih bersemangat untuk menutupi ketelanjangan akhlak dan Rohani kita.  Dan pakaian terbaik bagi kita adalah pakaian ketakwaan dan kesalehan.

Kata pakaian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat lain dari Al Quran:

“Dan Allah telah mengadakan bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan sebagai naungan; dan Dia telah menjadikan bagimu gunung-gunung sebagai tempat perlindungan; dan Dia jadikan bagimu baju yang melindungimu terhadap panas, dan baju besi yang melindungimu dalam peperangan. Demikianlah Dia menyempurnakan nikmat-Nya atasmu supaya kamu sepenuhnya menyerahkan diri kepada-Nya.” (QS An-Nahl, 16:82)

Ayat ini menunjukkan bahwa pakaian digunakan untuk perlindungan dari panas dan juga untuk perlindungan dalam pertempuran. Tetapi sekali lagi ayat ini memberitahu kita lebih banyak.  Ayat ini diakhiri dengan kalimat “Demikianlah Dia menyempurnakan nikmat-Nya atasmu supaya kamu sepenuhnya menyerahkan diri kepada-Nya.” Hal ini menarik perhatian kita bahwa tujuan sebenarnya dari nikmat Allah ini adalah supaya kita dapat berserah diri kepada Nya.  Oleh karena itu kita mulai berpikir tentang ayat ini dalam makna rohani. Dalam kalimat ‘Dia jadikan bagimu baju yang melindungimu terhadap panas’, panas di sini dapat dipahami sebagai neraka yang menghancurkan di dalam diri seseorang yang tidak taat kepada Penciptanya. Dia menciptakan nerakanya atas pilihannya sendiri dan dia memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya dengan mengikuti petunjuk Allah.

Selain itu, kalimat ‘yang melidung dalam perang’ dapat dianggap sebagai perlindungan dalam pertempuran rohani.  Jihad Islam tidak hanya dalam hal membunuh atau dibunuh melainkan juga melakukan perjuangan keras untuk meraih keridhaan Allah.  Hal ini dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan mengabdi pada kebenaran dengan sekuat tenaga di bawah perintah dan bimbingan seorang pembaharu (reformer) yang ditunjuk oleh Allah. Ini adalah jihad dalam arti kata yang sebenarnya.  Jihad dapat berupa dakwah dan penyebaran ajaran Islam dengan cara damai atau mempertahankannya dengan pedang agar tidak dihancurkan oleh musuh-musuhnya.  Tetapi Jihad Akbar seperti yang disebut oleh Nabi Muhammad (saw) adalah jihad melawan diri yang lebih rendah yaitu melawan keinginan dan kecenderugan jahat kita atau melawan setan.

Jadi ketika kita melindungi diri kita dari musuh kita dalam pertempuran rohani ini, kita dapat mencapai kemenangan dalam bentuk penyerah-dirian hakiki kepada Allah.

Jika kita sekarang menggabungkan makna ayat ini dengan makna dalam ayat yang disebutkan sebelumnya, kita mengerti bahwa Allah telah melimpahkan kepada kita kemampuan untuk menjadi bertakwa dan saleh, sehingga kita dapat melindungi diri kita dari segala kejahatan yang menghalangi jiwa kita untuk berserah diri kepada Allah.

Kita juga dapat melihat bahwa kata ‘pakaian’ digunakan untuk menandakan pakaian ketakwaan yang kita gunakan sebagai sarana perlindungan jiwa terhadap segala kejahatan dan karenanya itu adalah sarana untuk mencapai penyerahan diri sejati kepada Allah.

Dengan pemahaman tentang kata pakaian ini kita sekarang dapat kembali ke kutipan aslinya.

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka” (2:188)

Berdasarkan uraian di atas, kita sekarang dapat melihat bahwa kalimat ini dapat diterapkan pada dua komponen batin manusia.  Persis seperti suami dan istri saling melengkapi satu sama lain dari musuh yang mengancam kedamaian keluarga mereka, kedua komponen batin manusia saling melengkapi dan melindungi satu sama lain dari semua kejahatan dalam Jihad Akbar mereka.  Ketakwaan akan mencegah seseorang berpikir jahat dan karenanya akan melindungi hatinya dari kecenderungan ke arah kejahatan dan pada saat yang sama ketakwaan akan mencegahnya dan keinginan jahat yang dapat meracuni pikirannya dengan berbagai keburukan.

Dengan demikian ketakwaan melindungi seseorang dari neraka yang menghancurkannya yang dapat diciptakan olehnya melalui ketidaktaatannya kepada Sang Pencipta.

