Ramadhan: Menjadi seorang Hamba Tuhan yang ar-Rahman (Maha Pemurah)

Ramadhan: Menjadi seorang Hamba Tuhan yang ar-Rahman (Maha Pemurah)

Tafsir mendalam Surah Al-Baqarah, 2:187

Pembahasan Hadits-Hadits seputar Ramadhan, misalnya, mengapa kejahatan tetap ada bila setan telah dibelenggu di bulan Ramadhan? Apa penjelasannya?

Hubungan Hadits tersebut dengan Hadits, “Puasa adalah untuk-Ku dan Akulah ganjarannya.”

Penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah terkait Doa dan hubungannya dengan salah satu ayat dalam Surah al-Fatihah.

Beberapa Kesalahan pemikiran terkait Doa.

Tafsir mendalam Surah Al-Ankabut, 29:70 dalam Penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah di banyak kesempatan.

Doa-doa dan harapan baik di bulan Ramadhan.

Doa-doa untuk dunia.

Peresmian Website biografi Sahabat Nabi Muhammad (saw) peserta perang Badr yang merupakan serial khotbah Jumat Hadhrat Khalifatul Masih al-Khaamis beberapa tahun lalu.

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 08 April 2022 (Syahadat 1401 Hijriyah Syamsiyah/ Ramadhan 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah

أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم

[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]

(آمين)

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Terjemahan dari ayat ini adalah: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk.” (Surah Al-Baqarah, 2:187) [1]

Dengan karunia Allah Ta’ala, kita sedang menjalani bulan Ramadhan. Bulan ini adalah bulan pengabulan doa-doa. Allah Ta’ala dengan rahmat yang khas mengumumkan pengabulan doa-doa di bulan ini. Dia telah mengalirkan mata air karunia-Nya yang khas karena di bulan ini manusia melaksanakan semua amal perbuatannya untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Bahkan, hingga makan dan minum pun ia lakukan dengan perintah Allah Ta’ala dan pada satu waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Hadhrat Rasulullah (saw) bersabda, إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِين “Di bulan Ramadhan ini pintu-pintu surga dibukakan dan pintu-pintu neraka ditutup. Di bulan ini setan dibelenggu.”[2]

Alhasil, ini merupakan keberuntungan kita bahwa Allah Ta’ala telah menyediakan suatu sarana bagi kita yang di dalamnya kita dapat melakukan hal-hal untuk mendekatkan diri pada-Nya. Hal ini akan menjadi kemalangan bagi kita, jika setelah tersedianya keadaan ini dari Allah, kita tetap tidak bisa meraih keberkatan darinya. Apakah di dunia ini di bulan Ramadhan ini para pezina, perampok, pencuri dan orang yang fasik tidak melakukan perbuatan mereka? Mereka melakukannya dan sungguh melakukannya. Jika setan pada diri setiap orang dibelenggu, lantas mengapa mereka melakukan kejahatan-kejahatan ini?

Ini adalah nasihat bagi orang-orang beriman dan orang-orang yang ingin meraih Qurb Allah Ta’ala, bahwasanya Allah Ta’ala berfirman, “Dikarenakan pada bulan ini kalian bahkan menahan diri dari hal-hal yang jaiz atas perintah-Ku, maka Aku memberikan kabar suka kepada kalian, jika dalam keadaan umum setan mendapatkan izin terbuka dan kebebasan penuh untuk bertindak – sebagaimana setan telah meminta izin dari Allah Ta’ala bahwa ia akan menyerang manusia dari kiri, kanan, depan dan belakang serta mengikuti dan menggoda manusia – maka pada hari ini atau bulan Ramadhan ini Aku akan mengikatnya bagi orang-orang yang berpuasa demi diri-Ku, yang mengurangi makan dan minum mereka serta berusaha meningkat dalam kerohanian mereka dan Aku akan membawa mereka ke dalam perlindungan-Ku sepenuhnya.”

Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda bahwa dengan mengurangi roti (makanan) bagi jasmani, kita berusaha memperbanyak makanan bagi rohani.[3] Inilah ruh dari Ramadhan dan puasa. Allah Ta’ala akan sepenuhnya membelenggu setan pada diri orang-orang yang seperti itu.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman, الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ “Aku sendirilah yang menjadi ganjaran orang yang berpuasa.”[4] Sungguh ini adalah kabar suka yang besar. Alhasil, hendaknya kita berupaya untuk meraih keberkatan dari Ramadhan ini dan berusaha untuk memasuki setiap pintu surga yang Allah Ta’ala telah bukakan bagi kita. Jangan sampai kita termasuk golongan orang-orang yang mengenai mereka Allah Ta’ala berfirman, “Aku tidak tertarik dengan rasa haus dan dahaga kalian.[5] Jika kalian makan sahur di pagi hari dan berbuka di sore hari, namun kalian tidak mengamalkan kebaikan-kebaikan yang dituntut dari kalian untuk diamalkan pada malam dan siang hari, maka rasa lapar dan dahaga serta tidak makan dan minum sepanjang hari itu tidak akan memberi faedah apa pun kepada kalian. Allah Ta’ala tidak tertarik dengan rasa lapar dan dahaga kalian.” Kita mendapatkan pesan ini dari Hadhrat Rasulullah (saw). Jadi, kita perlu untuk memahami ruh ini dan menjalani kehidupan kita sesuai dengan hal ini yang merupakan tujuan dari Ramadhan.

Ayat yang saya tilawatkan tadi adalah ayat yang muncul di tengah ayat-ayat yang menjelaskan mengenai kewajiban, perintah dan pentingnya puasa Ramadhan. Di ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan mengenai cara pengabulan doa-doa dan doa siapa saja yang dikabulkan kemudian Dia menjelaskan mengenai orang-orang yang merupakan ‘ibaadurrahman, yang menginginkan untuk menjadi ‘ibadurrahman dan menginginkan untuk keluar dari cengkeraman setan serta menghendaki untuk melihat pemandangan pengabulan doa-doa mereka.

Allah Ta’ala mengawali dengan berfirman, “Wahai Rasul! Apabila hamba-Ku bertanya kepada Engkau, ‘Di manakah Tuhan Kami?’ – Mereka bertanya dengan gelisah layaknya seorang pecinta dan mereka bersemangat untuk melakukan segala upaya untuk mencapai Allah Ta’ala – maka firman-Ku, ‘Katakanlah kepada mereka, janganlah takut! Aku dekat denganmu.’”

Jadi, hal pertama atau syarat pertama yang Allah Ta’ala tetapkan untuk mencapai-Nya adalah dengan menjadi hamba-hamba-Nya. Jika manusia menjadi seseorang yang memenuhi hak untuk menjadi hamba Allah Ta’ala, maka kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Aku pun mendengar seruannya dan membelenggu sertan yang ada pada dirinya. Setiap kali setan menyerang, Aku datang membantu. Tidak hanya satu kali dalam setahun di bulan Ramadhan, melainkan Aku akan senantiasa menyelamatkan orang seperti itu dari serangan setan, dengan syarat penuhilah hak penghambaan kepada-Ku dan patuhilah perintah-perintah-Ku dengan teguh. Janganlah hanya di bulan Ramadhan saja mengamalkan kebaikan-kebaikan, melainkan penuhilah hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Amalkanlah ajaran Al-Quran Karim dan teguhkanlah keimanan kalian.”

Allah Ta’ala berfirman, “Yakin dan berimanlah sepenuhnya pada semua sifat-sifat-Ku, lalu lihatlah bagaimana kalian pun akan menyaksikan pemandangan pengabulan doa dan hanya orang-orang yang mengaplikasikan ini pada kehidupan merekalah yang mendapatkan petunjuk dan hidayah yang hakiki.” Alhasil, sungguh beruntung mereka di antara kita yang menjadikan Ramadhan ini sebagai sarana abadi bagi pengabulan doa mereka. Mereka menjadi hamba Allah Ta’ala yang hakiki. Mereka mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala dan menyempurnakan keimanan mereka.

Kita adalah orang-orang yang beruntung karena Allah Ta’ala telah memberikan taufik kepada kita untuk menerima Imam di zaman ini dan pecinta sejati Hadhrat Rasulullah (saw) yaitu seseorang yang merupakan Imam Mahdi dan Mahdi Ma’hud yang telah memperlihatkan kepada kita jalan-jalan untuk meraih qurb Allah Ta’ala, pengabulan doa dan tata cara berdoa.

Pada satu kesempatan Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Allah Jalla Sya’nuhu hanya membukakan satu pintu untuk kebaikan makhluk-Nya, yakni doa. Ketika seseorang memasuki pintu ini dengan penuh ratapan maka Allah Ta’ala akan mengenakan padanya kain kemurnian dan kesucian kemudian keagungan-Nya sedemikian rupa menguasai orang tersebut sehingga ia akan sangat membenci perbuatan-perbuatan tidak senonoh dan tindakan-tindakan yang sia-sia. Ia menjauhi hal itu semua sejarak ribuan kos [bermil-mil].”[6]

Kemudian seraya menjelaskan mengenai seperti apa keadaan yang perlu diciptakan untuk pengabulan doa, persyaratan-persyaratan apa saja yang penting untuk pengabulan doa dan untuk menjadi hamba Allah, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda: “Ini adalah hal yang benar bahwa siapa yang tidak melakukan amalan-amalan nyata, ia bukan sedang berdoa, melainkan sedang menguji Allah Ta’ala. Oleh karena itu, sebelum berdoa, adalah penting untuk mengerahkan segenap kekuatan kita dan inilah makna doa اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ihdinash shirootol mustaqiim.

Beliau (as) bersabda, “Terlebih dahulu manusia harus meninjau itikad-itikad dan amal perbuatan-amal perbuatannya, karena merupakan sunnah Allah Ta’ala bahwa ishlah (perbaikan) terjadi dengan jalan sarana-sarana. Dengan suatu dan lain cara Dia menciptakan sarana yang menjadi penyebab terjadinya ishlah. Mereka yang biasa mengatakan, ‘Ketika telah berdoa, apa perlunya sarana-sarana dan upaya nyata,’ hendaknya merenungkan kedudukan ini.”

Beliau (as) bersabda, “Mereka yang picik berpikiran bahwa doa saja merupakan suatu sebab tersembunyi yang menciptakan sarana-sarana lainnya.”[7] Maksudnya, mereka berpandangan bahwa doa itu sendiri pada batas dzatnya merupakan suatu sebab tersembunyi dan sebab-sebab lainnya tercipta karenanya atau ia yang menciptakan sarana-sarana lainnya.

Alhasil, untuk pengabulan doa dan untuk menjadi hamba Allah Ta’ala adalah penting manusia harus berupaya dan memohon kepada Allah Ta’ala berupa karunia-Nya dan karunia itu adalah, ia hendaknya merintih berdoa supaya termasuk di antara para hamba-Nya dan berusaha untuk itu. Hendaknya berdoa, “Masukkanlah aku ke dalam golongan para hamba-Mu.” Artinya, para hamba yang secara itikad dan amal perbuatan secara murni merupakan hamba Allah Ta’ala. Sebelum berdoa pun, mereka berusaha menyelaraskan amal perbuatan mereka dengan keridhaan Allah Ta’ala dan termasuk golongan para hamba yang keimanannya tak tergoyahkan. Keimanan mereka teguh dan kokoh. Mereka yakin akan hal ini bahwa Allah Ta’ala memiliki kekuatan untuk bisa mengubah tanah menjadi emas. Dia memiliki kekuatan untuk memasukkan orang-orang yang paling bejat sekalipun ke dalam golongan ‘ibaad-Nya. Dia memperlihatkan jalan-Nya kepada mereka dan kemudian mereka menjadi orang-orang yang menapaki jalan-jalan yang menuju pada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala pun menjelaskan topik ini dalam Al-Quran, “Aku memperlihatkan jalan-Ku kepada orang-orang yang berjihad demi menapaki jalan-Ku.”Hal ini sebagaimana Dia telah berfirman, وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ artinya, “Orang-orang yang berusaha untuk bertemu dengan Kami, Kami pasti akan memperlihatkan jalan Kami kepada mereka.”

Alhasil, bulan Ramadhan ini adalah bulan untuk jihad tersebut. Di bulan ini, hendaknya kita berusaha sekuat tenaga. Hendaknya kita melakukan suatu jihad sehingga kita dapat termasuk golongan para hamba Allah Ta’ala yang merupakan ‘ibaad Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang doa-doa mereka didengar Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang berjalan di atas perintah-perintah Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang memiliki keimanan dan keyakinan yang sempurna terhadap semua sifat-sifat Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk yang hakiki. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mana setan pada diri mereka telah dibelenggu untuk selamanya. Namun sebagaimana jelas dari firman Allah Ta’ala bahwa, untuk itu kita perlu berjihad. Kita perlu untuk menyesuaikan keadaan diri kita dengan keridhaan Allah Ta’ala.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah memberikan bimbingan kepada kita mengenai hal ini pada berbagai kesempatan. Beliau (as) memberikan petunjuk dari berbagai sudut pandang. Di satu tempat beliau (as) bersabda, “Lihatlah! Bagaimana mungkin seseorang yang bermalas-malasan dengan penuh ketidakpedulian dapat meraih karunia dari Allah Ta’ala sebagaimana seseorang yang mencari-Nya dengan segenap akal pemikiran, kekuatan dan keikhlasan. Ke arah hal inilah di tempat lain Allah Ta’ala mengisyaratkan dan hal itu adalah: وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا artinya, ‘Siapa yang berupaya keras di jalan Kami, Kami pasti akan memperlihatkan jalan-jalan Kami kepada mereka.’”[8] Alhasil, beliau (as) bersabda dengan jelas bahwa tidaklah mungkin orang yang memperlihatkan ketidakpedulian dan kemalasan akan Allah Ta’ala tetapkan sebagai golongan yang berusaha meraih qurb Allah Ta’ala dengan segenap kekuatan dan potensi yang dimilikinya dan melakukan suatu jihad.

Terkait:   Ubaidah bin al-Jarrah (Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad saw) Seri 88

Orang-orang bertanya melalui surat kepada saya, “Kami telah banyak memanjatkan doa, namun kami tidak dapat meraih keberhasilan dalam tujuan kami.” Alhasil, apa yang mereka katakan ini adalah salah. Allah Ta’ala tidak pernah keliru. Apa yang manusia anggap memiliki standar yang tinggi, bisa saja dalam pandangan Allah Ta’ala di dalamnya masih terdapat kekurangan dan masih memerlukan jihad lebih dari itu. Kemudian mereka juga perlu melihat cara-cara mereka berdoa.

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Siapa yang mencari Allah Ta’ala dengan segenap akal pemikiran, kekuatan dan keikhlasannya, Allah Ta’ala berfirman, ‘Kami pasti akan memperlihatkan kepadanya jalan-jalan Kami.’”