Dua komponen batinnya saling melindungi dan menghiasi satu sama lain dengan pakaian ketakwaan dan ini akan membawanya untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah.

Setelah mencapai ketundukkan sejati kepada Allah dan setelah mengikuti petunjukNya, seseorang secara alami megharapkan hasil dan keuntungan. Hal ini sekali lagi mirip seperti sepasang suami dan istri yang setelah menikah, ingin memiliki anak. Dalam hubungan ini Allah berfirman:

“Istri-istrimu bagaikan ladang bagimu, maka datangilah ladangmu kapanpun kamu suka, dan dahulukanlah kebaikan  untuk dirimu, bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan bertemu dengan-Nya; dan berilah kabar gembira kepada orang-orang beriman.” (QS Al-Baqarah, 2:224)

Terkait:   Al-Qur'an: Pembela Hak Asasi Manusia

Kata ladang berarti sebidang tanah yang dibajak untuk disemai atau benar-benar ditaburkan dengan beberapa tanaman atau bahkan tanaman tumpang sari. Kata ini juga berarti tanaman atau hasil dari suatu tanah.  Kata ini juga digunakan untuk menandakan keuntungan, perolehan atau penghasilan dan juga penghargaan dan balasan.  Istri diibaratkan dengan ladang disini karena mereka seperti ladang di mana benih keturunan ditaburkan untuk menghasilkan tanaman dalam bentuk anak-anak.

Seorang petani yang bijaksana akan memilih tanah terbaik, menyiapkan lahan terbaik, dan memilih waktu dan cara terbaik untuk menaburnya.  Demkian pulla, seorang laki-laki harus memilih istri yang paling cocok sebagai lahan terbaik, yaitu yang shalehah dan berkualifikasi baik dan memiliki sifat penyayang untuk kepentingan anak-anaknya.  Dia harus mengasihinya dan memperlakukannya dengan baik dan merawatnya sehingga hidupnya akan bahagia, puas dan dia dapat menjadi orang yang paling baik untuk membesarkan anak-anak dengan baik.  Terakhir, dia harus menjaga dirinya dalam keadaan sehat jasmani dan akhlak yang baik sehingga benihnya untuk tanahnya juga sehat dalam segala hal. Kemudian dia akan memastikan bahwa dia akan menuai panen yang baik dalam bentuk anak-anak yang saleh dan salehah.

Jika kita tinjau ayat ini dalam pengertian Rohani, kita melihat bahwa ayat ini memberikan nasihat untuk mencapai ketundukan hakiki dan sempurna kepada Allah. Ayat ini memberitahu kita untuk berhati-hati dengan gagasan dan pendapatnya karena apa pun yang baik atau jahat yang dia sembunyikan dalam pikirannya akan berfungsi seperti benih untuk kecenderungan dan tindakannya dan itu akan menghasilkan buah yang baik atau jahat bagi dirinya sendiri.  Jadi kata-kata “dahulukanlah kebaikan  untuk dirimu”, berarti tanamlah benih di ladangmu untuk kebaikanmu sendiri.  Cara menyebarkan kebaikan ini terdapat pada kalimat “bertakwalah kepada Allah”, yang menunjukkan bahwa jika seseorang ingin menuai hasil yang baik atas tindakannya, ia harus mencegah kejahatan dari akarnya dengan bersikap takwa.

Kalimat “ketahuilah bahwa kamu akan bertemu dengan-Nya” dapat diartikan sebagai kelanjutan dari kata ‘bertakwa kepada Allah” yang artinya hendaknya kamu harus bertakwa kepada Allah karena suatu hari kamu akan bertemu dengan Nya di hari kiamat.

Kalimat itu juga dapat dianggap sebagai kabar gembira, karena orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan kehormatan untuk bertemu Allah dalam kehidupan ini, yang merupakan tujuan setiap hamba Allah yang sejati dan tulus.  Ayat ini diikuti dengan kata-kata dan berilah kabar gembira kepada orang-orang beriman, yang berarti bahwa kabar gembira ini adalah untuk orang yang benar-benar beriman.  Jadi ini berarti bahwa orang-orang yang beriman dengan tulus dan mengikuti perintah ini dan menjadi orang yang bertakwa akan menjamin bagi diri mereka sendiri hasil dan keuntungan yang terbaik.  Mereka akan menuai buah yang baik dan mereka akan menikmati cinta dan kedekatan Allah ta’ala dan hubungan sejati dengan-Nya. Mereka akan dibawa ke kehidupan baru seperti anak yang baru lahir dan mereka akan menikmati kehidupan yang damai dan tenang dan surga batin.