Dengan demikian, kita hendaknya melihat apakah kita telah mengamalkan perintah Allah Ta’ala ini sesuai dengan akal pemikiran kita dan segenap potensi yang kita miliki? Yaitu, فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي falyastajiibuuli, yakni menyambut setiap seruan-Ku. Apakah kita tengah berupaya untuk mengamalkan sepenuhnya perintah-perintah Allah Ta’ala? Apakah kita telah mengerahkan segenap kekuatan untuk mengatakan labbaik terhadap setiap firman Allah Ta’ala? Apakah kita tengah mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala dengan penuh keikhlasan dan kesetiaan. Jika tidak, kita tidak bisa mengeluh bahwa Allah Ta’ala tidak mendengar doa-doa kita. Alhasil, untuk pengabulan doa adalah penting juga untuk melangkah maju menuju Allah Ta’ala seraya merubah keadaan diri kita. Penting bagi kita untuk melakukan jihad. Seorang hamba harus melakukan jihad yang maksimal.

Allah Ta’ala begitu penyayang terhadap para hamba-Nya sehingga sedikit saja upaya dari hamba-Nya, Dia menganggapnya sebagai jihad hamba itu dan memberikan karunia-Nya. Rahmaniyyat-Nya meliputi segala sesuatu sehingga jihad para hamba pun menjadi mudah. Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepadanya. Hal ini sebagaimana Hadhrat Rasulullah (saw) sabdakan, عَنِ النَّبِيِّ يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ قَالَ: “إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِذَا أَتَانِي مَشْيًا أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً” “Allah Ta’ala berfirman, “Ketika seorang hamba datang kepada-Ku satu langkah, maka Aku mendatanginya dengan dua langkah. Ketika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari.”[9] Alhasil, Allah Ta’ala begitu Maha Penyayang terhadap kita.

Namun permasalahannya adalah, keikhlasan dan kesetiaan menjadi persyaratan. Janganlah kita menyatakan di bulan Ramadhan, “Kami akan melaksanakan shalat-shalat, mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala, memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak hamba”, dan memang melakukan semua itu pada bulan Ramadhan, namun setelah Ramadhan berlalu, kita melupakan Allah Ta’ala dan perintah-perintah-Nya lalu keduniawian menguasai kita. Maka jika seperti itu janganlah mengeluh pada Allah Ta’ala, “Allah Ta’ala berfirman, أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ‘Aku mendengar seruan orang-orang yang menyeru’ sedangkan pada bulan Ramadhan saya banyak berdoa kepada Allah Ta’ala, namun doa-doa saya tidak didengar.”

Ingatlah selalu, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari Allah Ta’ala. Dia mengetahui bahwa manusia sebelumnya pun telah berjanji untuk memenuhi janji kesetiaannya dan ia melanggarnya. Sekarang ia hanya memberikan perhatian terhadap kebaikan-kebaikan di bulan Ramadhan saja sehingga kemudian Allah Ta’ala memperlakukan orang-orang yang seperti itu sebagaimana yang Dia kehendaki. Namun, terkadang terhadap orang-orang yang seperti itu pun Allah Ta’ala kabulkan sebagian doa-doa mereka sehingga mereka mengetahui bahwa Allah Ta’ala mendengar doa-doa dan hendaknya mereka tunduk kepada Allah Ta’ala setiap saat. Dengan demikianl, Allah Ta’ala tidak bersikap aniaya terhadap hamba. Setiap saat dia berusaha untuk merangkulnya ke dalam pangkuan kasih sayang-Nya.

Dia sedemikian rupa senang terhadap seorang hamba yang datang kepada-Nya dan mematuhi firman-firman-Nya dengan ketulusan, lebih dari rasa senang seorang ibu yang menemukan kembali anaknya yang hilang atau rasa senang seorang musafir yang menemukan kembali untanya yang penuh perbekalan yang hilang di padang pasir. Alhasil, ini adalah permisalan-permisalan yang telah Hadhrat Rasulullah (saw) berikan kepada kita bahwa Allah Ta’ala sedemikian rupa senangnya.[10]

Jadi, sebenarnya kita saja yang kurang dalam memenuhi hak Allah Ta’ala lalu mengeluh dengan mengatakan, ‘Allah Ta’ala tidak mendengar doa doa kami.’ Jadi, berdasarkan itu kita seyogyanya mengevaluasi diri dan berjanji bahwa kita akan menjadikan Ramadhan ini sebagai sarana untuk meraih Allah Ta’ala dan juga akan berusaha untuk melaksanakan hukum hukumNya. Bagaimanapun keadaan yang kita hadapi, seberapa lama pun kita harus berjihad, kita akan terus berjihad untuk meraih kasih sayang dan Qurb Ilahi, akan terus berusaha untuk semakin memperkuat keimanan kita. Jika kita menciptakan keadaan demikian, maka kita akan menyaksikan mukjizat pengabulan doa dan tidak hanya ucapan saja, bahkan orang-orang telah meraih maqom tersebut dan meraihnya hingga saat ini. Hal ini sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Ayat tersebut turun 13 abad yang lalu dan tidak diragukan lagi, sesuai topik ayat tersebut, setiap individu yang berjuang pada masa ini, terus memperoleh bagian seperti yang janji لَنَهْدِيَنَّهُمْ ‘Niscaya Kami berikan petunjuk kepada mereka’ bahkan hingga hari ini dan dimasa yang akan datang.”[11]

Jadi, kita harus berusaha untuk menjadi peraih keberkatan Allah Ta’ala tersebut. Jangan pernah membiarkan jihad untuk meraih ridha Ilahi, jihad untuk melaksanakan hukum Allah Ta’ala, jihad untuk mengamalkan hukum Al Quran yang jumlahnya 700 lebih, jihad untuk menyempurnakan keimanan, jihad untuk menyerap sifat sifat Allah Ta’ala, menjadi berkurang. Setiap langkah kita harus melangkah kearah kemajuan dan Ramadhan ini harus menjadi batu loncatan bagi jihad kita ini.

Saya akan sampaikan topik ini berdasarkan beberapa rujukan lainnya dari kutipan sabda Hadhrat Masih Mau’ud (as). Ini adalah bahasan yang perlu untuk berkali kali disimak dan difahami. Jika ini pada hakikatnya menjadi bagian dari kehidupan kita, maka kita akan dapat menciptakan revolusi di dunia ini. Beliau (as) bersabda, “Sebagaimana dalam kehidupan dunia kita tampak dengan jelas bahwa bagi setiap perbuatan kita ada satu konsekwensi penting dan konsekwensi itu adalah sikap Allah Ta’ala. Demikian pula, berkenaan dengan agamapun hukumnya sama sebagaimana dalam dua missal berikut berfirman secara jelas, (وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا) ‘Orang-orang yang berjuang di jalan Kami niscaya akan Kami beri mereka petunjuk jalan-jalan Kami’ dan (فَلَما زَاغُوا أَزَاغَ اللهُ قُلُوبَهُمْ) ‘tatkala mereka bengkok maka Allah bengkokkan hati mereka’ artinya, ‘Siapa yang melakukan amalan tersebut dengan berjuang keras untuk mencari Allah Ta’ala, maka sebagai konsekwensi dari amalan tersebut sudah pasti Kami akan menunjukkah jalan kepada mereka untuk dapat sampai kepada Kami. Namun, bagi orang yang menempuh kebengkokan dan tidak ingin berjalan diatas jalan yang lurus maka sebagai akibatnya Kami akan biarkan hati mereka bengkok.’[12]

Beliau (as) menyabdakan hal tersebut berdasarkan satu sudut pandang lainnya bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Jika untuk meraih jalan Kami kalian berjihad dan meraih limpahan keberkatan dari Kami maka ingatlah bahwa ada juga segi-segi negatifnya yaitu jika kalian tidak melangkah diatas jalanKu, maka hati kalian akan bengkok sehingga jangankan meraih pengabulan doa, bahkan sebagai konsekwensi dari tidak melangkah diatas jalan Allah, kalian akan terjatuh kedalam pangkuan setan sedangkan manusia yang terjatuh kedalam pangkuan setan berarti telah merusak kehidupan dunia dan akhiratnya sendiri.” Jadi, di dalam sabda tersebut di satu sisi terdapat kabar suka, sementara di sisi lainnya Allah Ta’ala memberikan peringatan.

Pada satu tempat lain beliau bersabda, “Hati manusia diliputi berbagai jenis keadaan. Pada akhirnya Allah Ta’ala menjauhkan kelemahan dari orang-orang yang berfitrat baik lalu menganugerahkan kekuatan untuk meraih kesucian dan kebaikan. Kemudian orang yang seperti itu akan membenci segala sesuatu yang dibenci dalam pandangan Allah Ta’ala dan akan mencintai semua cara yang dicintai Allah Ta’ala. Baru ia akan meraih satu kekuatan sedemikian rupa yang setelahnya tidak akan muncul lagi kelemahan. ia akan dianugerahi gejolak semangat sedemikian rupa yang setelahnya tidak akan muncul lagi kelalaian.

Ia akan dianugerahi ketakwaan sedemikian rupa yang setelahnya tidak akan terlibat lagi dalam kemaksiatan. Kemudian Tuhan Yang Maha Penyayang akan ridha sedemikian rupa yang mana setelahnya tidak muncul lagi kesilapan. Namun ni’mat tersebut dianugerahkan setelah menempuh jalan panjang. Pada awalnya manusia banyak tersandung disebabkan oleh kelemahannya dan terjatuh pada keadaan awal namun pada akhirnya kekuatan Yang Maha luhur menariknya karena melihat kesungguhannya.” Maksudnya, kekuatan Allah Ta’ala menariknya ke arah-Nya. “Ini mengisyaratkan pada firman Allah Ta’ala, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ”

Beliau (as) bersabda dalam Bahasa Arab, نُثَبِّتُھُمْ عَلَی التَّقْوٰی وَالْاِیْمَانِ وَنَھْدِیَنَّھُمْ سُبُلَ الْمَحَبَّةِ وَ الْعِرْفَانِ۔ وَسَنُیَسِّرُھُمْ لِفِعْلِ الْخَیْرَاتِ وَ تَرْکِ الْعِصْیَانِ nutsabbituhum ‘alat taqwa wal iimaani wa nahdiyannahum subulal mahabbati wal ‘irfaani – wa sanuyassiruhum li-fi’lil khairaati wa tarkil ‘ishyaani. “Kami akan teguhkan mereka diatas ketakwaan dan keimanan, akan memberikan mereka jalan untuk meraih kecintaan dan makrifat-Nya dan akan terus memberikan taufik kepada mereka untuk mengamalkan amalan saleh dan meninggalkan perbuatan dosa.” [13]

Seperti yang telah saya katakan, Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah memberikan nasihat kepada kita berkenaan dengan وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا dalam berbagai sudut pandang dan membuka pintu-pintu keilmuan dan makrifat. Berkenaan dengan ini apa yang dijelaskan secara rinci dengan menarik gambaran fitrat manusiawi bahwa manusia tidak bisa akan terus berada dalam satu keadaan, keadaan naik turun selalu membayang-bayangi tabiat manusia. Namun orang yang berfitrat baik, dengan keadaannya yang lemah pun meraih pelajaran, ia melakukan taubat dan istighfar, tunduk dihadapan Allah Ta’ala, ia menyesali kelemahannya lalu bangkit untuk berjuang dalam pencarian Allah Ta’ala, selanjutnya kasih sayang dan ampunan dari Allah Ta’ala datang dengan bergelora, Dia datang berlari menuju hambaNya, Dia menganugerahkan kesucian dan daya kekuatan untuk mengamalkan kebaikan dan ketika dengan karunia Allah Ta’ala, kesucian dan daya kekuatan untuk mengamalkan kebaikan tercipta dalam diri manusia, maka segala amalannya akan menjadi peraih keridhaan Allah Ta’ala, dia akan menjadi bersih dari berbagai jenis kelemahan dan kemalasan, dia menjadi sosok yang melangkah diatas jalan takwa dan diselamatkan dari dosa dosa. Ia akan menjadi manusia yang meraih keridhaan Allah Ta’ala sedemikian rupa sehingga ia tidak terlibat lagi dalam suatu kesalahan yang dapat memancing murka Ilahi. Beliau (as) bersabda, “Namun ingatlah, untuk meraih keadaan tersebut seseorang harus berjuang dengan istiqomah, tidak cukup dengan perjuangan yang sementara, melainkan perlu adanya kedawaman. Selanjutnya kebaikan kebaikan ini dan pemandangan pengabulan doa akan menjadi bagian dari kehidupannya.”

Dalam satu kesempatan beliau (as) bersabda, “وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ‘Siapa yang bermujahadah, Kami akan tunjukan jalan jalan yang mengantarkan kepada Kami. Ini adalah janji dan di segi lain kita diajarkan doa اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ Ihdinas shiraatal mustaqiim – ‘tuntunlah kami di jalan lurus’. Untuk itu manusia harus berdoa dengan penuh rintihan sembari memperhatikan hal itu dan peganglah harapan agar diapun termasuk kedalam golongan orang-orang yang telah meraih kemajuan dan bashirat (pandangan ruhani) Jangan sampai diangkat dari dunia ini dalam keadaan luput dari bashirat dan buta (ruhani).”[14]

Jadi, untuk meraih maqom tersebut, dimana Allah Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya menuju jalan-Nya, perlu juga untuk memanjatkan doa tersebut dan ketika membaca surat Al Fatihah bacalah berulang ulang اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ Ihdinas Shiraatal mustaqiim. Ada seseorang yang menceritakan satu Riwayat yang terjadi di Qadian. Berkenaan dengan bagaimana keadaan shalat seorang wujud suci. Seseorang meriwayatkan, ada seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as) tengah berdiri melaksanakan shalat di satu pojok masjid Mubarak. Dalam shalat tersebut sang sahabat sedemikian larut dan penuh dengan rintihan, berdiri sangat lama sambil mengikatkan kedua tangan. Seseorang yang menyaksikan keadaan tersebut mengatakan, timbul rasa penasaran dalam diri saya untuk melihat, karena terdengar suara sayup sayup dari sang sahabat, apa yang tengah dibaca oleh beliau. Ternyata sang sahabat tengah membaca berkali-kali اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ Ihdinas Shiraatal mustaqiim dalam shalatnya dan keadaan penuh ratapan semakin meliputi. Ini adalah doa yang harus banyak dibaca oleh seseorang guna mendapatkan petunjuk-Nya.