Ketika seseorang memperoleh buah yang baik dari mengikuti petunjuk Allah, dia menjadi bersemangat dan berusaha lebih giat di jalan ini sehingga dia dapat mencapai lebih banyak hasil dan meningkatkan kebaikan yang dia peroleh darinya.  Diri batinnya mencapai fase menjadi orang tua.  Kehendak dan perilakunya bersatu untuk menjaga dan melindungi keimannya. Persis seperti orang tua yang bersatu padu menjaga dan melindungi anak-anak.  Kehendaknya tunduk sepenuhnya kepada Penciptanya dan dia menjadi taat kepada agama Allah serta melindungi dan memeliharanya seperti ibu yang memelihara anak-anaknya yang masih kecil dengan cinta dan perhatian.

Al-Qur’an telah memberi kita contoh praktis dari tahap lanjutan dari kenaikan rohani manusia dalam pribadi Maryam, ibunda Nabi as.

“Dan ingatlah ketika para malaikat berkata, ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih engkau, mensucikan engkau, dan telah melebihkna engkau di atas perempuan-perempuan seluruh alam di masa engkau.” (QS Ali Imran, 3:43)

Maryam adalah teladan seorang beriman yang benar dan pengikut yang tulus dari petunjuk Allah.  Sekali lagi kita membaca tentang Maryam.

“Maka Maryam membwa ia kepada kaumnya, dengan menunggangkannya. Mereka berkata, ‘Hai Maryam, sesungguhnya engkau telah berbuat sesuatu hal yang keji.’ ‘Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau bukanlah seorang yang buruk perangai dan tidak pula ibu engkau seorang pezina.’ Maka ia Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, ‘Bagaimana kami dapat bercakap-cakap dengan seorang anak yang masih dalam buaian?’. Ia berkata, Ibnu Maryam, ‘Sesungguhnya aku seorang hamba Allah, Dia telah menganugerahkan kepadaku Kitab dan Dia telah menjadikanku seorang nabi; dan Dia telah menjadikanku diberkati di mana pun aku berada, dan telah memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup; dan Dia telah menjadikanku berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang sombong dan bernasib buruk.” (QS Maryam 19: 28-33)

Ayat-ayat ini menceritakan kisah Maryam ketika beliau pergi kepada umatnya dengan membawa Nabi as.  Kata menunggangkan Nabi Isa artinya Maryam percaya kepada Nabi Isa as dan membantunya dalam misinya.  Ketika orang-orangnya mengatakan kepadanya bahwa dia telah melakukan hal yang keji, dia diam-diam menunjuk kepada Isa as yang mulai memperkenalkan agamanya kepada mereka.

Dalam pengertian rohani, Maryam melambangkan seorang mukmin hakiki dan pengkut tulus seorang nabi Allah, yang mengamalkan bimbingan yang diberikan oleh nabi ini dan yang mengajarkannya kepada orang lain.

Terkait:   Kesetaraan Gender dalam Islam

Kata “membawanya atau menunggangkannya” berarti bahwa dia telah memeluk agamanya dan mewujudkannya dalam pribadinya.  Ketika dia menyatakan hal ini kepada umatnya dan memberitakan agamanya kepada mereka, mereka menolaknya karena itu aneh dan tidak diketahui oleh mereka.  Jadi dia diam-diam mulai memperkenalkan agamanya.

Dia menunjukkan kebenaran melalui perilakunya dengan ketundukan sepenuhnya kepada Allah dan pengabdiannya yang sejati kepada-Nya.

Dia menjadi manifestasi dalam keesaan Allah.

Orang-orang kafir dapat melihat kedudukan rohani yang telah dicapainya. Hasil yang dia capai dan diperolehnya membuktikan kebenaran keyakinannya dan nabi yang dia ikuti.  Dia mengajarkan orang-orang untuk mengikuti petunjuk Allah melalui tidakannya yang sepenuhnya sesuai dengan perintah dan tata cara agamanya.

Ayat-ayat tersebut menjelaskan kepada kita secara sempurna untuk menyebarkan suatu agama. Maryam melambangkan setiap pengikut yang tulus dan sejati dari seorang nabi Allah, apakah pengikut ini adalah laki-laki atau perempuan.  Contoh perempuan digunakan karena ia mewakili seseorang yang mencapai tingkat rohani ini dengan mengikuti teladan seorang nabi Allah dengan tulus dan karenanya menjadi cerminan dari sang nabi.  Maryam juga diperkenalkan sebagai seorang ibu untuk menunjukkan bahwa dia mewakitli orang mukmin sejati yang telah mencapai ketundukan sejati kepada Allah dan yang telah memperoleh buahnya.  Dia dianugerahi kehidupan rohani baru dan telah menjalin hubungan yang kuat dengan Allah. Dia sekarang telah mencapai tahap menjaga imannya dan melindunginya dan memeliharanya. Jadi secara rohani dia telah mencapai tahap keibuan dalam agamanya.