Terkait:   Khotbah Idul Fitri: Ekspresi Syukur dan Ied Hakiki

Selanjutnya, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Merupakan janji Allah Ta’ala yang pasti bahwa barangsiapa yang mencari jalanNya dengan ketulusan hati dan niatan baik maka Allah Ta’ala akan membuka jalan hidayah dan makrifat kepadanya. Sebagaimana Dia sendiri berfirman, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا Artinya, ‘Siapa yang bermujahadah dengan dilandari oleh keikhlasan semata dan niatan baik dan menjadikan keridhaan Allah Ta’ala sebagai tujuannya semata, maka Kami akan membuka jalan Kami kepadanya.’” (Artinya, “Hanya Tuhan-lah yang ingin kami raih, tidak ada tujuan duniawi tertentu lainnya, yang tujuan utamanya adalah Allah Ta’ala, tujuannya untuk meraih-Nya dengan ketulusan.”) Beliau (as) bersabda, “Jika ada yang menguji Allah Ta’ala dengan mengolok-olok dan menghina maka ia tidak akan beruntung dan luput. Jadi, berdasarkan prinsip suci inilah, jika kalian berusaha dengan ketulusan hati dan berdoa, maka Dia adalah Ghafurur Rahiim (Maha Pengampun dan Maha Pengasih). Namun jika ada yang bersikap tidak perduli terhadap Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala pun tidaklah bergantung pada siapapun sehingga Allah Ta’ala pun tidak akan memperdulikan kalian.”[15]

Kemudian, beliau (as) bersabda, “Sekian banyak urusan bisnis duniawi, kesemuanya menuntut manusia untuk berjuang. Apapun bisnis duniawi, hal pertama, menuntut manusia untuk berusaha keras, lihatlah juga pekerjaan duniawi, inilah permisalan dunia. Jika seseorang menggerakkan tangan dan kakinya untuk berjuang, selanjutnya Allah Ta’ala pun akan memberikan keberkatan padanya. Begitu juga pada jalan Allah Ta’ala pun yang akan meraih keberhasilan adalah mereka yang berjuang. Maka dari itu, Dia firmankan, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا Jadi, harus berusaha, karena mujahadah (berusaha sungguh-sungguh)-lah jalan untuk mencapai keberhasilan.”[16]

Ketika untuk meraih dunia pun kita menyampaikan usaha kita hingga ke titik puncak dan berjuang untuk dapat meraihnya, terlebih untuk meraih Allah Ta’ala bagaimana bisa tanpa disertai perjuangan keras? Kenapa beranggapan hanya dengan berucap saja di mulut lantas akan dapat meraih Allah Ta’ala atau Tuhan akan mengabulkan doa-doa kita? Orang yang mengeluhkan kenapa doa mereka tidak dikabul, hendaknya terlebih dulu mengevaluasi diri. Tidaklah mungkin, untuk meraih Allah Ta’ala tidak memerlukan perjuangan sementara untuk meraih materi perlu untuk terlebih dulu menempuh perjuangan keras. Karena itu, pada setiap tempat prinsip tersebut berlaku.

Dalam menjelaskan hal tersebut di tempat lain Hadhrat Masih Mau’ud (as) menyampaikan perlunya perjuangan untuk meraih Allah Ta’ala. Beliau bersabda, “Siapa yang berusaha dalam pencarian jalan Kami, maka mereka akan sampai pada jalan petunjuk yang memberikan hasil. Sebagaimana biji-bijian yang ditanam tanpa dilakukan upaya perawatan dan pengairan, tidak akan membuahkan hasil, bahkan akan layu, demikian pula kalian pun jika kalian tidak tidak mengingat ikrar tersebut setiap hari dan tidak berdoa dengan mengatakan, ‘Ya Tuhan! Tolonglah kami’, maka karunia Allah Ta’ala tidak akan turun. Revolusi tidak mungkin akan tercapai tanpa pertolongan Ilahi.”[17]

Alhasil, ini merupakan hukum alam. Perlu juga hal itu untuk meraih Allah Ta’ala. Sebagaimana setelah menanam biji, seorang petani tidak duduk berpangku tangan, demikian pula dalam hal ini pun tidak cukup bagi seseorang dirinya telah beriman saja karena jika tidak disertai perjuangan maka tidak akan mendapat apa-apa. Bahkan, ia haruslah berusaha. Haruslah ia pelihara tanaman keimanannya.

Selanjutnya beliau bersabda, “Siapa yang selalu condong kepada Allah Ta’ala maka Allah Ta’ala pun akan memberikan perhatian-Nya pada orang tersebut. Perlu untuk sebisa mungkin menghindari kelalaian. Ketika upayanya telah sampai pada titik puncak, maka ia akan dapat melihat nur Ilahi. Diisyaratkan dalam ayat, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا bahwa ia telah melakukan upaya maksimal sebagai kewajiban yang harus dia tempuh. Sebagaimana jika air tanah dapat memancar jika digali sedalam 20 feet (ukuran Inggris-Amerika. Feet = kaki. 1 meter sekitar 3 kaki), lantas seseorang lekas putus asa setelah menggali 2 atau 3 feet saja. Jika air akan memancar setelah menggali 20 atau 30 feet, namun seseorang malah hanya menggali beberaoa feet saya lantas mengeluh bahwa air tidak mau keluar. Jadi akar kesuksesan dalam setiap amalan adalah tidak berputus asa. Adapun bagi umat ini Allah Ta’ala telah berjanji bahwa barangsiapa yang berdoa dan mensucikan diri sepenuhnya, maka semua janji yang disebutkan dalam Al Quran akan terpenuhi bagi orang tersebut.” Maksudnya, orang yang berdoa dan mensucikan diri dengan gigih dan sepenuhnya, maka semua janji yang disebutkan dalam Al Quran akan terpenuhi bagi orang tersebut.

“Sebaliknya, bagi yang melanggarnya, maka ia akan luput. Karena Allah Ta’ala adalah Maha Pemilik Kehormatan sehingga itu Dia pasti menetapkan arah jalan untuk menuju kepada-Nya. Namun pintu pintunya dibuat sempit, yang akan dapat sampai padanya adalah mereka yang menmpuh segala kepahitan hidup, harus berjuang keras. Manusia rela bertahan dari segala himpitan dalam urusan duniawi hingga sebagian dari mereka binasa dalam upaya tersebut. Namun mengapa untuk meraih Allah Ta’ala, tidak mampu bertahan dari satu tusukan duri saja? Sebelum muncul tanda-tanda ketulusan, ketabahan dan kesetiaan dari para hamba, tanda-tanda rahmat dari Allah Ta’ala pun tidak akan tampak. Bagaimana bisa tampak?”[18] Maksudnya, jika dari pihak hamba tidak memperlihatkan ciri-ciri kejujuran, kesabaran dan kesetiaan, bagaimana mungkin Allah Ta’ala perlihatkan tanda-tanda rahmat-Nya.

Jadi, ini merupakan jawaban bagi pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang menanyakan, “Kami telah banyak berdoa, namun kenapa masih belum terkabul juga?” Dengan kata lain, orang seperti itu mengatur Allah Ta’ala, seolah-olah ia mengatakan, “Kami akan datang menemui Allah Ta’ala sesuka kami dan ketika kami perlu saja dan Allah Ta’ala akan mengabulkan doa-doa yang kami inginkan (naudzubillah).”

Hadhrat Masih Mau’ud (as), “Namun, hal ini mereka saksikan juga dalam perkara duniawi tidak terjadi hal demikian [tanpa usaha tidak terjadi yang diinginkan]. Sementara itu, bila dalam urusan dengan Allah Ta’ala, kenapa berharap untuk terpenuhi sesuai dengan yang kita inginkan tanpa kerja keras?”

Dalam hal ini beliau (as) sabdakan, “Datanglah kepada Allah Ta’ala dengan penuh ketulusan. Dengan melakukan demikian, saksikanlah pemandangan kasih sayang-Nya.”

Beliau bersabda, “Perlu diingat bahwa keimanan tanpa amal perbuatan seperti kebun tanpa diairi. Bisakah kebun hidup tanpa air? Pohon yang ditanam, jika tidak diairi oleh pemiliknya, maka akan kering dalam satu hari. Begitu pula keadaan keimanan seseorang. وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا artinya, tidaklah cukup dengan perbuatan yang leha-leha melainkan diperlukan perjuangan besar. Jiwa diibaratkan tanaman.”[19]

Beliau lalu bersabda, “Difirmankan oleh Allah Ta’ala, وَلْيُؤْمِنُوا بِي wal yu’minuu bii artinya, ‘Orang yang menyeru pada-Ku, hendaknya beriman pada-Ku.’ Keimanan adalah memenuhi hak keimanan kepada Allah dengan melaksanakan hak hak Allah dan hambaNya. Allah Ta’ala memerintahkan para hambaNya untuk memelihara dan merawat kebun keimanan. Kita saksikan, jika tanaman di rumah kita tidak kita rawat dengan rutin, tidak dipelihara, maka akan layu, lantas bagaimana kita dapat membiarkan kebun keimanan tanpa perawatan.

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan hal ini dari satu sudut pandang lain, “Allah Ta’ala berfirman, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا Kalian akan mendapati jalan Kami sebagai jalan para mujahid ‘orang yang berupaya keras’. Maknanya adalah, di jalan ini tidak pelak lagi kita akan melakukan upaya keras bersama-sama dengan utusan Tuhan. Mujahid bukanlah orang yang hanya 1 atau 2 jam bekerja lalu ia lari darinya, tetapi ia haruslah senantiasa siap untuk mengorbankan jiwa raganya karena tanda seorang muttaqi adalah istiqamah.”[20]

Jadi, tatkala kita telah berjanji di dalam janji baiat kita bahwa kita akan mendahulukan agama dari dunia, maka supaya kita tetap teguh di dalam janji ini, kita harus melihat apa yang agama inginkan dari kita, yaitu apa yang harus kita dahulukan dan kita harus tetap teguh berdiri di atasnya?

Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Siapa saja yang berupaya mencari jalan Allah Ta’ala hanya karena takut kepada-Nya dan terus berdoa supaya ia diberikan petunjuk untuk dapat meraihnya, maka Allah Ta’ala sesuai dengan sunnah-Nya yaitu وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا artinya ‘Siapa saja yang melakukan upaya keras di dalam Kami maka Kami pasti akan memperlihatkan jalan-jalan Kami untuk mereka.’ Maksudnya, Allah sendiri yang akan menuntunnya, memperlihatkannya jalan, dan menurunkan ketenangan kalbu kepadanya. Jika ada seorang yang hatinya sendiri telah ada dalam kegelapan, mulutnya sulit tergerak untuk berdoa, dan telah larut dalam niatan syirik dan bid’ah maka apa lagi manfaat doa baginya? Ia tidak akan mendapatkan hasil-hasil baik yang telah dijanjikan untuk mereka yang berdoa.”[21]

Jadi, kita harus senantiasa menilai diri kita sendiri, apakah kita tengah berusaha mencari jalan-jalan Allah Ta’ala atas dasar pemikiran ini, dan apakah hati kita telah sama sekali kosong dari wujud selain Allah?

Kemudian dalam menekankan kepada taubah dan istigfar, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Taubat dan Istigfar adalah cara meraih Allah. Allah Ta’ala berfirman, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا yang artinya, ‘Berusahalah sekuat tenaga untuk tetap berada di jalan-Nya maka kamu akan tiba di tujuan itu.’ Allah Ta’ala tidaklah berlaku kikir kepada siapapun.”[22]

Beliau (as) bersabda, “Atas dasar ajaran Al-Quran Syarif, kita mengetahui bahwa di satu sisi Allah Ta’ala di dalam Al-Quran Syarif menjelaskan sifat kedermawanan-Nya, kemurahan-Nya, kelembutan-Nya dan menampakkan sifat Rahman ‘Maha Pengasih’-Nya, namun di sisi lain Allah berfirman, وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلا مَا سَعَى dan وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا yaitu Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya atas dasar usaha dan mujahadah hamba-Nya.[23] Dalam hal ini, amal perbuatan para sahabat (r.anhum) merupakan uswah hasanah dan contoh yang terbaik bagi kita. Lihat dan renungkanlah kehidupan para sahabat. Apakah mereka telah meraih derajat-derajat tersebut hanya karena shalat pada umumnya? Tidak! Mereka dalam meraih rida Allah Ta’ala, bahkan hingga tidak memperdulikan jiwa mereka dan mereka telah mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah layaknya hewan korban. Jadi, atas dasar itulah mereka meraih ketinggian ini. Kita melihat kebanyakan orang-orang menginginkan agar ia diberikan derajat tertentu dan ditinggikan hingga Arasy Ilahi hanya dalam satu tiupan saja.”[24] Ini tidak mungkin terjadi.

Jadi, tidak dipungkiri lagi bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Meski demikian, Dia pun memberi syarat untuk menjadi sosok-sosok yang mencapai derajat iman sempurna, yaitu melakukan jihad (perjuangan sungguh-sungguh dan bekerja keras) di jalan-Nya. Setelah itulah, Allah Ta’ala akan semakin meninggikan derajatnya. Mereka akan melihat pemandangan-pemandangan pengabulan doa, dan mereka pun akan melihat pemandangan-pemandangan sifat Rahman dan Rahim Allah Ta’ala yang lebih besar dari sebelumnya, sebagaimana yang dilihat oleh para sahabat. Mereka telah sedemikian rupa tenggelam di dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala, yang tidak ada lagi bandingannya. Apabila mereka pun dibunuh di jalan Allah Ta’ala maka mereka pun akan menjadi ahli surga dan menjadi orang-orang yang meraih kabarsuka keridaan Allah Ta’ala.

Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Siapa saja yang di dalam Allah Ta’ala [dengan sarana bantuan Allah Ta’ala], mereka berusaha keras dengan segenap rintihan demi meraih-Nya maka usaha dan kerja keras mereka tidak akan menjadi sia-sia, dan mereka pasti akan diberi petunjuk dan tuntunan. Siapa saja yang melangkah menuju Tuhan dengan kesungguhan dan niat yang tulus, Tuhan pasti akan bergerak kepadanya untuk membimbingnya. Manusia diharuskan untuk bertadabur, dan melahirkan dorongan yang sejati dan rasa haus di dalam dirinya untuk mencari kebenaran. Hendaknya ia patuh melangkah di atas jalan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk meluaskan pengetahuannya. Tuhan pun tidak akan menghiraukan seseorang yang tidak menghiraukan Tuhan.”[25]

Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Berusaha keraslah untuk mengadakan perubahan diri. Bekerja keraslah. Panjatkanlah doa demi doa di dalam shalat. Bersedekahlah dan masuklah dalam golongan وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا dengan segala corak daya upaya.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 6)

Seperti halnya seorang yang sakit maka ia pergi ke tabib, lalu ia meminum obat, diberi ramuan, dibekam, atau diurut, dan ia akan melakukan setiap upaya untuk mendapatkan kesembuhannya, maka demikian pula hendaknya ia berupaya dengan segala macam cara demi menjauhkan penyakit-penyakit rohaninya. Tidak hanya melalui lidah, tetapi juga ia bermujahadah dengan menempuh segala jalan yang telah Allah Ta’ala firmankan.”[26]

Jadi, inilah cara yang akan semakin membukakan jalan untuk meraih Allah Ta’ala. Selanjutnya, Hadhrat Masih Mau’ud (as) pun menekankan pada pentingnya doa. Beliau (as) bersabda, “Manusia hendaknya menganggap kehidupan ini dengan sedemikian rupa kotornya hingga ia pun berupaya untuk keluar darinya. Janganlah menganggap kehidupan ini sebagai segalanya. Pahamilah ini (yakni kehidupan duniawi) sebagai kehidupan yang kotor dan hanya sementara, dan panjatkanlah doa; karena tatkala upaya keras itu ditempuh, dan ia memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh, maka pada akhirnya Allah Ta’ala menurunkan najat ‘keselamatan’ kepadanya, dan dia menjadi keluar dari kehidupan dosanya. Karena doa bukanlah suatu hal yang biasa, dan doa pun merupakan suatu kematian. Tatkala insan menerima kematian ini, maka Allah Ta’ala akan menyelamatkannya dari kehidupannya yang kotor, yang menjadi sebab kematiannya [dulu] dan Dia menganugerahkan suatu kehidupan suci kepadanya.”