Fakta ini telah dijelaskan dalam Al Quran:

“Allah mengemukakan orang kafir seperti istri Nuh dan istri Luth. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya itu berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua itu sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kamu berdua ke dalam api berserta orang-orang yang masuk. Allah mengemukakan permisalan keadaan orang-orang yang beriman seperti istri Fir’aun, ketika ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim’. Dan seperti Maryam bin Imran yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami dan ia membernarkan firman Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh.” (QS At-Tahrim, 66:11-13)

Dalam ayat-ayat ini kita dapat melihat tiga contoh dari tiga keadaan yang berbeda dari batin manusia.  Istri Nuh as dan Luth (as) mewakili orang-orang kafir yang menolak kebenaran dan tidak mendapat manfaat dari persahabatan orang-orang saleh atau nabi Allah. Batin mereka berada dalam keadaan yang menghasut jiwa kepada kejahatan (nafs ammarah).  Istri Firaun mewakili dari orang-orang beriman yang meskipun memiliki keinginan kuat dan berdoa supaya terbebas dari dosa, namun tidak dapat sepenuhnya memisahkan diri dari pengaruh jahat, yang diwakili oleh Fir’aun, dan setelah sampai pada tahap jiwa yang menyalahkan diri sendiri (lawwaamah) terkadang gagal dan goyah.  Maryam mewakili hamba-hamba Allah yang saleh, yang telah menutup semua jalan dosa dan telah berdamai dengan Allah dan sebagai hasilnya mereka diberkati dengan ilham Ilahi.  Mereka telah mencapai tahap jiwa yang tenang (nafs muthmainnah).

Maryam disini mewakili mereka yang mencapai penyerah-dirian sejati kepada Allah.  Teladannya dapat diikuti oleh laki-laki dan perempuan.  Umat manusia diciptakan untuk satu tujuan yaitu beribadah kepada Allah. Setiap orang baik laki-laki atau perempuan bertanggungjawab untuk memenuhi tujuan keberadaannya, dimulai dengan dirinya sendiri dia harus menggabungkan upaya batinnya bersama-sama untuk mencapai ketundukan sejati kepada Allah. Ketika dia mencapai keadaan damai tenang di dirinya sendiri, dia dapat juga membawa surga ini ke rumah dan keluarganya sendiri.  Hal ini  dapat dicapai dengan upaya bersama dari anggota keluarga yang semuanya, secara individu dan bersama-sama sebagai satu kesatuan harus bener-benar menyerahkan diri kepada Allah.  Setelah ini tercapai, lingkup upaya mereka dapat ditingkatkan untuk mencakup anggota masyarakat lainnya yang harus dengan cara yang sama menggabungkan upaya mereka bersama-sama untuk membawa lebih banyak orang kepada ketundukan sejati kepada Allah. Dengan demikian, seluruh dunia dapat dibawa pada ketundukan sejati kepada Allah Ta’ala dan kedamaian serta ketenangan dapat menyebar di bumi sehingga membawa surga ke bumi.

Inilah esensi Khilafat yang muncul dari kedalaman diri manusia.  Khilafat menyatukan usaha para hamba Allah yang sejati dibawah satu kepemimpinan untuk membawa seluruh dunia kepada ketundukan Allah yang sejati.

Kita yang hidup di zaman ini sangat beruntung.  Kita telah menyaksikan kelahiran kembali Islam, agama Allah sejati yang dibawa ke dunia oleh Rasulullah (saw). Hadhrat Masih Maud menghidupkan kembali agama ini dengan mengikuti jejak Nabi Muhammad (saw) dan ia menanam benih khilafat yang tumbuh menjadi pohon yang diberkati dengan upaya para pengikutnya yang tulus di bawah kepemimpinan penerusnya yang sejati.  Pohon ini membutuhkan upaya bresama dari laki-laki dan perempuan untuk membuatnya tetap tumbuh.  Semoga Allah memberikan kemampuan kepada kita semua untuk memelihara pohon ini dan menjadi orang-orang yang beruntung yang akan membawa seluruh dunia kepada ketundukan sejati kepada Allah dan menyebarkan tauhid-Nya ke seluruh alam semesta. Aamiin.

Sumber: Alislam.org – Women in the Quran
Penerjemah: Natalia Damayanti Khalid

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.