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Banyak orang yang menganggap doa sebagai suatu yang biasa. Ingatlah doa bukan bermakna secara kebiasaan melakukan shalat seperti pada umumnya, yaitu mengangkat tangan dan duduk serta mengucapkan apa-apa dengan lisannya. Doa seperti ini tidak akan berfaedah apapun karena doa demikian hanya seperti membaca mantra. Hatinya tidak ikut serta dan ia tidak yakin akan segala kodrat dan kekuasaan Allah Ta’ala. Ingatlah, doa adalah satu kematian. Seperti halnya di saat kematian terjadi rintihan dan kepedihan, demikian juga di dalam doa pun harus timbul rintihan dan kepedihan serupa. Oleh karena itu hal ini tidak akan terpenuhi selama di dalam doa tidak timbul kepedihan dan kegelisahan yang sempurna. Oleh karena itu hendaknya Anda sekalian bangkit di malam-malam Anda dan mengadukan segenap keluh kesah di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh kerendahan, kepedihan, serta keperihan, dan panjatkanlah doa itu seperti halnya suatu kematian tengah menimpa Anda. Jika demikian, doa itu akan sampai pada derajat pengabulan doa.”

Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Hal ini pun hendaknya diingat bahwa doa yang paling penting dan utama adalah, seorang insan berdoa untuk kebersihan dan kesucian dirinya dari dosa-dosa. Doa inilah yang merupakan asal dan bagian utama semua doa. Karena jika doa ini dikabulkan, insan menjadi bersih dari segala macam dosa dan kekotoran dan ia menjadi suci dalam pandangan Allah Ta’ala maka doa-doa lain yang berkaitan dengan hajat-hajat pentingnya (yakni kebutuhan-kebutuhannya di dunia) pun akan serta merta terus terkabul meski tanpa ia harus meminta.

Inilah doa yang mengharuskan segenap upaya dan kerja keras, yaitu berdoa agar suci dari dosa-dosa. Inilah doa yang terbesar, yakni seseorang berdoa agar dirinya suci dari dosa-dosa, dan ia menjadi hamba yang bertakwa dan lurus pada pandangan Tuhan. Yakni, pertama-tama, manusia harus menjauhkan tabir penghalang yang menutup hatinya. Tatkala itu telah tiada, maka menjauhkan tabir penghalang lainnya tidaklah diperlukan usaha keras seperti sebelumnya, karena karunia Allah Ta’ala telah ada bersamanya dan ribuan kerusakan telah serta merta terangkat darinya (karena) tatkala di dalam dirinya telah lahir kebersihan dan kesucian dan lahir hubungan yang hakiki dengan Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala sendirilah yang serta merta menjadi Pelindung dan Pemenuh kebutuhannya serta sebelum ia memohon suatu kebutuhannya kepada Allah Ta’ala, Allah Ta’ala sendiri yang memenuhinya.

Ini adalah satu rahasia yang sangat halus dan akan terbuka tatkala seorang insan telah sampai pada kedudukan tersebut. Jika tidak, sangatlah sulit memahaminya.

Sungguh ini adalah suatu mujahadah (upaya keras) yang sangat mulia dan doa juga memerlukan satu mujahadah. Seorang yang tidak peduli dengan doa dan jauh darinya, Allah Ta’ala pun tidak memperdulikannya dan akan jauh dari orang itu. Ketergesa-gesaan tidak berguna dalam hal ini. Tuhan Yang Maha Kuasa dengan karunia-Nya menurunkan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia menganugerahkan kapan pun Dia menghendakinya. Pemohon tidak berhak mengeluhkan saat ia tidak menerimanya atau lantas berprasangka buruk kepada-Nya. Tetapi, ia harus terus memohon dengan penuh ketekunan dan kesabaran.”[27]

Semoga Allah Ta’ala menurunkan taufik kepada kita untuk mengamalkan hal-hal tersebut. Semoga Ramadan ini menjadi sarana bagi kita untuk menjalin hubungan erat dengan Allah Ta’ala, supaya kita menjadi sosok yang mengamalkan firman-firman-Nya, memiliki keimanan yang sempurna akan wujud-Nya. Semoga kita menjadi sosok yang menyaksikan pengabulan-pengabulan doa. Semoga keadaan ini senantiasa terjaga, baik di bulan Ramadan maupun setelahnya, dan semoga kita dapat memenuhi tujuan kita menjadi hamba Allah Ta’ala yang sesungguhnya.

Semoga Allah Ta’ala memperlihatkan kepada kita jalan yang darinya kita tidak akan pernah tersesat, dan semoga pandangan kasih sayang-Nya senantiasa tertuju pada kita. Semoga kita menjadi sosok yang memenuhi janji baiat kepada imam zaman. Semoga kita tidak menjadi orang yang kehilangan nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kita ini yakni mengimani imam zaman.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dari kejahatan para penentang dan musuh kita. Semoga Allah Ta’ala mengabulkan doa kita dan membalikkan kejahatan itu atas mereka. Semoga Allah senantiasa menghadirkan sarana-sarana untuk kemajuan jemaat. Alhasil, jadikanlah Ramadan ini sebagai sarana keterkabulan doa-doa kita. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik-Nya kepada kita.

Panjatkan juga doa-doa untuk keadaan dunia. Semoga Allah Ta’ala menyelamatkan dunia dari berbagai kehancuran, dan membukakan pikiran mereka, dan semoga mereka mengenal wujud Tuhan pencipta mereka.

Setelah shalat jumat, saya juga akan mengumumkan sebuah situs MTA. MTA Internasional telah membuat website ini. Ini merupakan aplikasi mobile yang di dalamnya berisi kompilasi khutbah jumat saya tentang 313 sahabat Badr (r.anhum). Di website ini, para anggota selain dapat melihat khutbah-khutbah jumat, juga dapat menelaah profil para sahabat Badr. Siapapun dapat memberi tanda pada bagian yang telah ia telaah. Selain itu terdapat kuis soal jawab tentang setiap sahabat. Di website pun terdapat gambar-gambar terkait dengannya yang bermanfaat. Cara pengucapan nama dalam bahasa Arab pun dapat diperdengarkan. Selain semua ulasan tersebut, setiap minggunya akan ditambahkan ulasan dan video baru. Alamat website ini adalah www.313companions.org sebagaimana telah saya sampaikan, saya akan merilis ini setelah shalat jumat. Semoga ini pun menjadi faedah bagi segenap orang. [28]

Khotbah II

الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


[1] Dalam metode penomoran ayat-ayat Al-Qur’an Karim, sesuai dengan standar penomoran ayat-ayat Al-Qur’an Karim yang digunakan oleh Jemaat Ahmadiyah, bismillahirrahmaanirrahiim sebagai ayat pertama terletak pada permulaan setiap Surah kecuali Surah at-Taubah.

[2] Shahih Muslim Kitab tentang Shiyam atau puasa bab keutamaan bulan Ramadhan, 2495 (صحیح مسلم کتاب الصیام باب فضل شھر رمضان حدیث 2495); Shahih al-Bukhari, Kitab permulaan penciptaan (صحيح البخاري، كتاب بدء الخلق).

[3] Malfuuzhaat jilid 9, h. 123 (ماخوذ از ملفوظات جلد9 صفحہ123)

[4] Shahih al-Bukhari Kitab tentang Tauhid (صحيح البخاري، كتاب التوحيد) bab firman Allah, nomor 7492 (باب قول اللّٰہ تعالیٰ یریدون ان یبدلوا کلام اللّٰہ حدیث7492)

[5] Shahih al-Bukhari, Kitab tentang Puasa (صحيح البخاري، كتاب الصوم) bab mal lam, 1903 (باب من لم یدع قول الزور والعمل بہ فی الصوم حدیث1903)

[6] Malfuzhaat jilid 5 halaman 438, edisi 1984 (ملفوظات جلد5صفحہ438ایڈیشن 1984ء)

[7] Malfuzhaat jilid 1 h. 124, edisi 1984 (ملفوظات جلد1 صفحہ124ایڈیشن1984ء).

[8] Barahin Ahmadiyyah bagian ke-4, Ruhani Khazain jilid 1, h. 567-568, catatan kaki nomor 11 (براہین احمدیہ حصہ چہارم، روحانی خزائن جلد1 صفحہ566-567 حاشیہ نمبر11)

[9] Shahih Muslim nomor 4832, Kitab tentang Dzikr dan Doa, bab keutamaan Dzikr, Doa dan mendekatkan diri kepada Allah (صحیح مسلم کتاب الذکر والدعاء…… باب فضل الذکر والدعاء والتقرب الی اللّٰہ تعالیٰ حدیث6833); Shahih al-Bukhari, Kitab tentang Tauhid (صحيح البخاري، كتاب التوحيد), bab dzikr (باب ذِكْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَرِوَايَتِهِ عَنْ رَبِّهِ ); Jami` at-Tirmidhi 3603, Kitab doa-doa (كتاب الدعوات عن رسول الله صلى الله عليه وسلم), bab berprasangka baik kepada Allah (باب فِي حُسْنِ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ).

[10] Shahih al-Bukhari, Kitab tentang Tauhid, bab rahmatul walad, nomor 5999 dan di Kitabud Da’waat bab at-Taubah nomor 6309 (صحیح البخاری کتاب الادب باب رحمۃ الولد…… حدیث5999، کتاب الدعوات باب التوبۃ حدیث 6309)

[11] Al-Haqq Mubahatsah Dehli, Ruhani Khazain jilid 4 halaman 192 (الحق مباحثہ دہلی، روحانی خزائن جلد4 صفحہ192)

[12] Filsafat Ajaran Islam (فلسفة تعاليم الإسلام، ص75) atau (اسلامی اصول کی فلاسفی، روحانی خزائن جلد10 صفحہ389). Pembahasan Ayat ke-6 surah ash-Shaf, 62:6.

[13] Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam jilid 3 halaman 626 (تفسیر حضرت مسیح موعود علیہ السلام جلد3 صفحہ626); Al-Makatib al-Ahmadiyah (Surat-Surat) jilid ke-5, surat kepada Khalifah yang ke-1 (المكاتيب الأحمدية، مجلد5، رقم2، ص47، إلى الخليفة الأول).

[14] Malfuuzhaat jilid 1 h. 20, edisi 1984 (ماخوذ از ملفوظات جلد1 صفحہ20ایڈیشن 1984ء); Pidato Jalsah Salanah tahun 1897 (تقرير الجلسة السنوية عام1897م، ص3)

[15] Malfuuzhaat jilid 6 h. 439, edisi 1984 (ملفوظات جلد6صفحہ439ایڈیشن 1984ء); Al-Hakam jilid 8, edisi 18, tanggal 31 Mei 1904 (الحكم، مجلد8، رقم18، عدد 31/5/1904م، ص2)

[16] Malfuuzhaat jilid 7 h. 224, edisi 1984 (ملفوظات جلد7صفحہ224ایڈیشن1984ء); Al-Hakam jilid 8, edisi 38-39, tanggal 10 November 1904 (الحكم، مجلد8، رقم 38-39، عدد 10/11/1904م، ص3)

[17] Malfuuzhaat jilid 7 h. 225, edisi 1984 (ملفوظات جلد7 صفحہ225ایڈیشن 1984ء); Al-Hakam jilid 8, edisi 38-39, tanggal 10 November 1904 (الحكم، مجلد8، رقم 38-39، عدد 10/11/1904م، ص6)

[18] Malfuuzhaat jilid 7 h. 291, edisi 1984 (ملفوظات جلد7 صفحہ291ایڈیشن 1984ء); Al-Badr tangggal 20 Januari 1905 (البدر، مجلد4، رقم3، عدد 20/1/1905م، ص3)

[19] Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam jilid 3 halaman 631 (تفسیر حضرت مسیح موعود علیہ السلام جلد3 صفحہ631); Al-Badr tangggal 25 Juni 1908 (البدر، مجلد7، رقم25، عدد 25/ 6/1908م 5)

[20] Malfuuzhaat jilid 1 h. 25, edisi 1984 (ملفوظات جلد1صفحہ25ایڈیشن1984ء); Al-Hakam jilid 7, edisi 22, tanggal 17 Juni 1903 (الحكم، مجلد7، رقم22، عدد 17/6/1903م، ص7)

[21] Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam jilid 3 halaman 632 (تفسیر حضرت مسیح موعود علیہ السلام جلد3 صفحہ632); Al-Hakam jilid 7, edisi 17, tanggal 10 Mei 1903 (الحكم، مجلد7، رقم17، عدد 10/5/1903م، ص13)

[22] Malfuuzhaat jilid 10 h. 107, edisi 1984 (ملفوظات جلد10صفحہ107)

[23] Surah an-Najm, 53:40.

[24] Malfuuzhaat jilid 10 h. 205, edisi 1984 (ملفوظات جلد10صفحہ205ایڈیشن1984ء); Al-Hakam, jilid 12, nomor 24, edisi 2 April 1908, halaman 1-2. (الحكم، مجلد12، رقم24، عدد 2/4/1908م، ص1-2)

[25] Malfuuzhaat jilid 10 h. 284, edisi 1984 (ملفوظات جلد10صفحہ284ایڈیشن1984ء)

[26] Malfuuzhaat jilid 10 h. 188, edisi 1984 (ملفوظات جلد8صفحہ188ایڈیشن1984ء)

[27] Malfuuzhaat jilid 6 h. 406-407, edisi 1984 (ملفوظات جلد6صفحہ406-407ایڈیشن1984ء)

[28] Sumber referensi: majalah al-Fadhl (https://www.alfazl.com/2022/04/23/45867/); www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab). Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

Comments (1)

Tim Ahmadiyah.Id
23/04/2022, 17:46
[…] mendapat laknat karena tidak mendapat ampunan seusai Ramadan lewat. Kenapa demikian? Padahal, Ramadan adalah bulan penuh ganjaran dan ampunan. Saking banyaknya ganjaran, bahkan Allah […]

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.